• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Teori merupakan faktor yang paling penting dalam proses penelitian. Teori diperlukan untuk membantu peneliti menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Teori merupakan himpunan konstruk atau konsep, defenisi, dan proporsisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan relasi yang terjadi di antara variabel sehingga dapat mempermudah dan memperjelas peneliti dalam menganalisis suatu masalah (Kriyantono, 2010: 43).

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini yaitu Komunikasi, Komunikasi Massa, Pemberitaan, Televisi, Persepsi, dan Uses and

Gratification Theory.

2.1.1 Komunikasi

2.1.1.1 Definisi Komunikasi

Bagaimana caranya agar kita sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dapat berhubungan satu sama lain dalam kehidupan, karena kita saling membutuhkan dalam hal apapun, yaitu dengan diperlukan adanya komunikasi. Dari semua kegiatan atau aktivitas manusia, tentunya kita menggunakan komunikasi sebagai penyambung dari setiap hal yang kita lakukan, baik secara disengaja atau tidak disengaja. Mulai dari seorang Ibu yang ingin menidurkan bayinya dengan menggendong sambil menyanyikan senandung kecil, sekelompok remaja dengan kegiatan diskusi belajar bersama, menelepon sang kekasih, beribadah, seorang anak bermain dengan kucing peliharaannya, melakukan tawar menawar antara penjual dan pembeli di pasar tradisional dan sebagainya.

Secara etimologi, kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, yaitu

communis yang berarti sama (Lubis, 2011: 6). Maksudnya ialah dimana membuat

kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar kata communis adalah communico, yang berarti berbagi (Vardiansyah, 2004: 3). Disini berbagi yang dimaksud ialah adanya pemahaman melalui pertukaran pesan yang dilakukan bersama. Jika sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris communicate, komunikasi berarti untuk saling bertukar pikiran, berisikan informasi serta memiliki perasaan dalam

(2)

sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan kata benda (noun) yaitu

communication memiliki arti sebagai proses pertukaran pesan-pesan yang sama

melalui sistem simbol-simbol di antara individu-individu atau sebagai seni dalam pengekspresian gagasan atau pendapat.

Harold Laswell (Fajar, 2009: 32) mendefinisikan komunikasi dengan membuat formula “Who Says What in Which channel to Whom with What effect?” (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?). Bahwa dengan pernyataan seperti itu, dapat menggambarkan bagaimana seharusnya berkomunikasi yang baik agar dalam proses komunikasi dapat dipahami.

Seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika, Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi pada studi risetnya, yaitu komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Setelah itu definisi komunikasi tersebut dikembangkan lagi bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga menghasilkan definisi yang baru, bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2007: 20).

Sementara Frank Dance, beliau mengklasifikasikan komunikasi dengan mengeluarkan tiga dimensi konseptual (Morissan dan Wardhani, 2009: 5) yang berisi:

(1) Dimensi Level Observasi (Level of Observation)

Dalam dimensi atau tingkatan observasi ini bersifat umum dan khusus. Sifat umumnya, komunikasi adalah proses yang menghubungkan bagian-bagian yang terputus satu sama lain dalam kehidupan. Sedangkan sifat khususnya, komunikasi sebagai alat untuk pengiriman pesan dalam kemiliteran, perintah dan sebagainya melalui media dan tenaga, seperti telepon, telegraf, radio, kurir, dan lain-lain.

(2) Dimensi Kesengajaan (Intentionality)

Dalam dimensi ini terdapat pernyataan yang mensyaratkan kesengajaan atau maksud tertentu, bahwa komunikasi merupakan situasi atau kondisi di mana komunikator mengirimkan pesan kepada komunikan dengan sengaja untuk mempengaruhi perilaku komunikan. Sedangkan yang mengabaikan kesengajaan, komunikasi sebagai proses yang membuat seseorang atau beberapa orang paham apa yang menjadi monopoli satu atau beberapa orang lainnya.

(3)

(3) Dimensi Penilaian Normatif (Normative Judgement)

Dalam dimensi ini terdapat pernyataan keberhasilan dan tidak diterimanya pesan, sehingga memberikan maksud dari komunikasi adalah proses pertukaran verbal dari pemikiran agar saling pengertian. Sedangkan yang tidak menilai hasil komunikasi tersebut akan berhasil atau tidak, maka komunikasi di sini sebagai pengiriman informasi yang tidak selalu dapat diterima dan dipahami.

Dari berbagai definisi komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian komunikasi pada umumnya adalah suatu proses pertukaran informasi yang disampaikan oleh komunikator dengan menggunakan media (dapat berupa alat penginderaan, media massa dan sebagainya) kepada komunikan yang pada akhirnya memiliki efek atau umpan balik. Dalam komunikasi, pemahaman makna pesan dari komunikator merupakan suatu hal yang sangat penting. Sebab, jika pesan yang disampaikan diterima begitu saja tanpa diketahui apa yang sebenarnya telah dimasukkan ke dalam pikiran kita, hal itu akan menjadi sia-sia karena kita sulit untuk mencerna makna apa yang dimaksud. Jelas, yang menjadi penentu dalam berkomunikasi ialah adanya pemrosesan pesan.

Dalam formula komunikasi oleh David K. Berlo pada tahun 1960-an, komunikasi terjadi jika didukung dengan adanya “SMCR”, yaitu Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima). Para ahli lainnya, seperti Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. de Fleur menambahkan unsur lain sebagai pelengkap dalam membangun komunikasi yang ideal, yakni efek dan umpan balik. Sedangkan Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora berpendapat bahwa faktor lingkungan juga penting dalam mendukung terjadinya proses komunikasi.

Gambar 2.1

Proses Terjadinya Komunikasi

Sumber : (Cangara, 2007: 24)

Sumber merupakan pengirim informasi yang paling berinisiatif dalam berkomunikasi atau biasa yang kita sebut dengan komunikator. Jumlahnya bisa

Lingkungan

Sumber Pesan Media Penerima Efek

(4)

satu orang, bahkan juga dalam bentuk kelompok seperti organisasi, partai dan lain-lain. Apabila lebih dari satu orang, relatif saling kenal dan memiliki rasa emosional yang kuat dalam kelompoknya maka dapat disebut sebagai kelompok kecil. Sedangkan lebih dari satu orang atau banyak orang, relatif tidak saling kenal dan rasa emosional yang kurang kuat, maka disebut sebagai kelompok besar atau publik.

Selanjutnya sumber mengirimkan pesan, baik secara tatap muka ataupun melalui media komunikasi. Pesan itu beragam sehingga pesan bersifat abstrak, misalnya informasi, hiburan, propaganda, pujian atau yang lainnya. Dengan menggunakan lambang komunikasi, pesan dapat berwujud menjadi konkret, sehingga pesan dapat dibedakan menjadi pesan verbal (bahasa lisan dan bahasa tulisan) dan pesan nonverbal (isyarat, suara, sentuhan, raut wajah).

Untuk sampai kepada penerima adalah melalui media atau saluran demi tercapainya komunikasi. Media merupakan alat penghubung dalam menghantarkan pesan dari komunikator kepada komunikan, dalam hal ini media yang dimaksud ialah media komunikasi. Media komunikasi bisa bersifat pribadi atau umum (mencakup face-to-face, telepon, surat, majalah, internet dan lainnya).

Penerima atau yang biasa kita sebut dengan komunikan merupakan orang menerima pesan komunikasi, seperti individu (perorangan), kelompok, partai atau yang lainnya. Jika dalam konteks komunikasi massa, penerima dapat berupa sasaran, khalayak, pemirsa dan lain-lain. Komunikan merupakan elemen penting dalam proses komunikasi, sebab komunikan sangat menentukan keberhasilan dari pesan komunikasi yang disampaikan oleh komunikator.

Efek merupakan pengaruh yang ditimbulkan dari pesan komunikator kepada komunikan. Hal ini dapat terjadi pada pengetahuan, sikap, serta tindakan seseorang sebagai akibat dari proses penerimaan pesan. Maka dari itu terdapat tiga pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu mengenai sesuatu), afektif (sikap seseorang menyatakan setuju atau tidak setuju) dan konatif (tingkah laku dalam bertindak melakukan sesuatu).

Umpan balik (feedback) sebagai jawaban atau tanggapan dari komunikan atas pesan dari komunikator. Pada dasarnya, umpan balik merupakan pesan juga, sebab berlangsungnya pesan dari komunikator ke komunikan, akan berlanjut lagi kepada komunikator sebagai berhasilnya komunikasi yang terpelihara. Proses

(5)

berlangsungnya komunikasi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi waktu. Komunikasi sulit terjadi jika tidak didukung oleh situasi yang tepat, waktu serta fasilitas yang memadai.

2.1.1.2 Tujuan dan Fungsi Komunikasi

Pentingnya komunikasi dalam kehidupan memiliki tujuan, sehingga dapat diketahui untuk apa komunikasi dilakukan. Secara umum, tujuan komunikasi (Effendy, 2005: 8) ialah:

1) Mengubah sikap (to change the attitude)

2) Mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion) 3) Mengubah perilaku (to change the behaviour)

4) Mengubah masyarakat (to change the society)

Dengan adanya komunikasi dapat membentuk sikap seseorang serta bagaimana sikap itu dapat berubah, sebab melalui proses komunikasi dapat memengaruhi tindakan seseorang, misalnya seorang anak yang memiliki sikap tidak patuh dan suka melawan kepada kedua orang tuanya, namun bisa saja anak tersebut menjadi patuh dan taat terhadap orang tuanya, karena hasil belajar dari pengalaman dalam faktor lingkungan yang menyebabkan si anak memiliki perubahan dalam sikapnya.

Sama halnya dengan mengubah opini, perilaku dan mengubah masyarakat. Manusia dapat saling mengemukakan opininya dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing individu/kelompok, sehingga melalui komunikasi mereka dapat mengambil keputusan yang tepat serta mengubah perilaku mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Namun tidak mudah untuk mengubah masyarakat, sebab perlu komunikasi yang lebih dekat dan menyeluruh seperti komunikasi penyuluhan mengenai Keluarga Berencana (KB) dalam sebuah desa, agar informasi-informasi mengenai hal tersebut dapat diterima seluruhnya oleh masyarakat bahwa pentingnya untuk ber-KB dalam sebuah keluarga. Begitu juga dengan kegiatan bergotong-royong di sebuah desa, dilakukan demi tercapainya hubungan yang harmonis antar penduduk desa dan menciptakan desa yang bersih nan indah. Adanya ilmu pengetahuan memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat menyebabkan mereka sadar akan fungsi sosialnya sehingga menjadi aktif dalam masyarakat.

(6)

Sedangkan fungsi komunikasi menurut Harold D. Laswell (Effendy, 2003: 27) yaitu:

1) Manusia mengamati lingkungannya, baik lingkungan internal maupun eksternal untuk terhindar dari ancaman dan nilai masyarakat yang berpengaruh.

2) Terdapat korelasi unsur-unsur masyarakat dalam menanggapi lingkungannya

3) Penyebaran warisan sosial, dalam hal ini berperan sebagai pendidik dalam kehidupan rumah tangga maupun sekolah untuk meneruskan warisan sosial pada keturunan selanjutnya.

Lebih singkanya, fungsi komunikasi itu (Effendy, 2005: 8) ialah: 1) Menginformasikan (to inform)

2) Mendidik (to educate) 3) Menghibur (to entertain) 4) Mempengaruhi (to influence)

Penjelasan dari fungsi-fungsi tersebut ialah komunikasi tentunya memberikan informasi mengenai sesuatu hal yang kita inginkan, sehingga kita bisa mengetahuinya. Misalnya, dalam lingkungan sekolah, seorang guru menjelaskan mengenai pelajaran kepada siswa-siswanya, sehingga dalam proses belajar mengajar tersebut para siswa menjadi tahu tentang apa yang diterangkan oleh gurunya. Dan secara langsung, guru telah mendidik sehingga memengaruhi para siswanya untuk rajin belajar, baik di rumah maupun di sekolah. Acara komedi di televisi, buku cerita lucu, perform seorang badut dan pesulap dalam sebuah pesta ulang tahun dan sebagainya, itu semua dilakukan untuk penyegaran semata dan sebagai kesenangan individu maupun kelompok.

2.1.1.3 Gangguan dalam Komunikasi

Dalam berlangsungnya komunikasi, tidak semua pesan dari komunikator pasti diterima oleh komunikan. Hal ini sering kali dialami karena sejumlah gangguan (noise) sehingga pesan tidak bisa dimaknai sebagaimana yang dimaksudkan. Gangguan komunikasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana proses komunikasi berlangsung tidak sebagaimana seharusnya.

Pada umumnya, terdapat dua gangguan utama komunikasi, yaitu gangguan teknis dan gangguan semantik (Vardiansyah, 2004: 97). Gangguan teknis ialah gangguan yang terjadi selama proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan, yakni mulai proses pengiriman pesan hingga pada proses penerimaan (receive). Dari sinilah gangguan terjadi pada saluran atau

(7)

media komunikasi. Misalnya, pada saat kita melakukan webcam-an di skype, terjadi gangguan pada jaringan internet sehingga menghasilkan suara yang kurang jelas dan gambar di skype menjadi agak kabur.

Sedangkan gangguan semantik ialah gangguan yang terjadi akibat kesalahan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, seperti kata-kata yang digunakan terlalu banyak, memakai kata asing serta latar belakang budaya sehingga menyebabkan sulit dipahami oleh khalayak tertentu. Misalnya seorang anak yang merantau dari Medan berkuliah di Universitas Indonesia (UI), Jakarta. Dia ingin mengajak teman-temannya untuk berkeliling kota Jakarta dengan menggunakan kereta. Di daerah Medan, kereta diartikan sebagai sepeda motor. Namun teman-temannya bingung, kenapa berkeliling kota harus menggunakan kereta? Padahal kereta di Jakarta diartikan sebagai kereta api. Hingga pada saat ingin berangkat ke tujuan terjadi kekeliruan, si anak Medan menunggu di

basecamp, tempat biasa mereka berkumpul dengan kereta Mio-nya, sedangkan

teman-temannya menunggu di stasiun kereta api.

Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa terjadi gangguan komunikasi dalam penggunaan kata-kata di dua (2) kota yang berbeda arti, sehingga menimbulkan persepsi yang keliru dan salah pengertian.

2.1.2 Komunikasi Massa

2.1.2.1 Defenisi Komunikasi Massa

Pada umumnya komunikasi massa ialah komunikasi melalui media massa (media cetak dan media elektronik), seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, buku serta film. Media massa dapat dikatakan sebagai penyalur dalam menyampaikan pesan berupa informasi ataupun berita kepada khalayaknya secara cepat dan serempak.

Secara sederhana, defenisi komunikasi massa seperti yang dikemukakan oleh Bittner adalah suatu proses dalam mengkomunikasikan pesan melalui media massa yang melibatkan banyak komunikan dan tersebar dalam wilayah yang luas, karena memiliki perhatian dan minat terhadap isu yang sama. Secara terperinci, Gerbner mengemukakan defenisi komunikasi massa, yaitu komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berlangsung secara berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (mass communication is the technologically and

institutionally based production and distribution of the most broadly shared continuous flow of messages in industrial societies) (Ardianto dan Komala, 2004:

(8)

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa menghasilkan suatu produk yang berupa pesan-pesan komunikasi untuk disebarkan, didistribusikan kepada khalayak secara berkelanjutan sesuai dengan jarak waktu yang ditetapkan. Adanya teknologi yang semakin berkembang pesat menyebabkan penyampaian pesan komunikasi melalui media massa tersebut dapat dengan mudah untuk disebar. Sama halnya dengan lembaga sebagai komunikator. namun, dalam komunikasi massa, komunikator cenderung sulit untuk mengetahui umpan balik dengan segera karena umpan balik relatif tidak ada. Untuk mengetahuinya, biasanya komunikator (lembaga maupun bentuk organisasi lainnya) melakukan survey atau penelitian.

Berdasarkan pada definisi komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah suatu proses komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak dan media elektronik) dalam menyebarkan informasi yang ditujukan pada khalayak yang heterogen dan anonim sehingga pesan dapat diterima secara serentak.

2.1.2.2 Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Melalui definisi-definisi komunikasi massa tersebut, dapat diketahui ciri-ciri komunikasi massa. Menurut Effendy setidaknya terdapat lima ciri-ciri dari komunikasi massa (Fajar, 2009: 226) adalah:

1) Komunikasi massa berlangsung satu arah

2) Komunikator pada komunikasi massa melembaga 3) Pesan pada komunikasi massa bersifat umum 4) Media massa menimbulkan keserempakan

5) Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

Dalam komunikasi massa berlangsung satu arah (one-way

communication) tidak terdapat arus balik atau arus balik tertunda (delayed feedback) kepada komunikator, karena melalui media massa maka komunikator

dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Arus balik tidak dapat diketahui oleh komunikator dengan seketika, hanya dapat diketahui setelah proses komunikasi itu terjadi. Dan jika pun terdapat arus balik, maka hal ini jarang sekali terjadi, sehingga harus melakukan perencanaan dan persiapan. Misalnya, seorang reporter dalam program “Headline News” di Metro TV membawakan berita kepada khalayak. Dalam program itu terdapat selingan “Suara Anda”, yang

(9)

ditujukan kepada para penonton untuk memberikan tanggapannya secara langsung mengenai berita yang dipaparkan melalui telepon, dengan lama waktu yang ditentukan.

Komunikasi pada komunikasi massa melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks karena media massa sebagai saluran komunikasi. Peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh orang lain, bukan individual. Misalnya, tulisan seorang penulis dalam sebuah majalah ternama, tentunya didukung oleh redaktur pelaksana, korektor dan yang lainnya supaya tulisan tersebut dapat dimuat dan dibaca oleh khalayak. Maka dari itu komunikator pada komunikasi massa disebut juga komunikator kolektif (collective communicator) karena tersebarnya pesan yang berupa informasi merupakan hasil kerja sama sejumlah kerabat kerja.

Pesan komunikasi massa bersifat umum (berupa fakta, peristiwa atau opini), karena disebarkan melalui media massa yang ditujukan kepada semua orang dan mengenai kepentingan umum. Sebagai contoh, stasiun televisi seperti TV One menyiarkan berita mengenai Jokowi yang meresmikan “Kartu Sehat” sebagai kartu tanda dalam berobat di puskesmas dan rumah sakit bagi penduduk Jakarta miskin.

Media massa dalam menyampaikan pesannya kepada khalayak mengandung ciri keserempakan (simultaneity), yakni disebarkan secara bersama-sama dalam jumlah besar dan jarak jauh. Misalnya acara hiburan “Stand Up

Comedy” yang ditayangkan oleh stasiun Metro TV pada setiap hari selasa pukul

22.30–23.00 WIB, ditonton oleh jutaan pemirsa. Maka secara serempak pada waktu yang sama menonton acara tersebut selama 30 menit, namun mereka berada di berbagai tempat yang berbeda di seluruh Indonesia.

Dalam proses komunikasi massa, komunikan bersifat heterogen, yaitu di mana mereka tidak saling mengenal satu sama lain dan keberadaanya yang terpencar. Tentunya, dalam setiap individu dari khalayak itu memiliki hal yang berbeda, misalnya jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, dan lain-lain. Hal ini menjadi sulit bagi seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media massa kepada khalayak, dan setiap khalayak berkehendak agar keinginannya dipenuhi. Untuk mendekati keinginan khalayak sepenuhnya ialah dengan mengelompokkannya menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan,

(10)

pendidikan, kebudayaan, serta hobi. Pengelompokkan tersebut dilakukan oleh berbagai media massa dengan membuat acara tertentu, seperti acara kartun “Si Unyil” yang ditayangkan oleh Trans7 ditujukan secara khusus untuk anak-anak. 2.1.2.3 Fungsi Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan komunikasi dalam media modern sebagai penyalurnya memberikan pengaruh yang kuat terhadap khalayaknya. Fungsi komunikasi massa menurut Dominick (Ardianto dan Komala, 2004: 16) ialah sebagai berikut:

a. Surveilance (Pengawasan)

Pengawasan mengacu pada peranan berita dari media massa. Fungsi pengawasan meliputi pengawasan peringatan (warning or beware

surveillance) dan pengawasan instrumental (instrumental surveillance). Fungsi pengawasan peringatan terjadi apabila media

menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman. Misalnya mengenai ancaman dari angin topan, meletusnya gunung berapi, kondisi efek yang memprihatinkan, atau adanya serangan militer. Sedangkan fungsi pengawasan instrumental merupakan penyebaran informasi yang memiliki kegunaan dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya berita tentang film yang sedang tayang di bioskop, peningkatan atau penurunan harga saham di bursa efek, ide tentang fashion dan sebagainya.

b. Interpretation (Penafsiran)

Media massa memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting dimana industri media memutuskan kejadian atau peristiwa tersebut untuk ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca ataupun pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya dalam komunikasi antarpersonal atau komunikasi kelompok.

c. Linkage (Pertalian)

Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.

d. Transmission of values (Penyebaran Nilai-Nilai)

Fungsi penyebaran ini disebut juga socialization (sosialisasi), dimana mengacu kepada cara bagaimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana untuk bertindak dan bagaimana pengharapan mereka. Televisi sebagai salah satu media massa yang sangat berpotensi dalam terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) pada anak muda, terutama melampaui usia 16 tahun dengan menghabiskan waktu menonton televisi disbanding kegiatan lainnya, kecuali tidur. Kemungkinan terjadinya disfungsi jika televisi menjadikan salurannya terutama sosialisasi (penyebaran nilai-nilai). Sebagai contoh, semakin maraknya tayangan kekerasan di televisi mengakibatkan terbentuknya sosialisasi pada anak muda yang

(11)

menontonnya sehingga berpikir bahwa metode kekerasan adalah wajar dalam memecahkan persoalan hidup.

e. Entertainment (Hiburan)

Fungsi media massa sebagai fungsi menghibur adalah untuk mengurangi rasa kejenuhan ataupun mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat tayangan di televisi atau membaca berita-berita sehingga dapat membuat pikiran khalayak menjadi kembali segar.

Dari keseluruhan fungsi tersebut, fungsi komunikasi massa ditentukan dalam penggunaannya di media massa. Bagaimana media massa memberikan pengaruh yang baik kepada khalayak untuk dapat menerima pesannya (berupa data, fakta, informasi, berita maupun yang lainnya) sehingga komunikasi massa dapat berlaku sebagaimana yang diharapkan oleh khalayak, sesuai dengan kebutuhan informasi dari masing-masing individu maupun kelompok.

2.1.3 Berita

2.1.3.1 Definisi Berita

Kita sebagai makhluk individu dan makhluk sosial selalu memerlukan kebutuhan informasi yang disebut sebagai berita dalam setiap harinya. Melalui berita, kita dapat mengetahui tentang segala hal yang sebelumnya kita tidak kita ketahui. Begitu juga sebaliknya, apa yang sudah kita ketahui menjadi lebih paham lagi mengenai suatu hal tersebut akibat dari berita.

Karena terlalu sulit dalam membuat definisi berita, seorang Direktur sebuah Institut Jurnalistik di London, Tom Clarke mengatakan berawal pada kisah yang tidak dapat diuji kebenarannya, kata NEWS (berita) berasal dari suatu singkatan (akronim) yaitu N(orth) atau Utara, E(ast) atau Timur, W(est) atau Barat, dan S(outh) atau Selatan. Menurut Clarke, berita dapat dikatakan sebagai suatu hal yang memenuhi kebutuhan keingintahuan manusia dengan memberi kabar dari segala penjuru dunia (Barus, 2010: 25).

Sedangkan Charles Dana mengemukakan pendapatnya dalam buku

Broadcast Journalism Techniques of Radio and TV News bahwa berita ialah

“When a dog bites a man, that is not news, but when a man bites a dog, that is

news” (ketika anjing menggigit manusia itu bukanlah berita, tetapi ketika manusia

menggigit anjing, itu baru berita). Dalam hal ini, faktor keluarbiasaan menjadi sesuatu yang unik dalam menjadikan sebuah berita (Harahap, 2007: 3).

(12)

Paul De Maeseneer dalam bukunya Here’s the News mendefinisikan berita sebagai informasi baru tentang kejadian baru yang dianggap penting, memiliki makna (significant) yang berpengaruh, serta relevan dan layak untuk dinikmati oleh para pendengarnya. Bagaimana berita tersebut dapat menarik perhatian khalayak sehingga dapat memenuhi apa yang mereka butuhkan (Olii, 2007: 25). Williard C. Bleyer dalam bukunya Newspaper Writing and Editting menuliskan, berita adalah sesuatu yang memiliki nilai tersendiri dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam media massa, seperti surat kabar maupun media elektronik lainnya, sehingga dapat memiliki makna dan menarik minat terhadap pembaca, pendengar maupun penonton (Sumadria, 2006: 64).

Setelah mengetahui beberapa dari defenisi berita tersebut, maka dapat disimpulkan berita adalah suatu pemberitahuan mengenai informasi dan kejadian berupa fakta, penting dan menarik yang sedang hangat diperbincangkan serta disajikan dalam bentuk cetak, siaran, internet, maupun dari mulut ke mulut kepada orang banyak. Berita bukan hanya melalui surat kabar saja, tetapi meliputi media massa yang luas dan modern, televisi, radio, film bahkan internet.

2.1.3.2 Kualitas Berita

Bagaimana caranya agar dapat menentukan serta mendapatkan informasi yang layak untuk dijadikan berita, yaitu dengan mengetahui kriteria umum aspek kualitas berita. Menurut Charnley (Baksin, 2006 : 51) ada beberapa standar dalam mengukur kualitas berita yang dijadikan sebagai patokan bagi wartawan dalam peliputan dan pelaporan, yaitu :

1) Accurate (akurat) : All information is verified before is used.

2) Properly attributed : The reporter indentifies his or her source of (kapabilitas) Information.

3) Balanced and fair : All sides in a controversy are given.

(seimbang dan adil)

4) Objective : The news writer does not inject his or her

(objektif) feeling or opinion.

5) Brief and focused : The news story gets to the point quickly.

(kejelasan)

6) Well written : Stories are clear, direct, interesting.

(konten/isi berita)

Akurat merupakan verifikasi dalam berita, relevansi sumber berita dan akurasi penyajian. Peristiwa yang sedang atau baru terjadi dalam media massa haruslah disiarkan dengan berita aktual yang dibutuhkan oleh masyarakat secepat

(13)

mungkin, mengingat waktu sangat berpengaruh dalam aktualitas dalam sebuah berita. Sebelum berita disebarluaskan, alangkah baiknya terlebih dahulu dicek ketepatannya. Ketelitian dan kebenaran dalam menyusun berita dapat memenuhi syarat aktualitas serta tenggat waktu (deadline). Bagaimana seorang reporter dan narasumber memiliki kapabilitas, yaitu kemampuan maupun pengalamannya dalam memberikan informasi yang disampaikan kepada khalayak dalam suatu pemberitaan di media.

Dari pemberitaan tersebut, narasumber harus dapat menggali informasi secara seimbang, agar tidak terjadi kecenderungan dalam berita, serta objektif sesuai dengan informasi yang realistis, fakta dan didapat dari sumber yang bersangkutan. Di samping itu, mereka membangun kepercayaan agar berita yang disampaikan dapat diterima berdasarkan keyakinan yang dapat dipercaya. Berita disusun ringkas, jelas, dan langsung, supaya dapat menarik perhatian orang yang membaca berita tersebut dengan mudah memahaminya.

2.1.4 Televisi Sebagai Media Massa 2.1.4.1 Pengertian Televisi

Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu tidak bisa lepas dari yang namanya televisi yang sudah seperti menjadi kebutuhan primer dan kebiasaan bagi manusia. Kedua mata menatap tajam pada depan layar kaca, seolah apa yang ia pandangi merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan menarik baginya, dan hal itu dilakukan hampir tiap jam dalam sehari.

Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, televisi menjadi media massa yang paling banyak dimiliki dan diminati oleh masyarakat dibanding dengan dengan media massa lainnya. Siaran televisi menjadi lebih komunikatif dalam menyampaikan pesan, dengan audio visual yang dimilikinya. Maka dari itulah, televisi sangat berguna dalam upaya pembentukan sikap, perilaku dan perubahan pola pikir (Effendy, 2005: 21). Sifat televisi yang audio visual mengharuskan semua acara di televisi dilengkapi dengan gambar, baik gambar diam berupa foto, gambar peta atau wilayah maupun film berita yakni rekaman peristiwa dalam topik berita yang disiarkan untuk mempunyai keyakinan akan kebenaran berita.

Tanpa gambar bukanlah televisi namanya. Istilah televisi berasal dari kata “tele” yang berarti jauh, dan “visi / vision” yang berarti penglihatan (Effendy,

(14)

2003: 174). Apa yang dilihat oleh para penonton merupakan siaran gambar-gambar dan juga suara yang dipancarkan oleh pemancar televisi. Begitu juga dengan sifatnya yang langsung, tidak mengenal jarak, dan memiliki daya tarik yang kuat pada televisi membuat para penonton menjadi lebih suka dan mudah dalam mencari dan menerima berbagai informasi yang disampaikan oleh televisi karena prosesnya yang tidak rumit.

2.1.4.2 Perkembangan Televisi di Indonesia

Sejak teknologi televisi hadir, televisi mulai diperkenalkan di berbagai negara di dunia sebagai sarana yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum. Pada saat televisi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1962, hal itu bertepatan pada pelaksanaan olahraga se-Asia IV (Asian Games IV) di Jakarta. Televisi dengan nama Televisi Republik Indonesia (TVRI) resmi dibuka oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1962 (Morissan, 2008: 3). Tujuan utama dari pengadaan televisi itu ialah untuk meliput semua kejuaraan dan pertandingan selama pesta olahraga berlangsung.

Semakin maraknya perkembangan pertelevisian Indonesia, ditandai sejak pemerintah mengizinkan kehadiran televisi swasta untuk mengudara pada tahun 1989. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sebagai stasiun televisi pertama yang mengudara secara nasional pada tanggal 24 Agustus 1989. Kemudian secara berturut-turut berdiri stasiun Televisi Surya Citra Televisi (SCTV) yang mengudara pada Agustus 1989. Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) mengudara pada 23 Januari 1991, yang kini sudah mengganti nama menjadi MNC TV, Andalas Televisi (ANTV) pada tahun 1993 dan Indosiar pada Januari 1995. Dengan tambahan televisi swasta yang baru mengudara sejak tahun 2001, yakni meliputi Metro TV, Trans TV, TV 7 (Trans7), Global TV, dan Lativi (TVOne). Selain itu, banyak bermunculan stasiun televisi daerah yang dikelola oleh daerah masing-masing, seperti JTV di Jawa Timur, CTV di Banten, Bali TV di Bali, Borobudur TV di Semarang, dan Deli TV di Sumatera Utara (http://davenirvana1.wordpress.com).

2.1.4.3 Fungsi Televisi

Televisi melakukan berpikir dalam gambar, yakni mengenai visualisasi (penerjemahan kata-kata terhadap suatu objek sehingga mengandung suatu makna) dan penggambaran (kegiatan merangkai gambar-gambar individual

(15)

sehingga mengandung makna tertentu). Untuk dapat melakukan fungsinya, maka pengoperasian dalam televisi melibatkan banyak orang sehingga lebih kompleks. Berikut fungsi televisi bagi masyarakat (Ardianto dan Komala, 2004: 128), yaitu:

a) Sebagai media informasi b) Sebagai media pendidikan c) Sebagai media menghibur d) Sebagai media membujuk

Televisi sebagai media informasi ialah untuk menyiarkan berita bagi pendengar atau pemirsa sesuai dengan kepentingannya. Televisi sebagai media pendidikan dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat luas melalui penayangannya tentang sesuatu hal yang belum dan ingin diketahui, sehingga menambah pengetahuan mengenai hal yang baru dan sebagai kontrol sosial masyarakat terhadap fenomena yang sedang terjadi di masyarakat. Tentu saja masyarakat diharapkan untuk berpikir kritis serta menyaring hal-hal demi kemajuan manusia.

Televisi sebagai media menghibur, selalu menghadirkan berbagai macam hiburan, seperti acara konser musik, acara komedi, ataupun acara lainnya yang tentu saja menghibur. Televisi sebagai media komunikasi untuk membujuk khalayak dapat kita lihat pada sisi iklan komersial yang terdapat pada celah acara, yakni membujuk para khalayak untuk melihat, memahami serta mengetahui maksud dari iklan tersebut, misalnya untuk mau membeli produk yang ditawarkan oleh iklan. Tetapi bukan itu saja, dalam kejadian ataupun peristiwa yang ditayangkan di televisi dapat membangkitkan sikap-sikap tertentu. Misalnya terdapat berita bencana alam, hal ini dapat menggugah hati pemirsa untuk ikut membantu para korban dengan cara-cara tertentu.

2.1.5 Persepsi

2.1.5.1 Definisi Persepsi

Biasanya kita mempunyai kesan berlainan mengenai lingkungan kita, seperti benda, situasi, orang ataupun peristiwa di sekitar kita meskipun kita memiliki informasi yang sama akan hal itu. Bagaimana kita mengkonstruksikan hal tersebut mengenai sekeliling kita bahkan dunia melaui proses aktif dan kreatif. Hal inilah yang disebut dengan persepsi.

(16)

Secara etimologis, persepsi atau perception (dalam bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin yaitu perceptio, diambil dari kata percipere yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2010: 445). Persepsi melibatkan kognisi atau pemikirian tingkat tinggi dalam penginterpretasian terhadap informasi sensorik atau hal-hal yang kita indera sesuai dengan pengetahuan kita tentang apapun itu (Solso, Maclin dan Maclin, 2008: 75).Jamnes P. Chaplin mengatakan persepsi itu merupakan proses untuk mengetahui atau mengenal objek dengan menggunakan indera dan kesadaran dari proses-proses organis (Pieter dan Lubis, 2010: 39).

Persepsi ialah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi lalu menafsirkan pesan tersebut (Rakhmat, 2007: 51). Persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan sehingga proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2007: 179). Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi. Persepsi tidak akan akurat jika kita tidak berkomunikasi secara efektif, sebab persepsilah yang menentukan kita untuk memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan lainnya. Dari berbagai penjelasan mengenai definisi persepsi di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal yang penting terjadi dalam lingkungan sehari-hari kita, dimana kita sadar dalam memperoleh informasi dan berbagai rangsangan sehingga dapat mempengaruhi perilaku setiap individu. Pengetahuan mengenai apa yang kita tangkap dari panca indera yang meliputi penginderaan (sensasi), atensi dan interpretasi sehingga keberadaannya dapat kita rasakan.

Adanya pesan yang ingin dikirimkan dapat diperoleh melalui sensasi atau indera yang kita punya (indera peraba, indera penglihat, indera pencium, indera pengecap, indera pendengar). Representasi dari penginderaan itu maksudnya kita masih belum bisa mengartikan makna suatu objek secara langsung, karena kita hanya bisa mengartikan makna dari informasi yang kita anggap mewakili objek tersebut. Atensi merupakan faktor utama dalam suatu rangsangan yang menentukan selektifitas, sehingga mempengaruhi faktor biologis (rasa lapar, haus, dan sebagainya), faktor fisiologis (tinggi, pendek, sakit, cacat tubuh dan sebagainya), faktor sosial (gender, agama, pekerjaan dan sebagainya), faktor

(17)

psikologis (keinginan, motivasi, pengharapan dan sebagainya) serta atribut-atribut objek yang dipersepsi seperti gerakan, intensitas, stimuli sehingga lebih menarik perhatian. Interpretasi didefenisikan sebagai pemaknaan dalam meletakkan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan. 2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebab persepsi bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977) menyebutkan faktor-faktor itu adalah faktor fungsional, faktor struktural dan perhatian (Rakhmat, 2007: 51).

1. Faktor Fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lainnya sebagaimana biasanya kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menjadi penentu dalam persepsi bukanlah jenis ataupun bentuk stimuli, melainkan karakteristik dari orang-orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif. Hal ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya telah memenuhi tujuan individu dalam melakukan persepsi.

2. Faktor Struktural

Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek saraf yang timbul dari sistem saraf individu. Menurut teori Gestalt, dalam mempersepsikan sesuatu kita akan mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Sedangkan Kohler menyebutkan bahwa jika kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak bisa meneliti fakta-fakta yang terpisah sehingga kita harus memandangnya secara keseluruhan, baik dalam konteksnya, lingkungan maupun masalah yang dihadapi. Dari prinsip ini, Krech dan Crutchfield menyebutkan lanjutan dari dalil persepsinya, yaitu dalil persepsi yang kedua : Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Maksudnya adalah kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya, dimana stimuli tersebut diisi dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi, meskipun stimuli yang kita terima tersebut tidak lengkap.

3. Perhatian (Attention)

Dalam bukunya “Teori Komunikasi”, Kenneth E. Andersen menjelaskan bahwa perhatian adalah proses mental ketika rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli yang lainnya melemah. Hal ini berarti perhatian terjadi apabila adanya konsentrasi terhadap diri kita pada salah satu alat indera kita dan mengesampingkan masukan-masukan dari alat indera yang lainnya. Walaupun perhatian kepada stimuli yang lebih kuat dalam kesadaran diri kita, bukan berarti persepsi kita akan betul-betul cermat. Terkadang konsentrasi yang kuat mendistorsi persepsi kita. Dan tentu

(18)

saja, kita cenderung memperhatikan sebagaimana hal-hal tertentu yang dianggap penting serta melibatkan diri kita sesuai dengan kepercayaan, sikap, nilai, dan kebiasaan.

Dari ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi dalam hal mengadakan persepsi, di mana individu dapat menyadari dan mengerti bagaimana keadaan lingkungan di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu yang bersangkutan yaitu dengan menggunakan alat penghubung diantara mereka adalah alat indera, sehingga individu menyadari apa yng dilihat dan didengarkan.

2.1.5.3 Proses Terjadinya Persepsi

Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang berlangsung pada diri kita untuk mengetahui dan mengevaluasi orang lain. Dengan kata lain, melalui proses itu kita membentuk kesan terhadap orang lain yang didasarkan pada informasi yang berada di lingkungan, sikap kita tentang rangsangan yang relevan, dan mood kita saat ini (Sarwono dan Meinarno, 2009: 25).

Manusia cenderung berpersepsi dalam bias-bias tertentu ketika hendak membentuk kesan terhadap orang lain. Sebagai contoh, kita cenderung berpersepsi bahwa orang-orang yang berpakaian rapi sebagai orang yang pintar, stylish, berpendidikan tinggi atau menyenangkan. Berikut ini merupakan tiga (3) komponen utama dalam proses terjadinya persepsi (Sobur, 2010: 447):

1) Seleksi, yaitu proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar yang intensitas maupun jenisnya terdapat banyak atau sedikit. 2) Interpretasi, yaitu proses pengorganisasian informasi yang

menimbulkan makna pesan bagi seseorang.

3) Reaksi, persepsi yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku.

Seleksi yaitu menentukan sasaran atau objek sehingga menimbulkan rangsangan atau stimulus, kemudian ditangkap oleh reseptor atau alat indera. Selanjutnya interpretasi, yaitu stimulus yang diterima oleh reseptor tadi disalurkan ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran) melalui saraf sensoris. Di sinilah pengorganisasian makna pesan diproses. Selanjutnya dari otak dibawa melalui saraf motoris, yaitu sebagai alat untuk mengadakan respon sehingga individu sadar dan mengetahui akan stimulus yang diterima oleh alat indera. Sebagaimana dapat digambarkan ke dalam bagan sebagai berikut:

(19)

Proses Terjadinya Persepsi

Sumber : (Sunaryo, 2004: 98)

2.1.5.4 Sifat-Sifat Persepsi

Setiap manusia memiliki beberapa gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Terdapat beberapa sifat persepsi, antara lain (Mulyana, 2007: 197):

a) Persepsi bersifat selektif

Atensi kita terhadap suatu rangsangan merupakan faktor utama dalam menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Atensi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal meliputi faktor biologis (lapar, haus, dan sebagainya), faktor fisiologis (tinggi, gemuk, sehat, cacat tubuh, dan sebagainya), dan faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, kebiasaan, motivasi, pengharapan dan sebagainya. Semakin besar perbedaan aspek-aspek tersebut dalam individu, maka semakin besar perbedaan persepsi mereka mengenai realitas. Sedangkan atensi dalam faktor eksternal, meliputi atribut-atribut objek yang dipersepsi seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan dan perulangan objek. b) Persepsi bersifat dugaan

Persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan, karena data yang kita peroleh mengenai objek melalui penginderaan tidaklah pernah lengkap. Seperti dalam proses seleksi, hal ini dianggap perlu karena tidak mungkin kita memperoleh seperangkat rincian yang lengkap melalui kelima alat indera kita. Misalnya, ketika kita melihat pesawat terbang di angkasa, kita tidak melihat awak dan penumpangnya. Tetapi kita sudah berulang kali melihat pesawat terbang di angkasa menunjukkan bahwa setidaknya terdapat awak pesawat yang menerbangkat pesawat itu.

c) Persepsi bersifat evaluatif

Terkadang alat-alat indera dan persepsi kita menipu sehingga kita ragu seberapa dekat persepsi kita dengan realitas yang sebenarnya. Menurut Carl Rogers, kita bereaksi terhadap dunia yang sedang kita

Objek Stimulus Reseptor

Saraf sensorik Otak

Saraf Motorik

(20)

alami, dan kemudian menafsirkannya. Hal inilah yang disebut dengan realitas.

d) Persepsi bersifat kontekstual

Dari semua pengaruh yang ada dalam persepsi kita, kontekslah yang paling kuat. Ketika kita melihat seseorang atau objek, konteks rangsangan sangat mempengaruhi struktur kognitif dan pengharapan karena persepsi kita. Agar dalam pengorganisasian objek ke dalam konteks tertentu, kita menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut : - Prinsip pertama, merupakan struktur suatu objek atau kejadian

berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan. Kecenderungan dalam hal ini tampaknya bersifat bawaan, kita cenderung mempersepsi rangsangan yang terpisah sebagai berhubungan sejauh dari rangsangan itu berdekatan satu sama lainnya, baik dekat secara fisik atau dalam urutan waktu, serta mirip dalam bentuk, ukuran warna atau atribut lainnya. Dengan demikian, dalam konteks penerimaan pesan kita cenderung melengkapi pesan yang tidak lengkap (dugaan-dugaan) dengan bagian-bagian yang terkesan logis untuk melengkapi pesan tersebut.

- Prinsip kedua, kita cenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang meliputi objek dan latar belakangnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita terbiasa membuat perbedaan antara figur (fokus) dan latarnya. Misalnya, seorang penyanyi yang sedang bereaksi di panggung dengan latar para pemain band yang mengiringinya.

Setiap individu pastinya akan memperhatikan aspek berbeda dari objek yang mereka temui, baik secara internal mapun eksternal sesuai dengan pengalaman masa lalu, keahlian dan minatnya masing-masing. Suatu objek yang bergerak tentunya akan lebih menarik perhatian daripada objek yang diam, dan rangsangan yang intensitasnya menonjol juga akan lebih menarik perhatian. Misalnya, kita lebih menyukai televisi sebagai gambar bergerak daripada komik sebagai gambar diam. Begitu juga dengan penampilan seseorang atau objek, lain daripada yang lain tentunya juga akan menarik perhatian. Misalnya, orang-orang yang berkulit hitam diantara orang-orang yang berkulit putih. Unsur kontras dalam sebuah iklan TV, selain dengan wajah yang cantik terutama slogan iklan TV atau lagu (jingle) yang menutup iklan TV tersebut.

Kebaruan dapat menimbulkan perhatian, hal ini tampak jelas seperti seorang mahasiswa baru pasti lebih menarik perhatian daripada mahasiswa lain yang sudah kita kenal. Dalam suatu peristiwa yang berulang, tentunya lebih potensial untuk kita perhatikan. Misalnya, dalam sebuah iklan televisi yang

(21)

disiarulangkan dalam periode tertentu. Hal ini lebih memungkinkan kita mengingat pesan dalam iklan tersebut dan mendorong kita untuk membeli barang yang diiklankan.

Dalam proses persepsi yang bersifat dugaan, memungkinkan kita untuk dapat menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang manapun. Karena informasi yang lengkap tak pernah tersedia, dugaanlah yang diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap melalui penginderaan. Kita tidak bereaksi terhadap realitas mutlak, melainkan persepsi kita mengenai realitas tersebut. Realitas tidak dapat dipersepsi tanpa melalui suatu proses yang unik dan alasan yang sangat pribadi untuk bertindak dalam suatu hubungan sosial, karena kita menilai rangsangan berdasarkan skala pribadi atau subjektif.

2.1.6 Uses and Gratification Theory

Teori Uses and Gratification merupakan teori dan pendekatan dalam penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Namun dalam teori dan pendekatan ini tidak semua yang mencakup tentang proses komunikasi saja, karena berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) oleh sebagian besar perilaku para audience merupakan suatu fenomena mengenai proses penerimaan (pesan media), sehingga pendekatan

Uses and Gratification ini memiliki tujuann untuk menggambarkan proses

penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu (Bungin, 2006: 286).

Pendekatan Uses and Gratification pertama kali dipaparkan oleh Elihu Katz (1959) dalam suatu artikel mengenai reaksinya terhadap pernyataan Bernad Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz mengemukakan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi massa sebagai persuasi, sebab kebanyakan penelitian komunikasi diarahkan kepada penyelidikan efek kampanye persuasi kepada khalayak. Dalam dekade 1940-an dan 1950-an para pakar melakukan penelitian mengapa khalayak terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi (Effendy, 2003: 289).

Teori Kegunaan dan Gratifikasi (Uses and Gratification Theory) menyatakan bahwa orang secara aktif mencari media tertentu dan muatan (isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan atau hasil tertentu (West dan Turner, 2008:

(22)

101). Dikatakan orang aktif, karena mereka mampu untuk mempelajari dan mengevaluasi berbagai jenis media untuk mencapai tujuan komunikasi. Orang aktif memilih dan menggunakan media untuk memuaskan kebutuhannya, dengan menekankan posisi pengaruh yang terbatas.

Dalam teori ini melihat media memiliki pengaruh terbatas karena pengguna mampu memilih dan mengendalikan. Orang-orang memiliki kesadaran diri serta mampu memahami dan menyatakan alasan kenapa mereka menggunakan media. Mereka melihat media sebagai salah satu cara untuk memuaskan kebutuhan yang mereka miliki. Berikut merupakan penjelasan mengenai Uses and Gratification oleh Katz, Gurevitch dan Haas :

Gambar 2.3

Uses and Gratification Model

Social Environment 1. Demgraphic characteristics 2. Group affiliations 3. Personality characteristics (psychological dispositions) Individual’s Needs 1. Cognitive needs 2. Affective needs 3. Personal integrative needs 4. Social integrative needs 5. Tension-release or escape Nonmedia Sources of Need Satisfaction 1. Family, friends 2. Interpersonal communication 3. Hobbies 4. Sleep

Mass Media Use 1. Media type newspaper, radio, TV, movies 2. Media contents 3. Exposure to Media 4. Social context of media exposure Media Gratifications (Functions) 1. Surveillance 2. Diversion/ entertainment 3. Personal 4. Social relationships

(23)

Sumber : (Effendy, 2003: 293)

Model ini dimulai dengan adanya lingkungan sosial (social environment) yang tentunya akan menentukan kebutuhan kita, dimana terdapat ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s needs) dikategorisasikan sebagai cognitive needs, affective, personal integrative needs,

social integrative needs, dan escapist needs. Berikut penjelasannya:

1. Cognitive needs (Kebutuhan kognitif)

Kebutuhan ini didasari pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, serta memuaskan rasa penasaran kita akan dorongan untuk penyelidikan kita.

2. Affective needs (Kebutuhan afektif)

Kebutuhan ini berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan dan emosional.

3. Personal integrative needs (Kebutuhan pribadi secara integratif) Kebutuhan ini berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas dan status individual, yang diperoleh dari hasrat akan harga diri.

4. Social integrative needs (Kebutuhan sosial secara integratif)

Kebutuhan ini berkaitan peneguhan kontak dengan keluarga, teman dan dunia yang didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi.

5. Escapist needs (Kebutuhan pelepasan)

Kebutuhan ini berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan dan hasrat akan keanekaragaman.

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai. Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti (Bungin, 2005: 57). Konsep juga merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus (Lubis, 1998: 10). Kerangka konsep dari suatu gejala sosial yang memadai diperlukan untuk menyelesaikan masalah penelitian dengan cara yang jelas dan dapat diuji, karena variabel-variabel yang penting harus didefenisikan dengan jelas (Rakhmat, 2004: 12).

Adapun komponen yang digunakan dalam penelitan ini adalah : Persepsi mahasiswa FISIP USU terhadap tayangan pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program “PrimeTime News” di Metro TV.

(24)

Berdasarkan komponen tersebut, maka terbentuklah suatu skema model teoritis penelitian, sebagai berikut :

Gambar 2.4

Model Teoritis Penelitian

2.3 Konsep Penelitian

Konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tayangan pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir

Jakarta pada program “PrimeTime News” di Metro TV. 2. Persepsi mahasiswa FISIP USU.

3. Karakteristik responden.

Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, jurusan/departemen, angkatan, dan frekuensi menonton.

Agar konsep penelitian dapat diukur maka konsep penelitian harus dijelaskan ke dalam konsep operasional serta dijelaskan parameter atau indikator-indikatornya. Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan, maka untuk lebih memudahkan penelitian perlu dibuat operasionalisasi konsep sebagai berikut:

Persepsi Mahasiswa FISIP USU

Tayangan pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program

(25)

Tabel II.1 Konsep Operasional

Konsep Operasional Operasionalisasi Konsep 1. Tayangan Pemberitaan Kinerja

Jokowi-Ahok dalam Mengatasi Banjir Jakarta pada Program

“PrimeTime News” di Metro TV

2. Persepsi Mahasiswa FISIP USU

3. Karakteristik Responden

1) Accurate (akurat)

2) Properly attributed (kapabilitas) 3) Balanced and fair (seimbang dan

adil)

4) Objective (objektif)

5) Brief and focused (kejelasan) 6) Well written (konten/isi berita)

1) Seleksi a. Rangsangan yang menimbulkan perhatian 2) Interpretasi a. Pemahaman informasi b. Penerimaan informasi 3) Reaksi/Respon

a. Secara sadar dapat

mempengaruhi dan merubah tingkah laku 1) Jenis kelamin 2) Jurusan/Departemen 3) Angkatan 4) Frekuensi menonton 2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur konsep-konsep yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional (Sarwono, 2006: 27). Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Tayangan Pemberitaan Kinerja Jokowi-Ahok dalam Mengatasi Banjir Jakarta pada Program “PrimeTime News” di Metro TV.

(26)

a. Accurate (akurat) adalah ketelitian dan kebenaran relevansi pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir yang disiarkan secara aktual.

b. Properly attributed (kapabilitas) adalah kemampuan mahasiswa menerima pesan dalam pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program “PrimeTime News” di Metro TV.

c. Balanced and fair (seimbang dan adil) adalah informasi yang dituangkan pada berita harus memiliki keseimbangan agar tidak terjadi kecenderungan pesan dalam pemberitaan.

d. Objective (objektif) adalah berita bersifat objektif, sesuai dengan informasi yang realistis, fakta dan didapat dari sumber yang bersangkutan, sehingga khalayak dapat mempercayai keberadaan berita tersebut.

e. Brief and focused (kejelasan) adalah pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program “PrimeTime

News” di Metro TV memiliki bahasa yang jelas, disusun secara

padat sehingga khalayak mudah memahaminya.

f. Well written (konten/isi berita) adalah kejelasan makna pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program “PrimeTime News” di Metro TV yang ditampilkan secara langsung, sehingga dapat menarik perhatian khalayak yang melihat tayangan tersebut.

2. Persepsi Mahasiswa FISIP USU.

a) Seleksi adalah proses penyaringan informasi oleh mahasiswa mengenai tayangan pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program “PrimeTime News” di Metro TV, serta rangsangan yang menimbulkan perhatian mahasiswa.

b) Interpretasi, yaitu proses dimana mahasiswa memahami dan menerima informasi dari tayangan pemberitaan tersebut sehingga memiliki makna bagi mahasiswa.

(27)

c) Reaksi, yaitu respon yang diterima berdasarkan stimulus atau rangsangan yang diterima oleh alat indera. Respon dalam hal ini berkaitan dengan reaksi atau emosi terhadap tayangan pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program “PrimeTime News” di Metro TV positif atau negatif.

3. Karakteristik Responden.

(a) Jenis kelamin dari mahasiswa FISIP USU, yaitu perempuan atau laki-laki.

(b) Jurusan/Departemen Program Reguler S1 yang ada di FISIP USU, yakni Administrasi Negara, Antropologi, Ilmu Komunikasi, Ilmu Politik, Kesejahteraan Sosial, Sosiologi dan Administrasi Niaga/Bisnis.

(c) Angkatan, yaitu mahasiswa FISIP USU angkatan 2010 dan 2011. (d) Frekuensi menonton, yaitu frekuensi mahasiswa FISIP USU yang

pernah menonton tayangan pemberitaan kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir Jakarta pada program “PrimeTime News” di Metro TV minimal 2 (dua kali).

Gambar

Tabel II.1  Konsep Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Telah dibuat sensor kecepatan angin dengan memanfaatkan perbedaan suhu sebagai langkah awal pemanfaatan tenaga angin sebagai pembangkit listrik

Menurut Supriyono (1994: 247) sistem activity-based costing system menawarkan beberapa manfaat, yaitu:.. Perusahaan Data Integra Dinamika mengeluarkan biaya overhead

Shalahuddin (2016:70) men gemukakan bahwa, ―Dfd dapat digunakan untuk mempresentasikan sebuah sistem atau perangkat lunak pada beberapa level yang lebih detail

equitable processes in place to resolve conflicts of substantial magnitude pertaining to traditional rights including use rights, cultural interests or traditional cultural

Di bawah ini yang bukan merupakan bahan dasar limbah lunak anorganik yang dapat.. dijadikan

pengecekan ulang kebersihan dan kelengkapan kamar di setiap pengerjaan, pengadaaan program mingguan untuk membersihkan tempat-tempat yang jarang terjangkau, melakukan

Ikan kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan vitamin C pada penelitian ini menghasilkan peningkatan kadar hemoglobin darah sebesar 0,516-0,915 g/100 ml sedangkan

Perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan rancangan desain yang lebih baik dengan jumlah variabel tertentu dan metode yang lebih mendalam untuk meneliti