• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Sahabat Senandika

Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Yayasan Spiritia

No.10, September 2003

Daftar Isi

Jalan-jalan 1

Kunjungan ke Thailand 1

Laporan Kegiatan 2

Jogjakarta Roundtable Meeting 2 Pelatihan Keterampilan: Kepemimpinan

untuk Keberhasilan Program 3 Laporan Kunjungan Penguatan Daerah

November 2001 - Agustus 2003 4 Pertemuan Ilmiah HIV/AIDS 4 Laporan Diskusi Sehari tentang Peran

Orang dengan HIV/AIDS dalam

Program Pencegahan 5

Pengetahuan adalah kekuatan 6 Orang HIV-positif Harus Menjadi Sasaran

Utama untuk Upaya Pencegahan 6 HIV Membuat Hepatitis B Lebih Gawat

Secara Bermakna 7

Pojok Info 7

Lembaran Informasi Baru 7

Konsultasi 8

Tanya-Jawab

Tips 8

Tips untuk orang dengan HIV 8

Positif Fund 8

Laporan Keuangan Positif Fund 8

Jalan-jalan

Kunjungan ke Thailand

Bangkok, Thailand, 13 - 16

September 2003

Oleh Hertin

Setelah selesai workshop di Pattaya, Thailand sebagaian dari kami pergi ke Bangkok untuk melakukan kunjungan ke organisasi layanan HIV/ AIDS. Diantaranya adalah dua orang dari Spiritia, satu dari PITA (kelompok dukungan untuk Ohidha di Jakarta) dan satu dari JOY (kelompok dukungan sebaya untuk Odha di Yogyakarta). Meskipun kami tidak ada dana untuk melakukan perjalanan ini, kami tetap jalan dengan sedikit bantuan dari Spiritia untuk mendanai transport selama di Bangkok.

Hari pertama kami mengunjungi Klinik Anonymous. Klinik ini semacam laboratorium yang melayani tes HIV, CD4, Viral Load, hepatitis B dan sifilis. Sesuai dengan namanya Anonymous Clinic, klinik ini menggunakan kode angka saja untuk mengetahui identitas pasiennya. Prosedur untuk tes adalah mengisi formulir tanpa nama dan menjawab angket. Setelah selesai, kertas jawaban angket dimasukkan ke dalam kotak angket agar orang tidak dapat mengetahui orangnya yang mana. Selanjutnya masuk ke ruangan konseling, apapun tesnya, pasien wajib mendapatkan pre dan post konseling. Sebagian dari kami tes CD4 dan tes HIV karena layanan yang ramah dan kerahasian terjamin, disamping itu juga biayanya cukup murah dibandingkan di Indonesia. Untuk tes HIV: 80 Baht (Rp.16.000,-), CD4: 400 Baht (Rp. 80.000,-) selesai 3 hari. Viral load: 3000 Baht (Rp.600.000,-) selesai 1 minggu. Jika ada yang ingin hasil tes HIV-nya cepat, dibutuhkan 200 Baht dan hasilnya akan keluar dalam 45 menit.

Klinik ini buka Senin sampai Jumat jam 12.00 -19.00, untuk CD4 setiap Jumat dan Sabtu jam 08.00 – 12.00. Ada subsidi untuk orang-orang yang tidak mampu dan jika CD4-nya rendah mereka akan dirujuk ke dokter. Jika Tes HIV-nya positif,

mereka disarankan untuk menghadiri Wednesday Friends Club yaitu kelompok dukungan sebaya untuk orang yang positif HIV.

Hari kedua, kami pergi ke Thai Drug Use Network. Mereka lebih bergerak dibidang advokasi. Setelah itu kami mengunjungi hospis shelter untuk anak-anak yang positif HIV yang ditinggal orang tuanya karena AIDS. Tujuan Shelter ini adalah mengembalikan anak-anak ini ditengah-tengah keluarganya sendiri. Dengan cara petugas Outreach mendatangi rumah keluarganya untuk memberikan informasi tentang HIV/AIDS. Sebelumnya anak-anak yang tinggal ada 12 orang dan sekarang tinggal 2 orang, selebihnya sudah kembali ke keluarganya masing-masing. Perjalanan dilanjutkan ke hospis shelter untuk orang yang terinfeksi HIV dari berbagai latar belakang, di sana mereka diberdayakan dengan diberi pekerjaan

(2)

sesuai dengan kemampuannya. Sekarang yang tinggal disitu ada 18 orang. Hospis didanai oleh MSF Belgia.

Hari terakhir kami mengunjungi kantor MSF Belgia yang mempunyai program untuk HIV/ AIDS. kami disana bertemu dengan dr. Koen, dia menjelaskan tentang obat ARV dan kami juga berkonsultasi tentang kesehatan kami masing-masing. Dr. Koen menjelaskan secara detail apa efek dan keuntungan masing-masing obat hingga berapa dosis mg yang harus kami gunakan. Kami berpikir jika ada beberapa dokter seperti beliau di Indonesia, pasti kesehatan masyarakat Indonesia akan lebih baik. Sekarang di Indonesia yang benar-benar peduli dengan HIV/AIDS hanya beberapa orang saja dan mereka sibuknya luar biasa dan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menjelaskan apa yang terjadi di dalam tubuh pasiennya.

Setelah dari kantor MSF Belgia, kami mengunjungi kantor TNP+. TNP+ membantu akses obat ARV di Thailand. Berawal dari teman-teman yang HIV+, yang tidak mempunyai akses pengobatan hingga mereka satu persatu meninggal karena AIDS. Dari situlah mereka mengadvokasi untuk mendapatkan obat ARV. Kini Thailand sudah memproduksi obat ARV yang generik dan Indonesia mengimpor ARV salah satunya dari Thailand disamping dari India.

Harapan dari kami semua adalah bagaimana bekerja sama yang solid di semua sektor untuk pengobatan, perawatan dan penanggulangan HIV/ AIDS dengan sistem payung yang berjalan. Kita semua tahu pengobatan HIV sudah jauh berjalan di depan kita. Dan kita masih kelimpungan mencari dokter yang bekerja dari hati bukan hanya karena pekerjaan dan rumah sakit yang memperhatikan kenyamanan dan kerahasiaan untuk pasien Odha.

Laporan Kegiatan

Jogjakarta Roundtable

Meeting

Oleh Chris W. Green

Jogjakarta Roundtable Meeting (JRM) on Access to HIV/AIDS Treatment dilakukan dari 1-4 September 2003. Ada lebih dari 70 peserta dari 14 negara, termasuk 46 dari Indonesia. Beberapa peserta adalah Odha, dan JOY adalah salah satu penyelenggara.

Tujuan pertemuan ini adalah tindak lanjut dari Canberra Roundtable on Access, yang diadakan satu tahun yang lalu. Pada pertemuan itu, peserta mengingat tujuan WHO untuk memberi terapi antretroviral (ART) pada 50 persen Odha di negara berkembang yang membutuhkannya pada 2005. Waktu itu, adalah jelas bahwa dibutuhkan peningkatan yang luar biasa dalam program penyediaan terapi bila tujuan tersebut dapat tercapai. Sekarang tinggal dua tahun untuk mencapai tujuan ini, dan oleh karena itu, memang tepat waktu untuk meninjau kemajuan.

Program JRM terdiri terutama dari tiga kuliah dan sepuluh studi kasus selama hari pertama dan kedua, dengan hari ketiga disediakan untuk pembahasan, pengembangan tindak lanjut dan konferensi pers.

Sambutan pembukaan, yang dibaca atas nama Menkokesra, mengingatkan peserta bahwa pemerintah Indonesia sudah berjanji untuk memberi subsidi sebesar Rp 200.000 per bulan pada ART. Namun tidak ada penjelasan bagaiamana ini akan dilakukan atau kapan mulai. Pengkajian Elizabeth Reid (penyelenggara Canberra Roundtable), dengan judul “The Spirit of Canberra” membangkitkan semangat kami, dengan mengingatkan kami mengenai janji yang kami buat satu tahun yang lalu, dan harapan kami dari pertemuan itu. Sesi ini diikuti oleh pengkajian oleh Dr. Ying Ru Lo from WHO, yang membahas pedoman terapi antiretroviral dari WHO, yang baru diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Walaupun diakui bahwa ada beberapa bagian dari pedoman ini yang tidak berlaku lagi, proses memperbaruinya adalah lambat.

Studi kasus yang paling menarik menggambarkan pengalaman MSF-Perancis di Kamboja. Laporan ini sangat berguna dan sangat meningkatkan semangat peserta, dengan memberi informasi praktis berdasarkan pengalaman dari program yang sangat berhasil. MSF-Perancis juga menggambarkan pengalaman umumnya dalam pemberian ART di negara berkembang selama beberapa tahun terakhir ini, termasuk informasi tentang programnya bekerja sama dengan Pokdiksus, YPI dan Kios Informasi di Jakarta. Program ini akan memberi ART pada 40 Odha yang dirujuk oleh organisasi ini.

Dicatat bahwa intervensi MSF ini adalah untuk menanggapi masalah ‘darurat’, seperti kegiatan MSF di seluruh dunia, termasuk di Merauke. Tujuannya bukan untuk mengembangkan kemampuan atau melatih staf setempat, walaupun ini mungkin menjadi efek samping. Lagi pula, tidak ada maksud untuk mengembangkan

(3)

tanggapan yang berkesinambungan, dan progamnya biasanya relatif jangka pendek, seperti program di Kupang dulu. Kita harus wasapada agar tidak menjadi tergantung pada program MSF ini, dan harus mempertimbangkan bagaimana program ini dapat dilanjutkan setelah MSF menyelesaikannya. Sekali lagi, kita dapat belajar dari Yayasan Tanpa Batas di Kupang, yang sekarang mandiri tanpa bantuan MSF.

Karin Timmermans membahas tentang TRIPS, dan mengingatkan kita bahwa kita membutuhkan informasi tentang ARV yang dipaten di Indonesia. Sesi berikut, oleh Helene Lorinquer dari MSF-Belgia, memberi pengarahan tentang advokasi yang sebaiknya dilakukan.

Kami juga mendengarkan rencana Kimia Farma untuk membuat ARV di Indonesia. Sesi ini dikaji oleh Gunawan Pranoto, Direktur Utama Kimia Farma. Produk yang akan dibuat termasuk AZT, 3TC dan nevirapine, tetapi diskusi dengan Pak Gunawan, dia mengaku bahwa produksi dalam negeri tidak akan lebih murah.

Sean Lim dari Action for AIDS di Singapura mengkajikan masalah GIPA (keterlibatan lebih luas oleh Odha). Ada beberapa ide untuk pengembangan program Spiritia. Walaupun Sean mengatakan belum ada Odha di Singapura yang siap terbuka, ternyata maksudnya terbuka penuh, termasuk di TV. Padahal ada banyak aktivis Odha di sana yang terbuka di radio, dan sering beradvokasi pada pemerintah Singapura.

Ibu Meiwita dari Ford Foundation membahas filosofi lembaga donor dalam menilai proposal dan program.

Sesi akhir adalah brainstorming yang dipimpin oleh Elizabeth Reid. Tugas pertama adalah untuk menentukan Spirit of JRM; hasilnya adalah “Solidarity, Hope, Think Big, Act Now (Solidaritas, Harapan, Pikiran Besar, Segera Bertindak).” Setelah itu, kami membahas tindakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan program agar 50 persen Odha yang membutuhkan ART dapat memperolehnya pada 2005. Ada beberapa unsur: Janji Politis; Tindakan Tingkat Wilayah; Tindakan Tingkat Nasional; dan Dukungan untuk Odha. Topik ini akan menjadi dasar laporan akhir.

Kesimpulan

Seperti semua pertemuan macam ini, adalah sulit untuk menilai dampak segera setelah pertemuan selesai. Yang jelas, untuk mencapai tujuan WHO (yang sekarang diberi judul “3 by 5” (tiga juta Odha memperoleh ART pada 2005) akan membutuhkan upaya yang luar biasa dan pekerjaan yang berat, serta semangat yang besar. Saya merasa sebagian besar peserta merasa tugas ini hampir mustahil…

Pelatihan Keterampilan:

Kepemimpinan untuk

Keberhasilan Program

Pattaya, Thailand, 9-12 September 2003

Oleh Hertin

UNDP India melakukan pelatihan dengan tema Kepemimpinan untuk Keberhasilan Program untuk Odha se-Asia Pacifik. Peserta 130 orang dari 21 negara. Indonesia mengirimkan delapan orang, yaitu: dua orang Spiritia, satu orang Pelita Plus dari Jakarta, satu orang JOY dari Jogyakarta, dua orang dari Surabaya, satu orang Bali Plus dan satu orang Yakeba dari Bali dan penerjemah dari PITA Jakarta.

Di dalam pelatihan tersebut kami diajarkan menjadi pemimpin. Kami diajarkan bagaimana membuat konsep dan tetap komitmen dalam visi dan misi sebagai pemimpin. Setiap peserta diharapkan membuat suatu terobosan untuk negara masing-masing sesuai dengan keadaan HIV/ AIDS di negaranya. Peserta dari Indonesia memilih untuk membuat kelompok dukungan untuk Ohidha (orang yang hidup dengan HIV/ AIDS) misalnya: Orang tua, keluarga, pacar dan teman dari Odha. Mengingat masih jarang kelompok dukungan sebaya untuk Ohidha dan kebaikan mereka untuk merawat dan mendampingi Odha. Rencananya akan dibentuk kelompok dukungan sebaya Ohidha di 4 kota, yaitu: Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali.

Pelatihan ini merupakan pelatihan yang berkelanjutan. Di pertengahan bulan Januari 2004 akan diselenggarakan pelatihan yang kedua dengan melaporkan kegiatan yang dilakukan setelah pelatihan pertama. UNDP India tidak memberikan kita dana untuk merealisasikan kegiatan ini, kami diajarkan untuk tidak berpatokan dengan dana jika melakukan suatu kegiatan.

(4)

Pertemuan Ilmiah HIV/AIDS

Oleh Chris W. Green

Seperti dibahas sebelumnya di Sahabat Senandika, sudah sejak tahun lalu ada program Depkes untuk menyusun Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi Odha. Tanggung jawab untuk proyek ini diserahkan pada Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso (RSPI-SS) di Sunter, yang sebetulnya sekarang di bawah Direktur-Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan (P2MPL) di Depkes. Setelah 17 kali pertemuan, Tim Penyusun telah berhasil menyelesaikan draf buku tersebut. Untuk mulai mensosialisasikan bukunya, RSPI-SS melakukan Symposia Pertemuan Ilmiah di Hotel Sahid Jaya Jakarta, pada 20-21 Agustus, yang dihadiri oleh hampir 700 peserta, sebagian besar profesional kesehatan. Di antara

presentasi, ada satu sesi yang mengkajikan pandangan Odha, termasuk oleh Babe, Andreas dan Sam Nugraha dari Yayasan Pita.

Program ilmiah termasuk presentasi mengenai terapi antiretroviral, perawatan untuk anak, dan VCT. Juga ada presentasi dari Kimia Farma mengenai rencana produksi ARV di Indonesia

Laporan Kunjungan

Penguatan Daerah

November 2001 - Agustus

2003

Jakarta, 16 September 2003

Oleh : J.O Bayu Pradjanto

Acara ini diadakan dengan maksud agar pihak pemerintah khususnya KPA serta pihak penyandang dana dapat lebih mengetahui gambaran tentang keadaan HIV/AIDS di Indonesia yang mungkin unik dari berbagai daerah yang telah dikunjungi oleh tim Spiritia.

Tim Spiritia yang biasanya berjumlah 4 orang yang terdiri dari 2 odha dari Jaringan Odha Indonesia dan 2 orang Spiritia sudah melakukan kunjungan penguatan daerah ke 36 kota dan 20 propinsi di Indonesia, selama tiga tahun belakangan ini.

Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah, lembaga-lembaga donor, parlemen, LSM, serta yang terpenting adalah temen-teman odha di Jaringan Odha Indonesia, bertempat di ruang rapat KPA, di gedung Menko Kesra. Acara dibuka oleh Bayu yang menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya pertemuan ini, dilanjutkan oleh Yuni yang memaparkan latar belakang dan tujuan dari program kunjungan penguatan daerah. Kemudian acara dilanjutkan dengan presentasi hasil oleh Daniel, yang merupakan inti dari pertemuan ini. Presentasi hasil ini cukup banyak mengangkat kasus - kasus dari berbagai daerah yang telah kita kunjungi. Dilanjutkan dengan presentasi dari salah satu kelompok dukungan sebaya yang dikunjungi dalam program ini, yaitu Batam Spirit Support yang diwakili oleh dr Francisca Tanzil. Hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi para undangan karena pengalaman dari Batam ini sangat penting sebagai contoh bagi daerah lain.

Acara dilanjutkan dengan rekomendasi oleh Babe. Rekomendasi ini sangat diperlukan bagi pemerintah khususnya KPA sebagai tindak lanjut yang akan di lakukan di masa mendatang.

Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi yang berisi pertanyaan dan masukan dari para undangan, antara lain dari KPA yang mengatakan bahwa rekomendasi ini akan dijadikan bahan untuk pertemuan KPA selanjutnya. Pihak lembaga donor akan terus berusaha untuk terus membantu. Dari badan POM mengatakan bahwa selain obat

yang sudah beredar, akan diadakan kerja sama dengan Pokdisus untuk peredaran dan penyediaan obat ART di Indonesia.

Tanggapan dari wakil parlemen adalah akan melakukan beberapa aksi dan advokasi, baik terhadap DPR di pusat atau di daerah. Beliau juga akan bekerja sama dengan UNICEF untuk melakukan kunjungan dalam rangka lebih meningkatkan apresiasi mendorong DPRD tingkat 1 dan 2 untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang terjadi.

Setelah diskusi selesai dilanjutkan dengan makan siang bersama, acara selesai sekitar pukul satu siang yang ditutup oleh Babe dengan harapan-harapan kedepan tentang kunjungan penguatan daerah kedepan yang berusaha terus diupdate, kita semua berharap tindak lanjut dari berbagai pihak terutama KPA dan lembaga donor agar mempergunakan laporan hasil kunjungan penguatan daerah ini paling tidak sebagai wacana buat mereka.

Kami menawarkan bagi siapa saja yang ingin mendapatkan buku laporan hasil kunjungan penguatan daerah ini dapat menghubungi Spiritia.

(5)

(diup-date) pada Jogja Roundtable (lihat artikel mengenai pertemuan itu), dan oleh Indofarma, yang bertanggung jawab untuk impor ARV generik dari Thailand dan India.

Spiritia ambil kesepatan ini untuk membagi buku kecil dan lembaran informasi kepada semua peserta, dan kelihatan buku tersebut yang paling dibaca oleh peserta. Spiritia juga

membuka stand bersama dengan YPI, dan beberapa Odha menyediakan diri untuk membagi pengalamannya dengan memakai terapi antiretroviral, yang menarik cukup banyak perhatian.

Pada pertemuan ini, juga diluncurkan draf terjemahan pedoman terapi antiretroviral dari WHO Wilayah Asia Tenggara (Pedoman Penggunaan Terapi Antiretorviral: Suatu pendekatan yang disederhanakan bagi negara sumber daya terbatas), yang diedit dan diformat oleh Spiritia untuk Depkes. Ada rencana versi akhir kedua pedoman akan diluncurkan secara resmi oleh Menteri Kesehatan pada Hari Kesehatan Nasional 12 November 2003.

Catatan: Masih ada beberapa eksemplar draf buku pedoman terapi antiretroviral. Yang berminat untuk menerimanya, silakan hubungi Spiritia.

Laporan Diskusi Sehari

tentang Peran Orang

dengan HIV/AIDS dalam

Program Pencegahan

Oleh: Christin Wahyuni

Dalam beberapa tahun terakhir ini kasus baru HIV/AIDS di Indonesia meningkat sangat tajam, padahal berbagai cara dan upaya telah dilakukan untuk menekan penularan HIV/AIDS. Namun sayangnya program-program pencegahan yang ada saat ini hanya terfokus pada kelompok resiko tinggi, seperti pekerja seks, waria, gay, dan pengguna narkoba melalui IDU.

Sedang orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS, kurang begitu dilibatkan, padahal dalam hal pencegahan ini peran orang yang mengetahui dirinya terinfeksi sangat dibutuhkan agar dapat menekan kasus baru. Oleh karena itu keterlibatan Odha (orang dengan HIV/AIDS) dalam pencegahan penularan HIV ke orang lain sangatlah penting. Dengan begitu orang yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV/AIDS, harus memiliki

kesadaran, pengetahuan dan informasi serta dukungan yang cukup memadai agar dapat memutuskan mata rantai penularan HIV/AIDS.

Menyikapi hal tersebut, Spiritia mengembangkan ide program baru yang sementara diberi nama “HIV Stop Disini” dan untuk penerapan program tersebut, perlu disusun suatu bentuk kegiatan yang jelas dan praktis serta memungkinkan untuk dilaksanakan. Dan yang terpenting program tersebut cocok dan nyaman untuk diterapkan di Indonesia, khususnya untuk orang dengan HIV/AIDS.

Untuk pembahasan program ini layaknya seperti apa, Spiritia mengundang 17 Odha dari 9 kota di indonesia dilakukan di Jakarta tanggal 23 September 2003 untuk berdiskusi sehari penuh. Dan nantinya program ini tidak hanya dilaksanakan oleh Spiritia saja, namun juga bisa dilakukan oleh teman-teman dari daerah.

Tujuan sementara dari program tersebut adalah untuk memotong rantai penularan dengan mendorong Odha agar melakukan praktek yang aman dan bertanggung jawab. Selain itu kami juga ingin memastikan bagaimana kondom bisa tersedia pada kelompok dukungan sebaya dimana saja. Dan yang paling penting adalah, orang dengan HIV/ AIDS bisa menunjukkan kepada masyarakat bahwa kami punya kepedulian dengan upaya mengurangi penularan HIV.

Diskusi ini dimulai dengan peninjauan tentang program yang pernah dilakukan di AS dan juga uraian tentang latar belakang dari pertemuan diskusi tersebut. Setelah itu para peserta membahas mengenai tantangan yang akan dihadapi dalam melaksanakan program pencegahan ini, termasuk seperti kurangnya kepercayaan diri diantara Odha, dukungan oleh masyarakat, dan kesulitan untuk mengungkapkan status HIV-nya. Setelah iti peserta membahas juga manfaat dari program tersebut, seperti dapat memutus rantai penularan HIV/AIDS dan hidup Odha dapat menjadi lebih positif. Dengan keterlibatan Odha dalam penanggulangan tersebut, diharapkan masyarakat luas dapat memnberikan dukungan dan kepedulianya.

Setelah brainstorming mengenai hambatan dan manfaat dari program HIV Stop Disini, peserta dibagi menjadi 3 kelompok untuk membahas dan menyusun program apa yang sesuai dan dapat dilaksanakan.

Program tersebut dapat mencakup pemberdayaan Odha melalui kerjasama dengan kelompok dukungan sebaya di daerah, dan melalui pelatihan ketrampilan untuk meningkatkan kepercayaan diri Odha. Dan setelah

(6)

setiap kelompok menyerahkan hasil diskusi dari program yang mereka bahas, peserta mengusulkan beberapa nama yang dipercaya dapat menyusun hasil program yang diusulkan oleh masing-masing kelompok dan akan dipresentasikan di depan stakeholders yang telah diundang. Program yang dibahas dan dipresentasikan meliputi:

• Media KIE yang dapat disebarluaskan melalui buletin bulanan Senandika yang diterbitkan oleh Spiritia sebagai alat komunikasi dengan sesama Odha didalam jaringan

• Pemberdayaan dan dukungan bagi Odha agar dapat terlibat secara terus menerus

• Kelompok Dukungan Sebaya yang dapat melakukan program tersebut didaerahnya masing-masing dengan Program:

• Pembentukan Dukungan Sebaya • Pelatihan ketrampilan konseling sebaya • Ketersediaan kondom di masing-masing

Kelompok Dukungan Sebaya

• Pencegahan penularan dari ibu hamil HIV-positif ke bayinya

• Program-pogram pelatihan dan ketrampilan tentang perubahan perilaku

• Advokasi untuk VCT, ARV, Kondom / jarum suntik dan layanan kesehatan

• Mensosialisasikan program HIV Stop Disini • Pemantauan dan evaluasi

Sedangkan dari stakeholder yang hadir termasuk wakil dari:

• Komisi Penggulangan AIDS (KPA),

• Program PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS) • Program Pengembangan PBB (UNDP) • Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care

Project (IHPCP), lembaga donor yang didanai oleh AusAID

• Aksi Stop AIDS (ASA), lembaga donor yang didanai oleh USAID

Selain itu peserta juga membuat kesepakatan dan suatu pernyataan yang bunyinya sebagai berikut: Saat ini penggulangan HIV/AIDS di Indonesia masih menjangkau kepada kelompok atau orang-orang yang berisiko tinggi saja, sedangkan orang-orang HIV-positif kurang dilibatkan secara nyata. Padahal sebagai oramg HIV-positif memegang peranan penting dalam pemutusan mata rantai rantai penularan.

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa orang HIV-positif adalah bagian dari masalah, seharusnya orang HIV-positif ditempatkan sebagai bagian dari solusi.

Kami, 17 Odha dari 9 kota di Indonesia, disni bersama-sama sepakat untuk membuat suatu komitment:

• Sepakat untuk melaksanakan HIV Stop

Disini, mulai dari kami sendiri

• Kami akan berusaha mensosialisasikan kepada orang lain

• Keterlibatan kami disini, memerlukan dukungan dari berbagai pihak

Pada sesi terakhir kami juga mengundang media massa cetak dan elektronik untuk melakukan konferensi pers. Dan kebetulan beberapa teman peserta sudah siap terbuka untuk media apapun, dan akhirnya koferensi pers berjalan lancar dengan media dari TV, Radio dan Koran.

Pengetahuan

adalah kekuatan

Orang HIV-positif Harus

Menjadi Sasaran Utama

untuk Upaya Pencegahan

Oleh Michael Carter, 17 April 2003

Upaya pencegahan HIV yang terfokus pada orang yang sudah terinfeksi HIV harus dianggap “prioritas kesehatan masyarakat” menurut tajuk rencana oleh sekelompok dokter kesehatan masyarakat dan HIV di jurnal Sexually Transmitted Infections edisi April 2003.

Karena hanya orang yang terinfeksi dapat menularkan HIV, “upaya pencegahan harus dikenali untuk mereka yang hidup dengan HIV.” Ini menurut tajuk rencana tersebut. Para penulis menyoroti tiga alasan mengapa upaya pencegahan harus disasarkan pada orang yang sudah didiagnosis HIV: bukti bahwa sedikitnya sepertiga orang HIV-positif melakukan hubungan seks vagina atau anal tanpa kondom; untuk memperbaiki kesehatan orang HIV-positif dengan mengurangi jumlah infeksi menular seksualnya (IMS); dan, karena IMS dapat meningkatkan daya menular HIV seseorang, mengurangi prevalensi IMS pada Odha akan membantu mengurangi penularan HIV sendiri.

Para penulis juga menyoroti risiko Odha mengalami ‘superinfeksi’ (terinfeksi dengan jenis HIV lain) dari hubungan seks tanpa kondom.

Para penulis menunjukkan bahwa ada serangakain pengaruh biologis, perkembangan, hubungan, sosial, psikologis, budaya dan lingkungan yang berbeda yang menggarisbawahi

(7)

melakukan dan meneruskan perilaku yang berisiko seksual atau yang melindungi. Namun mereka menyoroti terapi antiretroviral sebagai faktor risiko yang ‘muncul’, karena ini dapat mengarah pada kecenderungan akan orang HIV-positif melakukan hubungan seks tanpa kondom. Upaya pencegahan harus dipertingkatkan, akses ke pengobatan harus diperluaskan, dan pencegahan HIV dipadukan dalam penatalaksanaan klinis, penulis menyarankan. Masalah sosial sering dihadapai oleh orang HIV-positif juga disoroti, sebagai rintangan potensial pada upaya pencegahan, seperti juga ‘mosaik’ subkelompok yang dipengaruhi oleh HIV.

Para penulis juga melawan rasa cuwek terhadap HIV yang sudah muncul di negara yang lebih kaya sejak timbulnya terapi antiretroviral. Mereka meminta tindakan secara mendesak, dengan menyimpulkan bahwa “sudah waktu untuk tanggapan yang cepat, tegas dan terpadu; jika kita pasif, ini hanya akan mengabdikan epidemi HIV.”

Referensi: DiClemente RJ et al. Prevention interventions for HIV positive individuals. Sexually Transmitted Infections, 39: 393–395, 2003.

URL: http://www.aidsmap.com/news/ newsdisplay2.asp?newsId=2023

Pojok Info

HIV Membuat Hepatitis B

Lebih Gawat Secara

Bermakna

Para peneliti di Johns Hopkins menemukan bahwa lelaki terinfeksi hepatitis B bersama dengan HIV, 17 kali lebih mungkin meninggal dibandingkan mereka dengan hepatitis B saja. “Hasil ini menggarisbawahi pentingnya pencegahan, pengobatan dan penatalaksanaan hepatitis B secara luas pada orang terinfeksi HIV,” kata dr. Chloe Thio, penulis utama penelitian dan lektor kedokteran pada divisi penyakit menular di Johns Hopkins.

Angka rendah kematian terkait penyakit hati pada lelaki dengan hepatitis B saja cocok dengan 20-30 tahun yang dibutuhkan agar penyulitan hepatitis B berkembang, jelas Thio. Laporan komplet, “HIV-1, Hepatitis B Virus, and Risk of Liver-Related Mortality in the Multicenter Cohort Study (MACS),” diterbitkan di Lancet (2002;360;9349).

Namun, karena HIV dan hepatitis B menular dengan cara yang sama, infeksi bersama adalah umum. Hingga sepuluh persen orang yang terinfeksi HIV juga terinfeksi hepatitis B. “Hasil kami mengesankan bahwa HIV meningkatkan

keparahan infeksi hepatitis B, dan bahwa dokter mungkin akan lihat peningkatan pada penyakit hati terkait hepatitis B pada orang yang hidup dengan HIV, yang berjumlah satu juta, di AS,” kata Thio.

Thio dan rekan-rekan menganalisis data klinis, dan contoh darah dan jaringan dari 5.293 lelaki terlibat dalam Multicenter AIDS Cohort Study dari 1994 hingga 2000. Para peneliti membandingkan angka kematian akibat penyakit hati untuk empat kelompok pasien: lelaki terinfeksi HIV, lelaki terinfeksi hepatitis B, lelaki dengan kedua virus, dan lelaki tanpa virus.

Mereka menemukan bahwa enam persen lelaki (326) hepatitis B. Di antara mereka, 213 (65 persen) juga HIV. Dari 4.987 lelaki tanpa hepatitis B, 2.346 (47 persen) HIV. Kematian terkait penyakit hati terbesar pada lelaki dengan HIV tahap lanjut (diukur dengan jumlah CD4) dan dua kali lebih besar setelah 1996, waktu terapi HIV yang sangat efektif mulai dipakai.

“Menentukan efek buruk yang mungkin dari penggunaan terapi HIV jangka panjang, dan menilai interaksi yang mungkin dengan infeksi hepatitis B adalah pertanyaan kunci yang akan dihadapi oleh penelitian lanjut kami,” katakan Alvaro Mu, PhD, profesor epidemilogi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.

Sumber: AIDS Weekly, 6 Januari 2003

Lembaran Informasi Baru

Pada September 2003, Yayasan Spiritia telah menerbit satu lagi lembaran informasi untuk Odha, sbb:

• Terapi Antiretroviral

Lembaran Informasi 432—Efavirenz

Dengan ini, sudah diterbitkan 76 lembaran informasi dalam seri ini.

Juga ada 1 lembaran informasi yang direvisi: • Infeksi Oportunistik

Lembaran Informasi 506—Hepatitis C (HCV) dan HIV

Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:

<http:// groups.yahoo.com/group/wartaaids/files/ Lembaran%20Informasi/>

(8)

Sahabat Senandika

Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia

dengan dukungan

THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD FOUND FOUND FOUND FOUND

FOUNDAAAAATIONTIONTIONTIONTION

Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor: Hertin Setyowati

Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.

Periode September 2003

Saldo awal 1 September 2003 10,888,100 Penerimaan di bulan September 20031,231,600

Total penerimaan 12,119,700

Pengeluaran selama bulan September:

Item Jumlah Pengobatan 237,500 Transportasi 195,000 Komunikasi -Peralatan / Pemeliharaan -Modal Usaha -Total pengeluaran 432,500

Saldo akhir Positive Fund per 30 Sep

11,687,200

Positif Fund

Laporan Keuangan Positif

Fund

Tanya-Jawab

Apakah Orang Dapat Terinfeksi HIV

dari Nanah?

T: Apakah nanah yang keluar dari kuping yang

sakit dianggap dapat menularkan HIV?

J: Karena nanah terdiri terutama dari neutrofil

(yang tidak diketahui mengandung HIV), bukan limfosit (sel yang terutama mengandung HIV), nanah yang tidak berdarah lebih kecil kemungkinan menularkan HIV dibandingkan darah. Namun nanah tersebut dapat berisiko menularkan infeksi lain, selain HIV. Saya mengusulkan dipakai sarung tangan untuk jika menangani atau membersihkan semua cairan tubuh.

URL: http://www.hopkins-ssjs.org/forum/

view_question.html?section_id=62&id=73713&category_id=0

Tips untuk orang dengan HIV

Menjaga kebersihan makanan sangat penting untuk melindungi dari infeksi yang bisa terbawa oleh makanan atau air minum. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan jaga semua peralatan dapur, permukaan dan ruang dapur tetap bersih.

Cuci semua buah dan sayuran. Jangan makan daging atau telur mentah atau kurang matang dan segera bersihkan cairan yang keluar dari daging mentah. Simpan sisa makanan dalam kulkas dan jangan disimpan lebih dari tiga hari. Periksa tanggal kadaluwarsa makanan. Jangan membeli atau memakai makanan yang sudah kadaluwarsa.

Beberapa kuman disebarkan melalui air ledeng. Sebaiknya menggunakan air kemasan botol.

Konsultasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) koreksi at-sensor dan at-surface reflectance merupakan metode koreksi yang paling efektif dan sekaligus stabil untuk dijadikan basis

nasabah dan/atau Perusahaan termasuk atau tidak terbatas pada ilustrasi produk, brosur, kuitansi, polis dan/atau dokumen lainnya milik Perusahaan, yang dari waktu ke waktu

Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan, seseorang tersebut adalah lingkup PUSLUHDAYA KP dalam ruang lingkup yang kecil atau BPSDMP KP dalam ruang lingkup yang lebih

simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas ekonomi. Sedangkan untuk mengetahui signifikan pengaruh tingkat perputaran piutang dan tingkat perputaran

Pengumpulan data atau survei dilakukan hanya pada tempat yang biasanya menjadi asal dan tujuan responden, seperti: pusat-pusat perbelanjaan, sekolah, perkantoran dan perumahan.

Sebelum program KATPD semester 2, mahasiswa diwajibkan menyerahkan rencana judul penelitian Disertasi ke Ketua Program Studi atau ke bagian akademik.. KATPD semester 2

Untuk mengatakan bahwa hasil ulangan IPS terpadu adalah valid untuk mengukur tingkat kompetensi IPS terpadu siswa, maka perlu dibuktikan bahwa soal-soal tersebut telah

Setelah melaksanakan tindakan dan mengumpulkan berbagai data sesuai dengan tujuan perbaikan pembelajaran, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh guru