• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sahabat Senandika

Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Yayasan Spiritia

No. 27, Februari 2005

Daftar Isi

Laporan Kegiatan 1

Pertemuan Odha se-Jawa 1

Dilema VCT untuk Bayi 2

Pengetahuan adalah Kekuatan 2 Kebanyakan Anak Berkembang Terus

setelah Empat Tahun Penggunaan ART 2 Pedoman Mengenai Etika dan Akses

yang Adil pada Pengobatan dan

Perawatan untuk HIV 3

Pojok Info 5

Lembaran Informasi Baru 5

Konsultasi 5

Tanya jawab 5

Tips... 6

Tips untuk orang dengan HIV 6

Positif Fund 6

Laporan Keuangan Positif Fund 6

Pertemuan Odha se-Jawa

Oleh Siradj Okta

Yayasan Spiritia baru saja menyelenggarakan Pertemuan Nasional Odha se-Jawa. Pertemuan tiga setengah hari tersebut diikuti oleh 24 peserta dari 16 kabupaten/kota di 6 provinsi yang ada di Jawa (Surabaya, Sidoarjo, Kediri, Pasuruan, Semarang, Jepara, Demak, Temanggung, Yogyakarta, Bandung, Sukabumi, Indramayu, Tasikmalaya, Tangerang, Bogor dan Jakarta).

Tujuan utama pertemuan adalah untuk menciptakan suasana yang nyaman dan terjaga kerahasiaannya khususnya untuk orang-orang HIV positif dan orang-orang terdekatnya se-Jawa untuk berkumpul, berbagi pengalaman, dan

mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi seputar hidup dengan HIV/AIDS.

Pertemuan odha wilayah Jawa ini merupakan kelanjutan dari program Spiritia yaitu Pertemuan Nasional Odha. Spiritia sudah melakukan

Pertemuan Nasional Odha empat kali sejak tahun 1998. Namun melihat semakin banyak orang yang mengetahui dirinya HIV positif, kelihatannya pertemuan yang sifatnya nasional tidak lagi dapat memenuhi tujuan dari sebuah pertemuan Odha, karena hanya dapat mewadahi sedikit orang saja. Oleh karena itu pertemuan Odha nasional dipersempit menjadi tingkat wilayah agar dapat lebih banyak orang HIV positif yang terlibat dan menghadiri pertemuan tersebut.

Pada pertemuan ini diberikan sesi-sesi yang mendasar antara lain tentang HIV/AIDS, dukungan, perawatan, pengobatan, stigma, diskriminasi, dan berjejaring. Untuk beberapa sesi, Spiritia mengundang narasumber-narasumber untuk membagi informasi kepada peserta, untuk Terapi Tradisional diberikan penyajian dan praktek oleh Bapak Putu Oka Sukanta, kemudian untuk sesi Pengobatan Antiretroviral diobawakan oleh dr. Yanri.

Yang menarik adalah bahwa lebih dari separuh peserta sudah memulai terapi antiretroviral. Hal ini

menunjukkan akses obat yang sudah terbuka cukup baik, namun hal ini juga berarti tantangan dalam pemberian dan pengadaan antiretroviral tersebut, karena ternyata masih ada masalah-masalah yang dihadapi teman-teman pengguna antiretroviral dalam hal kesiapan informasi yang dimiliki beberapa dokter, kurangnya informasi cara

pemakaian yang benar, serta pemberian terapi yang tidak pada waktunya. Dari pertemuan ini terlihat sudah waktunya terbentuk kelompok dukungan dan informasi untuk sesama pengguna terapi

antiretroviral untuk mempertahankan kepatuhan dan sumber informasi praktis. Disamping itu, yang terutama adalah adanya kesempatan untuk berbagi pengalaman. Lebih terutama lagi keakraban dan pertemanan yang baik satu sama lain sehingga menumbuhkan harapan-harapan baru dan semangat yang lebih kuat.

Pada akhirnya, pertemuan ini diharapkan akan menghasilkan saran atau arahan untuk program-program AIDS nasional atau lokal yang lebih sesuai dengan kebutuhan orang HIV positif sendiri dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selain itu, diharapkan jaringan orang HIV positif yang ada saat ini bisa diperkuat dan diperluas sebagai hasil dari pertemuan.

(2)

Dilema VCT untuk Bayi

Oleh Babe

Coba saya menggambarkan suatu skenario: Seorang bayi berusia tiga bulan sering sakit-sakitan dengan gejala yang dapat menunjukkan AIDS. Setelah ditanya oleh dokter, tampaknya ibu si bayi itu pernah pacaran dengan seorang

pengguna narkoba suntikan (IDU), namun sekarang dia sudah menikah dengan seorang usahawan. Dokter menjelaskan mengenai HIV pada ibu itu dan menawarkan tes HIV untuk ibu dan bayi. Si ibu menolak, karena takut tanggapan suaminya. Jadi dokter menawarkan tes untuk bayi saja, tetapi ibu itu paham bahwa, bila ternyata bayinya positif, pasti itu berarti dia sendiri terinfeksi HIV, walaupun belum tentu apakah anak sendiri terinfeksi.

Pertanyaan: Apakah dokter boleh mengetes bayi tanpa persetujuan ibu atau ayahnya?

Setahun yang lalu, jawaban terhadap pertanyaan itu pasti ‘tidak’ – dan masih begitu secara hukum. Alasan adalah bahwa penyakit yang dialami bayi itu dapat diobati secara baik, tanpa harus ada diagnosis HIV. Lagi pula bayi dengan gejala AIDS pada usia beberapa bulan kemungkinan hanya akan bertahan hidup selama tidak lebih dari dua tahun. Jadi tidak ada manfaat melakukan tes.

Namun ada dua perkembangan baru-baru ini yang mengubah keadaan, sedikitnya dari sisi moral. Perkembangan pertama adalah ketersediaan terapi antiretroviral (ART) untuk bayi – walaupun di Indonesia belum sempurna, sedikitnya ada jenis ART yang dapat diberikan. Dan dengan obat ini, bayi yang sudah timbul gejala, walaupun pada usia dini, mempunyai harapan hidup jauh lebih lama, mungkin dapat berkembang hingga usianya tua!

Namun ART hanya boleh dimulai pada orang yang terbukti terinfeksi HIV. Seperti kita ketahui, hasil positif terhadap tes antibodi HIV oleh bayi berusia di bawah 18 bulan tidak berarti anak tersebut terinfeksi HIV – semua bayi yang terlahir oleh ibu HIV-positif mempunyai antibodi dari ibu sehingga berusia 15-18 bulan.

Perkembangan kedua adalah bahwa alat PCR (untuk tes viral load) mulai tersedia lebih luas di Indonesia, dan harga tes tersebut, walaupun masih

mahal, akan menjadi lebih terjangkau. Dengan alat ini, status HIV bayi dapat ditentukan pada waktu dia baru berusia empat bulan. Jadi hasil tes PCR ini yang positif berarti anak memang terinfeksi HIV, dan ART dapat segera dimulai sesuai pedoman.

Tetapi tes ini terhadap bayi masih membutuhkan persetujuan oleh orang tua atau wali. Dan seperti tes antibodi, hasil tes PCR yang positif berarti ibu pasti positif. Jadi, pada skenario di atas,

kemungkinan ibu akan tetap menolak, dengan hasilnya anak tidak dapat diobati – dan diselamatkan.

Keadaan seperti ini jelas akan menimbulkan dilema untuk dokter dan konselor. Bila kita dihadapi keadaan seperti ini, apa yang akan kita lakukan?

Kebanyakan Anak

Berkembang Terus setelah

Empat Tahun Penggunaan

ART

Oleh Edwin J. Bernard, 7 February 2005

Setelah empat tahun penggunaan terapi

antiretroviral (ART), kebanyakan anak Belanda dalam suatu kelompok kecil berkembang terus-menerus, dengan sebagian besar mencapai dan menahan penekanan virus serta peningkatan pada jumlah CD4. Namun, berbeda dengan penelitian pediatrik lain, para peneliti menemukan bahwa, sebagaimana anak menjadi semakin tua, tanggapan terhadap virus memburuk, mungkin diakibatkan oleh efek dari masalah kepatuhan terkait pubertas yang mempengaruhi. Hasil penelitian ini diterbitkan pada jurnal Clinical Infectious Diseases edisi 15 Februari 2005.

Antara Januari 1997 dan Januari 2004, 31 anak HIV-positif, dengan usia rata-rata 5,1 tahun (0,2-16,4), mulai ART pada Rumah Sakit Anak di Rotterdam. Lima belas adalah perempuan, 27 tidak berkulit putih, 22 terinfeksi dari ibu-ke-bayi, empat melalui produk darah, dan lima faktor risiko tidak diketahui. Lima belas belum pernah memakai obat antiretroviral, dan sisanya, 16 belum memakai protease inhibitor atau NNRTI.

Dua puluh delapan anak mulai dengan ART yang mengandung indinavir, sementara tiga memakai nelfinavir. Namun, selama waktu penelitian, rejimen

Pengetahuan

(3)

ART diubah 38 kali untuk 28 anak, dan rata-rata dua (1-5) rejimen dipakai. Ada berbagai alasan untuk mengganti rejimen, termasuk 13 (41 persen) menggantinya akibat kegagalan virologis. Tujuh anak mengganti indinavir akibat toksisitas, kebanyakan karena toksisitas ginjal, dan satu anak mengalami ruam kulit.

Selama empat tahun tersebut, enam anak hilang dari pemantauan, termasuk satu yang meninggal akibat infeksi oportunistik invasif yang berat satu tahun setelah mulai ART. Dari sisa 25, penyakit akibat HIV pada tiga anak melanjut menurut tahap klasifikasi CDC, namun tidak satu pun menjadi sakit berat. Sisanya tetap sehat, dan peningkatan yang bermakna pada pertumbuhan diamati setelah mulai ART. Lagi pula, jumlah CD4 membaik dan tetap stabil; baik jumlah rata-rata dibandingkan dengan jumlah normal (p = 0,01) dan jumlah mutlak (p = 0,025) adalah lebih tinggi secara bermakna setelah empat tahun dibandingkan dengan jumlah pada awal.

Setelah empat tahun, pada analisis

‘intention-to-treat’ 65 persen anak mempunyai viral load di bawah

500 dan 61 persen di bawah 50. Angka ini meningkat menjadi 80 persen dan 76 persen berutut-turut pada analisis ‘as-treated’. Tujuh dari 25 anak yang masih memakai ART setelah empat tahun mempunyai viral load di bawah 500 setelah 12 minggu, dan menahan penekanan virus selama waktu pemantauan penuh; semua anak ini dianggap sangat patuh terhadap terapi. Sebelas dari 18 anak yang tidak mencapai penekanan virus secara total selama pemantauan dianggap tidak patuh sedikitnya satu kali.

Pada analisis lain, ditemukan bahwa tidak ada kaitan antara viral load pada awal dengan tanggapan terhadap ART; namun para peneliti menemukan hubungan negatif yang bermakna antara usia dan angka tanggapan pada terapi (p = 0,04). Mereka mencurigai bahwa “masalah terkait pubertas yang mengganggu kepatuhan pada ART lebih mungkin terjadi” pada penelitian ini, “karena masa

pemantauan yang lebih lama.”

Efek samping sering terjadi, tetapi biasanya ringan dan pada perut-usus. Beberapa peristiwa buruk laboratorium skala 3 dan 4 terlihat, termasuk trombositopenia pada tiga anak, peningkatan pada tingkat amilase pada dua anak, dan peningkatan pada tingkat gamma-glutamil transpeptidase pada satu anak. Tidak ada satu pun peristiwa tersebut yang mengakibatkan perubahan terapi.

Lipoatrofi (kehilangan lemak) dicurigai pada dua anak, dua-duanya pakai d4T, tetapi dengan protease inhibitor lain. Tingkat trigliserida dan kolesterol setelah puasa diambil dari 17 dari ke-25 anak yang memakai ART; empat mempunyai tingkat

triglieserida di atas batas atas normal (ULN), dan satu anak mempunyai tingkat kolesterol di atas ULN.

Para penulis menyimpulkan bahwa “tanggapan yang sangat baik pada ART diamati,” pada penelitian kecil ini. “Proporsi anak yang tinggi mempunyai viral load yang tidak terdeteksi. Jumlah CD4 dan fungsi sel-T pulih dan tetap stabil selama waktu pemantauan” dan walaupun “efek samping sering terjadi, kebanyakannya ringan.”

Referensi: Fraaij PLA et al. Sustained viral suppression and immune recovery in HIV type 1-infected children after 4 years of Highly Active Antiretroviral Therapy. Clin Inf Dis 40; 604-8, 2005.

URL: http://www.aidsmap.com/en/news/2912B5B8-44B3-45DB-B613-D740582AD593.asp

Pedoman Mengenai Etika

dan Akses yang Adil pada

Pengobatan dan Perawatan

untuk HIV

Pada akhir 2004, WHO dan UNAIDS menerbitkan dokumen berjudul “Guidance on Ethics and Equitable Access to HIV Treatment and Care (Pedoman mengenai Etika dan Akses yang Adil pada Pengobatan dan Perawatan untuk HIV)” (50 halaman, yang dapat didownload dalam bentuk PDF (493KB) dari <http://www.who.int/entity/ hiv/pub/advocacy/en/guidanceethics_en.pdf>). Berikut adalah rekomendasi dari dokumen tersebut.

Rekomendasi

Keadilan dalam akses ke pengobatan dan perawatan untuk HIV, serta layanan kesehatan dan sosial lain, sudah lama menjadi masalah penting untuk WHO dan UNAIDS. Pada Januari 2004, WHO dan UNAIDS melakukan sidang konsultasi bersama tentang etika dan akses ke pengobatan dan perawatan untuk HIV/AIDS yang adil dan sama rata, yang memberikan pemahaman dan nasihat untuk dokumen penuntun ini. Karena keadilan kadang kala dapat dianggap konsep yang kurang nyata, WHO dan UNAIDS sudah mengenal beberapa tindakan konkret yang dapat dilakukan di negara dan komunitas untuk mendorong keadilan

(4)

dalam peningkatan pengobatan untuk HIV, terutama terapi antiretroviral (ART) dan layanan terkait.

WHO dan UNAIDS menyarankan bahwa pembuat kebijakan nasional, pemimpin program, wakil masyarakat dan mitra lain pada tingkat nasional dan lokal menjanjikan melakukan tindakan berikut untuk mendorong keadilan dalam distribusi pengobatan untuk HIV di rangkaian yang terbatas sumber daya.

1. Segera gerakkan serangkaian mitra yang sangat luas dalam upaya peningkatan pengobatan dan perawatan untuk HIV. Peningkatan ini bukan hanya prioritas kesehatan masyarakat dan perkembangan yang mendesak, tetapi juga keharusan etika dan hak asasi manusia dalam rangka tanggapan komprehensif terhadap AIDS.

2. Bentuk badan penasihat etika yang mewakli secara luas (termasuk orang yang hidup dengan HIV/AIDS atau Odha) yang dikaitkan dengan komisi AIDS nasional untuk merencanakan, mendorong, dan memantau keadilan dalam peningkatan dan distribusi layanan pengobatan dan perawatan untuk HIV. Keanggotaan badan penasihat ini, dan terutama pemimpinnya, harus sangat dihargai untuk sifat keadilan, keterbukaan, dan integritas pribadi dan profesional.

3. Ciptakan peluang untuk dialog publik tentang akses pada perawatan dan pengobatan untuk HIV yang adil dan sama rata. Peluang ini dapat termasuk peristiwa dan komunikasi untuk media massa, temu dengar pendapat publik, dan pertemuan nasional dan komunitas yang sesuai dengan keadaan. Peristiwa ini seharusnya bertujuan untuk memungkinkan serangkaian stakeholder yang luas untuk menyampaikan pendapat dan keahliannya serta terlibat dalam perencanaan dan menentukan prioritas untuk peningkatan pengobatan untuk HIV secara adil dan sama rata.

4. Kembangkan kebijakan untuk peningkatan pengobatan untuk HIV yang didasari secara kuat pada asas hak asasi manusia dan etika. Peranan utama badan penasihat etika adalah untuk meyakinkan bahwa pembuat kebijakan dan pelaksana program menyeimbangkan tujuan efisiensi dan utilitas dengan perhatian yang layak pada keadilan. Bila tidak ada kebijakan yang jelas, ada risiko besar bahwa

akses pada perawatan oleh Odha akan didasari kriteria yang sewenang-wenang, dan akan tidak menguntungkan orang tertentu, terutama anggota kelompok rentan, dengan pelanggaran norma hak asasi manusia.

5. Kenalkan kelompok yang rentan, marjinal, atau yang lain yang kurang dilayani. Tergantung pada keadaan setempat, kelompok ini dapat

termasuk perempuan, anak-anak, orang miskin, penduduk pedesaan, pekerja seks, pengguna narkoba suntikan, pria yang berhbungan seks dengan pria, pengungsi, dan migran.

6. Pertimbangkan kebutuhan akan kebijakan dan program penjangkauan khusus untuk memberi prioritas pada kelompok tersebut dan

menghadapi hambatan terhadap akses kepada perawatan. Dasar pemikiran untuk pemberian prioritas ini harus dinyatakan secara jelas dan tindakan untuk memudahkan akses untuk kelompok ini harus diumumkan.

7. Badan etika harus membantu untuk meyakinkan bahwa sebuah proses yang adil dibentuk untuk menentukan prioritas dalam distribusi pengobatan untuk HIV. Proses ini harus termasuk unsur penting yang berikut:

• mekansime publik untuk menentukan prioritas yang transparan, melibatkan semua stakeholder, dan mempunyai asas, prosedur, dan prioritas yang disebarluaskan pada stakeholder dan masyarakat umum;

• alasan, asas, bukti dan informasi yang terkait, yang dipandang secara luas oleh stakeholder agar sesuai dan layak pada pembuatan keputusan yang adil mengenai kebijakan dan prioritas;

• mekanisme banding yang memungkinkan tinjauan kembali dan perubahan pada keputusan dan prioritas berhubungan dengan peningkatan pada layanan pengobatan HIV secara adil;

• mekanisme penegakan yang memakai kriteria yang konsisten untuk memantau peningkatan dan menegakkan ketaatan pada asas terkait keadilan. Mekanisme penegakan ini harus meyakinkan bahwa proses adil ini adalah terbuka pada publik dan melibatkan semua pihak, mempunyai proses banding, dan unsur atau persyaratan lain yang dianggap penting oleh badan etika.

8. Definisikan atau menerima serangkaian lima sampai tujuh indikator untuk memantau keadilan terkait peningkatan pada pengobatan

(5)

Konsultasi

Tanya jawab

T: Tes saya menunjukkan bahwa saya juga terkena tuberculosis (TB). Bolehkah saya memakai ART?

J: Ini keadaan yang cukup sering terjadi. Jika TB-nya aktif, maka sebagian besar dokter akan

mengobati TB-nya dahulu. Gejala TB sering serupa dengan gejala infeksi oportunistik lain dn satu dampak TB adalah untuk menekankan jumlah CD4. Setelah TB diobati, jumlah CD4 dapat naik lagi, sehingga belum waktunya HIV diobati.

Namun jika TB harus diobati bersama dengan HIV, dokter harus hati-hati memilih obat karena obat yang sering dipakai untuk TB dapat berinteraksi dengan obat antiretroviral. Untuk menghindari masalah ini, jika ART tidak mendesak, tahap pertama terapi TB (dua atau tiga bulan) akan dilakukan sendiri dan ART baru dimulai setelah pengobatan TB diubah menjadi lebih ringan. Jika TB tidak aktif, ada obat murah yang dapat mengurangi kemungkinan TB-nya akan menjadi aktif, tetapi jangka terapinya agak lama-enam atau sembilan bulan.

Lembaran Informasi Baru

Pada Februari 2005, Yayasan Spiritia telah menerbitkan dua lagi lembaran informasi untuk Odha, sbb:

• Topik Khusus

Lembaran Informasi 613—Diagnosis HIV pada Bayi

Lembaran Informasi 670—Metadon

Dengan ini, sudah diterbitkan 106 lembaran informasi dalam seri ini.

Juga ada lima lembaran informasi yang direvisi: • Informasi Dasar

Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi

Pojok Info

Lembaran Informasi 105—Hasil Tes Lab Normal

• Terapi Antiretroviral’

Lembaran Informasi 423—d4T Lembaran Informasi 431—Nevirapine • Infeksi Oportunistik

Lembaran Informasi 516—Kandidiasis (Thrush) Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman

belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:

<http:// groups.yahoo.com/group/wartaaids/files/ Lembaran%20Informasi/>

untuk HIV pada tingkat nasional dena komunitas. Sistem pemantauan dan evaluasi yang sudah ada sebaiknya disesuaikan untuk mengumpulkan informasi terkait. Indikator ini harus memungkinkan pemantauan bukan hanya terhadap kebijakan yyang ditentukan, tetapi juga proses yang dipakai untuk merancang kebijakan dan menerapkan program. Pemantauan sistem layanan kesehatan yang umum akan

mengungkapkan sampai tingkat mana peningkatan pada program HIV mempunyai dampak pada prasarana kesehatan, mutasi personel, pendanaan layanan kesehatan, dan pemberian layanan kesehatan secara umum. Sedikitnya satu atau dua indikator harus meyakinkan pemantauan pada akses oleh kelompok rentan, marjinal, atau yang kemungkinan kurang dilayani, termasuk perempuan.

9. Petugas yang bertanggung jawab, serta juga badan penasihat etika, harus memakai data pemantauan dan evaluasi untuk meyakinkan bahwa program HIV mencapai hasil yang adil. Data ini juga harus tersedia secara umum agar semua stakeholder dapat menyumbang pada keputusan berhubungan dengan perubahan yang dibutuhkan pada kebijakan dan program HIV.

(6)

Sahabat Senandika

Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia

dengan dukungan THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD FOUND FOUND FOUND FOUND

FOUNDAAAAATIONTIONTIONTIONTION

Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor: Hertin Setyowati

Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum

Tips...

Tips untuk orang dengan

HIV

Sepuluh tips untuk memakai ART

1. Carilah dokter yang kita anggap paling cocok. Berusaha menjalin hubungan saling percaya dengan dokter dan stafnya. Bersikaplah jujur dengan dokter dan jika ada masalah dengan obat atau kepatuhan, maka kita sebaiknya

membicarakan permasalahan secara terus terang. 2. Memeriksakan diri ke dokter sedikitnya satu kali

dalam sebulan. Bisa lebih sering jika ada masalah atau kita mengalami efek samping dari

pengobatan.

3. Belajar mengenai HIV dan pengobatannya. Jika kita mengerti dasar-dasar tentang HIV dan aspek terapinya, kita bisa lebih terlibat dengan kesehatan kita sendiri. Kita juga akan lebih memahami apa yang dibicarakan oleh dokter. 4. Meminum obat sesuai dengan jadwal harian.

Jangan mengurangi dosis dengan alasan ada efek samping tanpa konsultasi dokter. Meminum obat tepat pada waktunya. Jika kita tidak sanggup berdisiplin, maka sebaiknya kita berhenti minum semua obat dan mulai lagi setelah siap.

5. Memperoleh kotak pil dengan tujuh ruang kecil: satu ruang untuk satu hari dalam satu minggu. Mengisi kotak ini setiap hari minggu malam untuk minggu berikutnya.

6. Minta bantuan dari seseorang dalam keluarga atau teman dekat agar mengingatkan kita waktu harus minum obat.

7. Jangan sampai kehabisan obat. Jaga agar selalu ada persediaan obat untuk sedikitnya satu minggu. Hubungi dokter secepatnya jika hanya tinggal cukup untuk satu minggu.

8. Selalu membawa persediaan obat secukupnya waktu bepergian. Jangan memasukkan obat ke dalam koper jika naik pesawat karena ada kemungkinan bagasi salah kirim atau hilang. 9. Sebelum meminum obat apa pun, baik obat

resep maupun tanpa resep, pastikan bahwa obat tersebut tidak berinteraksi dengan obat

antiretroviral.

10. Ingat: Tidak ada harapan tanpa perjuangan….

Positif Fund

Laporan Keuangan Positive Fund

Yayasan Spiritia Periode Februari 2005

Saldo awal 1 Februari 2005 7,631,800 Penerimaan di bulan

Januari 2005 300,000 __________+

Total penerimaan 7,931,800

Pengeluaran selama bulan Februari :

Item Jumlah Pengobatan 110,000 Transportasi 0 Komunikasi 0 Peralatan / Pemeliharaan 0 Modal Usaha 0 _________+ Total pengeluaran 110,000

-Saldo akhir Positive Fund

Referensi

Dokumen terkait

Mohon melampirkan Dokumen pendukung yang disyaratkan dalam polis anda ketika mengajukan klaim meninggal dunia (misalnya KTP, KK, surat keterangan meninggal dunia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) koreksi at-sensor dan at-surface reflectance merupakan metode koreksi yang paling efektif dan sekaligus stabil untuk dijadikan basis

nasabah dan/atau Perusahaan termasuk atau tidak terbatas pada ilustrasi produk, brosur, kuitansi, polis dan/atau dokumen lainnya milik Perusahaan, yang dari waktu ke waktu

Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan, seseorang tersebut adalah lingkup PUSLUHDAYA KP dalam ruang lingkup yang kecil atau BPSDMP KP dalam ruang lingkup yang lebih

simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas ekonomi. Sedangkan untuk mengetahui signifikan pengaruh tingkat perputaran piutang dan tingkat perputaran

Pengumpulan data atau survei dilakukan hanya pada tempat yang biasanya menjadi asal dan tujuan responden, seperti: pusat-pusat perbelanjaan, sekolah, perkantoran dan perumahan.

Sebelum program KATPD semester 2, mahasiswa diwajibkan menyerahkan rencana judul penelitian Disertasi ke Ketua Program Studi atau ke bagian akademik.. KATPD semester 2

Untuk mengatakan bahwa hasil ulangan IPS terpadu adalah valid untuk mengukur tingkat kompetensi IPS terpadu siswa, maka perlu dibuktikan bahwa soal-soal tersebut telah