• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA PETANI BAWANG MERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA PETANI BAWANG MERAH"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PETANI BAWANG MERAH

8.1. Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)

Pengertian keadilan gender (gender equity) menurut ILO (Mugniesyah, 2007) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan, dan manfaat.

Kemudian, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku.

Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah akses, kontrol, partisipasi dan manfaat.

8.1.1. Akses terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah

Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga (laki-laki dan perempuan) dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan usahatani (produktif), rumah tangga (reproduktif), dan sosial. Akses responden petani bawang merah terhadap faktor produksi adalah akses terhadap faktor produksi modal dan tenaga kerja. Akses responden petani bawang merah terhadap faktor produksi dapat dilihat pada Tabel 19.

(2)

Tabel 21. Akses Responden Suami dan Responden Istri Terhadap Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011

No Faktor produksi

Responden suami (persen)

Responden istri(persen)

Suami Istri Suami Istri

1. Lahan pertanian 100,00 93,33 96,67 93,33 2. Lahan pekarangan 76,67 93,33 66,67 96,67 3. Saluran perairan 96,67 40,00 100,00 76,67 4. Alat-alat pertanian 93,33 40,00 96,67 76,67 5. Pupuk 96,67 0 100,00 0 6. Bibit, plestisida 93,33 86,67 93,33 76,67 7. Kredit 30,00 3,33 30,00 10,00 8. Penyuluhan 96,67 36,67 96,67 43,33 9. Tenaga kerja 40,00 60,00 60,00 60,00

10. Rumah tempat tinggal 100,00 100,00 100,00 100,00

Responden suami dan responden istri sepakat bahwa suami maupun istri memiliki akses terhadap faktor produksi usahatani bawang merah. Tabel 18 memperlihatkan bahwa persentase jumlah suami yang menyatakan akses terhadap faktor produksi tersebut lebih tinggi daripada istri.

Akses suami pada lahan pertanian, saluran perairan, alat-alat pertanian, dan pupuk lebih tinggi karena memang laki-laki adalah pencari nafkah utama keluarga. Sedangkan istri juga memiliki akses dan bekerja akan tetapi bukan sebagai pencari nafkah utama melaikan hanya membantu menambah penghasilan keluarga.

Dalam hal pinjam-meminjam uang (kredit), persentase istri lebih rendah daripada suami hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dari pihak istri mengenai ketentuan pengajuan pinjaman dari bank. Berbeda dengan masalah tenaga kerja, persentase jumlah istri yang menyatakan akses terhadap tenaga kerja lebih tinggi daripada suami. Hal ini dikarenakan yang bertugas menyiapkan dan menyediakan makanan serta minuman untuk tenaga kerja adalah perempuan atau istri karena tugas tersebut berkaitan dengan peranan perempuan dalam pekerjaan domestik.

(3)

8.2. Kontrol (pengambilan keputusan ) dalam Rumahtangga Petani

Mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu di antara sekian banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving) , setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Menurut Supranto (2005) inti dari pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan bernbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pengambilan alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga yaitu siapa yang lebih dominan (suami atau istri) dalam mempengaruhi tindakan seseorang untuk melakukan atau tidak melalukan suatu kegiatan. Pengambilan keputusan dikategorikan menjadi: suami sendiri (skor 1), istri sendiri (skor 2), bersama (skor 3).

Kontrol responden suami dan istri dalam rumahtangga petani bawang merah dilihat melalui pola pengambilan keputusan baik dalam hal pengelolaan usahatani bawang merah (kegiatan produktif) maupun dalam hal kegiatan reproduktif dan kegiatan kemasyarakatan. Menurut Sajogyo (1983) dalam Meiliala (2006) pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga dapat diperinci menurut empat bidang. sebagai berikut:

1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan;

2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan; 3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang

mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara anak-anak, dan pendidikan; serta

4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok.

(4)

8.2.1. Pola Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah

Pengambilan keputusan yang terjadi dalam rumahtangga petani bawang merah dilakukan atas dasar musyawarah atau hasil diskusi dari responden suami dan istri. Jadi pengambilan keputusan dilakukan bersama akan tetapi ada keputusan yang didominasi oleh suami ada juga yang didominasi oleh istri. Namun demikian, ada juga pengambilan kepurusan dalam rumahtangga dimana suami dan istri mengambil keputusan sama besar atau seimbang. Menurut responden suami dan responden istri, pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah didominasi oleh suami.

Pengetahuan yang dimiliki oleh suami dalam hal pertanian lebih banyak daripada pengetahuan yang dimiliki oleh istri dikarenakan keterlibatan suami dalam kegiatan kemasyarakatan, khususnya penyuluh pertanian dan kelompok tani. Sehingga suami mendominasi pengambilan keputusan di bidang produktif karena suami dianggap lebih mengetahui tentang proses penanaman bawang merah. Pengetahuan ini terutama dalam hal pembelian peralatan dan perlengkapan produksi, penentuan jenis dan jumlah pupuk, penentuan jarak tanam, penentuan waktu dan penjualan hasil panen.

Responden suami dan istri akan berdiskusi terlebih dahulu untuk memutuskan sesuatu yang dianggap baru dalam usahatani yang sedang dikelola mereka tidak semata-mata suami memutuskan atau istri memutuskan, mereka harus tau keunggulan atau kelemahan, manfaat dari apa yang mereka putuskan berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya dari kegiatan penyuluhan yang sering diikuti. Pola pengambilan keputusan responden rumahtangga petani bawang merah dalam pengelolaan usahtani terdapat pada Tabel 22.

(5)

Tabel 22. Pola Pengambilan Keputusan Responden Suami dan Responden Istri dalam Pengeloalaan Usahatani Bawang Merah , Desa Sidakaton, 2011

No. Jenis keputusan

Responden Suami (persen)

Responden Istri (persen)

S I B S I B

1. Jenis bibit yang digunakan 100,0 0 0 100,0 0 0

2. Jenis dan jumlah pupuk. 63,3 33,3 3,3 50,0 40,0 10

3. Sewa tanah 100,0 0 0 100,0 0 0

4. Jarak tanam (pola tanam) 100,0 0 0 83,3 0 16,7

5. Jenis dan penggunaan plestisida 66,7 26,7 6,7 80,0 10,0 10,0 6. Penentuan cabang usahatani 100,0 0 0 80,0 10,0 10,0 7. Pembelian saprotan. 100,0 0 0 83,3 10,0 6,7

8. Penentuan waktu dan penjualan hasil panen.

83,3 13,3 3,3 83,3 10,0 6,7

9. Penentuan tempat menjual hasil panen

20,0 20,0 60,0 20,0 3,3 76,6 10. Penentuan cara menjual

hasil panen.

20,0 3,33 76,6 20,0 6,7 73,3

11. Harga jual hasil usahatani 10,0 10,0 80,0 23,3 6,7 70,0

12. Alat angkut hasil usahatani

0 0 100,0 0 0 100,0

13. Biaya pengembangan 23,3 16,7 60,0 20,0 6,7 73,3

14. Biaya penanaman 0 0 100,0 0 0 100,0

15. Biaya hidup petani selama menunggu panen

0 0 100,0 0 0 100,0

16. Pengeloaan pendapatan dan modal

36,6 13,3 50,0 36,7 30,0 33,3

17. Penentuan dan pengaturan tenaga kerja usahatani.

33,3 20,0 46,7 16,7 50,0 63,3

18. Ide untuk bekerja 0 0 100,0 0 0 100,0

19. Penentuan siapa yang bekerja

0 0 100,0 0 0 100,0

20. Penentuan waktu bekerja 0 0 100,0 0 0 100,0

Pola pengambilan keputusan yang seimbang antara suami dan istri tampak

pada pola pngambilan keputusan dalam hal pengaturan biaya hidup petani selama menunggu musim panen, pengelolaan modal dan pendapatan, ide untuk bekerja, penentuan siapa yang bekerja, dan penentuan waktu bekerja. Walaupun istri adalah pemegang keuangan dalam rumahtangga, hal yang berhubungan dengan

(6)

keuangan harus diketahui oleh suami, sehingga keputusan yang diambil juga harus berdasarkan keputusan bersama.

Variabel pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah diukur dengan duapuluh jenis keputusan yang dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 34), sedang (jumlah skor 34-47), dan tinggi (jumlah skor >47). Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah dapat dilihat pada Gambar 7 berikut:

Gambar 7. Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)

Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkan sebagian besar pola pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah baik responden suami maupun responden istri memiliki pengambilan keputusan sedang yang berarti pola pengambilan keputusannya seimbang walau pada kenyataannya tetap saja suami yang dominan dalam bidang produksi.

(7)

8.2.2. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan Rumahtangga Petani

Pengambilan keputusan oleh responden dalam bidang pengeluaran

kebutuhan rumahtangga adalah tingkat dominasi responden dalam pengambilan keputusan di bidang yang berhubungan dengan alokasi pemanfaatan pendapatan. Variabel ini diukur dengan tujuh belas jenis keputusan yang dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 29), sedang (jumlah skor 29-40), dan tinggi (jumlah skor >40). Dominasi pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8. Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)

Persentase terbesar berada pada kategori sedang baik responden suami (64persen) maupun responden istri (67persen) yang berarti pola pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan seimbang antara suami dan istri walaupun pada kenyataannya pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga didominasi oleh perempuan (istri).

Perempuan dianggap dapat mengambil keputusan dengan lebih bijaksana apabila keputusan tersebut berkaitan dengan urusan rumahtangga. Hal ini karena perempuan lebih sering berada di rumah bila dibandingkan dengan laki-laki.

(8)

Selain itu, keputusan ini juga berhubungan dengan pembagian kerja dalam rumahtangga dimana pengelolaan keuangan dipegang oleh perempuan. Pengaturan pengeluaran keuangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga walaupun dilakukan oleh istri akan tetapi dengan pertimbangan dari suami juga. Hal ini dilakukan karena istri menghormati posisi suami sebagai kepala rumahtangga. Dengan demikian, perempuan diharapkan dapat mengalokasikan pendapatan rumahtangga secara tepat.

8.2.3. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga Rumahtangga Petani

Pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga adalah tingkat dominasi dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perencanaan dan sosialisasi dalam keluarga. Variabel ini diukur dengan sepuluh jenis keputusan.keputusan ini meliputi jumlah anak, proses sosialisasi anak, pembagian kerja anak, pendidikan anak. Jenis KB, waktu KB, Cara pengasuhan anak. Pengambilan keputusan ini dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 26), sedang (jumlah skor 26-28), dan tinggi (jumlah skor >28). Dominasi pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan rumahtangga dapat dilihat pada Gambar 9 berikut

Gambar 9. Persentase responden berdasarkan kategori pengambilan keputusan di Bidang Pembentukan Keluarga, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)

(9)

Berdasarkan gambar di atas persentase terbesar untuk responden suami berada pada kategori sedang (44persen) yang berarti bahwa responden suami berpendapat bahwa pola pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga setara atau seimbang antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominasi. Sedangkan persentase terbesar pada responden istri berada pada kategori tinggi (42persen) yang berarti bahwa pola pengambilan keputusan dalam bidang pembentukan keluarga istri memiliki kekuasaan yang tinggi. Hal ini ditandai oleh tiga dari sepuluh jenis keputusan yang ditentukan oleh istri tanpa ada dominasi suami. Keputusan yang ditentukan oleh istri sendiri diantaranya jenis dan waktu mengikuti program KB, pembagian kerja anak, mengatur dan mengajari anak disiplin.

Dominasi istri pada pengambilan keputusan di bidang pembentukan keluarga berkaitan dengan pembagian kerja dalam ruamhtangga. Jenis keputusan di bidang pembentukan keluarga 60 persen berkenaan dengan pengasuhan anak. Dengan demikian, keputusan yang berhubungan dengan anak diambil oleh perempuan.

8.2.4. Pola Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Pengambilan keputusan oleh responden dalam bidang sosial kemasyarakatan adalah tingkat dominasi responden suami atau istri dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan interaksi sosial antarmanusia di suatu masyarakat. Variabel ini diukur dengan tiga belas jenis keputusan. Keputusan ini meliputi kegiatan selamatan, arisan, pengajian, PKK, kerja bakti, Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Pengambilan keputusan ini dikategorikan menjadi: rendah (jumlah skor < 31), sedang (jumlah skor 31-33), dan tinggi (jumlah skor >33). Dominasi pengambilan keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut;

(10)

Gambar 10 Persentase Responden Berdasarkan Kategori Pengambilan Keputusan Di Bidang Kegiatan Soaial Kemasyarakatan, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)

Sebagian besar (sebelas dari tiga belas jenis) keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan pada rumahtangga petani bawang merah ditentukan secara bersama oleh suami maupun istri. Keputusan yang diambil secara bersama berkaitan dengan acara selamatan, arisan, pengajian, dan kerja bakti. Ada satu jenis keputusan yang diambil oleh suami sendiri, yaitu keikutsertaan suami dalam kegiatan Siskamling. Sedangkan satu jenis keputusan yang diambil oleh istri sendiri yaitu kegiatan PKK. Hal ini karena kegiatan PKK hanya diikuti oleh para istri.

Sehingga dari Gambar 10 jika dilihat dari persentase tanggapan responden suami maupun responden istri jumlah terbanyak berada pada kategori sedang hal ini berarti pola pengambilan keputusan di bidang kegiatan sosial kemasyarakatan seimbang. Akan tetapi pada kenyataannya pengambilan keputusan pada bidang kegiatan sosial kemasyarakatan didominasi oleh suami. Dominasi suami pada pengambilan keputusan di bidang ini terkait dengan peran suami yang lebih tinggi di sektor publik dibandingkan dengan peran perempuan.

Kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang terjalin antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang mendekatkan atau mempersatukan. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya kerjasama

(11)

menurut Chitambar (1973) dalam buku sosiologi umum meliputi:(i) motivasi atau kepentingan pribadi: misalnya tolong menolong, (ii) kepentingan umum; misalnya gotong-royong atau kerja bakti memperbaiki saluran irigasi atau jalan desa, (iii) motivasi altruistic yaitru semangat pengabdian/ ibadah demi kemanuasian, panggilan atau motivasi tanpa pamrih untuk menolong sesama. Berikut disajikan tingkat kerjasama yang dilakukan responden dengan petani lain atau masyarakat.

Gambar 11 . Persentase Responden Petani Bawang Merah Berdasarkan Kategori Tingkat Kerjasama, Desa Sidakaton, 2011 (dalam persen)

Berdasarkan Gambar 12, persentase tingkat kerjasama yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada kategori sedang baik responden laki-laki maupun responden perempuan akan tetapi persentase terbesar dimilki oleh responden suami hal ini disebabkan oleh bentuk kerjasama yang dilakukan merupakan bentuk kegiatan kemasyarakatan yang didominasi oleh suami.

8.3. Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah

Partisipasi adalah peluang yang sama bagi responden laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah. Variabel ini diukur dengan dua belas pernyataan mengenai keikutsertaan responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang

(12)

merah. Partisipasi responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Persentase responden berdasarkan Partisipasi dalam Kegiatan Pengelolaan Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011(dalam persen)

Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat persentase terbanyak responden suami berada pada kategori adil (69persen) hal ini berarti partisipasi dalam pengelolaan usahatani bawang merah menurut responden suami sudah adil sedangkan menurut responden istri partisipasi dalam pengelolaan usahatani bawang merah masih kurang adil terlihat dari persentase responden istri berada pada kategori kurang adil (40persen) seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa dalam kegiatan produktif suami lebih dominan daripada istri.

8.4. Manfaat

Manfaat adalah kegunaan atau keuntungan yang diperoleh responden dari pengelolaan usahatani bawang merah. Penilaian tentang manfaat ini dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai manfaat dari kegiatan pengeloalaan usahatani bawang merah. Hasil perhitungan seluruh responden baik laki-laki maupun perempuan tentang manfaat kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah sangat baik/sangat adil dan setara. Persepsi responden sangat

(13)

baik/sangat adil dan setara karena memang mereka merasakan manfaat dari kegiatan produktif tersebut dan manfaat yang mereka peroleh tidak berbeda antara responden laki-laki dan perempuan.

8.5. Nilai Sosial , Komunikasi, dan Pola Asuh pada Masyarakat Petani Bawang Merah

Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap mempunyai makna penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup” (Koentjaraningrat, 1969). Dalam kehidupan bermasyarakat, sistem nilai ini berkaitan erat dengan sikap, di mana keduanya menentukan pola-pola tingkah laku manusia. Sistem nilai adalah bagian terpadu dalam etika-moral, yang dalam manifestasinya dijabarkan dalam norma-norma sosial, sistem hukum dan adat sopan-santun yang berfungsi sebagai tata kelakuan untuk mengatur tata-tertib kehidupan bermasyarakat.

Adat-istiadat menetapkan bagaimana seharusnya warga masyarakat bertindak secara tertib. Nilai budaya daerah tentu saja bersifat partikularistik, artinya khas berlaku umum dalam wilayah budaya suku bangsa tertentu. Sejak kecil “individu-individu telah diresapi oleh nilai-nilai budaya masyarakatnya, sehingga konsepsi-konsepsi itu telah menjadi berakar dalam mentalitas mereka dan sukar untuk digantikan oleh nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat” (Koentjaraningrat, 1969). Sehubungan dengan itu, di dalam manifestasinya secara konkret nilai budaya itu mencerminkan stereotip tertentu, misalnya orang Jawa diidentifikasikan sebagai orang-orang yang santun, bertindak pelan-pelan, lembah manah (low profile), halus tutur katanya dan sebagainya.

Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Budaya5 diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang menjadi pedoman atau acuan perilaku bagi warga pendukungnya. Hal ini terbentuk melalui pola interaksi sosial,

5 Endriatmo Soetarto dan Ivanovich. 2003. Sosiologi Umum. Bogor. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Bogor, halaman 23

(14)

baik sosialisasi primer maupun sekunder. Pada rumahtangga petani bawang merah, nilai dan norma terbentuk melalui sosialisasi pada lingkup keluarga, kegiatan sosial, maupun sarana sosial lainnya.

Orangtua bukanlah satu-satunya pihak yang akan mempengaruhi tumbuh-kembang anak,akan tetapi orangtua merupakan significant other bagi anak dan

role model bagi seorang anak dalam proses pembentukan kepribadiannya. Dengan

demikian pada tahap awal,orangtua memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak,termasuk dalam pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai budi pekerti pada anak. Karena orangtua merupakan sosok pertama dan utama dalam melindungi,merawat,dan mencurahkan kasih-sayang sebelum anak mengenal orang lain.

Sebagian besar masyarakat di Desa Sidakaton melihat kehadiran seorang anak sebagai anugrah yang luar biasa sehingga sangat dinantikan oleh anggota keluarganya. Refleksi syukur atas kehadiran anak ditunjukan dengan hadirnya berbagai upacara untuk menyambut kehadiran anak antara lain:

Upacara Mitoni atau Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan bagi wanita hamil tujuh bulan. Tujuannya adalah untuk membentuk jiwa sang calon bayi semenjak ia masih di dalam kandungannya. Upacara ini diadakan dari pukul sembilan sampai pukul sebelas pagi hari. Pada upacara ini sang calon ibu dimandikan oleh orang tuanya,kakek neneknya,dan keluarga yang dituakan lainnya. Air yang digunakan untuk mandi merupakan campuran air dengan beberapa jenis kembang (kembang setaman) yang dipetik dari satu kebun. Dan pada malam harinya diadakan tahlilan (selametan).

Brokohan adalah acara sedekahan yang dilakukan sebagai salah satu

wujud ungkapan rasa syukur setelah kelahiran bayi dan untuk memohon keselamatan dan agar bayi menjadi anak yang baik yang dimulai dengan penanaman ari-ari dan pembagian sesaji kepada tetangga. Puputan yang ditujukan untuk memohon keselamatan bagi bayi yang dilaksanakan pada saat tali pusat putus dengan mengadakan kenduri,bancakan dan pemberian nama bayi. Malam harinya diadakan barzanzian.

Upacara Tedak Sinten merupakan upacara yang diperuntukkan bagi bayi pada saat pertama kali ia diijinkan untuk menginjak bumi atau belajar berjalan dan

(15)

dilaksanakan pada usia 7 lapan (7 x 35 hari = 245 hari) atau sekitar delapam bulan. Tedah Siten ditujukan untuk memohon keselamatan dan harapan agar bayi cepat berjalan dengan adanya peristiwa turun tanah. Adapun tahapan dalam upacara ini antara lain meliputi:membersihkan kaki,menginjak tanah,berjalan melewati tujuh wadah,tangga tebu wulung,kurungan,memberikan uang dan melepas ayam. Secara keseluruhan upacara ini bermakna untuk mengajarkan konsep kemandirian pada anak.

Penerapan nilai budaya lokal yang dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan etos kerja. Pada seluruh aspek nilai anak dapat dilihat bahwa persentase responden yang setuju lebih besar dibandingkan persentase responden yang tidak setuju. Kesadaran masyarakat petani akan pentingnya anak sebagai investasi keluarga di masa depan dan kesetaraan perlakuan terhadap jenis kelamin anak memiliki persentase setuju 100 persen. Hal ini didukung oleh tingginya jumlah responden yang setuju terhadap kesetaraan akses antara laki-laki dan perempuan terhadap pendidikan .

Norma bekerja masyarakat petani di Desa Sidakaton dipengaruhi oleh ideology patriarkhi dalam kehidupan masyarakat di Desa Sidakaton. Laki-laki memiliki akses dan kontrol lebih besar dibandingkan perempuan pada berbagai bidang kehidupan, baik penguasaan sumberdaya produktif maupun sector lainnya. Perempuan identik pada pekerjaan reproduktif dan pekerjaan itu sudah dianggap sebagai kodrat pekerjaan perempuan.

Hasil persentase waktu bekerja pada malam hari lebih besar pada jawaban tidak setuju, yaitu sebesar 56,25 persen. Perempuan umumnya dilarang bekerja pada malam hari karena dianggap tidak pantas. Pekerjaan dalam pengelolaan usahatani bawang merah tidak mempekerjakan perempuan pada malam hari semua proses tahapan pengelolaan bawang merah dilakukan pada pagi hingga sore sehingga jarang sekali dan hampir tidak ada perempuan yang bekerja di malam hari.

Pada aspek etos kerja, sebagian besar sudah berprinsip pada kesetaraan gender dimana setiap individu memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda, tidak dilihat berdasarkan jenis kelaminnya. Akan tetapi, terdapat jumlah responden yang mengatakan bahwa tingkat ketelitian laki-laki dan perempuan

(16)

berbeda dimana perempuan dianggap memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan laki-laki.

Di Indonesia orangtua mengenal istilah asuh,asah dan asih yang dijadikan pola untuk mendidik putra-putrinya. Pola asuh adalah perlakuan orangtua dalam rangka memenuhi kebutuhan,memberi perlindungan,dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh lebih menyangkut pada perawatan dan perlindungan anak yang sangat menentukan pembentukan fisik dan mental anak. Pola asah menyangkut perawatan anak dalam menyuburkan kecerdasan majemuk,utamanya terkait dengan aspek kognitif dan psikomotorik. Pola asah ini meliputi pembentukan intelektualitas,kecakapan bahasa,keruntutan logika dan nalar,serta ketangkasan dalam mengolah gerak tubuh. Sedangkan pola asih merupakan perawatan anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual sehingga mampu menyuburkan rasa kasih sayang,empati,memiliki norma dan nilai sosial yang bisa diterima oleh masyarakat. Pola asih ini akan mempengaruhi perkembangan afeksi anak,meliputi moral,akhlak,emosi dan perilaku.

Pola asuh,asah dan asih orangtua pada masyarakat Desa Sidakaton terhadap anak dipengaruhi oleh banyak hal,seperti latar belakang budaya,status sosial-ekonomi,kondisi geografis, dan pemahaman nilai-nilai. Dengan demikian,masing-masing ranah kebudayaan memiliki pola asuh,asah dan asih yang berbeda-beda. Orangtua di Desa Sidakaton menerapkan pola asuh,asah dan asih secara turun-temurun dari nenek moyang..

Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting hanya saja dalam tindakan Anak perempuan lebih banyak terlibat dalam tugas-tugas di lingkungan rumah tangga. Sejak masa kanak-kanak, anak perempuan telah diperkenalkan dengan pekerjaan serta kegiatan lain yang bersifat feminin. Pekerjaan tersebut membutuhkan ketelitian dan ketekunan, seperti menjahit, mengurus rumah, mempersiapkan makanan, ataupun mengasuh anak. Kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan ketangkasan dan keberanian, seperti berlari, memanjat pohon, ataupun berkelahi tidak diperbolehkan untuk anak perempuan. Kegiatan kegiatan seperti ini dianggap hanya pantas dilakukan oleh anak laki-laki.

(17)

Apabila anak perempuan terlihat berada di luar lingkungan rumah, maka orangtua ataupun saudara akan menegurnya dengan kalimat “kamu seperti anak laki-laki”. Dengan teguran tersebut, bagi anak perempuan untuk berada di luar rumah akan terbatasi. Apabila ada kegiatan yang berlangsung di luar rumah seperti belajar mengaji, melihat keramaian, atau upacara-upacara tertentu, maka biasanya mereka akan keluar secara bersama sama dengan wanita lain, tetangga atau teman dan terkadang ditemani saudara-saudaranya.

Gambar

Tabel 21. Akses Responden Suami dan Responden Istri Terhadap Faktor Produksi  Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011
Tabel  22.  Pola  Pengambilan  Keputusan  Responden  Suami  dan  Responden  Istri  dalam Pengeloalaan Usahatani Bawang Merah , Desa Sidakaton, 2011
Gambar 8.  Persentase  responden  berdasarkan  kategori  pengambilan  keputusan  di  Bidang  Pengeluaran  Kebutuhan,  Desa  Sidakaton,  2011  (dalam  persen)
Gambar 10   Persentase  Responden  Berdasarkan  Kategori  Pengambilan  Keputusan  Di  Bidang  Kegiatan  Soaial  Kemasyarakatan,  Desa  Sidakaton, 2011 (dalam persen)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hubungan dukungan suami dengan perilaku ibu dalam 1000 HPK diketahui bahwa responden yang mendapat dukungan suami mempunyai proporsi 78 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Tingkat motivasi petani responden berdasarkan kebutuhan fisiologis berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 36 persen,

Hasil analisis sidik ragam dengan GC-MS menunjukkan kandungan zingiberene dalam minyak jahe untuk proses hidrodistilasi dengan bantuan ultrasonik dan tanpa ultrasonik

Pertama, peran pialang dalam transaksi perdagangan berjangka komoditi di PT.Victory International Futures Matos adalah membuat kontrak dengan nasabah untuk mewakilkan

Berdasarkan pertemuan dengan Kepala Sekolah tanggal 25 Februari 2016 disepakati bahwa Kepala Sekolah akan menyusun/membuat administrasi pengelolaan sekolah

“Pengurusan hutan meliputi kegiatan penyelenggaraan perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan serta penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan kehutanan

Bentuk badan penasihat etika yang mewakli secara luas (termasuk orang yang hidup dengan HIV/AIDS atau Odha) yang dikaitkan dengan komisi AIDS nasional untuk merencanakan, mendorong,

Empat kunci penting agar pelaksanaan perkuliahan menggunakan strategi kolaboratif berbasis masalah dapat menjadi kegiatan belajar-mengajar yang berpotensi mengembangkan beberapa