• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Wisata dan Rekreasi

Undang- Undang No.9 Tahun 1990 mendefinisikan wisata sebagai perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sedangkan menurut Gunn (1994) wisata lebih dari sekedar industri pelayanan, namun mencakup keseluruhan perjalanan, tanpa terkecuali perjalanan pulang-pergi. Menurut Pendit (2006) atraksi wisata adalah segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat. Atraksi wisata lazim pula dinamakan objek wisata.

Kraus (1977) mendefinisikan rekreasi sebagai berbagai aktivitas atau pengalaman yang biasanya dipilih secara sukarela oleh seseorang, baik itu disebabkan oleh keinginan untuk mendapat kesenangan sesaat atau karena orang tersebut menginginkan atau mencapai sesuatu yang lebih bersifat personal atau memiliki nilai sosial tertentu. Aktivitas ini dilakukan pada waktu luang dan tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Aktivitas ini juga bersifat menyenangkan tetapi dapat diterima oleh lingkungan sosial, tetap menjaga nilai-nilai moral yang ada, dan berkontribusi untuk membuat seseorang yang menjalankan aktivitas tersebut dan lingkungan sosialnya menjadi lebih baik.

Jenis aktivitas rekreasi dapat dikategorikan berdasarkan pengalaman yang akan didapat (Gold, 1980), yaitu sebagai berikut:

1. Rekreasi fisik, mengutamakan kegiatan fisik sebagai pengalaman utama dari suatu aktivitas;

2. Rekreasi sosial, mengutamakan interaksi sosial sebagai pengalaman utama dari suatu aktivitas;

3. Rekreasi kognitif, mengutamakan budaya, pendidikan, dan kreativitas sebagai pengalaman utama dari suatu aktivitas;

4. Rekreasi yang berhubungan dengan alam, mengutamakan kegunaan sumber daya alam seperti air, pepohonan, pemandangan alam, dan kehidupan liar sebagai fokus utama dari suatu aktivitas.

(2)

2.2 Agrowisata

Nurisjah (2001) mendefinisikan agrowisata atau wisata pertanian merupakan penggabungan antara aktivitas wisata dengan aktivitas pertanian. Secara spesifik Nurisjah (2001) menjelaskan agrowisata adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala dan bentuk serta tujuan untuk memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman dan rekreasi di bidang pertanian. Selanjutnya Arifin et al (2009) mendefinisikan aktivitas agrowisata sebagai kegiatan melihat, mempelajari, berinteraksi, mendapat pengalaman dan menikmati segala atraksi atau kegiatan pertanian sebagai sarana berwisata.

Utama (2008) mengklasifikasikan agrowisata ke dalam dua pola yaitu agrowisata ruang terbuka alami dan agrowisata ruang terbuka buatan.

1. Agrowisata Ruang Terbuka Alami

Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian. 2. Agrowisata Ruang Terbuka Buatan

Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya

(3)

dukungnya dan komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.

Terdapat beberapa nilai dan fungsi dari kawasan agrowisata sebagai ruang terbuka hijau menurut Arifin et al (2009) antara lain yaitu :

1. Menghasilkan produksi pertanian : tanaman, ternak, dan ikan; 2. Melindungi tata tanah dan air;

3. Mengendalikan iklim mikro, menyimpan karbon; 4. Mengkonservasi sumber daya bio-diversitas; 5. Memberikan keindahan lanskap dan kenyamanan.

Arifin et al (2009) mengemukakan beberapa syarat kesesuaian area agrowisata, antara lain sebagai berikut :

1. Memiliki lahan yang sesuai untuk pengembangan dan produksi komoditas pertanian, tanaman, perkebunan, perternakan dan perikanan;

2. Memiliki kesesuaian untuk wisata (aksesibilitas, infrastruktur dan fasilitas wisata);

3. Memiliki potensi keindahan panorama lanskap (penutupan lahan, topografi yang dinamis, lanskap pantai, perbukitan, pegunungan);

4. Memiliki potensi kenyamanan yaitu suhu dan kelembaban udara yang sesuai bagi wisatawan (nyaman dan segar);

5. Memiliki atraksi budaya dari masyarakat pertanian (budaya bercocok-tanam, hingga penanganan pasca panen);

6. Memiliki masyarakat yang mampu menjual program dan atraksi yang sudah membudaya secara turun- temurun di dalam masyarakat agraris, termasuk kearifan- kearifan lokal;

(4)

7. Memiliki pemda yang bisa berperan untuk membimbing petani dalam kesiapan diri menjadi tuan rumah bagi wisatawan, juga meninvestasikan sarana-prasarana dan fasilitas umum sebagai kebutuhan dasar dalam pengembangan wisata.

Menurut Arifin et al (2009) mengemukakan bahwa terdapat beberapa objek dan atraksi wisata yang yang mecirikan suatu kegiatan wisata berbasis pertanian, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Lahan pertanian: sawah, ladang, kebun, pekarangan, kolam produksi, kandang, dan rumah kaca.

2. Proses produksi sebagai atraksi wisata: membajak sawah, menanam dan memindah bibit, panen, dan menjemur hasil pertanian.

3. Proses penanganan pasca panen: cara penanganan produk pertanian, sortasi dan pengemasan.

4. Pengolahan hasil pertanian: memotong, memasak dan mengawetkan. 5. Pengemasan, penjualan, pemasaran.

6. Kegiatan kelembagaan petani (Koperasi Unit Desa, Koperasi Petani, Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Badan Usaha Milik Petani).

7. Atraksi pendukung: atraksi budaya, berwisata alam dan petualangan.

8. Penyediaan toko dan kios produk hasil pertanian yang khas dengan kemasan yang menarik untuk dimakan atau dibawa sebagai oleh- oleh.

2.3 Pengelolaan Lanskap

Menurut Arifin (2005) pengelolaan lanskap merupakan pengelolaan lingkungan termasuk di dalamnya pengelolaan sumberdaya alam. Secara spesifik juga dijelaskan bahwa pengelolaan lanskap yang berkelanjutan yaitu usaha manusia dalam mengubah, mengatur dan menata ekosistem agar manusia memperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas produksinya dan keberadaannya yang dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu dan energi. Arifin dan Arifin (2005) juga menyatakan bahwa pengelolaan lanskap sebagai suatu upaya terpadu dalam penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pelestarian, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup sehingga tercipta lanskap yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.

(5)

Arifin dan Arifin (2005) mengemukakan bahwa pengelolaan yang baik seharusnya dapat merencanakan program pemeliharaan dengan pengorganisasian yang baik, dengan beberapa cara sebagai berikut :

1. Menginventarisasi dan mengidentifikasi fasilitas dan peralatan taman yang dipelihara;

2. Membuat perencanaan pemeliharaan rutin;

3. Membuat perencanaan alat- alat yang digunakan untuk pemeliharaan tidak rutin atau yang bersifat insidental;

4. Merencanakan jadwal dan cara pemeliharaan pencegahan untuk mengatasi keadaan yang mungkin mempercepat kerusakan taman;

5. Membuat jadwal tanggung jawab penugasan perorangan, kelompok, atau penyerahan tugas kepada kontraktor;

6. Melakukan pengawasan terhadap sistem pekerjaan perencanaan dan perancangan, ketepatan jadwal pekerjaan pemeliharaan, serta kapasitas pekerjaan;

7. Membuat sistem analisis biaya pemeliharaan.

Menurut Render dan Heizer (1997) proses pengelolaan atau yang lebih dikenal dengan istilah manajemen terdiri dari empat fungsi utama yaitu planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Selanjutnya, Render dan Heizer (1997) menjelaskan bahwa dasar dari suatu pengelolaan adalah adanya proses dinamis dimana aktivitas dan sumber daya yang ada secara bersamaan dipadukan dalam usul, pengaturan dan koordinasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Perlu adanya suatu standar kerja dalam sebuah manajemen untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendekatan yang dilakukan dapat berupa pencapaian kepuasan klien maupun dari segi kualitas yang dihasilkan.

Kegiatan pemeliharaan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan lanskap. Pemeliharaan lanskap adalah aktivitas menjaga dan merawat areal lanskap dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya agar kondisinya tetap baik atau sedapat mungkin mempertahankan pada keadaan yang sesuai dengan desain semula (Sternloff dan Warren, 1984). Arifin dan Arifin (2005) menyatakan bahwa pemeliharaan lanskap terdiri dari pemeliharaan ideal dan pemeliharaan fisik. Selanjutnya Arifin. dan Arifin (2005) juga menjelaskan pemeliharaan ideal

(6)

dimaksudkan untuk untuk menjaga dan merawat areal lanskap dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya agar kondisinya tetap baik atau sedapat mungkin mempertahankan pada keadaan yang sesuai dengan tujuan rancangan atau desain semula, sedangkan pemeliharaan fisik meliputi pekerjaan untuk tetap menjaga keindahan, keasrian, kenyamanan, dan keamanan taman.

Dalam suatu lanskap binaan atau kawasan, pemeliharaan ideal akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh upaya- upaya tertentu menurut Arifin dan Arifin (2005), antara lain adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan dan perancangan taman dengan pola sederhana sehingga memudahkan pemeliharaan fisik;

2. Penggunaan elemen taman baik elemen keras maupun lunak yang mudah ditemui sehingga tidak menyulitkan ketika penggantian atau penyulaman tanaman;

3. Pemilihan sistem struktur yang kuat dan awet serta pemilihan bahan perkerasan yang sesuai;

4. Pembuatan pola sirkulasi yang jelas dan rasional sehingga alur kegiatan di dalam taman selalu lancar.

5. Perlengkapan alat dan bahan yang memadai.

Pemeliharaan fisik menurut Arifin dan Arifin (2005) untuk elemen keras antara lain meliputi penggantian elemen yang rusak seperti pembersihan lumut, karat, pengecatan, dan penggantian serta perbaikan elemen yang rusak. Sedangkan untuk elemen lunak meliputi pemupukan, pemangkasan, pembersihan area, penyiraman tanaman, peyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit.

Menurut Sternloff dan Warren (1984) terdapat dua sistem pemeliharaan fisik, yaitu pemeliharaan korektif dan pemeliharaan preventif. Pemeliharaan korektif merupakan pemeliharaan dengan fokus pada penyelesaian masalah yang sedang terjadi, sedangkan pemeliharaan preventif adalah pemeliharaan yang terfokus pada penyelesaian masalah yang mungkin terjadi.

Rencana kegiatan pemeliharaan lanskap menurut Carpenter et al (1975) dapat dilakukan dengan melakukan pembagian area lanskap antara lain area intensif, semi intensif dan tidak intensif. Menurut Arifin dan Arifin (2005) tingkat pemeliharaan seharusnya sudah direncanakan sejak awal. Rencana kegiatan pemeliharaan lanskap

(7)

berkaitan dengan masalah penyediaan tenaga kerja dan biaya perawatan. Selanjutnya juga dijelaskan pada Arifin dan Arifin (2005) semakin rumit dan detail suatu desain maka tingkat pemeliharaan semakin intensif. Sedangkan tingkat pemeliharaan yang rendah pada umumnya dilakukan pada lanskap alami atau semi-alami.

Terdapat beberapa proses dari manajemen pemeliharaan menurut Parker dan Bryan (1989) antara lain :

1. Menentukan objek pemeliharaan (termasuk didalamnya tujuan dan standar pemeliharaan;

2. Merencanakan aktivitas pemeliharaan yang akan dilakukan;

3. Merealisasikan kegiatan pemeliharaan sesuai dengan recana yang telah ditetapkan;

4. Mengawasi pelaksanaan dan merencanakan kembali bila diperlukan.

Parker dan Bryan (1989) juga mengemukakan prinsip- prinsip yang mendasar dalam manajemen pemeliharaan yaitu :

1. Standar dan tujuan pemeliharaan harus jelas;

2. Pemeliharaan dilaksanakan dengan ekonomi waktu, tenaga kerja, alat dan bahan;

3. Pelaksanaan pemeliharaan ditentukan berdasarkan rencana pemeliharaan tertulis;

4. Penjadwalan pemeliharaan ditentukan berdasarkan kebijakan dan prioritas; 5. Pelaksanaan pemeliharaan ditekankan pada tindakan pemeliharaan preventif; 6. Departemen pemeliharaan harus terorganisasi dengan baik;

7. Program pemeliharaan harus didukung dengan dana yang memadai; 8. Pemeliharaan dilakukan oleh tenaga kerja yang sesuai;

9. Program pemeliharaan harus dirancang untuk melindungi lingkungan alami; 10. Departemen pemeliharaan bertanggung jawab terhadap keselamatan pengguna

tapak dan pengawas;

11. Dalam perancangan dan konstruksi, pemeliharaan harus menjadi pertimbangan utama;

12. Pegawai pemeliharaan bertanggung jawab terhadap citra perusahaan dimata publik.

(8)

Sternloff dan Warren (1984) menjelaskan bahwa perencanaan kegiatan pemeliharaan yang baik dan logis harus mencakup beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

1. Pendataan lengkap mengenai segala aspek keseluruhan taman, baik dari fasilitas maupun peralatan yang digunakan;

2. Perencanaan pemeliharaan tertulis, yang mencakup :

a. Standar pemeliharaan seluruh area, standar pemeliharaan fasilitas, elemen lanskap serta standar bagi peralatan yang digunakan.

b. Identifikasi dan pembuatan daftar kegiatan pemeliharaan rutin untuk mecapai standar yang telah ditetapkan.

c. Prosedur yang menerangkan metode yang efisien dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan rutin.

d. Frekuensi kegiatan pemeliharaan.

e. Karyawan atau tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan. f. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan lanskap.

g. Bahan- bahan yang digunakan dalam kegitan pemeliharaan lanskap (termasuk bahan sekali pakai)

h. Pendugaan yang akurat.

3. Cara pelaksanaan pemeliharaan tidak rutin atau insidentil misalnya pekerjaan perbaikan dan penyiapan tenaga khusus;

4. Pemeliharaan preventif terhadap kondisi yang dapat mempercepat keausan dan kerusakan melalui inspeksi yang sistematik dan terjadwal;

5. Jadwal penugasan untuk setiap pekerjaan pemeliharaan, meliputi perorangan, tim ataupun kontraktor sehingga terpantau apakah pekerjaan telah dilaksanakan dengan baik;

6. Sistem untuk mendesain dan merencanakan pekerjaan dan pengawasan beban kerja;

7. Sistem analisis dan pengawasan biaya pemeliharaan. 2.4 Pengelolaan Kawasan Agrowisata

Rokhman (2008) juga menyatakan bahwa agrowisata dapat digolongkan sebagai wisata ekologi dimana kegiatan dan atraksi wisata yang dilakukan tidak merusak atau mencemari lingkungan untuk tujuan mengagumi dan menikmati

(9)

keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Oleh karena itu kegiatan pengelolaannya harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

1. Mengatur dan Mengelola potensi wisata yang dimiliki, meliputi kultur atau sejarah yang menarik, keunikan sumberdaya biofisik, konservasi sumberdaya alam maupun kultur budaya masyarakat.

2. Meningkatkan nilai pendidikan, pengelolaan yang dilakukan memperhatikan pengalaman, pengetahuan dan pendidikan bagi pengunjung yang datang. 3. Memanfaatkan partisipasi masyarakat, yaitu peran aktif masyarakat baik dari

dalam kawasan wisata maupun pengunjung yang datang untuk menjaga serta melindungi objek, fasilitas dan atraksi wisata yang terdapat di dalam kawasan tersebut.

4. Meningkatkan upaya konservasi, kegiatan pengelolaan yang dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menarik pengunjung yang datang tetapi juga untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta melindungi sumberdaya alami yang terdapat di dalam kawasan wisata tersebut.

Arifin et al (2009) mengemukakan bahwa pengelola kawasan agrowisata dibagi menjadi dua yaitu oleh swasta atau investor dan masyarakat lokal. Ciri atau bentuk objek agrowisata yang dikelola oleh swasta antara lain :

1. Diusahakan oleh perusahaan swasta atau perorangan;

2. Meliputi satuan lahan yang biasanya berpagar dan mempunyai gerbang (pintu masuk) tunggal;

3. Tidak melibatkan masyarakat dalam pengelolaan;

4. Masyarakat sekitar lebih bertindak sebagai pekerja di objek wisata; 5. Biasanya menerapkan pemungutan karcis atau tiket masuk.

Selanjutnya Arifin et al (2009) juga menjabarkan ciri atau bentuk objek agrowisata yang dikelola oleh masyarakat, yaitu :

1. Masyarakat sebagai pemilik bisnis agrowisata. Masyarakat dapat bergabung membentuk badan usaha milik masyarakat (BUMN) atau kelompok tani; 2. Meliputi kawasan yang tidak berbatas dengan pagar dan memiliki beberapa

pintu gerbang;

(10)

biasanya sehingga pemberdayaan ekonomi masyarakat berjalan seperti biasa; 4. Masyarakat mengusahakan memberikan nilai tambah pada produk

pertaniannya;

5. Masyarakat melakukan musyawarah untuk mengelola semacam koperasi. Pengurus mengelola dan memasarkan produk pertanian;

6. Masyarakat menyiapkan akomodasi (penginapan dan sarapan pagi) dan menata perkampungan;

7. Masyarakat menyiapkan objek kunjungan sebaik mungkin dan menyiapkan diri untuk menerima tamu yang mempunyai ragam budaya berbeda- beda.

Referensi

Dokumen terkait

Apakah Faktor Fundamental yang diukur oleh Current Ratio , Return On Equity , Long Tern Debt To Equity Ratio , Total Asset Turn Over , dan Faktor Makroekonomi

Adanya Dukungan Pemerintah Kabupaten melalui jaminan kelancaran operasional USB melalui penyediaan Kepala Sekolah, Guru dan Staf administrasi sesuai dengan kualifikasi

Pada peneliti- an ini dilakukan analisis rasio kadar kandungan amilosa dan amilopektin dalam amilum umbi- umbian yang terdapat dalam beberapa jenis umbi dengan metode

Tujuan dari penelitian ini untuk dapat mengetahui bagaimana presepsi masyarakat terhadap sistem informasi DPMPTSP dimana penelitian ini akan menggali respon

Yang pertama adalah dengan menjadikan satu sebuah method JavaBean untuk bertindak sebagai action handler, dan yang kedua adalah dengan membuat sebuah class instans

Dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat

Proses pembukaan casting chamber menggunakan release valve telah meng- hasilkan gaya yang dapat memadatkan material propelan di dalam tabung cetakan yang tentunya

Penelitian dengan meggunakan metode-metode dalam pendekatan kuantitatif yang selanjutnya disebut penelitian kuantitatif, adalah suatu bentuk penelitian ilmiah yang