• Tidak ada hasil yang ditemukan

\\\\ Pilot Project. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat Jl. Airlangga No. 56 Mataram Telp Fax.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "\\\\ Pilot Project. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat Jl. Airlangga No. 56 Mataram Telp Fax."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

\

\\\\

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat

Jl. Airlangga No. 56 Mataram Telp. 0370-621862

Fax. 0370-622658

Pilot Project

PEMBANGUNAN PETERNAKAN

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TAHUN 2015 - 2019

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke Hadirat Tuhan YME atas telah diselesaikannya Dokumen Pilot Project Pembangunan Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dokumen Pembangunan ini disusun berdasarkan kebutuhan pemerintah daerah terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan usaha khususnya dalam bidang peternakan. Dokumen ini berisi tentang rencana umum untuk Pembangunan sapi Bali secara berkelanjutan.

Selanjutnya Dokumen Pilot Project Pembangunan Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat ini diharapkan dapat digunakan oleh berbagai pihak untuk pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kinerja, sehingga bermanfaat untuk mengarahkan dan melakukan evaluasi kegiatan pembibitan sapi Bali kedepan.

Tanpa dukungan berbagai pihak, perencanaan pembibitan ini tidak akan dapat terwujud, oleh karena itu kami sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran membangun untuk mendukung peternakan menjadi lebih baik. Terima Kasih

Mataram, Maret 2014

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat

Ir. Hj. Budi Septiani Pembina Tk. I (IV/b) NIP: 19610930 199103 2 002

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... vi Daftar Gambar ... v I. Pendahuluan ... 1 a. Latar Belakang ... 1 b. Tujuan ... 2 c. Sasaran ... 3 d. Keluaran ... 3

II. Potensi Pengembangan Peternakan di NTB ... 4

a. Peran Strategis Pengembangan Peternakan NTB ... 4

b. Sumber Daya Ternak sapi ... 5

c. Daya Dukung Wilayah ... 6

d. SDM dan kelembagaan Peternak ... 7

e. Dukungan Sarana dan Prasarana ... 11

f. Peluang pasar dan transaksi jual beli ... 11

g. Pola Pengembangan ... 11

III. Langkah Strategis Pencapaian program ... 15

a. Isu-isu strategis ... 15

b. Nama dan Lokasi Program ... 15

IV. Indikator dan Evaluasi Keberhasilan Program ... 33

a. Monitoring dan Evaluasi ... 33

b. Pengukuran keberlanjutan ... 34

V. Kesimpulan dan saran ... 35 VI. Lampiran ...

(4)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel ...

1. Perkembangan Populasi sapi Tahun 2009 – 2013 ... 5

2. Luas Lahan Pulau Lombok ... 6

3. Luas Lahan Pulau Sumbawa ... 7

4. Pengembangan kawasan Sapi Potong ... 8

5. Sarana dan Prasarana Pelayanan Peternakan NTB ... 11

6. Realiasasi Pengeluaran Sapi Bibit Tahun 2010 – 2013 ... 12

7. Realiasi Pengeluaran Sapi Potong Tahun 2010 – 2013 ... 12

8. Aksessibilitas Lokasi ... 17

9. Sumber daya ternak di BIB dan Amor-amor ... 19

(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar: ...

1. Peta Pengembangan Kawasan sapi Potong di P. Lombok ... 9

2. Peta Pengembangan Kawasan sapi Potong di P. Sumbawa

(Kabupaten Sumbawa Barat dan Sumbawa) ... 10

3. Peta Pengembangan kawasan Sapi Potong di P. Sumbawa ...

(Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima) ... 11

4. Kandang Sapi di kawasan jeringo ... 17

5. Site Plan Pengembangan Kawasan Agrowisata Terintegrasi ... 21

6. Lokasi pengembangan padang penggembalaan di Doro Ncanga

Di Kabupaten Dompu ... 23

(6)
(7)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya bertambah dengan kualitas hidup yang semakin baik sebagai konsekwensi pertumbuhan ekonomi dan pendidikan yang semakin meningkat dan merata. Kondisi demikian diprediksikan bahwa permintaan konsumsi daging sapi dalam negeri akan meningkat.

Berbagai kegiatan strategis dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas sapi potong dalam negeri guna menjamin pencampaian swasembada daging sapi nasional secara berkelanjutan. Kegiatan-kegitan starategis tersebut dilakukan secara terkoordinasi dan bersinergi dengan berbagai sektor dan sub sektor termasuk pemerintah pusat dan daerah baik dari sisi program, pembiayaan maupun pada sisi pelaksanaan di lapangan.

Didalam menentukan arah pengembangan ternak sapi yang akan dilaksanakan secara efisien, produktif, kompetitif dan ramah lingkungan perlu diperhatikan beberapa aspek penting. Pertama adalah kondisi real peternakan sapi di NTB. Kedua, konsep dasar yang berpihak kepada kelestarian lingkungan dan pemanfaatan potensi setempat secara maksimal dengan proses recycle. Ketiga, bentuk kerjasama dengan kelompok calon mitra atau target group.

Pertama, kondisi real peternakan sapi di NTB. Pemeliharaan ternak sapi di NTB pada umumnya adalah peternakan rakyat yang dikelola oleh Small scale farmers dengan pemilikan lahan yang sempit. Walaupun demikian NTB pernah mencatat kejayaan peternakan sapi dimasa lalu. Peternakan sapi di NTB pada era 1960-70an adalah era eksport dimana NTB mampu eksport keluar negeri. Berikutnya era 1980-an, peternakan sapi hanya mampu memenuhi kebutuhan Nasional. Era 1990-an kemampuan produksi sapi hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal. Bahkan pada tahun 2000 pengiriman antar pulau sudah dihentikan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan produktivitas sapi Bali menurun dari tahun ke tahun.

Kedua, Pengembangan sumberdaya peternakan sangat ditentukan oleh sumber daya lingkungan hijauan tanaman, produksi limbah pertanian dan

(8)

limbah ataupun hasil hutan. Namun akhir-akhir ini sumberdaya lahan pertanian dan kehutanan turun dengan cepat (Sabarnudin, 2003), demikian pula penurunan produksi pertanian dengan alih status lahan, pengurasan unsur hara dan penggunaan pupuk kimia (Hairiah & Utami, 2002). Merosotnya sumber daya bidang Agro-kompleks, akan diikuti dengan penurunan sumberdaya peternakan dan pertanian, oleh karena itu diperlukan pengelolaan secara terpadu dan berkesimambungan (Hairiah & Utami, 2002; Sabarnudin, 2003; Djuwantoko, 2003). pemanfatan limbah pertanian, terutama jerami padi, jagung, kedelai dan kacang tanah untuk pakan ternak tidak umum dilakukan. Limbah pertanian tadi mempunyai potensi yang sangat besar. Pengolahan limbah pertanian untuk memperkaya nilai nutrisinya akan memberikan manfaat yang sangat penting untuk mendukung program pengembangan ternak di daerah ini (program NTB BSS)..

Ketiga, pola atau bentuk kerjasama dengan target group atas dasar prinsip saling menguntungkan dan menghargai adalah modal dasar berhasilnya program yang akan dilaksanakan. Pola kerja sama ini tentu saja akan berangkat pertama kali dari nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat setempat dengan beberapa modifikasi yang disepakati bersama.

Salah satu masalah yang sering muncul dalam pengembangan sapi bali sebagai ternak potong misalnya adalah masih rendahnya produktifitas seperti angka kelahiran yang masih rendah, angka kematian ternak yang masih tinggi serta jarak beranak yang masih panjang, sehingga bobot dan kualitas produksi yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan ekspor, selain terbatasnya ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau.

B. TUJUAN

Program ini bertujuan dan akan memberikan manfaat antara lain:

a. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam sekitar lokasi kelompok, seperti bibit ternak, limbah tanaman untuk pakan ternak.

b. Meningkatkan mutu genetik dan produktivitas sapi Bali.

c. Meningkatkan keterampilan peternak mengelola usaha peternakan sapi secara profesional sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatannya

d. Mengembangkan pola usaha yang terintegrasi antara peternakan sapi bali dan unggas yang ekonomis dan ramah lingkungan

(9)

e. Mengatur proses recycle yang sustainable melalui pemanfaatan secara maksimal limbah pertanian sebagai pakan ternak dan limbah ternak sebagai sumber energi dan pupuk organik.

f. Re-orientasi tujuan beternak sapi dari subsistem menjadi profit-oriented sehingga memungkinkan pihak swasta berinvestasi dalam bidang peternaka sapi .

g. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak melalui peningkatan kelahiran dan berkurangnya resiko kematian ternak.

h. Meningkatnya produksi dan produktivitas ternak dalam upaya perbaikan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak.

C. SASARAN

Sasaran utama kegiatan ini adalah masyarakat atau petani yang tergabung dalam kelompok yang sudah biasa atau berpengalaman beternak sapi, pemuda-pemuda putus sekolah dan masyarakat lainnya yang memiliki keinginan dan kemauan untuk beternak sapi secara profesional. Selain itu mereka juga harus mau kerkelompok dan mau mengikuti model, bentuk kerjasama atau aturan yang disepakati antara Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan kelompok Tani Ternak.

D. KELUARAN

Keluaran dari Terbentuknya suatu kawasan pengembangan peternakan rakyat sebagai pilot projeck dengan orientasi kelompok yang berbasis agribisnis dengan pola dan pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan sumber daya alam yang ada di Nusa Tenggara Barat.

(10)

II. POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

A. PERAN STRATEGIS PETERNAKAN NTB

Secara Nasional Nusa Tenggara Barat berperan strategis sebagai daerah sumber bibit dan ternak potong Nasional. Kontribusi Nusa Tenggara Barat dalam penyediaan bibit sapi rata-rata 12 ribu ekor pertahun untuk 18 Provinsi se-Indonesia. Dukungan Provinsi Nusa Tenggara Barat terhadap Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) tahun 2014 mencapai 31.728. Secara historis Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan daerah pengeksport sapi dan kerbau ke Hongkong dan Singapura. Hanaya saja sejak tahun 1978 kegiatan eksport tersebut terhenti karena adanya kebijakan nasional untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sebagai daerah penghasil ternak sapi Nusa Tenggara Barat memiliki daya saing komparatif anatara lain :

1) Populasi sapinya termasuk delapan besar Nasional.

2) Ternak sapi sebagai modal sosial turun menurun menurun melekat di masyarakat.

3) Kondisi geografi Nusa Tenggara Barat cocok untuk pengembangan peternakan sapi.

4) Tempat pemurnian sapi bali nasional.

5) Pusat pengembangan sapi sumbawa.

6) Daya dukung sumber daya alam tersedia cukup. 7) Bebas penyakit hewan menular strategis (PHMS). 8) Sumber ternak bibit dan ternak potong nasional.

Peran strategis peternakan sapi dalam pembangunan daerah Nusa Tenggara Barat diantaranya sebagai berikut :

 Sumber pendapatan sebagian besar masyarakat pedesaan.

 Tabungan masyarakat untuk membiayai kebutuhan rumah tangga

seperti seperti ongkos naik haji, biaya pendidikan dan lain-lain.

 Penyediaan protein hewani yang sangat berguna bagi kesehatan, kecerdasan dan pencegahan dari kasus gizi buruk.

 Penyediaan lapangan kerja dan lapangan usaha bagi masyarakat.  Pelestarian lingkungan berupa sumber energi gas bio dan pupuk

(11)

 Menghasilkan bahan baku industri pengolahan industri rakyat.

B. SUMBER DAYA TERNAK SAPI

Di wilayah Nusa Tenggara Barat berkembang dengan baik berbagai jenis sapi, mulai dari sapi ras bali, Hissar, simental, brangus, limousin, frisian holstein dan sapi-sapi hasl persilangan dari berbagai jenis sapi tersebut. Populasi ternak sapi pada tahun 2008 mencapai 546.114 ekor dengan pertumbuhan rata-rata 6,47 persen tiap tahun . Berdasarkan wilayah penyebarannya, sebanyak 48 persen ternak sapi dipelihara peternak di Pulau Lombok dan 52 persen di pelihara di Pulau Sumbawa. Potensi sumberdaya ternak sapi dapat dilihat dari perkembangan populasinya di seluruh kabupaten/kota seperti tercantum pada tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Populasi Sapi Tahun 2009 – 2013

No Kab/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 r(%) 1. Mataram 1.016 1.282 1.803 1.994 2. Lobar 67.229 72.861 71.120 80.861 3. Loteng 74.816 65.159 119.029 137.200 4. Lotim 103.433 94.759 99.092 110.979 5. KLU 55.675 80.162 66.762 76.086 P.Lombok 302.169 314.223 357.826 407.140 6. KSB 29.172 41.536 47.781 54.393 7. Sumbawa 194.115 156.797 162.904 197.141 8. Dompu 63.198 74.889 85.612 96.205 9. Bima 74.671 91.725 117.841 148.089 10 Kota Bima 17.217 16.781 12.034 13.592 P.Sumbawa 378.375 381.728 426.193 509.420 Jumlah 680.544 695.951 784.019 916.560

Sumber : Statistik Disnakwan NTB (2013)

Ternak sapi memiliki keunggulan kompetitif sebagai lokomotif penggerak ekonomi di Nusa Tenggara barat berdasarkan :

 Pemeliharaan sapi telah membudaya sejak lam di tengah masyarakat Nusa Tenggara Barat.

 Populasinya terbanyak dibandingkan dengan ternak lainnya dan tersebar di seluruh desa di Nusa Tenggara Barat.

 Mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tropis lembab.  Bebas dari penyakit hewan menular strategis.

 Pangsa pasar luar daerah sangat besar permintaan.  Tingkat kesuburan yang tinggi.

(12)

 Menyerap tenaga kerja yang cukup besar.  Sebagai tenaga kerja pengolah lahan pertanian.

 Bahan baku usaha industri rumah tangga (produk olahan)seperti kerajinan dendeng, abon, kerupuk kulit

 Dapat berintegrasi dengan sub sektor dan sektor lainnya.

C. DAYA DUKUNG WILAYAH

Sumber Daya Alam (SDA) Nusa Tenggara Barat sangat mendukung untuk pengembangan peternakan sapi. Berdasarkan Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah Nusa Tenggara Barat diperkirakan dapat menampung ternak sekitar 2 (dua) juta ekor atau setara dengan 1,5 juta Satuan Ternak (ST). Daya tampung ternak tersebut diperhitungkan dari potensi pakan ternak yang dapat dihasilkan dari berbagai sumber pakan . Jenis lahan yang memiliki potensi sebagai sumber pakan ternak meliputi lahan sawah, tegal, kebun, ladang, hutan negara, perkebunan, lahan, yang sementara tidak digunakan, dan padang penggembalaan. Jenis dan luas penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Luas Lahan Pulau Lombok

No Jenis Penggunaan

Kabupaten/Kota

P.Lombok Lobar Loteng Lotim Mataram

I. Luas Sawah (Ha) 25.153 52.289 46.350 2.095 123.787

1. Irigasi 21.316 39.977 44.708 2.095 108.096

2. Tadah Hujan 3.897 11.212 642 - 15.961

II Lahan Kering (Ha) 129.154 41.392 91.997 148 262.691

1. Tegal/Kebun 39.628 20.576 22.677 83 82.964 2. Ladang/Huma 13.196 1.058 6.178 - 20.436 3. Padang Penggemba 320 - 556 - 876 4. Lahan Tdk Diusahk - - 20 - 20 5. Hutan rakyat 12.616 2.250 3.476 - 18.352 6. Hutan Negara 47.310 17.021 55.927 - 120.258 7. Perkebunan 16.082 477 3.163 65 19.786 Jumlah 154.307 92.581 137.347 2.243 386.478

Sumber : Blue Print NTB BSS (2012)

Pada tabel 2 tersebut terlihat luas lahan sebagai sumber pakan ternak di Pulau Lombok adalah seluas 386.478 hektar yang terdiri dari sawah seluas 123.787 hektar (32 persen) dan lahan kering 262.691 hektar (68 persen). Lahan negara yang tergolong lahan kering yang memiliki luas dominan mencapai 120.258 hektar atau 45 persen dari luas lahan kering secara keseluruhan. Dengan asumsi lahan sawah dan lahan kering selain hutan dapat menampung ternak 1,5 ST dan lahan hutan 0,25 ST perhektar, maka

(13)

wilayah Pulau Lombok diperkirakan mampu menampung ternak sebanyak 444.424,50 ST. Dengan demikian, wilayah pulau Lombok dengan tanpa introduksi teknologi pakan sekalipun masih dapat menampung ternak sapi 170.608 ST atau setara dengan 221.790 ekor.

Tabel 3. Luas Lahan Pulau Sumbawa No Jenis Penggunaan

Kabupaten/Kota

P.Sumbawa

KSB Sumbawa Dompu Bima Kobi

I. Luas Sawah (Ha) 5.885 46.573 18.985 30.743 2.283 104.769

1. Irigasi 5.011 39.160 14.903 23.060 2.054 84.188

2. Tadah Hujan 874 7.713 4.082 7.683 229 20.581

II Lahan Kering (Ha) 149.543 495.932 153.929 381.397 18.108 1.198.909

1. Tegal/Kebun 9.497 59.000 15.192 65.538 3.113 152.340 2. Ladang/Huma 2.256 9.883 2.754 7.570 1.173 23.646 3. Padang Penggembalaan 2.445 3.773 6.526 15.326 - 28.070 4. Lahan Tdk Diusahakan 1.905 25.937 3.838 22.108 215 54.003 5. Hutan rakyat 1.850 91.336 20.905 40.375 2.040 157.306 6. Hutan Negara 128.263 278.154 96.272 219.703 9.827 732.219 7. Perkebunan 3.317 27.849 8.442 10.777 940 51.325 Jumlah 155.428 542.805 172.914 412.140 20.391 1.303.678 Sumber : Blue Print NTB BSS (2012)

Luas lahan di Pulau Sumbawa yang memiliki potensi sumber pakan ternak mencapai 1.303.678 hektar, terdiri dari sawah 104.769 hektar (8 persen) dan lahan kering 1.198.909 hektar (92 persen). Lahan hutan negara tercatat 732.219 hektar atau 61 persen dari luas lahan secara keseluruhan. Berdasarkan luas lahan tersebut wilayah Pulau Sumbawa diperkirakan dapat menampung ternak 925.833 ST atau setara dengan p

Asumsi daya tampung yang digunakan da;am analisa ini merupakan asumsi sebelum intervensi kebijakan pengembangan pakan ternak. Dalam upaya pelaksanaan program diperlukan kegiatan optimalisasi lahan sumber pakan misalnya dengan perbaikan penataan padang penggembalaan, optimalisasi penggunaan lahan kering sebagai pakan ternak, pemanfaatan limbah tanaman, pemeliharaan rumput unggul yang terintrgrasi dengan tanaman perkebunan dan tanaman pangan. Upaya selanjutnya untuk meningkatkan penyediaan pakan ternak perlu dibangun pabrik pakan ternak.

D. SDM DAN KELEMBAGAAN PETERNAK

Rumah tangga pemelihara ternak di Nusa Tenggara Barat sangat besar yaitu 644.694 atau sekitar 23 persen dari total rumah tangga penduduk Nusa Tenggara Barat. Jumlah pemilihan ternak sapi berkisar 2-3 ekor tiap

(14)

kepala keluarga di Pulau Lomnok dan lebih dari 5 ekor tiap kepala keluarga di Pulau Sumbawa. Sebagian peternak sudah tergabung dalam Kelompok Tani Ternak yang tersebar di wilayah Nusa Tenggara Barat. Hakekatnya upaya pembangunan peternakan Nusa Tenggara merupakan persoalan mendasar dan tidak dapat dipisahkan dari upaya peningkatan taraf hidup sebagian masyarakat. Sebagian peternak sudah tergabung dalam 2.560 Kelompok Tani Ternak.

Sumber daya petugas peternakan di lapangan terdiri dari dokter hewan 54 orang, paramedis 82 orang, petugas inseminator 180 orang, PPS 15 orang, PUR 61 orang, Sarjana Membangun Desa 237 orang, Tenaga Harian Lepas (THL) sebanyak 80 orang.

Untuk memperkuat posisi Nusa Tenggara Barat sebagai daerah sumber sapi potong dan bibit Nasional, maka telah dirintas pengembangan kawasan sapi potong.

Tabel 4. Pengembangan Kawasan Sapi Potong

No Kabupaten Kawasan

Produksi

Kelompok Peternak

Program

1. Lombok Barat Narmada 1 Pengemb.Kawasan Sapot

2. Lombok Utara Kayangan, Bayan 2 Pengemb.Kawasan Sapot 3. Lombok Tengah Praya Tengah,

Batukliang Utara

2 Pengemb.Kawasan Sapot 4. Lombok Timur Aikmel, Wanasaba 12 Pengemb.Kawasan Sapot

5. KSB Taliwang 1 Pengemb.Kawasan Sapot

6. Sumbawa Rhee, Alas 3 Pengemb.Kawasan Sapot

7. Bima Wawo 3 Pengemb.Kawasan Sapot

8. Kota Bima Raba 3 Pengemb.Kawasan Sapot

Sumber : Statistik Peternakan (2012).

Pola pemeliharaan ternak sapi di Nusa Tenggara Barat berbeda antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Pemeliharaan sapi di Pulau Sumbawa dilaksanakan secara ekstensif, ternak di lepas bebas di padang penggembalaan umum. Sebaliknya di Pulau Lombok ternak di kelola secara semi intensif dengan sistem kandang kolektif. Perbedaan sistem pemeliharaan ternak antara di wilayah P. Sumbawa dan di Pulau Lombok pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan ekosistem. Di wilayah Pulau Sumbawa lebih didominasi oleh ekosistem lahan kering sedangkan di wilayah Pulau Lombok didominasi oleh ekosistem persawahan. Ekosistem sangat mempengaruhi produksi pakan ternak

(15)

ruminansia, terutama sapi dan kerbau, sehingga dengan sendirinya akan mempengaruhi sistem pemeliharaan ternaknya

Gambar 1. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Lombok.

Penetapan program/kegiatan pengembangan kawasan sapi potong di Pulau Lombok yang berdasarkan pola intensif berbasis kandang kolektif di daerah padat penduduk. Terdapat 29 kelompok tani ternak yang telah difasilitasi dan tersebar di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok Timur. Di Pulau Lombok, peternak menghadapi persoalan terbatasnya tempat melepas ternak sementara lahan untuk menaman pakan sangat sempit dan sebagian besar digunakan untuk tanaman pangan. Oleh karena itu system pengembangan kawasan di Pulau Lombok ruminansia, terutama sapi dan kerbau, sehingga dengan sendirinya akan mempengaruhi sistem pemeliharaan ternaknya

Gambar 1. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Lombok.

Penetapan program/kegiatan pengembangan kawasan sapi potong di Pulau Lombok yang berdasarkan pola intensif berbasis kandang kolektif di daerah padat penduduk. Terdapat 29 kelompok tani ternak yang telah difasilitasi dan tersebar di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok Timur. Di Pulau Lombok, peternak menghadapi persoalan terbatasnya tempat melepas ternak sementara lahan untuk menaman pakan sangat sempit dan sebagian besar digunakan untuk tanaman pangan. Oleh karena itu system pengembangan kawasan di Pulau Lombok ruminansia, terutama sapi dan kerbau, sehingga dengan sendirinya akan mempengaruhi sistem pemeliharaan ternaknya

Gambar 1. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Lombok.

Penetapan program/kegiatan pengembangan kawasan sapi potong di Pulau Lombok yang berdasarkan pola intensif berbasis kandang kolektif di daerah padat penduduk. Terdapat 29 kelompok tani ternak yang telah difasilitasi dan tersebar di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok Timur. Di Pulau Lombok, peternak menghadapi persoalan terbatasnya tempat melepas ternak sementara lahan untuk menaman pakan sangat sempit dan sebagian besar digunakan untuk tanaman pangan. Oleh karena itu system pengembangan kawasan di Pulau Lombok

(16)

dipersyaratkan berada di kandang kolektif dalam suatu kawasan dengan beberapa kelompok yang terdapat di sekitarnya.

Gambar 2. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Sumbawa

(Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa).

Penetapan program/kegiatan pengembangan kawasan sapi potong

di Pulau Sumbawa berdasarkan pola intensif berbasis padang

penggembalaan. Terdapat 10 kelompok tani ternak yang telah difasilitasi dan tersebar di Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Bima dan Kota Bima. Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong dimaksudkan untuk mengoptimalkan potesi sumberdaya lahan, ternak, peternak, teknologi, sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan produktivitas sapi potong, pendapatan dan kesejahteraan peternak, serta menciptakan pewilayahan komoditas. Di Pulau Sumbawa, produktivitas ternak sapi lebih rendah dibandingkan dengan di Pulau Lombok. Hal ini disebabkan oleh minimnya peran peternak dalam mengurus ternak mereka terutama dalam penyediaan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Disamping itu, lahan dipersyaratkan berada di kandang kolektif dalam suatu kawasan dengan beberapa kelompok yang terdapat di sekitarnya.

Gambar 2. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Sumbawa

(Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa).

Penetapan program/kegiatan pengembangan kawasan sapi potong

di Pulau Sumbawa berdasarkan pola intensif berbasis padang

penggembalaan. Terdapat 10 kelompok tani ternak yang telah difasilitasi dan tersebar di Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Bima dan Kota Bima. Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong dimaksudkan untuk mengoptimalkan potesi sumberdaya lahan, ternak, peternak, teknologi, sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan produktivitas sapi potong, pendapatan dan kesejahteraan peternak, serta menciptakan pewilayahan komoditas. Di Pulau Sumbawa, produktivitas ternak sapi lebih rendah dibandingkan dengan di Pulau Lombok. Hal ini disebabkan oleh minimnya peran peternak dalam mengurus ternak mereka terutama dalam penyediaan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Disamping itu, lahan dipersyaratkan berada di kandang kolektif dalam suatu kawasan dengan beberapa kelompok yang terdapat di sekitarnya.

Gambar 2. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Sumbawa

(Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa).

Penetapan program/kegiatan pengembangan kawasan sapi potong

di Pulau Sumbawa berdasarkan pola intensif berbasis padang

penggembalaan. Terdapat 10 kelompok tani ternak yang telah difasilitasi dan tersebar di Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Bima dan Kota Bima. Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong dimaksudkan untuk mengoptimalkan potesi sumberdaya lahan, ternak, peternak, teknologi, sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan produktivitas sapi potong, pendapatan dan kesejahteraan peternak, serta menciptakan pewilayahan komoditas. Di Pulau Sumbawa, produktivitas ternak sapi lebih rendah dibandingkan dengan di Pulau Lombok. Hal ini disebabkan oleh minimnya peran peternak dalam mengurus ternak mereka terutama dalam penyediaan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Disamping itu, lahan

(17)

penggembalaan semakin menyempit dan sebagian sudah dirusak oleh gulma seperti jatropha, lamtara camara dan chromolina odorata.

Gambar 3. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Sumbawa

(Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima).

E. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA

Sarana dan prasarana peternakan yang dapat di fungsikan sebagai unit pelayanan, bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat masih terbatas.

Tabel 5. Sarana dan Prasarana Pelayanan Peternakan NTB

No Uraian Lokasi Jumlah (Unit) P.Lombok P.Sumbawa 1. Puskeswan 45 44 89 2. Laboratorium Type B 1 0 1 3. Laboratorium Type C 3 3 6 4. Holding Ground 1 2 3 5. Pasar Hewan 7 2 9 6. UPT. IB 1 0 1 7. Pos IB 50 27 77

8. Rumah Sakit Hewan 1 0 1

9. Rumah Potong Hewan 21 20 41

10. Pembibitan Sapi Brangus 1 0 1

11. Pembibitan HMT dan Ternak 0 1 1

penggembalaan semakin menyempit dan sebagian sudah dirusak oleh gulma seperti jatropha, lamtara camara dan chromolina odorata.

Gambar 3. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Sumbawa

(Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima).

E. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA

Sarana dan prasarana peternakan yang dapat di fungsikan sebagai unit pelayanan, bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat masih terbatas.

Tabel 5. Sarana dan Prasarana Pelayanan Peternakan NTB

No Uraian Lokasi Jumlah (Unit) P.Lombok P.Sumbawa 1. Puskeswan 45 44 89 2. Laboratorium Type B 1 0 1 3. Laboratorium Type C 3 3 6 4. Holding Ground 1 2 3 5. Pasar Hewan 7 2 9 6. UPT. IB 1 0 1 7. Pos IB 50 27 77

8. Rumah Sakit Hewan 1 0 1

9. Rumah Potong Hewan 21 20 41

10. Pembibitan Sapi Brangus 1 0 1

11. Pembibitan HMT dan Ternak 0 1 1

penggembalaan semakin menyempit dan sebagian sudah dirusak oleh gulma seperti jatropha, lamtara camara dan chromolina odorata.

Gambar 3. Peta Pengembangan Kawasan Sapi potong di Pulau Sumbawa

(Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima).

E. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA

Sarana dan prasarana peternakan yang dapat di fungsikan sebagai unit pelayanan, bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat masih terbatas.

Tabel 5. Sarana dan Prasarana Pelayanan Peternakan NTB

No Uraian Lokasi Jumlah (Unit) P.Lombok P.Sumbawa 1. Puskeswan 45 44 89 2. Laboratorium Type B 1 0 1 3. Laboratorium Type C 3 3 6 4. Holding Ground 1 2 3 5. Pasar Hewan 7 2 9 6. UPT. IB 1 0 1 7. Pos IB 50 27 77

8. Rumah Sakit Hewan 1 0 1

9. Rumah Potong Hewan 21 20 41

10. Pembibitan Sapi Brangus 1 0 1

(18)

F. PELUANG PASAR DAN TRANSAKSI JUAL BELI

Usaha ternak sapi memiliki peluang pasar dan cenderung terus meningkat untuk pemasaran lokal maupun pemasaran luar Nusa Tenggara Barat. Daerah pemasaran sapi bibit Nusa Tenggara Barat meliputi 14 provinsi di Indonesia (Kalsel, Kaltim, Kalteng, Kalbar, Sulsel, Sulbar, Maluku Utara, Jambi, Papua). Kemudian untuk ternak potong pemasarannya dikirim ke Kaltim, Kalsel, DKI dan Jawa Barat.

Tabel 6. Realisasi Pengeluaran Sapi Bibit Tahun 2010 – 2013 No Jenis

Ternak

Tahun

Daerah Tujuan

2011 2012 2013

1 Sapi Bibit 7.131 9.989 16.744 Jabar, Kaltim, Kalbar, Gorontalo, Jambi, Sulsel, Papua, Sumsel, Yogyakarta,Sulteng, Lampung, Riau,Bengkulu, NTT

Berdasarkan hasil analisis ketersediaan dan permintaan (supply demand) bahwa kemampuan penyediaan ternak potong Nusa Tenggara Barat tahun 2014 adalah sebanyak 50.000 ekor. Sementara untuk ternak bibit potensi pengeluarannya sebanyak 50.368 ekor.

Tabel 7. Realisasi Pengeluaran Sapi Potong Tahun 2010 – 2013

No Jenis Ternak Tahun Daerah Tujuan

2011 2012 2013

1 Sapi Potong 24.097 33.684 46.499 DKI, Jateng, Kalsel, Kaltim, Kalbar, Kalteng, Sumsel, Sulsel, Sulteng, Sultra, Lampung, Yogya, Gorontalo, Jambi, Riau, Jatim, Jabar, Aceh, Papua,

G. POLA PENGEMBANGAN

Pola pengembangan peternakan sapi di Nusa Tenggara Barat berupa sistem kelompok kamdang kolektif di Pulau Lombok dan sistem lar/so di Pulau Sumbawa.

(19)

a. Sistem Kandang Kolektif

Sistem kandang kolektif merupakan pola pemeliharaan sapi dalam satu kandang besar yang di bangun secara gotong royong oleh para peternak, untuk difungsikan sebagai wadah kerjasama kelompok, unit usaha agribisnis sapi dan multi fungsi lainnya.

Penetapan pengembangan peternakan dengan sistem ini dilandasi pertimbangan pemeliharaan sapi Pulau Lombok yang lebih intensif. Pengembangan kandang kolektif harus harus memenuhi ketentuan dan prinsip yaitu :

 Ramah lingkungan sehingga lokasinya berada di luar lingkungan pemukiman.

 Bangunan kandang berada pada tanah milik kelompok dan atau tanah pemerintah desa.

 Dibangun secara gotong royong melibatkan partisipasi dan swadaya masyarakat peternak.

 Mempunyai awiq-awiq yaitu tata tertib atau kesepakatan yang wajib ditaati seluruh peternak dalam kelompok kandang kolektif.

 Didayagunakan untuk berbagai kepentingan bersama dan kerjasama bagi peternak anggota kelompok.

Adapun manfaat kandang kolektif :

a. Sebagai wadah kerjasama peternak dalam kelompok maupun dengan kelompok atau lembaga lainnya.

b. Meningkatkan kemudahan bagi peternak untuk akses informasi atau teknologi dari Dinas terkait untuk meningkatkan produksi ternak.

c. Membantu meningkatkan pengamanan kegiatan usaha dan sistem pengamanan lingkungan.

d. Memudahkan pengelolaan ternak seperti mengawinkan, seleksi,

pencatatan, pengamanan penyakit dll.

e. Meningkatkan nilai tambah usaha peternakan karena kotoran ternak dapat di tampung dalam suatu tempat untuk diolah menjadi pupuk organik atau energi gas bio.

f. Memudahkan Dinas Peternakan dan Dinas terkait dalam membina, membimbing dan memberikan pelayanan kepada para peternak.

(20)

Pola pengembangan peternakan sapi di Pulau Sumbawa dilakukan dengan sistem padang penggembalaan ternak. Sistem lar/so merupakan pola usaha peternakan sapi yang menggunakan padang penggembalaan dengan perhitungan daya tampunglahan sebagai basis kegiatan dalam usaha produksi sapi bibit dan potong.

Penetapan pengembangan sistem lar/so atas dasar pertimbangan kultur pemeliharaan sapi yang bersifat ekstensif, ternak dipelihara lepas di padang penggembalaan, ketersediaan lahan masih luas dan prospek pengembangan sapi dapat ditingkatkan dengan skala usaha yang lebih besar.

Pengembangan lar/so harus memenuhi ketentuan dan persyaratan:  Merupakan lokasi pelepasan oleh masyarakat

 Wilayah lar/so ditetapkan oleh Bupati

 Tanah masyarakat yang disepakati dijadikan wilayah lar/so

 Memiliki kelembagaan kelompok yang beranggotakan para peternak.  Merupakan kesepakan bersama antara peternak dalam wilayah lar/so  Secara teknis, sosial budaya, dan ekonomis layak dijadikan lar/so Manfaat sistem lar/so :

a. Meningkatkan kualitas dan kapasitas tampung ternak di padang penggembalaan.

b. Mengembangkan peternakan terintegrasi dengan sektor lain. c. Memudahkan peternak dalam menggembalakan ternaknya. d. Meningkatkan skala kepemilikan dan pendapatan peternak.

e. Memudahkan Dinas Peternakan dan Dinas terkait dalam membina, membimbing dan memberikan pelayanan kepada para peternak.

(21)

III. LANGKAH STRATEGIS PENCAPAIAN PROGRAM

A. ISU-ISU STRATEGIS

Dalam upaya sinergitas pembangunan peternakan ke depan, maka terdapat beberapa isu strategis pencapaian program yang harus mendapatkan perhatian khusus antara lain :

1. Menurunnya kualitas genetik ternak

2. Belum optimalnya pendampingan di tingkat lapangan.

3. Akses pembiayaan perbankan bagi peternak masih terbatas.

4. Infrastruktur dasar (jalur produksi) dan akses konektivitas masih terbatas. 5. Kurangnya sarana dan prasarana transportasi pengiriman ternak dan

produk keluar daerah.

6. Pengendalian dan penaggulangan penyakit hewan menular strategis. 7. Pembatasan pengeluatran ternak potong dalam bentuk hidup.

8. Optimalisasi peran dan fungsi RPH dalam penyediaan daging ASUH.

Berdasarkan isu-isu strategis dimaksud maka kebijakan

pembangunan peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2015 – 2019 terfokus pada beberapa program/kegiatan antara lain berupa :

1. Peningkatan manajemen pemeliharaan (Inseminasi Buatan dan

Intensifikasi Kawin Alam).

2. Peningkatan manajemen pakan (pakan olahan dan hijauan pakan ternak). 3. Peningkatan manajemen kesehatan hewan (pengendalian pemasukan

ternak ilegal dan surveilance).

4. Peningkatan peran pendampingan (THL, SMD-WP dan penyuluh).

5. Peningkatan manajemen usaha (Bank, BUMN, BUMD, Stekhholder lainnya, melalui penguatan kelembagaan/konsursium berbasis komoditas).

B. NAMA DAN LOKASI PROGRAM

1. Pengembangan Perbibitan Sapi Bali Dengan Pendekatan Teknologi Inseminasi Buatan di Kawasan Jeringo Kabupaten Lombok Timur. a. Gambaran Umum

Kawasan Jeringo merupakan Desa termuda di Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur. Resmi dijadikan sebagai Desa persiapan sejak awal 2011. Terletak di kaki Gunung Rinjani dengan suhu dan iklim wilayah yang berkarakter kering. Penduduk Jeringo sebagian

(22)

merupakan penduduk asli, dan sebagian lagi adalah warga transmigrasi yang di programkan Pemda Lombok Timur untuk warga yang lahannnya dijadikan waduk Pandan Duri di Kecamatan Sakra. Saat ini di kawasan Jeringo sudah di huni oleh lebih dari 200 Kepala Keluarga (820 jiwa). Letak geografis kawasan Jeringo adalah 116ᵒ38’02”-116ᵒ12’06” (BT) dan 08ᵒ50’84” (LS) dengan kemiringan lahan (0-3%) sebanyak 80 hektar dan lahan bergelombang (4-9%) sebanyak 67 Hektar. Kondisi curah hujan rata-rata bulanan 6,0 – 129 mm/bulan dan rata-rata tahunan 1.343 mm pada bulan Mei, terendah pada Bulan Juni dan tertinggi pada Bulan Desember.

Tingkat ekonomi penduduk masih tergolong rendah, dengan mata pencaharian sebagai petani tanah kering atau tadah hujan. Gambaran ekonomi juga nampak dari rumah pemukiman mereka, karena selain sebagai warga transmigrasi, rumah penduduk asli sebagian besar masih menggunakan alang-alang dan dinding anyaman bambu (bedek).

b. Sarana Prasarana

Sarana prasarana pendukung pengembangan peternakan yang terdapat dalam kawasan Jeringo antara lain :

 Kantor UPT 1 unit

 Masjid 1 unit  Balai Desa 1 unit

 Sekolah Dasar 1 unit

 Puskesmas Pembantu 1 unit

 Gudang 1 unit

 Jalan penghubung 4 km

 Jalan desa 7 km

 Jembatan 7 unit

 Gorong-gorong 12 km

Sedangkan sarana prasarana peternakan yang terdapat di didalam kawasan jeringo antara lain berupa :

1. Kandang permanen sebanyak 5 unit milik PT.Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) dengan ukuran 7 X 30 meter yang dapat menampung sapi sebanyak 40 ekor /unit.

(23)

2. Kandang jepit sebanyak 3 unit.

3. Sarana penampungan air untuk ternak. 4. Instalasi air.

Gambar 3. Kandang Sapi di Kawasan Jaringo sebanyak 5 unit

Gambar 3. Kandang Sapi di Kawasan Jaringo sebanyak 5 unit

Aksesibilitas dari kawasan Jeringo seperti tertera di dalam tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Aksesibilitas Dari Lokasi

Akses Dari Lokasi Menuju

Jarak Kondisi Jalan Sarana Transportasi

Provinsi 76,6 Km Aspal/baik Roda 4/2

Kabupaten 36,5 Km Aspal/baik Roda 4/2

Kecamatan 15 Km Aspal/baik Roda 4/2

(24)

c. Kelembagaan Peternak

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat di dalam pengembangan kawasan Jeringo adalah berupa fasilitasi kepada kelompok tani ternak dalam bentuk program kegiatan integrasi ternak dengan tanaman jagung kepada 4 (empat) kelompok tani ternak dari dana APBN dan APBD I yaitu KTT. Gumi Selaparang I, KTT. Gumi Selaparang II, KTT. Gumi Selaparang III dan KTT. Gumi Selaparang IV. Pengembangannya diharapkan melalui teknologi Inseminasi Buatan dengan mengoptimalkan peran pendamping kelompok (THL, SMD WP dan Penyuluh) sehingga kawasan tersebut dapat berkembang sebagai daerah perbibitan yang menghasilkan ternak-ternak sapi yang unggul dalam rangka upaya perbaikan genetic ternak.

Sedangkan kegiatan pendukung berbasis kawasan yang diperuntukkan bagi peternak dalam rangka mengungkit perekonomian peternak sehari-hari adalah melalui Pengembangan Budidaya kambing/Domba dan Integrasi Ternak Unggas (Pendekatan On Farm-Hilir) berupa pembentukan kampung unggas.

2. Pengembangan Kawasan Agrowisata Yang Terintegrasi di

Banyumulek Kecamatan Kediri Lombok Barat a. Gambaran Umum

Kawasan Banyumulek merupakan kawasan strategis yang akan dikembangkan sebagai kawasan agrowisata yang terintegrasi dengan kegiatan pengembangan peternakan. Kawasan Banyumulek terletak di Desa Banyumulek Kecamatan Kediri kabupaten Lombok Barat dengan luas 30,10 hektar. Topografi tanah relative datar dengan ketinggian 10 M diatas permukaan laut, curah hujan 1.417 mm/tahun, suhu udara 28 -34ᵒC dan kelembaban 78 – 86 %.

Di Kawasan tersebut terdapat 4 (empat) UPTD sebagai penunjang kegiatan pengembangan peternakan yaitu :

 Balai Inseminasi Buatan (BIB)

 Balai Rumah Sakit Hewan dan Laboratorium Veteriner (BRSH&LV).

(25)

 Balai Pengembangan dan Pengoalahan Pakan Ternak Ruminansia (BP3TR).

b. Sarana Prasarana

Ternak yang ada di Balai Inseminasi Buatan Banyumulek dan Instalasi Amor- Amor seperti tertera pada tabel di bawah ini :

Tabel 8. Sumber Daya Ternak di BIB dan Amor-Amor

No. Ternak Lokasi Jumlah

(ekor) 1. Sapi Pejantan (Bulls)

 Brangus  Bali Banyumulek 18 2 16 2. Sapi Perah

 Betina dewasa (induk)  Betina dara  Jantan dewasa  Pedet Banyumulek 16 6 4 5 1 3. Sapi JICA

 Betina dewasa (induk)  Anak betina  Anak jantan  Pedet jantan Banyumulek 12 7 2 2 1 4. Sapi Brangus  Betina dewasa  Jantan dewasa  Betina muda  Jantan muda  Betina anak  Jantan anak Amor-Amor 30 14 2 4 5 4 1

(26)

Tabel 9. Sarana Gedung, Kandang

No. Uraian Volume Satuan

1. Gedung kantor dan Lab. 1 Unit

2. Perumahan 8 3. Gudang 2 4. Kandang pemeliharaan 4 5. Kandang jepit 2 6. Bangunan Kompos 1 7. Mekanisasi pertanian  Traktor  Gerobak  Chooper  Mesin penyiram  Genset

 Mesin pompa air  Sumur Dalam  Mesin Pelet  Jetpump  Kereta dorong R1  Pemotong rumput 2 3 1 1 1 3 6 1 1 3 2 8. Kendaraan R4  Kijang  Truck  Pick Up 1 1 2 9. Kendaraan R2 10 Unit 10. Peralatan Lab. 11. Peralatan kolekting

12. Pos IB/ ULIB 100 Unit

13. Kontainer Depo 99 Buah

14. Kontainer Lapangan 353 Buah

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat cq Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam upaya pengembangan Kawasan Banyumulek sebagai kawasan agrowisata terintegrasi dengan pengembangan peternakan adalah kerjasama dengan GNE dan RNI sebagai mitra untuk pengembangan kegiatan pembibitan ternak dan penggemukan sapi potong sebagai

penyedia/supplayer untuk Rumah Potong Hewan (RPH) bertaraf

(27)

pengembangan kawasan agrowisata terintegrasi seperti tertera pada gambar berikut ini

(28)

Gambar 2. Site Plan Pengembangan Kawasan Agrowisata Terintegrasi

3. Optimalisasi Pembibitan Sapi Di Padang Penggembalaan Melalui INKA di Kawasan Doroncanga Kabupaten Dompu

a. Gambaran Umum

Pengembangan pakan ternak ruminansia masih menjadi kendala . Dalam system pemeliharaan yang intensif, cut an carry system, masih sering terjadi stagnasi dalam penyediaan pakan, dimana pada musim kemarau peternak kesulitan menyediakan pakan ternak, kalaupun ada dengan kualitas yang rendah sehingga gizi tidak terpenuhi untuk memacu produktivitas dan reproduksi ternak, Oleh karenanya pengembangan kawasan penggembalaan merupakan salah satu solusi dalam mengatasi masalah ketersediaan pakan.

Kawasan padang penggembalaan Doroncanga merupakan salah satu kawasan yang sangat berpotensi untuk penyediaan sumber-sumber pakan bagi ternak ruminansia. Kawasan padang penggembalaan Doroncanga terletak di Desa Soritatanga Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu. Luas padang penggembalaannya adalah

(29)

1.966 hektar. Fungsi dari padang penggembalaan kawasan doroncanga adalah :

 Sumber pakan hijauan dan cadangan pakan di Kabupaten Dompu.

 Pusat pelepasan ternak rakyat.

 Sentra pengembangan perbibitan ternak.

 Sentra pengembangan perbibitan ternak dengan system INKA. Dalam pengembangan peternakan ke depan maka peran kawasan padang penggembalaan Doroncanga menjadi sangat penting oleh karenanya Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu telah menetapkan lokasi tersebut sebagai lokasi pengembangan peternakan melalui Keputusan Bupati Dompu Nomor 38/DISNAK/2014 tanggal 30 Januari 2014. Lokasi pengembangan kawasan Doroncanga seperti tertera dalam gambar di bawah ini.

Gambar 3. Lokasi Pengembangan Padang Penggembalaan

(30)

4. Pengembangan Sapi Brangus Galur Lombok Di Amor-Amor Kabupaten Lombok Utara

a. Gambaran Umum

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan merupakan pedoman dalam menyelenggarakan pembangunan peternakan termasuk dalam pengelolaan Sumber Daya Genetik Hewan (SDG) Hewan. Mengenai SDG Hewan tersebut diatur pada Bagian Ketiga Tentang SDG pasal 8 ayat (1) yang mengamanatkan perlunya pengelolaan (pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan0 SDG untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan Negara atas SDG Hewan dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota berdasarkan sebaran asli geografis yang bersangkutan. Pengelolaannnya dilakukan melalui pemanfaatan (pembudidayaan dan pemuliabuakan) dan pelestarian (konservasi).

Daerah Amor-Amor di Kabupaten Lombok Utara merupakan

salah satu instalasi UPTD Balai Inseminasi Buatan Banyumulek yang terletak di Desa Selengan Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara. Luas lahan untuk pengembangan perbibitan sapi brangus adalah 25 hektar dengan potensi sumber daya ternak sebanyak 30 ekor terdiri dari :

 Betina dewasa : 14 ekor.

 Jantan dewasa : 2 ekor

 Betina muda : 4 ekor

 Jantan muda : 5 ekor.

 Anak betina : 4 ekor.

(31)

Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Amor-Amor dan dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan SDG Hewan maka perencanaan ke depan untuk pengembangan peternakan di Nusa Tenggara Barat maka penetapan Sapi Brangus Galur Lombok akan dapat direalisasikan untuk pengelolaan, pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan SDG Hewan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

C. AKSI PROGRAM

Aksi yang akan dilaksanakan dalam Pilot Project Pengembangan

Peternakan Terpadu antara lain:

1. Peningkatan Kelembagaan Kelompok Peternak

Kelembagaan merupakan salah satu faktor penting dalam rekayasa sosio-budaya pedesaan, yakni sebagai pengatur hubungan antar individu melalui interaksi dan relasi sosial dalam penguasaan dan pemanfaatan faktor produksi. Karena itu, kelembagaan (sosial) seperti kelompok peternak dipandang sebagai salah satu “syarat kecukupan” (sufficient condition) dalam pembangunan peternakan di samping sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM) dan teknologi.

Transformasi kelembagaan kelompok, khususnya kelompok peternak yang sedang berjalan saat ini tidak mengarah pada tujuan

pembangunan peternakan yang seharusnya dicapai yakni

petani/peternak yang sejahtera dalam kehidupannya. Oleh karena itu,

untuk mewujudkan pengembangan peternakan terpadu maka

diperlukan adanya peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok peternak dan kapasitas peternaknya.

2. Peningkatan Kapasitas Kelompok

Kelompok tani/ternak pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan yang ditumbuh kembangkan “dari, oleh dan untuk petani/peternak“. Ada pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama.

Bila kelembagaan kelompok tani/ternak kuat dan mandiri, maka akan dapat berfungsi sebagai kelas belajar, wahana kerjasama dan unit produksi.

(32)

Sebagai Kelas Belajar, kelompok tani/ternak merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani/ternak sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera.

Sebagai Wahana Kerjasama, kelompok tani/ternak merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani/ternak dan antar kelompok tani/ternak serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usaha tani/ternaknya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.

Terakhir, sebagai Unit Produksi, usaha tani/ternak yang dilaksanakan oleh masing masing anggota kelompok tani/ternak, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.

Untuk dapat berfungsinya kelompok sebagaimana tersebut di atas maka diperlukan peningkatan kapasitas kelompok yang diarahkan pada: (a) peningkatan kemampuan kelompok tani/ternak dalam melaksanakan fungsinya, (b) peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis, (c) penguatan kelompok tani/ternak menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri.

3. Peningkatan Kapasitas Peternak

Disamping upaya peningkatan kapasitas kelompok, maka peningkatan kapasitas petani/peternak merupakan hal yang harus mendapat perhatian. Peningkatan kapasitas peternak terutama ditujukan agar peternak mampu memahami dan melaksanakan cara pemeliharaan ternak secara profesional, efektif dan efisien sehingga prinsip ”3S” (satu anak, satu induk, satu tahun) yang telah berhasil dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah dapat direalisasikan.

Untuk mewujudkan hal tersebut maka peternak harus mendapat pelatihan teknis secara tematis seperti pelatihan manajemen pemeliharaan, manajemen pakan, reproduksi dan kesehatan hewan.

(33)

Melaui pelatihan manajemen pemeliharaan diharapkan peternak dapat memelihara ternaknya secara lebih baik dan lebih menguntungkan. 4. Sistim Produksi Pakan Berbasis Legum Pohon

Ada 2 model yang akan dikembangkan yaitu: 1) Model integrasi legum pohon dan rumput dengan sistim potong angkut, 2) Model integrasi legum pohon dengan tanaman pangan dengan sistim potong angkut Kedua model tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang selama ini menghasilkan tanaman pangan atau pakan hanya pada musim hujan. Dengan model pertama, peternak dapat memproduksi legum pohon sebagai sumber protein terutama untuk persediaan musim kemarau dan tetap memproduksi tanaman pangan pada musim hujan. Integrasi legum pohon dengan rumput unggul (model kedua), dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan mutu rumput unggul pada musim hujan dan legum pohon diupayakan tesedia sepanjang tahun.

5. Meningkatkan Angka Kelahiran

Tujuan utama memelihara induk adalah untuk menghasilkan pedet berkualitas setiap tahun. Kualitas pedet yang dihasilkan sangat bergantung pada kualitas induk, kualitas pejantan dan yang terutama kecukupan pakan selama proses kebuntingan. Untuk menjamin kecukupan pakan diperlukan strategi yang tepat sehingga kebutuhan nutrisi untuk mendukung perkembangan folikel sampai menjadi sel

telur, mendukung pertumbuhan embrio sampai phase akhir

kebuntingan dan menyusui dapat terpenuhi. Strategi untuk mencukupi kebutuhan pakan mendukung aktivitas reproduksi induk dilakukan dengan menyelaraskan aktivitas reproduksi dengan waktu pakan tersedia. Prinsip dasarnya adalah waktu induk membutuhkan nutrisi yang tinggi untuk mendukung tahapan reproduksi dalam menghasilkan pedet diselaraskan dengan waktu dimana pakan tersedia dalam jumlah dan kualitas yang tinggi, sebaliknya pada waktu ketersediaan pakan menipis diupayakan induk berada pada tahapan reproduksi yang tidak membutuhkan nutrisi yang tinggi sehingga kebutuhan induk tetap

(34)

terpenuhi. Hal ini dapat dilakukan melalui pengaturan waktu kawin dan waktu sapih.

6. Pengaturan waktu kawin dengan pejantan terseleksi.

Pakan merupakan faktor pengendali utama dalam menentukan waktu kawin agar dapat menghasilkan pedet berkualitas baik. Induk membutuhkan pakan dalam jumlah dan kualitas yang tinggi pada beberapa phase reproduksi untuk dapat menghasilkan pedet yaitu pada phase perkembangan sel telur, phase akhir kebuntingan dan phase menyusui. Phase tersebut merupakan phase kritis sehingga suplai nutrisi harus dapat disediakan diatas garis kebutuhan nutrisi minimal untuk mendukung aktivitas reproduksi tersebut dalam menghasilkan pedet setiap tahun. Kekurangan nutrisi pada phase kritis berdampak pada terganggunya proses pematangan sel telur sehingga post partum estrus tertunda, pertumbuhan embrio pada phase akhir kebuntingan terhambat sehingga kondisi pedet dilahirkan buruk dan produksi air susu rendah.

Pada kondisi nutrisi yang cukup, perkembangan folicle sampai menghasilkan sel telur yang matang dan siap dibuahi membutuhkan waktu ± 90 hari. Oleh karena itu untuk dapat menghasilkan pedet setiap tahun maka nutrisi tersedia harus mencukupi kebutuhan janin pada

phase puncak perkembangannya yaitu pada ⅓ periode akhir

kebuntingan (7-9 bulan) dan mencukupi kebutuhan perkembangan folicel sampai matang sehingga birahi kembali setelah beranak terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan demikian nutrisi yang dibutuhkan induk menjadi sangat tinggi karena phase akhir kebuntingan membutuhkan nutrisi yang tinggi dan pada waktu yang sama nutrisi yang tinggi juga diperlukan untuk mendukung perkembangan folicel sampai menjadi sel telur yang matang dan siap dibuahi setelah induk beranak. Terjadinya akumulasi kebutuhan sehingga meningkatkan total kebutuhan nutrisi pada waktu yang pendek untuk mendukung phase kritis reproduksi tersebut dibutuhkan cara-cara yang strategis untuk dapat memenuhinya

(35)

7. Melakukan penyapihan pedet umur 6 bulan

Penyapihan bertujuan untuk mempertahankan kondisi induk supaya aktivitas reproduksi tetap berjalan secara normal dengan cara menurunkan titik kritis kebutuhan nutrisi sehubungan dengan menurunnya ketersediaan pakan baik dari jumlah maupun kualitasnya memasuki musim kering. Untuk aktivitas reproduksi berjalan dengan normal dibutuhkan skor kondisi tubuh induk ≥ 3, pada skala 1 – 5

Penurunan titik kritis kebutuhan nutrisi sehingga suplai nutrisi dapat tetap berada diatas garis kebutuhan minimum dapat dilakukan dengan menghentikan pedet menyusu. Menurunnya kebutuhan nutrisi, memungkinkan penggunaan pakan berkualitas rendah untuk memenuhi kebutuhan induk kering mempertahankan skor kondisi tubuh ≥ 3. Dengan demikian pakan berkualitas tinggi, yang ketersediaannya terus menurun pada musim kering dapat diberikan pada pedet sapihan untuk mendukung pertumbuhannya secara optimal.

Penyapihan untuk anak sapi idealnya dilakukan pada umur 6 bulan dengan pertimbangan jika induk mempunyai aktivitas reproduksi yang normal dan birahi kembali 2 bulan setelah beranak maka dapat diperkirakan pada waktu pedet disapih induk juga sedang bunting 4 bulan. Dengan demikian waktu recovery tersedia untuk induk kering hanya 3 bulan atau sampai umur kebuntingan mencapai 7 bulan.

8. Perbaikan pakan induk saat bunting tua dan menyusui.

Pertumbuhan embrio pada akhir kebuntingan berjalan sangat cepat dimana embrio berkembang 2 sampai 3 kali lebih besar dari phase sebelumnya. Perkembangan yang pesat pada phase akhir kebuntingan membutuhkan suplai nutrisi yang cukup agar perkembangan embrio dapat terjadi secara optimal. Kebutuhan nutrisi yang tinggi menyebabkan titik kritis kebutuhan minimal nutrisi meningkat, dan untuk dapat memenuhi suplai nutrisi berada diatas garis minimal kebutuhan tersebut diperlukan berbagai strategi untuk memenuhinya. Untuk induk yang pada saat memasuki bunting tua tidak mencapai skor kondisi tubuh ≥ 3, membutuhkan suplai nutrisi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mendukung perkembangan embrio, perkembangan sel telur dan produksi air susu.

(36)

9. Menekan Angka Kematian

Masih tingginya angka kematian, terutama pedet, jelas berdampak terhadap perkembangan populasi dan keuntungan peternak karena pedet merupakan aset produksi yang berfungsi sebagai sumber pendapatan dan atau pengganti tetua. Oleh karena itu, harus

diupayakan untuk menekannya sampai seminimal mungkin.

Direncanakan, dalam jangka 5 (lima) tahun kematian pedet menjadi dibawah 5%. Untuk itu akan dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Perbaikan sanitasi kandang dan lingkungan

Kandang adalah tempat tinggal ternak, baik bersifat sementara atau menetap. Kondisi kandang dan lingkungannya, dapat mempangaruhi kondisi ternak, yakni terhadap kesehatan ternak, terutama pedet, yang jika tidak mendapat perhatian yang baik atau serius dapat mengakibatkan kematian. Sanitasi kandang termasuk lingungan sekitar kandang harus dilakukan secara rutin, caranya antara lain dengan membersihkan kandang dan lingkungannya secara rutin, serta melakukan penyemprotan desinfektan secara periodik. Selain itu, diperlukan sistim drainase sedemikian rupa sehingga kandang, terutama pada musim hujan relatif tidak becek, dan / atau pemanfaatan kotoran ternak untuk kesuburan lahan (pembuatan pupuk, kompos) atau diolah sebagai sumber energi (gasbio).

Kegiatan sanitasi ini membutuhkan komitmen yang kuat dari semua anggota kelompok peternak, sementara pemerintah sebagai fasilitator.

b. Mempercepat Pertambahan Berat Badan

Peningkatan pertambahan berat badan ternak penggemukan sangat dipengaruhi oleh kondisi nutrisi induk ternak tersebut mulai dalam kandungan (sepertiga kebuntingan terakhir) dan saat menyusui serta jenis pakan yang diberikan setelah pedet disapih.

Secara genetik sapi Bali mampu tumbuh dengan kecepatan 0.8 kg per hari dengan ransum yang seimbang. Dengan pakan legum pohon pertambahan berat badan per hari dapat mencapai 0.3 kg

(37)

per hari mulai lepas sapih sampai menjadi bakalan dan 0.4-0.5 kg/hari pada fase penggemukan. Dengan kecepatan pertumbuhan tersebut, seekor sapi jantan dengan berat lahir 14-16 kg dan berat sapih 70-80 kg (umur 6 bulan) mestinya dapat mencapai berat potong (250 - 300 kg) pada umur 24 bulan.

Untuk mencapai hal ini maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah:

a. Perbaiki nutrisi induk 2 bulan sebelum beranak dan selama menyusui

b. Berikan pakan berkualitas baik (rumput muda dan legum pohon) pada pedet yang baru lepas sapih

c. Berikan legum pohon (dan sumber energi seperti dedak atau ubi kayu kalau harganya murah) pada ternak selama penggemukan c. Meningkatkan Derajat Kesehatan Ternak

Salah satu program yang harus dilaksanakan sesuai kebijakan

dan strategi pengembangan peternakan terpadu adalah

meningkatkan derajat kesehatan ternak yang dipelihara. Kondisi yang ingin diciptakan dan menjadi target program ini adalah terbebasnya kawasan dari parasit dan penyakit menular strategis. Untuk mewujudkan target dimaksud ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam pengelolaan, meliputi :

a. Penyediaan akses yang mudah bagi kelompok untuk mendapat pelanyanan dan penanganan ternak yang sakit dari para medis pada unit kerja terkait.

b. Penanganan ternak mati (karena sakit) sesuai petunjuk teknis dan tindakan standar yang ditentukan.

c. Melakukan upaya perbaikan sanitasi kandang komunal, seperti mencegah adanya genangan air atau kandang becek, menghindari adanya tumpukan / timbunan faeces didalam kandang, melakukan penyemprotan dengan insektisida terhadap serangga yang tergolong penghisap darah, secara rutin membersihkan kandang dan mendesinfektan semua peralatan yang digunakan.

(38)

d. Penyediaan tempat pakan dan minum sedemikian rupa agar tidak mudah tercemar dengan kotoran yang ada disekitarnya. Bentuk dan ukuran tempat pakan dan tempat minum, disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi yang ada dan tidak berpotensi beresiko terutama bagi pedet.

e. Pemberian antibiotik dan feed suplemen / vitamin, sesuai kebutuhan dan ketentuan.

(39)

IV. INDIKATOR DAN EVALUASI KEBERHASILAN ROGRAM

A. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi (MONEV) merupakan suatu aktifitas

untuk melihat perkembangan dan menilai keberhasilan suatu

perencanaan. Monev terhadap operasionalisasi kegiatan ini sangat diperlukan, karena hasil monev memiliki arti penting dalam hal :

a. Menjamin peningkatan kinerja program dari sisi Input (apa,

berapa, mengapa, kapan), Proses (bagaimana input digunakan dan bagaimana output dihasilkan), serta Output (apa, berapa, meng apa, kapan).

b. Merangsang peningkatan dampak program, karena monev bisa

mengendalikan program sesuai dengan tujuan.

c. Merupakan proses pembelajaran sekaligus pemberdayaan,

termasuk memperkuat organisasi dan inisiatif semua

stakeholder secara mandiri;

d. Menjamin keberlangsungan program, baik dari aspek

organisasi maupun keuangan.

Mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan ini

terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu :

a. Pengumpulan Data. Pengumpulan data merupakan suatu

proses awal dalam kegiatan monev. Berkaitan dengan

pengumpulan data, ada dua langkah kegiatan yang perlu

dilakukan yakni : penetapan indikator yang akan diukur; dan

menentukan model atau mengembangkan instrument; dan

pengumpulan data itu sendiri baik bersumber dari lapangan (primer) maupun sumber lainnya (sekunder)

b. Analisis Data dan Pelaporan. Analisis data dan pelaporan

dalam kerangka monitoring dan evaluasi ini sesungguhnya

merupakan tahapan untuk menggambarkan status keberhasilan

pelaksanaan Pengembangan Peternakan di kelompok lokasi

kegiatan. Selain itu, memuat juga analisa terhadap dampak dan permasalahan yang timbul untuk dicarikan solusi yang terbaik bagi semua stakeholders.

(40)

c. Perencanaan dan pengambilan keputusan. Dari hasil

analisis data dan laporan yang dibuat, maka langkah

berikutnya adalah penetapan rencana tindak lanjut dan

pengambilan keputusan strategis terkait perbaikan aktifitas program ke depan;

d. Implementasi. Langkah terakhir dari monev ini

adalah implementasi dari rancangan program yang telah

diputuskan dari rangkaian tahapan kegiatan di atas.

B. Pengukuran Keberlanjutan

Keberlanjutan program akan dilaksanakan oleh dinas peternakan setempat dalah hal ini PPLyang membidangi peternakan , yang mana sejak awal kegiatan mereka dilibatkan dengan harapan kemampuannya dan orientasi akan sejalan dengan maksud dan tujuan kegiatan program, disamping itu kelempok dalam proses pelaksanaan kegiatan dilibatkan penuh sehingga pada ahir kegiatan diharapkan akan mampu berjalan dan melaksakan progaram secara mandiri.

(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Peningkatan manegment pakan dapat dijadikan focus awal kegiatan untuk mencapai peningkatan mutu bibit baik dikawasan jeringo maupun di kawasan doroncanga dengan memaksimalkan pendapingan tenaga THL maupun SMD-WP

2. Peningkatan mutu bibit akan didukung dengan pengaadan, penyiapan dan penyebaran pejantan unggul dan sarana prasarana IB yang memadai sehingga seluruh induk dapat terlayani dengan cepat.

3. Dengan dibangunnya Pengembangan kawasan agrowisata yang

terintegrasi dikawasan banyumulek selain menjadi pusat bisnis dapat

dijadikan sebagi sarana pembelajaran bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

4. Secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan baik pada kawasan pengembangan perbibitan (Jeringo dan doroncanga) maupun kawasan Agrowisata secara khusus dan masyarakat luas secara umum, dengan peningkatan infrastruktur dan akses konektifitas ekonomi dan sarana prasarana transportasi proses transkasi ekonomi akan semakin lancer

5. Kelancaran pengiriman hasil produksi ternak (bibit maupun pejantan) akan dijadikan proritas dalam rencana pembangunan peternakan sehingga tidak ada lagi kendala dalam proses tataniaga hasil peternakan NTB.

B. Saran-Saran

1. Pengembangan pembibitan Sapi Bali dengan pendekatan Tehnologi Insiminasi Buatan dikawasan jeringo dan optimalisasi pembibitan sapi di padang pengembalaan di kawasan doroncanga perlu dilakukan kajian mendalam mengenai sosial budaya masyarakat peternak yang akan terlibat dalam kegiatan.

2. Perlu adanya data dasar pada masing-masing kegatan sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dan target kegiatan sehingga proses evaluasi dapat terukur.

(42)

3. Pelatihan monitoring bagi tenaga pendamping (THL, PPL dan SMD-WP) harus terus dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan kafasitas mereka dalam proses pendampingan program.

(43)

1 Pembuatan Pagar luar Kawasan Jeringo 10,000 Meter 300,000 3,000,000,000 2 Perbaikan kandang pada kawasan 5 Unit 250,000,000 1,250,000,000 3 Pembangunan Shelter

- Bangunan Shelter 1 Unit 150,000,000 150,000,000

- Tempat pakan feed suplemen 20 Unit 10,000,000 200,000,000 - Tata kelola air (sprinkler dan pipanisasi) 1 Paket 200,000,000 200,000,000 - Pembuatan kandang Jepit/Gang Way 5 Unit 20,000,000 100,000,000 - Pembangunan Bak Penampung Air 5 Unit 30,000,000 150,000,000 4 Manajemen pembibitan ternak

- Pengadaan Bibit betina 1,200 Ekor 6,500,000 7,800,000,000 - Pengadaan Pejantan Pemacek 100 Ekor 8,000,000 800,000,000 - Pengadaan Nomor ternak (Microchip) 1,500 Buah 150,000 225,000,000

- Chipreader 4 Buah 50,000,000 200,000,000

- Operasional Recording 1 Tahun 300,000,000 300,000,000

- Penyiapan regulasi perbibitan/Master Plan Kawasan 1 Keg 300,000,000 300,000,000 Jeringo

- Koordinasi/Pendampingan Tenaga Ahli Perbibitan 1 Tahun 500,000,000 500,000,000 - Sarana recording (pita ukur, tongkat ukur, timbangan 1 Paket 100,000,000 100,000,000

digital dan lain lain)

5 Perbaikan Lahan Hijauan Makanan Ternak (HMT)

RENCANA ANGGARAN BIAYA

KEGIATAN PENGEMBANGAN WILAYAH JERINGO SEBAGAI KAWASAN PEMBIBITAN BERBASIS TEKNOLOGI IB

Jumlah harga

No Uraian Kegiatan Volume Harga Satuan

5 Perbaikan Lahan Hijauan Makanan Ternak (HMT)

- Pengolahan lahan HMT 200 Ha 2,000,000 400,000,000

- Penyiapan HMT Unggul 100 Ha 4,000,000 400,000,000

- Pemberantasan gulma/herbisida 1 Paket 200,000,000 200,000,000 - Demplot pakan hijauan (pupuk, bibit, land clearing 100 Ha 20,000,000 2,000,000,000

dan manajemen pemeliharaan)

6 Pengawetan/penyimpanan pakan (Lumbung Pakan)

- Pembuatan gudang pakan 1 Unit 100,000,000 100,000,000

- Pembuatan gudang sarana dan prasarana 1 Unit 100,000,000 100,000,000

- Pembuatan Bunker silo 1 Unit 50,000,000 50,000,000

- Pengadaan sarana pengawetan pakan (pengepres 1 Paket 75,000,000 75,000,000 Jerami, Chopper )

7 Fasilitasi Layanan IB/Pelayanan Keswan Terpadu

- Bangunan IB/Yankeswan 1 Unit 3,000,000,000 3,000,000,000 - Pengadaan sarana IB/Keswan 1 Paket 1,000,000,000 1,000,000,000 - Operasional pengelolaan IB/Keswan 1 Keg 1,000,000,000 1,000,000,000 - Pengadaan genset dan pompa air 1 Paket 70,000,000 70,000,000

- Obat dan vaksin 1 Paket 100,000,000 100,000,000

8 Pengadaan sarana mobilitas

- Kendaraan Operasional Roda 4 1 Unit 350,000,000 350,000,000 - Kendaraan traktor dan gerobak pakan 1 Unit 450,000,000 450,000,000 - Kendaraan operasional Roda 2 3 Unit 30,000,000 90,000,000 9 Operasional Petugas/THL dan SMD WP

- Ops. Dokter Hewan (1 Orang) 12 OB 2,500,000 30,000,000 - Ops. Sarjana Pendamping Program (2 Orang) 24 OB 2,500,000 60,000,000 10 Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas SDM

- Pelatihan Manajemen Pembibitan ternak, Manajemen 3 Kali 50,000,000 150,000,000 pakan dan manajemen kesehatan hewan)

(44)

Jumlah harga

No Uraian Kegiatan Volume Harga Satuan

11 Pembuatan Sumber Air (Sumur Tanah Dalam) 1 Paket 500,000,000 500,000,000 12 Peningkatan Peran KWT pada Usaha Perbibitan

- Pemeliharaan unggas lokal sebagai upaya pemenuhan 30,000 Ekor 60,000 1,800,000,000 kebutuhan hidup keluarga (100 ekor/KK)

- Penyediaan pakan 1 Tahun 500,000,000 500,000,000

- Obat - obatan dan vaksin 1 Paket 100,000,000 100,000,000

13 Water Reservoir 1 Paket 200,000,000 200,000,000

14 Perbaikan Jalan Usaha Tani/Jalan Kawasan 20 Km 100,000,000 2,000,000,000 15 Perbaikan Jalan Usaha Produksi 20 Km 250,000,000 5,000,000,000 35,000,000,000 Jumlah

Mataram, Maret 2014

NIP. 19610930 199103 2 002 Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

(45)

1 Pembuatan Pagar luar Kawasan Amor Amor 5,000 Meter 300,000 1,500,000,000 2 Perbaikan kandang pada kawasan 5 Unit 250,000,000 1,250,000,000 3 Manajemen Penggemukan ternak

- Pengadaan sapi bakalan 1,000 Ekor 6,000,000 6,000,000,000

- Koordinasi/Pendampingan 1 Tahun 309,500,000 309,500,000

- Pakan Hijauan per hari 2,700,000 Kg 250 675,000,000

- Pakan Konsentrat per hari (Kg) 180,000 Kg 2,500 450,000,000

- Obat-obatan (per ekor) 1 Paket 100,000,000 100,000,000

- Mineral dan Vitamin (per ekor) 1 Paket 100,000,000 100,000,000

- Tenaga Kerja (Orang/Hr) 15 OB 1,500,000 22,500,000

- Peralatan Kandang 1 Paket 100,000,000 100,000,000

- Kendaraan Pengangkut pakan 2 Unit 30,000,000 60,000,000 4 Perbaikan Lahan Hijauan Makanan Ternak (HMT)

- Pengolahan lahan HMT 20 Ha 2,000,000 40,000,000

- Penyiapan HMT Unggul 20 Ha 4,000,000 80,000,000

- Pemberantasan gulma/herbisida 1 Paket 100,000,000 100,000,000

- Demplot pakan hijauan (pupuk, bibit, land clearing 20 Ha 20,000,000 400,000,000 dan manajemen pemeliharaan)

5 Pengawetan/penyimpanan pakan (Lumbung Pakan)

- Pembuatan gudang pakan 1 Unit 100,000,000 100,000,000 RENCANA ANGGARAN BIAYA

KEGIATAN PENGEMBANGAN KAWASAN SAPI BRANGUS GALUR LOMBOK DI AMOR AMOR

No Uraian Kegiatan Volume Harga Satuan Jumlah harga

- Pembuatan gudang pakan 1 Unit 100,000,000 100,000,000

- Pembuatan gudang sarana dan prasarana 1 Unit 100,000,000 100,000,000

- Pembuatan Bunker silo 1 Unit 50,000,000 50,000,000

- Pengadaan sarana pengawetan pakan (pengepres 1 Paket 75,000,000 75,000,000 jerami/Chopper )

6 Pengadaan sarana mobilitas

- Kendaraan Operasional Roda 4 4 Unit 250,000,000 1,000,000,000

- Kendaraan traktor dan gerobak pakan 1 Unit 450,000,000 450,000,000

- Kendaraan operasional Roda 2 6 Unit 30,000,000 180,000,000 7 Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas SDM

- Pelatihan Manajemen Pemeliharaan dan Keswan 2 Kali 179,000,000 358,000,000 8 Optimalisasi IB pada Kawasan 1 Tahun 158,000,000 1,000,000,000 9 Sistim Pelayanan Keswan Terpadu 1 Tahun ############ 1,000,000,000 10 Pembuatan Sumber Air (Sumur Tanah Dalam) 1 Paket 500,000,000 500,000,000 16,000,000,000

NIP. 19610930 199103 2 002 Ir. Hj. Budi Septiani Jumlah

Provinsi Nusa Tenggara Barat Mataram, Maret 2014

(46)

7,817,000,000

620,000,000

325,000,000

Gambar

Tabel 1.  Perkembangan Populasi Sapi Tahun 2009 – 2013
Tabel 2. Luas Lahan Pulau Lombok
Tabel 3. Luas Lahan Pulau Sumbawa
Tabel 4.  Pengembangan Kawasan Sapi Potong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seorang guru memiliki arti penting di dalam pendidikan di sekolah. Arti penting itu bertolak dari tugas dan tanggung jawab guru yang cukup berat untuk mencerdaskan anak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan buku teks pelajaran Kimia SMA/MA Kelas XI yang paling banyak digunakan di Kota Bandung pada materi

[r]

Masalah prokrastinasi bagi perusahaan penting untuk diperhatikan, sebab dengan karyawan yang melakukan prokrastinasi akan mempengaruhi kinerja menjadi lambat dan

1) Pengembangan modul – perancangan, penulisan, ilustrasi, validasi tes dan instrumen evaluasi. 2) Gaji dan upah staf HRD, manajer, dan karyawan lain yang terlibat dalam

Penelitian ini menyimpulkan (a) lima indikator faktor Sumber Daya Berbasis Teknologi merupakan estimator faktor Sumber Daya Berbasis Teknologi, (b) tiga indikator

Untuk melindungi hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, maka orang lain yang tanpa izin pencipta

Justru yang membingungkan adalah bahwa tidak selalu anak ADHD itu tidak bisa diam, dan juga cepat beralih perhatiannya. Mereka juga dapat berkonsentrasi pada film yang menarik,