• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG SEBELUM DAN SETELAH MENGIKUTI PROGRAM SARJANA MEMBANGUN DESA (SMD) PERIODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG SEBELUM DAN SETELAH MENGIKUTI PROGRAM SARJANA MEMBANGUN DESA (SMD) PERIODE"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG SEBELUM DAN SETELAH MENGIKUTI PROGRAM SARJANA MEMBANGUN DESA (SMD) PERIODE 2008-2012

(BUSINESS PERFORMANCE BEEF CATTLE LIVESTOCK BEFORE AND AFTER PARTICIPATE SARJANA MEMBANGUN DESA (SMD) 2008-2012 PERIOD)

Nurcholidah*, Akhmad Sodiq, dan Krismiwati Muatip Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

E-mail: nunu_aryasmitha@yahoo.com* ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja usaha (aspek ekonomi, aspek teknis, dan aspek kelembagaan) peternakan sapi potong sebelum dan setelah mengikuti program SMD dan membandingkan kinerja usaha peternakan sapi potong sebelum dan setelah mengikuti program SMD periode 2008-2012. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Penetapan sampel wilayah dipilih secara sengaja (purposive sampling) yaitu kelompok tani ternak sapi potong program SMD di Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, dan Kebumen. Kelompok yang diteliti sebanyak 74 kelompok (diterapkan secara sensus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kinerja usaha peternakan sapi potong setelah mengikuti program SMD. Secara umum tujuan Program SMD yaitu untuk transfer ilmu dan teknologi kepada peternak cukup sukses.

Kata kunci: kelompok ternak, Sarjana Membangun Desa, Sapi Potong. ABSTRACT

The aim of this research were to know the business aspects of beef cattle (economical, technical, and institutional) before and after participate SMD program and compare the business aspect of beef cattle before and after participate SMD program 2008-2012 periode. This study used survey method by purposive sampling, that is farmers group SMD program in Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, dan Kebumen regency. 74 groups was studied (applied census). The results of this research showed that business aspects of beef cattle is increase after participate SMD program. The conclusion of this research is general aim of SMD program to transfer knowledge and technology to farmers is quite successful.

Key words: farmers group, Sarjana Membangun Desa, beef cattle. PENDAHULUAN

Salah satu produk peternakan yang meningkat permintaannya yaitu daging sapi. Namun, kebutuhan daging di Indonesia masih mengandalkan impor daging. Hal ini disebabkan 90% usaha sapi potong dilaksanakan secara tradisional oleh peternak rakyat dan selebihnya oleh perusahaan penggemukan (feedloter) sehingga kinerja produksi dan produktifitas sapi potong masih belum dapat mencapai program nasional swasembada daging sapi ( Mayulu dkk, 2010; Priyanto, 2011; Prastiti dkk, 2012).

Program swasembada daging sapi telah dicanangkan selama dua periode (5 tahunan) dan terakhir ditargetkan tercapai pada tahun 2010. Namun, upaya tersebut belum berhasil sehingga pemerintah kembali membuatProgram Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) yang diharapkan dicapai pada tahun 2014.BerbagaiKegiatan ditargetkan untuk meningkatkan populasi

(2)

sapi potong untuk usaha penggemukan sekaligus mempercepat populasi ternak melalui Sarjana Membangun Desa (SMD) (Sodiq, 2010).

Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian dan Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Propinsi membentuk program Sarjana Membangun Desa (SMD) sejak tahun 2007. Tahun 2008, melalui Fakultas Peternakan Unsoed ditetapkan 21 paket SMD beserta kelompok binaan telah menjalankan usaha agribisnis sapi potong untuk usaha perbibitan (Brahman Cross) dan penggemukan (PO dan Silangan Simental) (Sodiq, 2010). Semakin bertambahnya peminat SMD dari tahun ke tahun khususnya periode tahun 2008-2012 mengindikasikan bahwa program ini sukses. Hal ini dapat dilihat dari tercapainya indikator keberhasilan SMD.Indikator keberhasilan pelaksanaan SMD dapat dilihat dari aspek ekonomi, aspek teknis dan aspek kelembagaan (Ditjennak, 2012). Dari uraian tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kinerja usaha (aspek ekonomi, aspek teknis, dan aspek kelembagaan) peternakan sapi potong sebelum dan setelah mengikuti Program SMD, serta untuk membandingkan kinerja usaha (aspek ekonomi, aspek teknis, dan aspek kelembagaan) peternakan sapi potong sebelum dan setelah mengikuti Program SMD pada tahun 2008-2012.

METODE

Sasaran penelitian adalah kelompok tani ternak sapi potong program SMD periode 2008-2012 di wilayah Kab. Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap dan Kebumen.Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei.Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi: 1) kinerja aspek ekonomi yang diamati dari pertambahan modal usaha dan diversifikasi usaha, 2) kinerja aspek teknis yang diamati dari pertambahan populasi ternak dan diterapkannya teknologi budidaya peternakan, 3) kinerja aspek kelembagaan yang diamati dari meningkatnya status kelas kelompok, berkembangnya kelembagaan usaha dan digunakannya kelompok tani ternak binaan SMD sebagai tempat magang/pelatihan bagi masyarakat sekitar.

Penetapan sampel wilayah dipilih secara sengaja (purposive sampling). Kelompok yang diteliti sebanyak 74 kelompok (diterapkan secara sensus). Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara (interview) dan Indept Interview dengan tokoh-tokoh yang mengetahui tentang program SMD. Data yang diperoleh ditabulasi dan selanjutnya dilakukan analisis deskriptif dan analisis wilxocon. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui kinerja usaha peternakan sapi potong sebelum dan setelah mengikuti program SMD, sedangkan analisis wilcoxon digunakan untuk membandingkan kinerja usaha peternakan sapi potong sebelum dan setelah mengikuti program SMD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja Usaha Peternakan Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Sarjana Membangun Desa Salah satu indikator keberhasilan program SMD yaitu adanya pertambahan modal. Modal merupakan hal pertama yang dibutuhkan saat seseorang memulai usaha, begitu juga dalam menjalankan usaha peternakan. Modal dapat berasal dari berbagai sumber seperti dana pribadi, dana pinjaman maupun bantuan sosial dari lembaga-lembaga tertentu. Modal usaha sebelum dan setelah mengikuti program SMD yang dimiliki oleh kelompok petani ternak dapat dilihat pada Tabel 1.

(3)

Tabel 1.Modal Usaha Sebelum dan Setelah Mengikuti Program SMD yang Dimiliki Oleh Kelompok Petani Ternak. Jumlah Kelompok Modal Minimum (Rp) Modal Maximum (Rp) Modal Rata-rata (Rp) Modal Sebelum Mengikuti

SMD

74 20.000.000 404.000.000 137.405.405,4 Modal Awal Mengikuti

SMD

74 300.000.000 363.000.000 328.875.675,7

Modal Saat Penelitian 74 20.000.000 820.000.000 211.010.255,5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada awal mengikuti program SMD terjadi peningkatan rata-rata modal usaha yaitu dari Rp 137.405.405,4 menjadi Rp 328.875.675,7. Akan tetapi, saat dilakukan penelitian, rata-rata modal usaha mengalami penurunan menjadi Rp 211.010.255,5. Dari hasil wawancara saat penelitian dengan kelompok yang modalnya meningkat, terdapat beberapa sumber tambahan modal yang diterima kelompok yaitu dari lembaga pemerintah seperti Dinas Peternakan dan Dinas Lingkungan Hidup. Kedua dinas tersebut memberikan bantuan dana untuk pengembangan usaha kelompok maupun sarana produksi ternak (sapronak) berupa alat mesin peternakan seperti cooper serta pengolah limbah ternak seperti mesin pengolah kompos dan biogas. Selain tambahan modal dari pemerintah, kelompok juga memperoleh bantuan modal dari iuran anggota, bantuan modal dari instansi lain seperti Bank.

Indikator keberhasilan SMD ditinjau dari aspek ekonomi yaitu diversifikasi usaha dapat dilihat pada Tabel 2. Pada dasarnya diversifikasi atau penganekaragaman adalah usaha untuk mengganti atau meningkatkan hasil yang monokultur (satu jenis) kearah yang multikultur (banyak jenis). Diversifikasi merupakan salah satu strategi pembangunan (Muladno, 2003).Diversifikasi usaha dalam bidang peternakan meliputi diversifikasi komoditi, teknologi usaha, dan perluasan kesempatan kerja diluar bidang peternakan.

Tabel 2. Jumlah Diversifikasi Usaha yang Dilakukan Oleh Kelompok Tani Ternak Sebelum dan Setelah Mengikuti Program SMD

Jumlah Diversifikasi Usaha

Sebelum Mengikuti SMD Setelah Mengikuti SMD Jumlah Kelompok Persentase (%) Jumlah Kelompok Persentase (%) 0 70 94,6 38 51,4 1 4 5,4 13 17,6 2 0 0 11 14,9 3 0 0 2 2,7 4 0 0 8 10,8 5 0 0 1 1,4 6 0 0 1 1,4

Hasil penelitian menunjukan bahwa, sebelum mengikuti program SMD terdapat 70 kelompok (94,6%) tidak melakukan diversifikasi usaha dan 4 kelompok (5,4%) melakukan satu jenis diversifikasi usaha. Setelah mengikuti program SMD masih ada 38 kelompok (51,4%) yang belum

(4)

menunjukan bahwa, kreatifitas SMD belum dieksplor secara maksimal. Ini diperkuat dengan pernyataan Sodiq (2010), Jayadi (2011), dan Putra (2010) bahwa, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program SMD antara lain aspek kewirausahaan belum optimal seperti kreativitas dan inovasi SMD serta semangat kewirausahaan SMD masih rendah. Akan tetapi, jenis diversifikasi setelah mengikuti program SMD lebih banyak jika dibanding sebelum mengikuti program SMD.

Kinerja aspek teknis dilihat dari populasi ternak dapat dilihat pada Tabel 3. Populasi ternak merupakan jumlah ternak keseluruhan yang dipelihara oleh satu kelompok binaan SMD. Komposisi ternak didasarkan pada umur ternak yang terdiri atas pedet (lahir hingga umur 6 bulan), dara dan muda (umur antara 6-12 bulan), serta dewasa (lebih dari 12 bulan).Populasi ternak dihitung berdasarkan unit ternak (UT) dengan menggunakan konversi sebagai berikut: satu ekor pedet = 0,5 UT, satu ekor ternak muda = 0,8 UT dan ternak dewasa = 1 UT (Ditjennak, 2004). Tabel 3. Populasi Sapi Potong Kelompok Tani Ternak Sebelum dan Setelah Mengikuti Program

SMD Jumlah Kelompok Populasi Minimum (UT) Populasi Maksimum (UT) Populasi Rata-rata (UT) Populasi Sebelum Mengikuti SMD 74 0 48 14,6 Populasi Awal Mengikuti SMD 74 27 39 34,5 Populasi Saat Penelitian 74 0 70 17,6

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata populasi ternak yang terdapat pada kelompok tidak terlalu berbeda antara sebelum mengikuti program SMD dengan populasi saat dilakukan penelitian yaitu 14,6 UT menjadi 17,6 UT . Bahkan secara umum, jumlah populasi sebagian besar kelompok justru menurun. Beberapa responden menyatakan bahwa saat dilakukan penelitian harga sapi potong di pasar sedang mengalami peningkatan yang sangat tajam sehingga menyebabkan beberapa kelompok memilih untuk tidak membeli bakalan dan menunggu harga bakalan kembali normal. Selain itu, salah satu penyebab penurunan populasi yaitu kematian ternak yang dikarenakan penyakit seperti bload (kembung) dan cacingan.

Indikator keberhasilan dari aspek teknis ditinjau dari banyaknya teknologi yang diterapkan kelompok tani ternak dapat dilihat pada Tabel 4. Teknologi merupakan hal yang penting dalam usaha peternakan yang berorientasi agribisnis (Kusnadi, 2008). Semakin banyak teknologi yang diterapkan maka diharapkan kinerja usaha semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukan bahwa, setelah mengikuti program SMD terdapat lebih banyak jenis teknologi yang diterapkan oleh kelompok tani ternak dibandingkan sebelum mengikuti program SMD. Beberapa teknologi yang diterapkan yaitu teknologi pengolahan pakan, teknologi pengolahan limbah dan teknologi reproduksi berupa Inseminasi Buatan (IB).

(5)

Tabel 4.Jumlah Teknologi yang Diterapkan Kelompok Tani Ternak Sebelum dan Setelah Mengikuti Program SMD

Jumlah Teknologi yang Diterapkan

Sebelum Mengikuti SMD Setelah Mengikuti SMD Jumlah Kelompok Persentase (%) Jumlah Kelompok Persentase (%)

0 45 60,8 2 2,7 1 28 37,8 41 55,4 2 1 1,4 19 25,7 3 0 0 4 5,4 4 0 0 6 8,1 5 0 0 1 1,4 6 0 0 0 0 7 0 0 1 1,4

Kinerja aspek kelembagaan yaitu peningkatan status kelas kelompok, perkembangan kelembagaan dan dijadikannya kelompok sebagai tempat magang dapat dilihat pada Tabel 5. Status kelas kelompok ditentukan dengan melihat hasil identifikasi kelompok tani ternak mencakup aspek-aspek administrasi, perencanaan, organisasi/kelembagaan, serta teknologi (Abdullah, 2008a). Dilihat dari kenaikan status kelas kelompok, program SMD relatif berhasil. Sebelum mengikuti SMD jumlah kelompok pemula sebanyak 98,6%, namun setelah mengikuti SMD kelompok pemula berkurang menjadi 94,6%. Demikian juga dengan kelompok lanjut terjadi penambahan jumlah yaitu dari 1,4% menjadi 5,4%. Akan tetapi, belum ada kelompok yang mencapai tingkat kelompok madya dan kelompok utama, padahal semakin tinggi tahapan kelas kelompok maka menunjukan bahwa, manajemen produksinya semakin baik (Elis, 2008).

Hasil penelitian mengenai perkembangan kelembagaan menunjukan bahwa, setelah mengikuti program SMD jumlah kelompok meningkat dari 41,9% menjadi 78,4%. Meningkatnya jumlah kelompok disebabkan oleh subyek utama program pemerintah pada umumnya merupakan kelompok. Menurut Abdullah (2008b), secara teoritis pengembangan kelompok tani ternak dilaksanakan dengan menumbuhkan kesadaran peternak, dimana keberadaan kelompok tani tersebut dilakukan dari, oleh dan untuk peternak. Setelah mengikuti program SMD, terdapat 18,9% kelompok yang membentuk gabungan kelompok, sedangkan kelompok binaan SMD yang kelembagaannya berkembang menjadi koperasi sebanyak 2,7%.

Magang bertujuan untuk menambah wawasan tentang aktivitas usaha-usaha peternakan secara nyata, disamping untuk mengasah keterampilan, keahlian serta kemampuan manajerial seseorang. Pada umumnya masyarakat melakukan magang pada tempat yang dianggap mumpuni. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebelum mengikuti program SMD tidak ada kelompok yang dijadikan sebagai tempat magang, sedangkan setelah mengikuti program SMD terdapat 6 kelompok yang pernah dijadikan tempat magang. Hasil ini memang belum sesuai dengan yang diharapkan, akan tetapi program SMD telah mampu menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja terdidik di pedesaan.

Perbedaan Kinerja Usaha Peternakan Sapi Potong Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Sarjana Membangun Desa

Kinerja usaha merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan usaha dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan (Wijaya, 2011). Indikator keberhasilan

(6)

kelembagaan merupakan alat ukur kemampuan SMD dalam mengelola, mengoptimalkan potensi yang ada dan menguatkan kelembagaan kelompok binaannya dalam pengembangan usaha budidaya ternak (Ditjenak, 2012). Hasil penelitian kinerja usaha peternakan sapi potong sebelum dan setelah mengikuti program SMD ditinjau dari indicator keberhasilan program SMD dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Kinerja Usaha Kelompok Tani Ternak Sebelum dan Setelah Mengikuti Program SMD Jenis Kinerja Usaha

Sebelum Mengikuti SMD Setelah Mengikuti SMD Jumlah Kelompok Persentase (%) Jumlah Kelompok Persentase (%) Status kelas Kelompok

Pemula 73 98,6 70 94,6 Lanjut 1 1,4 4 5,4 Madya 0 0 0 0 Utama 0 0 0 0 Perkembangan kelembagaan Individu 43 58,1 0 0 Kelompok 31 41,9 58 78,4 Gabungan Kelompok 0 0 14 18,9 Koperasi 0 0 2 2,7

Dijadikan Tempat Magang

Belum 74 100 68 91,89

Pernah 0 0 6 8,11

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa, indikator keberhasilan program SMD dilihat dari aspek ekonomi yaitu pertambahan modal usaha dan diversifikasi usaha menunjukan adanya perbedaan (P<0,05). Modal yang meningkat dikarenakan diversifikasi usaha yang semakin luas.Beberapa jenis diversifikasi yang dilakukan oleh kelompok binaan SMD yaitu pengolah limbah peternakan menjadi kompos, biogas dan pupuk organik, pemeliharaan komoditi ternak lain seperti usaha perikanan dan pertanian serta industri pakan ternak berupa penjualan konsentrat kepada peternak lain. Selain itu, kelompok juga mendapatkan pinjaman dana dari Bank untuk meningkatkan usahanya. Sebelum mengikuti SMD, pada umumnya usaha peternakan mengalami kesulitan untuk mengakses dana ke Bank (Sodiq, 2009). Dari hasil penelitian, setelah mengikuti program SMD dan menunjukkan kinerja usaha yang baik, kelompok binaan SMD justru ditawari pinjaman dana dari Bank. Eriyatno dalam Sinaga (2009) menyatakan bahwa, keberhasilan pengembangan peternakan yang berorientasi agribisnis tidak saja ditentukan oleh Dinas Peternakan, tetapi juga didukung oleh lembaga yang berpengaruh atau stakeholder.

Indikator keberhasilan dari aspek teknis yaitu penambahan populasi menunjukan bahwa antara sebelum dan setelah mengikuti program SMD tidak ada perbedaan (P>0,05). Populasi ternak kelompok binaan SMD periode 2012 umumnya masih tetap. Beberapa kelompokpenerima bantuan SMD periode 2008 sudah tidak aktif, bahkan kandangnya kosong. Kelompok yang masih bertahan sampai saat ini merupakan kelompok yang memiliki pengalaman dalam pemasaran sehingga dapat mempertahankan modal dan dapat mempertahankan populasi ternak. Penerima bantuan SMD pada periode 2010-2011 rata-rata mengalami penurunan jumlah populasi. Beberapa

(7)

tertular penyakit sehingga penanganannya sulit dilakukan dan akhirnya banyak ternak yang mati. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan melakukan sanitasi, yaitu usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan perpindahan dari penyakit tersebut (Astiti, 2010). Pengamatan di lapangan selama penelitian menunjukkan sanitasi beberapa kandang kelompok binaan SMD kurang diperhatikan.

Tabel 6. Hasil Analisis Kinerja Usaha Peternakan Sapi Potong Sebelum dan Setelah Mengikuti Program Sarjana Membangun Desa

Kinerja Usaha

Nilai Hasil Penelitian Hasil Analisis Statistik (Analisis Wilcoxon) Sebelum Mengikuti SMD Setelah Mengikuti SMD Rata-rata Modal (Rp) 137.405.405,4 211.010.255,5 0,000a Diversifikasi Usaha (jumlah) 1 6 0,000 a Peningkatan Populasi (UT) 14,6 17,6 0,186 b Penerapan Teknologi (jumlah) 2 7 0,000 a

Status Kelas Kelompok (%) Kelas Pemula 98,6 94,6 0,083b Kelas Lanjut 1,4 5,4 Perkembangan Kelembagaan (%) Individu 58,1 0 0,000a Kelompok 41,9 78,4 Gabungan Kelompok 0 18,9 Koperasi 0 2,7 Dijadikan Sebagai Tempat Magang (%) 0 8,11 0,046 a Keterangan: a : tidak berbeda (P>0,05)

b : berbeda signifikan (P<0,05)

Indikator keberhasilan ditinjau dari penerapan teknologi menunjukan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Sebelum mengikuti SMD, jenis teknologi yang diterapkan pada peternakan hanya IB, sedangkan setelah mengikuti program SMD jenisteknologi yang diterapkanlebih bervariasi seperti pengolahan kotoran ternak menjadi kompos dan biogas serta penerapan teknologi pengolahan pakan.Pada sekitar pertanian tanaman padi, peternak memanfaatkan limbah utama tanaman padi yaitu jerami sebagai pakan utama ternak (Muslim, 2003; Elly dkk, 2008; Basuni dkk, 2010), disamping itu juga memanfaatkan tebon jagung pada daerah pengembangan jagung (Sodiq, 2011). Akan tetapi, penggunaan jerami secara langsung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ternak. Hal ini disebabkan jerami padi memiliki kandungan serat kasar tinggi dan protein serta kecernaan yang rendah. Untuk itu, beberapa SMD mengajarkan teknologi pakan berupa pembuatan jerami fermentasi dan jerami amoniasi.

(8)

pada saat ada program mempunyai kelemahan antara lain belum timbulnya sikap saling percaya antar sesama anggota dan belum tercipta keserasian sesama anggota, oleh karenanya permasalahan yang terjadi dikelompok tidak mampu terselesaikan dengan baik. Hermanto dan Swastika (2011) menyatakan, umumnya kelompok tani yang ada sekarang ini merupakan hasil dari kegiatan proyek-proyek, sehingga tidak jarang selesainya proyek, banyak kelompok tidak mampu mempertahankan kelompoknya atau tinggal nama saja. Akan tetapi, ada juga kelompok tani yang semakin maju setelah program selesai sehingga pembinaan terhadap kelompok tani sangat penting dilakukan pemerintah (Sidhi, 2012).

Indikator keberhasilan dari aspek kelembagaan yaitu perkembangan kelembagaan dan dijadikan sebagai tempat magang, menunjukan hasil yang signifikan (P<0,05). Hal ini dikarenakan sebelum mengikuti program SMD rata-rata peternak masih berupa individu sedangkan syarat untuk mengikuti program SMD minimal harus sudah membentuk kelompok. Pengembangan kelompok tani perlu dilaksanakan dengan nuansa partisipatif sehingga prinsip kesetaraan, transparasi, tanggung jawab, akuntabilitas serta kerjasama menjadi muatan-muatan baru dalam pemberdayaan peternak. Upaya yang diarahkan untuk terbentuknya kelompok-kelompok peternak, kerjasama antar kelompok sehingga terbentuk kelompok yang produktif yang terintegrasi dalam satu koperasi dibidang peternakan (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2002).

Hasil analisis indikator keberhasilan program SMD dilihat dari dijadikannya peternakan kelompok sebagai tempat magang menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05).Sebelum mengikuti program SMD 100% kelompok belum pernah dijadikan tempat magang, sedangkan setelah mengikuti program SMD terdapat 6 kelompok yang akhirnya dijadikan tempat magang masyarakat sekitar atau penelitian mahasiswa.

SIMPULAN

Sebelum mengikuti program SMD, peternak masih menjalankan usahannya secara tradisional atau belum berorientasi usaha agribisnis. Setelah mengikuti program SMD, terjadi peningkatan kinerja usaha pada aspek ekonomi, teknis maupun kelembagaan. Secara umum, kinerja usaha peternakan kelompok tani ternak setelah mengikuti program SMD lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti program SMD.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 2008a. Identifikasi Kelas Kemampuan Kelompok Tani Ternak di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba. Jurnal Ilmu Ternak, Juni 2008. Vol 8 No. 1, 77-82.

Abdullah, A. 2008b. Peranan Penyuluhan dan Kelompok Tani Ternak untuk Meningkatkan Adopsi Teknologi dalam Peternakan Sapi Potong. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong. Palu. 28 November 2008. Astiti, L. G. S. 2010. Manajemen Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Pada Ternak Sapi. Kementerian

Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.

Basuni, R., Muladno, C. Kusmana, dan Suryahadi. 2010. Sistem Integrasi Padi-Sapi Potong di Lahan Sawah. Iptek Tanaman Pangan Vol. 5 No. 1-2010.

Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2002. Pengembangan Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Deptan, Jakarta.

(9)

Ditjennak. 2012. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Sarjana Membangun Desa (SMD) Tahun 2012. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian. Jakarta.

Elly, F.H., B.M. Sinaga, S.U. Kuntjoro, dan N. Kusnadi. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Rakyat Melalui Integrasi Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara. Jurnal Litbang Pertanian, 27 (2), 2008.

Elis, N. 2008. Sistem Pemeliharaan dan Produktivitas Sapi Potong pada Berbagai Kelas Kelompok Peternak di Kabupaten Ciamis. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Hermanto dan D.K.S Swatika. Penguatan Kelompok Tani: Langkah Awal Peningkatan Kesejahteraan Petani. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 9 N0. 4, Desember 2011 : 371-390.

Jayadi, E. 2011. Permasalahan yang Dihadapi Kelompok Tani Binaan Sarjana Membangun Desa (Studi Kasus: Kelompok Tani Longkaran Kelurahan Sungai Sapiah, Kecamatan Kuranji, Kota Padang). Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang.

Kusnadi, U. 2008. Inovasi Teknologi Peternakan dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Untuk Menunjang Swasembada Daging Sapi. Pengembangan Inovasi Pertanian 1(3), 2008: 189-205.

Mayulu, H., Sunarso, C.I. Sutrisno, dan Sunarsono. 2010. Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 29 (1), 2010.

Muladno. 2003. Grand Design Pengembangan Peternakan Mencapai Ketahanan Pangan di Kalsel. Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Peternakan Nasional, Bahan Diskusi Repeta Dan RAPBN 2004, BAPPENAS 23 Juli 2003.

Muslim, C. 2003. Peranan Kelompok Peternak Sapi Potong Dengan Pendekatan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang, Departemen Pertanian.

Prastiti, R. A., W. Rahayu, dan A. Wijianto. 2012. Strategi Pengembangan Agribisnis Sapi Potong di Kabupaten Blora. e-Jurnal Agrista. Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Priyanto, D. 2011. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Dalam Mendukung Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau Tahun 2014. Jurnal Litbang Pertanian, 303 (3), 2011.

Putra, E. Analisa Pelaksanaan Program Sarjana Membangun Desa (SMD) Dalam Pembibitan Sapi Potong (Studi Kasus Pada Kelompok Tani Longkaran Di Longkaran Kelurahan Sungai Sapih Kecamatan Kuranji Kota Padang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang.

Sidhi, A.H. 2012. Produktivitas Dan Pendapatan Pemeliharaan Sapi PotongPada Program Sarjana Membangun Desa (SMD)Dan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Di Wilayah Binaan Unsoed. Tesis.FakultasPeternakanUnsoed. Purwokerto.

Sinaga, W. 2009. Analisis Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Membangun Kabupaten Cianjur. Skripsi. IPB. Bogor.

Sodiq, A. 2009. Aksesibilitas UMKM terhadap Perbankan dalam mendukung pembangunan peternakan. Disampaikan pada pertemuan teknis fungsi-fungsi pembangunan peternakan diselenggarakan oleh Direktorat jenderal peternakan Deptan, tgl. 23-25 April 2009 di Mataram, NTB.

Sodiq, A. 2010. Kinerja Sarjana Membangun Desa Dalam Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS). Jurnal Ilmiah Inkoma. 21: 119-128.

Sodiq, A. 2011. Analisis Kawasan Usaha Pengembangbiakan dan Penggemukan Sapi Potong Berbasis Sumberdaya Lokal Pedesaan untuk Program Nasional Percepatan Pencapaian Swasembada Dasing Sapi. Agripet: Vol (11) No. 1: 22-28.

Wijaya, V. 2011. Analisis Kinerja Usaha Restoran XYZ dengan Menggunakan Fasilitas Kredit UKM. Skripsi. Departemen agribisnis. Fakultas ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.

Gambar

Tabel  2.  Jumlah  Diversifikasi  Usaha  yang  Dilakukan  Oleh  Kelompok  Tani  Ternak  Sebelum  dan  Setelah Mengikuti Program SMD
Tabel  3.    Populasi  Sapi  Potong  Kelompok  Tani  Ternak  Sebelum  dan  Setelah  Mengikuti  Program  SMD  Jumlah  Kelompok  Populasi  Minimum (UT)  Populasi  Maksimum (UT)  Populasi Rata-rata (UT)  Populasi Sebelum  Mengikuti SMD  74  0  48  14,6  Popul
Tabel 4.Jumlah Teknologi yang Diterapkan Kelompok Tani Ternak Sebelum dan Setelah Mengikuti  Program SMD
Tabel 5. Kinerja Usaha Kelompok Tani Ternak Sebelum dan Setelah Mengikuti Program SMD  Jenis Kinerja Usaha
+2

Referensi

Dokumen terkait

Beribu manfaat tentang informasi dan teknologi di bidang pendidikan dan kebudayaan bisa didapatkan oleh masyarakat melalui kanal-kanal di laman http://kemdikbud.go.id sesuai dengan

‘They’re looking for us, then,’ Father Kreiner said, peering at the immobile Type 102, poking her as if to see what a walking TARDIS felt like, ‘the Doctor’s friends.’..

BRIDGESTONE TIRE INDONESIA, berdasarkan sumber dan penggunaan modal kerja dengan tingkat likuiditas dilihat pada tahun 2003 ke tahun 2004 mengalami kenaikkan berarati kinerja

Aplikasi validasi kata ini dapat memeriksa setiap kata dan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah pengetikannya, dari setiap kata yang terdapat pada file dokumen

Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta..

Kondisi faktor lingkungan sosial seperti tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan kuantil indeks kepemilikan merupakan determinan variabel yang dapat dimodifikasi

APB, FACR, dan Inflasi mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Syariah. REO mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap ROA pada Bank

Skenario pencapaian sasaran pembangunan sanitasi Kabupaten Mahakam Ulu untuk mencapai target universal access 2019 jangka menengah dalam rencana peningkatan akses pada setiap