• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

6 A. Pengetahuan Pasien Hipertensi

1. Definisi

Menurut Notoatmodjo (2010) Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek, sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran, dan indera penglihatan.

2. Tingkat pengetahuan

Menurut Bloom (1956) dalam Notoadmodjo (2010) membagi pengetahuan memjadi enam tingkatan, yaitu sebagai berikut:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai ingatan akan sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau mengingat kembali. Tahu merupakan tingkat yang peling rendah dalam pengetahuan. Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan, dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

(2)

7 d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan atara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. Ukuran kemampuan adalah seseorang dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Tabel 2.1 Tingkatan pengetahuan

Tingkatan

Pengetahuan Tahu Memahami Aplikasi Analisis Sintesis Evaluasi Kurang Cukup Baik + + + + + + + + ++ + +

Tabel di atas dapat dilihat bahwa seseorang yang dikatakan memiliki pengetahuan kurang apabila seseorang tersebut baru sekedar tahu dan

(3)

memahami saja, sedangkan seseorang yang memiliki pengetahuan cukup cenderung memiliki bukan hanya sekedar tahu dan memahami tetapi juga sudah bisa mengaplikasi dan menganalisis, dan seseorang dikatakan memiliki pengetahuan yang baik apabila sudah mencapai tingkatan/tahapan sintetis dan evaluasi. Pengetahuan oleh karenanya merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior), pengalaman dan penelitian ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010) adalah pengalaman, tingkat pedidikan, keyakinan, fasilitas penghasilan, dan sosial budaya.

a. Pengalaman: pengalaman yang didapatkan oleh seseorang bisa berasal dari pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain. Pengalaman kadang-kadang sering dihubungkan dengan usia seseorang meskipun usia tidak mutlak mempengaruhi pengalaman seseorang.

b. Pendidikan: pendidikan memberikan wawasan yang baru kepada seseorang. Secara umum, orang yang berpendidikan memiliki tingkat pengetahuan dan wawasan yang luas dibandingkan dengan orang yang tingkat pendidikannya rendah.

c. Keyakinan: keyakinan bisa bersifat turun-temurun yang kadang tanpa pembuktian sebelumnya yang bias menpengaruhi tingkat pendidikan seseorang, baik keyakinan yang bersifat positif maupun negatif.

(4)

d. Fasilitas: fasilitas dapat berupa sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Misalnya radio, buku, televisi, koran, dan lain-lain.

e. Penghasilan/ekonomi: secara tidak langsung penghasilan yang didapat memungkinkan seseorang memperoleh fasilitas untuk menambah pengetahuan.

f. Sosial budaya: kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang tentang sesuatu.

B. Sikap (attitude) 1. Definisi

Menurut Azwar (2008), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

(5)

Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.

2. Komponen Sikap

Azwar (2008) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu: a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

3. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2010), yaitu :

a. Menerima (receiving): diartikan bahwa seseorang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)

b. Merespon (responding): memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pernyataan, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Menghargai (valuing): subjek atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,

(6)

bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.

d. Bertanggung jawab (responsible): bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakinannya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani ambil resiko bila ada orang lain yang tau adanya resiko lain.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Oskup & Schult (2005) dalam Sonatha (2012), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, antara lain:

a. Pengetahuan: pengetahuan manusia dapat diperoleh dari pengalaman langsung maupun pengetahuan yang didapat dari sumber terpercaya. Dengan adanya pengetahuan maka dapat mengubah keyakinan dan paradigma individu terhadap sesuatu yang akhirnya menimbulkan sikap individu terhadap sesuatu yang akhirnya menimbulkan sikap individu terhadap sesuatu tersebut.

b. Kepercayaan: sikap individu dapat dilihat sebagai cerminan dari kepercayaan terhadap sesuatu hal. Misalnya kepercayaan keluarga terhadap pelayanan rumah sakit tertentu akan mempengaruhi sikap keluarga untuk memilih berobat ke rumah sakit yang sudah dipercaya.

c. Kebudayaan yang diperoleh dari pengalaman, pembacaan, kondisi (agama, pendidikan, paradigma). Peran serta kebudayaan dapat mempengaruhi sikap individu untuk menerima maupun menolak sesuatu.

C. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah sesuatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13 -50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia diatas 50 tahun. Harus dilakukan pengukuran tekanan

(7)

darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut (WHO, 2001 dalam Aminuddin, 2013).

Vasum et al dalam Sugiharto (2007), penelitiannya mengatakan bahwa prehipertensi yaitu sistolik 130 s/d 139 mmHg, distolik 85 s/d 89 mmHg mempunyai risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler dibandingkan dengan kelompok tekanan darah optimal sistolik <120 mmHg dan distolik <80 mmHg. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).

Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi. Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang (Sugiharto, 2007).

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90% dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10% dari seluruh hipertensi. Menurut Ann dalam Sugiharto (2007), berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu:

(8)

a. Hipertensi Primer

Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi primer sering dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang kegemukan (obesitas), membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat antihipertensi mungkin pula digunakan tetapi kadang-kadang menimbulkan efek samping seperti meningkatnya kadar kolesterol, menurunnya kadar natrium (Na) dan kalium (K) didalam tubuh dan dehidrasi.

b. Hipertensi Sekunder

Artinya penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ, yang termasuk hipertensi sekunder seperti : hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik.

Menurut Linda Brookes dalam Sugiharto (2007), The update WHO/ISH

hypertension guideline, yang merupakan divisi dari National Institute of Health

di AS secara berkala mengeluarkan laporan yang disebut Joint National

Committee on Prevention, Detectioan, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Laporan terakhir diterbitkan pada bulan Mei 2003, memberikan

resensi pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria hipertensi yang dibagi dalam empat kategori yaitu optimal, normal dan normal tinggi / prahipertensi, kemudian hipertensi derajat I, hipertensi derajat II dan hipertensi derajad III.

(9)

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal Normal

Normal Tinggi (Pra Hipertensi) Hipertensi Derajat I

Hipertensi Derajat II Hipertensi Derajat III

<120 <130 130-139 140-159 160-179 ≥ 180 <80 <85 85-89 90-99 100-109 ≥ 110 Sumber: Linda Brookes, 2004 dalam Sugiharto 2007

Prahipertensi, jika angka sistolik antara 130 sampai 139 mmHg atau angka diastolik antara 85 sampai 89 mmHg. Jika orang menderita prahipertensi maka risiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Misalnya orang yang masuk kategori prahipertensi dengan tekanan darah 130/85 mmHg – 139/89 mmHg mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah lebih rendah. Jika tekanan darah dalam kategori prahipertensi, maka dianjurkan melakukan penyesuaian pola hidup yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal.

Hipertensi derajat I sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka perubahan pola hidup merupakan pilihan pertama untuk penanganannya. Selain itu juga dibutuhkan pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah. Hipertensi derajat II dan derajat III, dalam kelompok ini mempunyai risiko terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang berhubungan dengan hipertensi. Pengobatan untuk setiap orang dalam kelompok ini dianjurkan kombinasi dari dua jenis obat tertentu dibarengi dengan perubahan pola hidup.

3. Gejala Klinis Hipertensi

Menurut Elizabeth dalam Sugiharto (2007), sebagian besar tanpa disertai gejala dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:

(10)

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi. c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

Peningkatan tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing.

4. Faktor Risiko Hipertensi

Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas: a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1) Umur

Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.

2) Jenis Kelamin

Para ahli mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Sedangkan menurut Mansjoer et al (2007), pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi, dan menurut Bustan (2007) bahwa wanita lebih banyak yang menderita

(11)

hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.

3) Riwayat Keluarga

Menurut Sheps (2005), hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%.

4) Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol 1) Kebiasaan Merokok

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak, otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.

(12)

2) Konsumsi Asin/Garam

Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan arah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

3) Konsumsi Lemak Jenuh

Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

4) Penggunaan Jelantah

Dianjurkan oleh Khomsan (2003), bagi mereka yang tidak menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan untuk membatasi penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, stroke, darah tinggi dan lain-lain.

5) Kebiasaan Konsumsi Minuman Beralkohol

Menurut Khomsan (2003), konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan

(13)

konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas.

6) Obesitas

Menurut Hull (1996) dalam Sugiharto (2007), dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Pada penelitian lain dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi). Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg.

7) Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Orang yang

(14)

tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

8) Stres

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap.

9) Penggunaan Estrogen

Estrogen meningkatkan resiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan mengatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (> 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.

5. Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan farmakologis dan penatalaksanaan nonfarmakologis.

a. Penatalaksanaan Farmakologis

Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer adalah dengan obat. Terapi dengan pemberian obat antihipertensi terbukti dapat menurunkan sistol dan mencegah terjadinya stroke pada pasien usia 70 tahun atau lebih. Menurut Mansjoer (2007), penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis

(15)

rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai umur dan kebutuhan. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah dan dapat mengontrol hipertensi terus menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap risiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur.

Sekarang terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah 2 obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan mengurangi efek samping. Setelah diputuskan untuk memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau beta bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai dengan algoritma. Diuretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat yang lain. Jika tambahan obat yang kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif.

b. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi.

Menurut beberapa ahli, pengobatan nonfarmakologis sama pentingnya dengan pengobatan farmakologis, terutama pada pengobatan hipertensi derajat I. Pada hipertensi derajat I, pengobatan secara nonfarmakologis kadang-kadang dapat

(16)

mengendalikan tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan atau pemberiannya dapat ditunda. Jika obat antihipertensi diperlukan, Pengobatan nonfarmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:

1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis

Menurut Corwin (2001), berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis. Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol.

2) Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

3) Perubahan pola makan

a) Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi natrium demi menurunkan tekanan darah: 1) Perbanyak makanan segar, kurangi makan yang diproses. 2) Pilihlah produk dengan natrium rendah. 3) Jangan menambah garam pada makanan saat

(17)

memasak. 4) Jangan menambah garam saat di meja makan. 5) Batasi penggunaan saus-sausan. 5) Bilaslah makanan dalam kaleng.

b) Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

c) Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi resiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyakk mineral seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalsium), kacang-kacangan (mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung kalsium.

d) Menghilangkan stress

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.

(18)

D. Pencegahan Stroke 1. Definisi

Stroke adalah kerusakan fungsi saraf akibat kelainan vascular yang berlangsung lebih dari 24 jam atau kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak sehingga mengakibatkan penghentian suplai darah keotak, kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi (Black, 2005; dalam Marlina, 2008).

Menurut Hickey (2005) dalam Marlina (2008) Stroke merupakan penyakit perdarahan otak yang timbul secara mendadak dan dapat mengakibatkan penghentian suplai darah ke otak. Kejadian stroke yang lebih berat mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan sebelah anggota gerak. Stroke juga merupakan yang datang dan dapat terjadi pada siapapun secara mendadak dan tiba-tiba. Secara teori dikatakan jika seseorang pernah mengalami stroke serangan yang pertama, maka beresiko untuk mengalami serangan stroke yang kedua bahkan stroke selanjutnya, bila penatalaksanaan stroke pertama tidak maksimal.

2. Klasifikasi Stroke

Stroke dapat di klasifikasikan menurut etiologi dan perjalanan penyakitnya (Made, 2009)

a. Klasifikasi stroke menurut etiologinya

1) Stroke Hemoragik, adalah stroke yang menimbulkan perdarahan pada intrakranial seperti intraserebral hemoragik, epidural, hematom,

sebdural hematom, subaracnoid hematom yang mana disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah otak baik karena hipertensi yang berlebihan ataupun pecahnya aneorisma serebral.

(19)

2) Stroke Non Hemoragik adalah stroke yang menimbulkan jaringan otak mengalami iskemik dan berlanjut pada nekrosis. Terjadi karena adanya proses trombosis, emboli, dan spasme pembuluh darah otak.

b. Klasifikasi stroke menurut perjalanan penyakitnya

Stroke diklasifikasikan juga sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Perjalanan tersebut dapat dilihat dari kronologis kejadian awal mulanya serangan stroke. Menurut perjalanan penyakitnya, maka stroke dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Transient Ischemic Attacks (TIA)

TIA merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul secara tiba-tiba dan pulih kembali dalam beberapa detik sampai beberapa jam, paling lama 24 jam. Tanda dan gejala dari kelompok ini adalah gangguan neurologis fokal, terjadi selama beberapa detik sampai beberapa jam dan gejala hilang sempurna kurang dari 24 jam.

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

RIND mirip dengan TIA’s tetapi kejadiannya lebih lama dari pada TIA dimana gejala hilang lebih dari 24 jam tetapi tidak lebih dari 1 minggu.

3) Stroke Progresif (Stroke in evolution)

Merupakan perkembangan stroke kearah yang lebih berat terjadi secara perlahan yang dapat menyebabkan kelainan neurologis menetap dengan karakteristik seperti; selain gejala TIA’s diatas gejala yang paling menonjol adalah munculnya tanda dan gejala makin lama bertambah buruk yang dapat terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

4) Stroke Komplet (Stroke Complete)

Stroke komplet atau stroke lengkap adalah stroke yang menunjukkan gangguan neurologis yang permanen sejak awal serangan dan sedikit

(20)

sekali memperlihatkan perbaikan. Karakteristik utama yang menjadi kriteria kelompok ini adalah berawal dari serangan TIA yang berulang diikuti oleh stroke in evolution. Kelainan neurologi yang terjasi bersifat menetap. Perbaikan gangguan neurologis terjadi sedikit dan akan banyak menimbulkan gejala sisa. Selanjutnya, mungkin akan menetap sampai beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun.

3. Patofisiologi Stroke

Stroke hemoragik terjadi sesuai dengan perdarahan otak dan lokasi perdarahannya. Perdarahan subaracnoid dapat terjadi akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling utama adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulasi willis dan kelainan bentuk arteri-vena (AVM). Perdarahan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya tekanan dalam otak yang menimbulkan terjadinya proses menekan dan merusak jaringan otak sekitarnya. Daerah yang tertekan tersebut selanjutnya akan mengalami edema akibat iskemia dan menambah tekanan intracranial semakin berat. Perdarahan subaracnoid juga disebabkan oleh efek sekunder iskemia pada otak akibatnya penurunan tekanan perfusi dan vasospasme (Made, 2009).

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi pada pasien stroke dengan hipertensi dan eterosklerosis. Perdarahan intraserebral juga bisa disebabkan oleh tumor otak dan penggunaan obat-obatan seperti obat oral antikoagulan dan amphetamine. Perdarahan biasanya terjadi pada daerah seperti lobus otak, basal ganglia, thalamus, pons dan serebellum. Perdarahan dapat juga terjadi pada intraventrikular (Black & Hawks, 2005 dalam Made 2009)

Kerusakan sel otak mengakibatkan deficit neurologis. Deficit neurologis berkaitan erat dengan daerah serebral yang terkena (infark). Deficit neurologis biasanya terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah infark. Hal ini terjadi

(21)

karena adanya penyilangan jalur motor neuron. Penyilangan terjadi pada diskus piramidalis (decussation of pyramids).

Thrombus dan embolus pada pembuluh darah otak mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang atau terhenti sama sekali kedaerah distal otak yang mengalami thrombus dan emboli sehingga otak kekurangan sumber kalori berupa glukosa dan mineral lain serta oksigen. Iskemia terjadi ketika aliran darah menurun kurang dari 25ml per 100g/menit. Akibatnya neuron tidak bias mempertahankan metabolisme (respirasi) aerobnya. Mitokondria berubah menjadi respiratori anaerob sehingga menghasilkan asam laktat dan perubahan pH. Penurunan bentuk metabolism ini juga mengakibatkan penurunan jumlah neuron dalam memprodulsi adenosine triphosphate (ATP) yang akan dijadikan sumber energi dalam aktivitas sel neuron berupa proses depolarisasi.

Penurunan aliran darah serebral menyebabkan terjadinya daerah penumbra dan berkembang menjadi daerah infark. Daerah penumbra yaitu daerah otak yang iskemik dan terdapat pada daerah sekitar yang mengelilingi daerah infark. Daerah ini dapat segera mengalami infark jika tidak dilakukan tindakan penyelamatan. Daerah ini dapat diselamatkan dengan meningkatkan aliran darah serebral menuju ke daerah tersebut dalam waktu yang cepat. Jika hal ini berlanjut akan mengakibatkan bertambahnya kerusakan pada selaput sel. Akibatnya yang timbul adalah kalsium dan glutamate banyak terbuang, terjadi vasokontriksi dan menghasilkan radikal bebas.

Proses ini memperbesar area infark pada penumbra dan memperberat gangguan neurologis terutama stroke iskemik. Area infark dan penumbra ini akan bertambah luarsnya edema otak disekitar penumbra dan infark sebagai akibat tekanan dan iskemia sehingga menyebabkan gangguan system saraf yang lebih luas yang bersifat sementara. Area edema ini akan berkurang dalam waktu

(22)

beberapa jam atau beberapa hari sehingga gangguan saraf secara perlahan dapat kembali normal sesuai dengan perkembangan proses yang terjadi.

4. Tanda dan Gejala Stroke

Menurut Soeharto 2002 dalam Andarwati (2007) meyebutkan bahwa anda dan gejala dari stroke adalah sebagai berikut:

a. Hilangnya kekuatan (timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.

b. Rasa baai (hilangnya sensasi atau sensasi tak lazim) di suatu bagian tubuh, terutama jika hanya salah satu sisi.

c. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi. d. Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa. e. Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap atau jatuh tanpa sebab. f. Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing, kesulitan menelan,

kebingungan akut atau gangguan daya ingat.

g. Nyeri kepala yang terlalu parah, muncul memdadak atau memiliki karakter tidak lazim, termasuk perubahan pola nyeri kepala yang tidak dapat diterangkan.

h. Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan.

5. Faktor Resiko Stroke

Stroke dapat dicegah dengan manipulasi faktor resiko baik individu maupun komunitas seperti yang diungkapkan oleh Murni dalam Andrawati (2007), faktor resiko stroke antara lain:

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko mayor, baik stroke iskemik, perdarahan subaraknoid. Hipertensi akan mempercepat aterosklerosis sehingga mudah menjadi emboli pada pembuluh darah besar.

(23)

b. Penyakit Jantung

Penyakit jantung koroner, penyakit jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia jantung dan terutama gangguan pompaan atau irama jantung, sehingga emboli yang berasal dari bilik jantung atau vena pulmonel dapat menyebabkan terjadinya infark serebri yang mendadak

c. Diabetes Mellitus

Merupakan faktor resiko terhadap stroke iskemik dan bila disertai dengan hipertensi resikonya akan menjadi lebih besar. Diabetes mellitus mempunyai keseimbangan internal kea rah trombogenik. Suatu abnormalis system hemostatic pada diabetes mellitus adalah hiperaktiitas trombosit.

d. Aterosklerosis

Adanya manifestasi klinis dari aterosklerosis baik berupa angina pektoris, bising arteri karotis, klaudikasio, intermitten merupakan faktor resiko dari stroke.

e. Viskositas Darah

Meningkatnya viskositas atau kekentalan darah baik disebabkan karena meningkatnya hemotokrit dn fibrinogen akan mengakibatkan resiko stroke.

f. TIA

Dari semua penderita stroke 50% diantaranya pernah TIA. Beberapa laporan mengatakan bahwa penderita dengan TIA kemungkinan 1/3 nya akan mengalami TIA 1/3 tanpa gejala dan 1/3 akan mengalami stroke.

g. Peningkatan Kadar Darah Lemak

Adanya hubungan positif antara aterosklerosis serebrovaskular. Ada hubungan positif antara kadar kolestrol total dan kadar trigliserida dengan

(24)

resiko stroke dan ada hubungan negatif antara meningkatnya HDL dengan resiko stroke.

h. Merokok

Merupakan faktor resiko stroke, resiko meningkat dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap sehari. Dengan berhenti merokok resiko stroke akan menurun setelah 2 tahun dan kemudian akan terus menurun setelah 2 tahun dan kemudian akan terus menurun, setelah 5 tahun resiko akan sama dengan bukan perokok.

i. Obesitas

Obesitas sering dihubungkan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa dan akan meningkatkan resiko stroke. Obesitas tanpa disertai dengan DM bukan merupakan faktor resiko stroke yang bermakna.

j. Alkohol

Minum alkohol berlebihan merupakan faktor resiko untuk stroke untuk stroke iskemik dan mungkin stroke hemoragik. Peminum alkohol yang berlebihan akan meningkatkan tekanan darah, kadar trigliserida, fibrilasi atrium, paroksimal dan kardiomiopati.

k. Faktor Resiko Lainnya

Masih banyak lagi faktor resiko yang lain telat diteliti usia lanjut dan jenis kelamin pria juga merupakan faktor resiko yang independent, yang juga mungkin termasuk sebagai faktor resiko ialah: migren, status ekonomi, kenaikan hematokrit, fibrinogen, diet tinggi natrium, diet rendah kalium dan inaktifitas (kurang olahraga).

(25)

6. Penatalaksanaan Pencegahan Stroke Pada Pasien Hipertensi

Menurut Thomas dalam Andarwati (2007) Berdasarkan perspektif kesehatan masyarakat maka pencegahan stroke terdiri dari tiga tingkatan yaitu, pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer adalah usaha pencegahan serangan stroke yang pertama kali, pencegahan sekunder adalah usaha pencegahan pada penderita yang pernah mengalami serangan stroke dan ingin menghindari serangan berikutnya. Sedangkan pencegahan tersier adalah untuk individu yang mengalami masalah kesehatan (stroke) yaitu dengan melakukan rehabilitasi, pencegahan komplikasi, meningkatkan kualitas hidup (Sonatha, 2012).

a. Pencegahan Primer

1) Pengobatan tekanan darah

Pada pasien yang memiliki tekanan darah tinggi (sistolik >150mmHg) harus memperoleh pengobatan untuk mencegah serangan stroke. Pengobatan dilakukan dengan hati-hati memakai preparat antagonis kalsium (seperti nifedipin) serta salah satu anggota kelompok obat yang disebut penghambat beta (seperti etanol).

2) Kadar lemak darah

Penderita hipertensi usia pertengahan dan usia lanjut mempunyai permasalahan yang berhubungan dengan lemak. Penderita yang usianya lebih muda harus memperoleh nasehat diet rendah lemak jenuh dan kalori seimbang.

3) Problem Pembuluh darah

Penderita yang pernah mengalami serangan iskemik sepintas atau penyempitan pembuluh arteri karotis harus menjalani pemeriksaan antara lain pemeriksaan gelombang suara ultra untuk mengetahui keadaan arteri karotis juga dijumpai kelainan dilakukan pemeriksaan. Perilaku yang

(26)

dapat diterapkan untuk mencegah terjadinga iskemik yaitu berolahraga secara teratur dan diet yang sehat.

4) Olahraga teratur

Olahraga yang tidak mengeluarkan banyak tenaga misalnya jalan kaki dengan cepat, jogging dan bersepeda. Dengan melakukan olahraga yang teratur dan dinamis dapat memperbaiki aliran darah ke otot-otot dan memperbaiki metabolisme otot itu sendiri. Hal ini akan membantu terjadinya pelebaran pembuluh darah sehingga tensi menjadi turun. Olahraga juga menambah kesehatan dan kebugaran jasmani yang akan meningkatkan daya tahan tubuh penderita menghadapi serangan komplikasi penyakit hipertensi yaitu stroke.

5) Diet rendah garam

Kemungkinan terjadi stroke pada penderita hipertensi sangat tinggi bila penderita mengkonsumsi garam dapur terlalu banyak. Orang yang normal mengkonsumsi garam dapur 5-15 gram per hari. Sedangkan orang yang menderita hipertensi dianjurkan makan garam seminimal mungkin sekitar 2-3 gram per hari. Dengan demikian dapat mengurangi resiko terjadinya stroke.

6) Perubahan pola hidup a) Mengurangi kegemukan

Orang yang gemuk yang banyak mengkonsumsi kalori tinggi mempunyai resiko besar terjadi hipertensi dan akhirnya biasanya terjadi stroke. Dengan mengurangi berat badan dapat menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi asupan kalori dengan makanan yang kandungan lemaknya rendah, gunakan susu krim untuk menambah kandungan protein dalam sereal dan sup. Jangan gunakan santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan.

(27)

b) Hentikan kebiasaan merokok

Pengapuran pembuluh darah yang disebut dengan aterosklerosis merupakan akibat pertama kali dari merokok, dan juga terjadi kurangnya volume darah, rokok dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah 2-10 menit setelah dihisap. Karena merangsang saraf mengeluarkan hormon yang bias menyebabkan pengerutan pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi naik dan menyebabkan faktor resiko terjadi stroke.

c) Menghindari stress

Lingkungan, fisik dan sosial mempengaruhi manusia menimbulkan stress dengan berbagai manifestasi diantaranya hipertensi dan dapat menyebabkan stroke. Hal ini dapat dicegah dengan cara berusaha relaksasi dalam menghadapi masalah, melakukan refreshing dan dapat juga dengan mendalami agama dan berusaha menciptakan keluarga yang bahagia.

b. Pencegahan Sekunder 1) Tekanan darah

Pada pasien yang mengalami tekanan darah tinggi pemberian obatnya harus hati-hati, obat yang diberikan harus dalam dosis yang tepat.

2) Pengobatan yang tepat

Penderita terlebih dahulu mengetahui apakah serangan stroke yang pertama kali terjadi disebabkan oleh perdarahan atau karena infark serebral.

(28)

3) Sebututir aspirin sehari

Penderita yang sebelumnya pernah mengalami serangan stroke disebabkan thrombosis harus mendapat aspirin sebagai tindakan pencegahan stroke berulang.

4) Warfarin

Penderita kelainan jantung yang dapat menimbulkan thrombosis bias dilindungi dengan pemberian antikoagulan warfarin. Penderita yang terus mendapat serangan iskemik sepintas sekalipun sudah minum aspirin dapat menggunaka warfarin.

E. Hubungan Pengetahuan Terhadap Pencegahan Stroke Pada Pasien Hipertensi Banyak faktor yang harus diperhatihan untuk mencegah stroke terutama faktor pengetahuan (Fadilah, 2007). Pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam upaya mencegah terjadinya stroke. Hal ini di dukung oleh beberapa penelitian dibawah ini.

Berdasarkan penelitian Agoes et al (2013) tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Perilaku Pencegahan Stroke Pada Penderita Hipertensi Di Panti Werdha Pangesti Lawang Malang. Rancangan penelitian menggunakan desain penelitian observasional dengan studi pendekatan cross sectional di Panti Werdha Pangesti Lawang-Malang. Jumlah sampel 35 orang diambil dengan total

sampling. Pengumpulan data menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan

karakteristik responden mayoritas berjenis kelamin perempuan (63%), umur 71-80 tahun (46%), berpendidikan SMP (46%), memiliki tekanan darah 140-150/80-90mmHg (86%), menderita hipertensi selama lebih dari 1-5 tahun (60%), mendapat informasi dari pendidikan informal yaitu penyuluhan dari petugas kesehatan (63%), tingkat pengetahuannya cukup baik (43%), dan memiliki perilaku pencegahan stroke baik (40%). Analisa hasil penelitian dengan uji spearman’s rank menunjukkan ada

(29)

hubungan korelasi tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan perilaku pencegahan stroke (p = 0,002 dan rho 0,510**).

Menurut penelitian Rosi (2011) Hubungan Pengetahuan Pasien Penderita Hipertensi dengan Upaya Mencegah Kejadian Stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan, penelitian menggunakan desain deskriptif korelasi. Jumlah sampel sebanyak 75 orang, informasi dari responden diperoleh oleh peneliti dengan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. Hasil penelitian didapat bahwa 88% pengetahuan pasien sudah dalam kategori baik dan 89,3% upaya mencegah kejadian stroke sudah dalam kategori baik. Analisa hubungan pengetahuan pasien penderita hipertensi terhadap upaya mencegah kejadian stroke diukur dengan menggunakan uji

Spearmen’s rho p = 0,021 (<0,05) dan diperoleh juga nilai r = 0,266. Kesimpulan

dari penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan pasien penderita hipertensi dengan upaya mencegah kejadian stroke dengan kekuatan hubungan lemah.

Hasil penelitian Sonatha (2012) tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam Pemberian Perawatan Pasien Pasca Stroke, menunjukkan faktor yang mempengaruhi sikap keluarga dalam memberikan perawatan kepada pasien pasca stroke adalah tingkat penghasilan keluarga (p value 0,004; α = 0.05), pengalaman keluarga sebelumnya (p value 0,004; α = 0.05), dan tingkat pengetahuan keluarga (p = 0.027; α = 0.05). peneliti menggunakan teknik sampling

consecutive sampling dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian

berjumlah 56 orang anggota keluarga dari pasien pasca stroke.

Hasil penelitian Roza (2009) terdapat adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap pencegahan stroke berulang (p = 0,007), sedangkan antara sikap keluarga terhadap pencegahan stroke berulang adanya hubungan yang bermakna (p = 0,005). Peneliti menggunakan metode korelasi dengan desain

(30)

merawat penderita stroke yang diambil secara accidental sampling, sedangkan instrument penelitian adalah kuisioner. Pengolahan data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan chi-square.

Berdasarkan penelitian Andarwati (2007), tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan stroke pada penderita hipertensi di desa Manggarmas Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Metode penelitian yang digunakan

survey dengan pendekatan cross sectional dengan rancangan penelitian explaratory

(penjelajahan) dengan jumlah sampel 74 orang. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan penderita hipertensi sebesar 78,4%, sedang sebesar 75,7% dan rendah sebesar 12,2%. Adapun perilaku pencegaha stroke diperoleh bahwa baik 75.7% dan perilaku tidak baik sebesar 24.3%. hasil uji statistik dengan spearman

rank diperoleh nilai p sebesar 0.043 (<0.05), hasil tersebut menunjukkan ada

hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencehagan stroke pada pasien hipertensi.

Pernyataan tidak sesuai dengan penelitian Fadhila (2010), yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang faktor risiko penyakit serebrovaskular terhadap kejadian stroke iskemik. Dengan jumlah sampel 60 pasien dan menggunakan desain penelitian kasus-kontrol, dengan 30 pasien stroke iskemik sebagai kasus dan 30 pasien bukan stroke dengan satu atau lebih faktor risiko stroke sebagai control. Semua sampel dilakukan pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku dengan menggunakan kuesioner. Data dideskripsikan dalam bentuk tabel, dianalisis dengan uji Chi square menunjukkan nilai p > 0.05, CI 95% dan power 80% yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap dan perilaku tentang faktor risiko penyakit serebrovaskular terhadap kejadian stroke iskemik.

(31)

F. Kerangka konsep

Berikut kerangka konsep penelitian yang di dalam skema berikut ini :

Skema 2.1 Kerangka konsep

G. Hipotesis

Ha : Ada hubungan signifikan Pengetahuan pasien hipertensi dengan pencegahan stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Bintang Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah 2014.

Ha : Ada hubungan signifikan Sikap pasien hipertensi dengan pencegahan stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Bintang Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh

Tengah 2014.

Pengetahuan : Pasien Hipertensi

Pencegahan Stroke Sikap : Pasien Hipertensi

Gambar

Tabel 2.1 Tingkatan pengetahuan
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi

Referensi

Dokumen terkait

dan fungsi implikatur ungkapan kalembo ade dalam bahasa Bima. Berdasarkan tujuan tersebut, fokus masalah dalam penelitian ini yaitu 1) bagaimanakah bentuk implikatur

dalam antenatal care akan meningkatkan tindakan pencegahan Tuberkulosis pada ibu.. hamil di Puskesmas Umbulharjo

KERANGKA PIKIRAN DAN PERUHUSAN HIPOTESIS... ANALISIS DAN

disimpulkan bahwa: Pengelolaan barang milik daerah pada SKPD di Pemerintahan Kota Palu belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, karena belum sesuai dengan

[r]

Pada hari ini, Rabu tanggal tujuh belas bulan Oktober tahun dua ribu dua belas, Panitia Pekerjaan Pembangunan Kanopi Kantor Dewan Pertimbangan Presiden Tahun

Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung antara lain yaitu lebih tahan disimpan, lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan,

Studi mengenai kepatuhan pajak ( tax compliance ) hingga saat ini didominasi oleh literatur dari bidang ekonomi dan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua