• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA KABUPATEN MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN OLEH DEWI PURWANTI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA KABUPATEN MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN OLEH DEWI PURWANTI H"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH DEWI PURWANTI

H14094009

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

RINGKASAN

DEWI PURWANTI. Analisis Sektor Unggulan dalam Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Dengan adanya kebijakan otonomi daerah maka daerah dituntut untuk dapat menemukan dan mengembangkan potensi ekonomi unggulannya sehingga daerah dapat berupaya mengoptimalkan kinerjanya agar potensi ekonomi unggulan tersebut dapat termanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Muara Enim mencapai 5,67 persen namun pertumbuhan kesempatan kerja hanya mencapai 2,28 persen. Pertumbuhan Ekonomi yang tidak diiringi dengan pertumbuhan kesempatan kerja ini dapat menjadi masalah yang serius dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sektor-sektor ekonomi apa saja yang menjadi unggulan yang dapat menyerap tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan analisis Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), dan Overlay. Sedangkan untuk melihat daya serap tenaga kerja digunakan analisis elastisitas dan koefisien tenaga kerja.

Selama periode 2005-2008, Kabupaten Muara Enim memiliki pertumbuhan ekonomi yang positif. Pertumbuhan ekonomi secara positif terjadi hampir di seluruh sektor ekonomi. Sedangkan struktur ekonomi pada periode yang sama menunjukkan ciri struktur primer. Kontribusi sektor pertanian dan sektor pertambangan masih dominan dalam pembentukkan PDRB. Selain itu, dari sisi ketenagakerjaan terlihat bahwa sebagian besar tenaga kerja di Kabupaten Muara Enim terserap pada lapangan kerja primer terutama sektor pertanian. Secara keseluruhan, sektor ekonomi yang menjadi unggulan berdasarkan kontribusi dan pertumbuhan dilihat dari sisi penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan bila dilihat dari stuktur ekonomi tanpa migas, maka sektor pertanian juga menjadi salah satu sektor unggulan di Kabupaten Muara Enim selain sektor pertambangan dan penggalian.

Selama periode 2005-2008, kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen menyebabkan penurunan daya serap tenaga kerja di sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini berarti tingkat penyerapan tenaga kerja pada tahun 2008 lebih rendah dibanding tahun 2005. Namun demikian, kedua sektor tersebut mempunyai produktivitas tenaga kerja yang semakin meningkat yang ditandai dengan nilai koefisien tenaga kerja yang semakin menurun. Penurunan ini mengindikasikan adanya tahapan kemajuan perekonomian suatu daerah dari tradisional menuju industri. Namun di sisi lain, penurunan ini berdampak tidak baik dalam hal penyerapan tenaga kerja karena akan mengakibatkan pengangguran yang semakin tinggi di kedua sektor ini.

Pengembangan terhadap sektor-sektor unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja tinggi harus menjadi fokus utama pemerintah. Namun, pengembangan sektor unggulan tersebut hendaknya tidak mengabaikan sektor-sektor ekonomi lainnya yang masih mempunyai kemungkinan untuk berkembang di masa yang akan datang. Pengembangan tersebut hendaknya dilakukan secara lintas sektoral, terintegrasi, dan konsisten.

(3)

OLEH DEWI PURWANTI

H14094009

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(4)

Judul Skripsi : Analisis Sektor Unggulan dalam Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan

Nama : Dewi Purwanti NRP : H 14094009

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, M.Si NIP. 19730113 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003

(5)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Dewi Purwanti H 14094009

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dewi Purwanti lahir pada tanggal 27 November 1981 di Tegal. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Idris dan Ibu Wanipi. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Krandon 1 Tegal pada tahun 1994, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP di SMP Negeri 2 Tegal pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 1 Tegal dan lulus pada tahun 2000.

Setelah tamat SMA, pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan lulus pada tahun 2004 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST). Setelah itu bekerja pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim (Provinsi Sumatera selatan) selama lebih kurang empat tahun.

Pada tahun 2009, penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Penyelenggaraan Khusus Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor hasil kerja sama BPS dan IPB. Sesuai dengan aturan yang ada, penulis harus mengikuti proses matrikulasi dan menyusun skripsi pada akhir kegiatan matrikulasi tersebut sebagai syarat memasuki jenjang strata dua (S-2) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Sektor Unggulan dalam Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan” ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Dr. Rusman Heriawan, M.S, sebagai Kepala BPS beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan sangat berharga kepada penulis untuk melanjutkan studi ke IPB.

2. Dedi Budiman Hakim, Ph.D., sebagai Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor beserta staf dan jajarannya yang bersedia menerima penulis sebagai salah satu peserta didiknya.

3. Alla Asmara, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan mencurahkan perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Widyastutik, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan

masukan demi perbaikan skripsi ini.

5. Papa dan mama tercinta, adik-adikku tersayang, dan seluruh keluarga besar di Tegal dan Jakarta yang senantiasa mencurahkan segala doa dan dukungan yang tiada pernah terputus demi kebaikan penulis.

6. Segenap dosen pengajar matrikulasi di Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah membagi ilmunya kepada penulis.

7. Teman-teman mahasiswa kelas khusus BPS-IPB angkatan 2009, semoga semakin kompak dan sukses selalu.

(8)

8. Teman-teman sekantor yang senantiasa meneguhkan hati dan semangat penulis dengan sapaan-sapaannya: Yuk Wati, Indah, Renny, Risma, Celi, Andi, Deddy, Ferdi, Aidil, Firman, Yuk Leni, Yuk Reni, Eva, dan Winih. Tegur sapa kalian membuatku semakin berdaya.

9. Teman-teman kos; Wiwin, Titin, Krismanti, Teh Dini, Mba Titi, Uni Deska, Lustri, yang selalu memberi energi baru untuk menghadapi semua tantangan. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Oktober 2009

Dewi Purwanti H14094009

(9)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 8 1.4 Manfaat Penelitian ... 8 1.5 Ruang Lingkup ... 9

II. LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Daerah ... 10

2.1.2 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) dan Sektor Ekonomi Unggulan ... 12

2.2 Penelitian Sebelumnya ... 16

2.3 Kerangka Pemikiran ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Sumber Data ... 19

3.2 Metode Analisis ... 19

3.2.1 Analisis Deskriptif ... 20

3.2.2 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan ... 21

3.2.2.1 Analisis Location Quotient (LQ) ... 22

3.2.2.2 Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 23

(10)

iv

3.2.3 Analisis Elastisitas dan Koefisien Tenaga Kerja ... 27

3.2.3.1 Analisis Elastisitas Tenaga Kerja ... 27

3.2.3.2 Analisis Koefisien Tenaga Kerja ... 27

3.3 Definisi Variabel Operasional ... 28

IV. GAMBARAN UMUM ... 31

4.1 Kondisi Umum Kabupaten Muara Enim ... 31

4.2 Kondisi Perekonomian ... 32

4.2.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 32

4.2.2. Struktur Ekonomi ... 35

4.2.3. Peranan Sektor PDRB Kabupaten Muara Enim terhadap Provinsi Sumatera Selatan ... 38

4.2.4. Pendapatan Perkapita ... 39

4.3. Kondisi Ketenagakerjaan ... 41

4.3.1. Distribusi Penyerapan Tenaga Kerja menurut Sektor ... 41

4.3.2. Indikator Ketenagakerjaan ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

5.1. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Muara Enim ... 45

5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) ... 45

5.1.2 Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 49

5.1.3 Analisis Overlay ... 51

5.2. Analisis Elastisitas dan Koefisien Tenaga Kerja ... 55

5.2.1 Analisis Elastisitas Tenaga Kerja ... 55

5.2.2 Analisis Koefisien Tenaga Kerja ... 58

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan ... 61

6.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Muara Enim dalam Struktur dengan Migas Tahun 2005–2008 (Persen) ... 4 1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Kesempatan Kerja

Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008 (Persen) ... 6 3.1. Alat Analisis, Kegunaan, dan Data yang Digunakan dalam

Penelitian ... 21 4.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Muara Enim dan Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2005-2008 (Persen) ... 32 4.2. Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Muara Enim Tahun 2005–2008 (Persen) ... 34 4.3. Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Muara Enim terhadap Sektor

PDRB Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005 dan 2008 ... 39

4.4. Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008 (dalam Rupiah) ... 40

4.5. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2008 ... 41 4.6. Indikator-indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Muara Enim

Tahun 2006-2008 ... 43 5.1. Nilai Location Quotient (LQ) Kabupaten Muara Enim dari Sisi

Penciptaan Nilai Tambah Tahun 2005-2008 ... 46 5.2. Nilai Location Quotient (LQ) Kabupaten Muara Enim dari Sisi

Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2005-2008 ... 48 5.3. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dari Sisi Penciptaan Nilai

Tambah Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008 ... 50 5.4. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dari Sisi Penyerapan Tenaga

(12)

vi

5.5. Analisis Overlay Potensi Ekonomi dari Sisi Penciptaan Nilai Tambah Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008 ... 52 5.6. Analisis Overlay Potensi Ekonomi Kabupaten Muara Enim

Tahun 2005-2008 ... 54 5.7. Nilai Elastisitas Tenaga Kerja menurut Lapangan Usaha

Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008 ... 56 5.8. Nilai Koefisien Tenaga Kerja menurut Lapangan Usaha Kabupaten

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008 ... 6

2.1. Alur Kerangka Pemikiran ... 18 3.1. Diagram Ketenagakerjaan ... 29 4.1. Struktur Ekonomi Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera

Selatan Tahun 2008 ... 35 4.2. Struktur Perekonomian Kabupaten Muara Enim dalam Struktur

dengan Migas Tahun 2008 (Persen) ... 36 4.3. Struktur Perekonomian Kabupaten Muara Enim dalam Struktur

(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2008 (Juta Rupiah) ... 68 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga

Konstan 2000 Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2008 (Juta Rupiah) ... 69 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Muara Enim dan Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2005-2008 (Persen) ... 70 4. Struktur Ekonomi Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera

Selatan Tahun 2005-2008 (Persen) ... 71 5. Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Lapangan Usaha

Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2008 (Persen) ... 72 6. Nilai Location Quotient (LQ) Kabupaten Muara Enim dari Sisi

Penciptaan Nilai Tambah Tahun 2005-2008 ... 73 7. Nilai Location Quotient (LQ) Kabupaten Muara Enim dari Sisi

Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2005-2008 ... 74 8. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Kabupaten Muara Enim

Tahun 2005-2008 ... 75 9. Analisis Overlay Potensi Ekonomi Kabupaten Muara Enim Tahun

2005-2008 ... 76 10. Nilai Elastisitas dan Koefisien Tenaga Kerja Kabupaten Muara

(15)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan yang dilakukan di Indonesia bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera lahir dan batin secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik secara bersama-sama dan berkesinambungan. Dalam kerangka itu, pembangunan ekonomi juga ditujukan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.

Pembangunan ekonomi daerah diartikan sebagai suatu kegiatan di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan pembangunan. Pengelolaan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan sehingga tidak terjadi inefisiensi dalam penggunaan sumberdaya. Pembangunan ekonomi daerah juga dilakukan dengan menghindari terjadinya eksploitasi sumberdaya alam yang tidak memberikan kemakmuran terhadap masyarakat sekaligus menekan efek negatif dari pembangunan seminimal mungkin.

(16)

2

Pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama yaitu meningkatkan dan memperluas peluang kerja bagi masyarakat yang ada di daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-sama mengambil inisiatif memanfaatkan seluruh potensi yang ada secara optimal dalam membangun perekonomian daerah untuk kesejahteraan masyarakat.

Faktor tenaga kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pembangunan. Faktor tenaga kerja tidak saja dipandang sebagai satu bagian unit dalam penciptaan output, tetapi juga bagaimana kualitas tenaga kerja tersebut berinteraksi dengan faktor-faktor produksi lainnya untuk menciptakan suatu nilai tambah (produktivitas). Semakin produktif tenaga kerja berdampak pada peningkatan nilai tambah yang dihasilkan. Selain pasar uang dan pasar barang, pasar tenaga kerja juga menentukan bekerjanya suatu sistem ekonomi dalam pembangunan.

Sektor ekonomi akan mengalami perubahan selama proses pembangunan berlangsung. Begitu pula persentase penduduk yang bekerja di berbagai sektor ekonomi juga akan mengalami perubahan. Pembangunan daerah akan berdampak pada peningkatan sektor-sektor perekonomian. Dan hal ini tidak lepas dari pembangunan sumberdaya manusia dan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja merupakan masalah penting dalam pembangunan daerah. Tenaga kerja dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, artinya penyerapan tenaga kerja mendukung keberhasilan pembangunan daerah secara keseluruhan. Sehingga kondisi ketenagakerjaan dapat juga menggambarkan

(17)

kondisi perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.

Dalam upaya mendorong peningkatan partisipasi dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan daerah maka pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan desentralisasi.

Pemberlakuan otonomi daerah ini mengharuskan pemerintah daerah lebih kreatif menggali dan mengembangkan potensi ekonomi untuk meningkatkan perekonomian daerah. Adanya potensi ekonomi di suatu daerah tidaklah mempunyai arti bagi pembangunan ekonomi daerah tersebut bila tidak ada upaya untuk memanfaatkan dan mengembangkannya secara optimal. Kewenangan yang lebih besar diberikan kepada daerah dalam era otonomi sekarang ini mengharuskan pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah dan dengan mengunakan sumberdaya yang ada mampu menaksir potensi sumberdaya yang dimiliki untuk dipergunakan dalam menyusun model pembangunan ekonomi yang paling sesuai dengan daerah tersebut.

(18)

4

Kabupaten Muara Enim yang dikenal dengan “Bumi Serasan Sekundang” merupakan wilayah yang memiliki luas 9.140,50 km2 dan memiliki 305 desa dan 16 kelurahan, dengan sektor pertambangan sebagai leading sector yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian wilayah. Hal ini terlihat dari kontribusi PDRB Kabupaten Muara Enim selama periode 2005–2008.

Tabel 1.1 Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Muara Enim dalam Struktur dengan Migas Tahun 2005–2008 (Persen)

Tahun

No. Lapangan Usaha

2005 2006 r) 2007 *) 2008 **)

1 Sektor Primer 77.37 77.10 76.85 76.98

- Sektor Pertanian 15.51 15.82 16.07 15.72

- Sektor Pertambangan dan Penggalian 61.87 61.28 60.78 61.26

2 Sektor Sekunder 10.69 10.81 10.90 10.55

- Sektor Industri Pengolahan 6.79 6.89 6.92 6.61 - Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 0.39 0.39 0.39 0.36

- Sektor Bangunan 3.50 3.53 3.59 3.58

3 Sektor Tersier 11.94 12.08 12.26 12.46

- Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 5.28 5.51 5.65 5.78 - Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 1.72 1.87 1.92 1.89 - Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.14 1.11 1.08 1.06

- Sektor Jasa-jasa 3.79 3.60 3.61 3.73

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim Keterangan : r) Angka Revisi

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa berdasarkan kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB maka struktur ekonomi Kabupaten Muara Enim selama periode 2005-2008 menunjukkan ciri struktur primer atau ciri struktur ekonomi yang berbasis sumberdaya alam. Selama beberapa tahun terakhir struktur ekonomi Kabupaten Muara Enim menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian dan sektor pertambangan masih dominan dalam pembentukkan PDRB.

(19)

Kondisi ini cukup beralasan karena Muara Enim dikenal sebagai kabupaten yang memiliki sumberdaya alam berupa minyak bumi, gas bumi, batubara, dan hasil-hasil pertanian (karet, kelapa sawit, dan kopi).

Pada tahun 2008, sektor primer (sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian) memberikan kontribusi paling besar dalam pembentukan PDRB (dengan migas) dengan persentase sebesar 76,98 persen. Kontribusi sektor primer disumbang oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 61,26 persen dan sektor pertanian sebesar 15,72 persen. Sedangkan sektor sekunder dan tersier memberikan kontribusi masing-masing sebesar 10,55 persen dan 12,46 persen. Jika unsur migas tidak dimasukkan ke dalam penghitungan PDRB (PDRB tanpa migas), maka sektor primer tetap memberikan kontribusi paling besar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Muara Enim tahun 2008, yaitu sebesar 57,44 persen namun dalam komposisi yang berbeda. Sumbangan terbesar diberikan oleh sektor pertanian yaitu sebesar 29,07 persen, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian hanya menyumbang sebesar 28,37 persen.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi dalam struktur dengan migas di Kabupaten Muara Enim selama periode 2005-2008, meningkat dari 4,16 persen menjadi 5,67 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi tanpa migas meningkat dari 4,29 persen menjadi sebesar 6,82 persen (Grafik 1.1). Pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi yang agak melambat dari tahun sebelumnya disebabkan oleh dampak adanya krisis keuangan global yang melanda dunia. Secara keseluruhan, perekonomian Kabupaten Muara Enim selalu mengalami pertumbuhan yang positif.

(20)

6 4,16 5,44 5,85 5,67 4,29 6,17 6,94 6,82 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 2005 2006 2007 2008 Tahun P er tu m b u h an E k o n o m i (P er se n )

PDRB dengan Migas PDRB tanpa Migas

Sumber: BPS, 2005-2008

Grafik 1.1.Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008 Namun, pertumbuhan ekonomi ternyata tidak diiringi dengan kenaikan pertumbuhan kesempatan kerja. Hal ini terlihat dari peningkatan yang tidak terlalu besar pada kesempatan kerja untuk setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi seperti terlihat pada Tabel 1.2. Pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,67 persen namun pertumbuhan kesempatan kerjanya hanya mencapai 2,28 persen. Hal ini dapat berdampak tidak baik bagi perekonomian Kabupaten Muara Enim karena dapat mengakibatkan pengangguran yang semakin tinggi.

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Kesempatan Kerja Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008 (Persen)

Tahun Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Kesempatan Kerja (1) (2) (3) 2005 4.16 3.97 2006 5.44 1.47 2007 5.85 -1.88 2008 5.67 2.28

(21)

Kontribusi sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian yang paling dominan bagi perekonomian Kabupaten Muara Enim diharapkan dapat menjadi sektor unggulan yang dapat memacu laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan penduduk dan menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya dapat menyerap tenaga kerja di kedua sektor tersebut. Namun dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, kedua sektor tersebut selalu mengalami penurunan dalam hal persentase penduduk yang bekerja. Selama periode 2005-2008, kesempatan kerja di kedua sektor yang merupakan sektor primer tersebut mengalami penurunan dari 83,15 persen menjadi 74,96 persen.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka identifikasi dan analisis sektor ekonomi unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Muara Enim sangat penting untuk dikaji secara lebih terinci, sehingga sektor-sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Muara Enim dapat lebih dikembangkan. Dengan mengetahui potensi ekonomi yang akan dikembangkan, maka penyusunan perencanaan pembangunan di Kabupaten Muara Enim dapat diharapkan lebih terarah sehingga merangsang terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi yang tidak diiringi dengan pertumbuhan kesempatan kerja dapat menjadi masalah yang serius dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Pesatnya perkembangan penduduk menghasilkan angkatan kerja yang berjumlah besar dan tumbuh cepat pula. Hal ini menyebabkan

(22)

8

sejumlah angkatan kerja belum terserap seluruhnya dalam perekonomian. Dengan adanya permasalahan ini diharapkan dapat dicari solusi dan masukan kepada pemerintah daerah dalam menentukan sektor-sektor yang menjadi prioritas pembangunan yang berpihak pada penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan keseluruhan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Sektor ekonomi apa yang memiliki keunggulan komparatif di Kabupaten Muara Enim dari sisi penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja 2. Bagaimana elastisitas dan koefisien tenaga kerja di sektor-sektor ekonomi

unggulan Kabupaten Muara Enim

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan, secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis sektor-sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Muara Enim yang dapat menciptakan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja

2. Menganalisis elastisitas dan koefisien tenaga kerja di sektor-sektor ekonomi unggulan Kabupaten Muara Enim

1.4. Manfaat Penelitian

Dari skripsi ini diharapkan akan diperoleh manfaat antara lain:

1. Manfaat Praktis yaitu: melalui informasi mengenai sektor dan subsektor ekonomi unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja maka diharapkan

(23)

dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Muara Enim dalam penyusunan perencanaan pembangunan ekonomi daerah.

2. Manfaat Teoritis yaitu: melalui penelitian ini dapat diketahui sektor ekonomi unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja di Kabupaten Muara Enim serta dapat digunakan sebagai bahan rujukan atau bahan perbandingan terhadap penelitian terdahulu maupun penelitian berikutnya.

1.5. Ruang Lingkup

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan, pembahasan pada skripsi ini dibatasi pada identifikasi sektor unggulan yang dapat menyerap tenaga kerja berdasarkan kriteria kontribusi dan rasio pertumbuhan nilai tambah maupun tenaga kerja di Kabupaten Muara Enim. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2008 dengan Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan sebagai objek penelitian.

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Daerah

Ada beberapa teori yang mengungkapkan tentang pertumbuhan ekonomi. Menurut Adam Smith, kebijaksanaan laissez faire sangat penting diterapkan dalam sistem mekanisme pemaksimalan tingkat perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dengan kebijakan yang ada memungkinkan setiap masyarakat akan mengoptimalisasikan kegiatan ekonominya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Sedangkan menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan masyarakat, yaitu perubahan politik, struktur sosial, nilai sosial, dan struktur kegiatan perekonomiannya.

Teori lainnya juga pernah diungkapkan oleh Kuznets. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan nya (Jhingan, 2008). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang telah dicapai pada masa sebelumnya. Artinya perkembangan baru tercipta apabila

(25)

jumlah barang dan jasa yang dihasilkan (tingkat output) dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya.

Menurut Arsyad (1999), pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah terjadi perubahan struktur ekonomi atau tidak. Hal ini tidak secara tepat menunjukkan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang dicapai. Oleh karena itu, beberapa ahli ekonomi membedakan pengertian antara pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pembangunan ekonomi (economic development). Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Namun seiring perkembangan dan era globalisasi seperti sekarang ini, konsep pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berjalan seiring, dimana pertumbuhan merupakan sisi dampak dari adanya suatu pembangunan.

Terkait dengan perekonomian daerah, Arsyad (1999) juga menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah. Dalam kerangka pencapaian tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut dibutuhkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya lokal.

(26)

12

Sjafrizal (1997) mengatakan untuk mencapai tujuan pembangunan daerah, kebijaksanaan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Hal ini perlu diusahakan karena potensi pembangunan yang dihadapi oleh masing-masing daerah tentu sangat beragam. Karena itu, bila prioritas pembagunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka sumberdaya yang ada kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Keadaan tersebut mengakibatkan relatif lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan, yang selanjutnya mengakibatkan meningkatnya kepincangan pembangunan wilayah secara keseluruhan.

2.1.2. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) dan Sektor Ekonomi Unggulan

Salah satu teori ekonomi yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah adalah teori basis ekonomi. Menurut Arsyad (1999) teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation), dan daerah mempunyai kesempatan untuk mengembangkan sumberdaya yang dimiliki dengan memanfaatkan tenaga kerja yang ada termasuk dari luar daerah dalam upaya meningkatkan peluang ekspor. Lebih lanjut dalam analisisnya, teori basis ekonomi biasanya digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan sektor unggulan.

(27)

Apabila sektor unggulan tersebut dikembangkan dengan baik akan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan daerah secara optimal.

Tumbuh atau tidaknya suatu wilayah dan cepat atau tidaknya wilayah itu tumbuh ditentukan oleh bagaimana kinerja wilayah itu sebagai eksportir ke daerah lain dan atau ke luar negeri. Oleh karena itu muncul suatu strategi pembangunan daerah yang menekankan tentang arti pentingnya bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional agar mengurangi hambatan-hambatan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang didirikan di daerah tersebut.

Menurut Tarigan (2005), berdasarkan teori basis ekonomi, perkonomian suatu wilayah dibagi menjadi dua, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke luar batas-batas perkonomian wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis merupakan kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perkonomian wilayah tersebut.

Dasar pemikiran teknik ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena sektor basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan ke luar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya, serta menaikkan volume kegiatan non basis. Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan kenaikan konsumsi

(28)

14

dan investasi di daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap industri basis, tetapi juga menaikkan permintaan akan industri non basis atau lokal. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam produksi lokal merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari industri basis. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk kedalam daerah tersebut, dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan non basis. Dengan demikian kegiatan atau sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak utama dimana setiap perubahan mempunyai efek terhadap perekonomian. Oleh Karena itu, industri basis merupakan industri yang harus dikembangkan di suatu daerah (Arsyad, 1999).

Pengertian basis ekonomi di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan dinamis, maksudnya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sektor tersebut secara otomatis menjadi sektor basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun kemunduran. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi; perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah; perkembangan teknologi; dan adanya perkembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah adanya perubahan permintaan dari luar daerah, dan kehabisan cadangan sumberdaya.

(29)

Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang tergolong sederhana

dalam menentukan kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan dalam suatu wilayah. Asumsi yang dipakai adalah adanya persamaan pola permintaan dan persamaan produktivitas tiap pekerja pada wilayah yang kecil dengan wilayah yang lebih luas. Kelemahan dari teori ini adalah bahwa teori ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal, karena menurut teori ini pertumbuhan suatu wilayah itu ditentukan oleh ekspor yang pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Selain itu, teknik ini berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi. Namun, teori ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi. Kelebihan analisis Location Quotient (LQ) antara lain bahwa teknik ini memperhitungkan ekspor

langsung dan tidak langsung (Richardson, 2001).

Dalam model ekonomi basis, alat ukur yang digunakan adalah nilai tambah atau jumlah pekerja (employment). Basis ekonomi dari sebuah aktifitas terdiri atas aktivitas-aktivitas yang menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja sebagai suatu basis dari ekonomi sebuah daerah. Semua pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis. Pendapatan dan kesempatan kerja basis berasal dari ekspor. Hal ini mengakibatkan industri-industri ekspor merupakan basis dari wilayah tersebut. Pendapatan dan kesempatan kerja non basis ditentukan oleh pendapatan dan kesempatan kerja sektor basis.

(30)

16

2.2. Penelitian Sebelumnya

Damayanti (2006) dalam penelitiannya tentang perekonomian wilayah DKI Jakarta dan daerah sekitarnya tahun 2000-2004 yang menganalisis sektor unggulan serta kaitannya dalam penyerapan tenaga kerja menunjukkan bahwa sektor-sektor yang menjadi unggulan bagi kota Jakarta adalah sektor-sektor sekunder seperti perdagangan, hotel dan restoran; serta pengangkutan dan komunikasi. Keduanya memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan sektor yang sama pada tingkat megapolitan ataupun nasional. Sektor yang juga menjadi salah satu sektor potensial bagi kota Jakarta adalah jasa-jasa. Sektor tersebut ternyata mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Typology Klassen dan Indeks Williamson untuk melihat pola disparitas yang terjadi antara Jakarta dan

sekitarnya. Sedangkan untuk melihat sektor unggulan DKI Jakarta dengan menggunakan kombinasi shift share dan location quotient. Analisis shift share juga digunakan untuk melihat penyerapan tenaga kerja menurut sektor.

Hasil penelitian yang dilakukan Riyadi (2008) tentang Analisis sektor Ekonomi Potensial di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa berdasarkan keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, spesialisasi, serta struktur dan pola pertumbuhan ekonominya, maka subsektor tanaman perkebunan merupakan subsektor ekonomi potensial di Kabupaten OKU Timur.Untuk mengidentifikasi sektor atau subsektor ekonomi potensial berdasarkan kriteria keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan spesialiasi digunakan metode analisis location quotient (LQ), shift

(31)

share modifikasi Estaban Marquillas (SS-EM), model rasio pertumbuhan (MRP)

dan overlay.

2.3. Kerangka Pemikiran

Model pembangunan ekonomi daerah dapat dilakukan dengan pendekatan sektor. Pembangunan ekonomi dengan pendekatan sektor selalu dimulai dengan pertanyaan sektor apa yang harus dikembangkan (Aziz, 1994). Dalam penelitian ini sektor yang harus dikembangkan disebut sebagai sektor unggulan.

Identifikasi sektor unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja perlu dilakukan di Kabupaten Muara Enim karena adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak diiringi dengan pertumbuhan kesempatan kerja yang baik. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak tidak baik bagi perekonomian. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian serta sektor pertanian yang dominan di Kabupaten Muara Enim ternyata tidak diiringi dengan penyerapan tenaga kerja yang baik di kedua sektor ini. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi dan analisis sektor unggulan baik dari sisi kontribusi maupun pertumbuhan nilai tambah dan kesempatan kerja. Untuk melihat sektor unggulan dari sisi kontribusi nilai tambah dan kesempatan kerja digunakan analisis location quotient (LQ), dan dari sisi pertumbuhan nilai tambah dan kesempatan kerja digunakan analisis model rasio pertumbuhan (MRP). Kemudian dari kedua alat analisis ini dilakukan analisis overlay untuk menentukan sektor unggulan yang mampu menciptakan nilai

tambah sekaligus mampu menyerap tenaga kerja. Sedangkan untuk melihat daya serap tenaga kerja di sektor unggulan digunakan analisis elastisitas dan koefisien

(32)

18

tenaga kerja. Secara sistematis alur kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Alur Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan Ekonomi Tidak Diiringi dengan Pertumbuhan Kesempatan Kerja

Penciptaan Nilai Tambah Penyerapan Tenaga Kerja

Sektor Unggulan yang Mampu Menyerap

Tenaga Kerja Analisis Overlay Analisis LQ (Location Quotient) Analisis MRP (Model Rasio Pertumbuhan)

Implikasi Kebijakan Sektor-sektor Ekonomi Analisis Elastisitas dan Koefisien Tenaga Kerja KABUPATEN MUARA ENIM

(33)

3.1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) antara lain Muara Enim Dalam Angka, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan Dalam Angka, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Selatan. Data-data yang juga digunakan antara lain data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000 dan data ketenagakerjaan (jumlah penduduk yang bekerja), serta data-data lain yang relevan dengan penelitian ini. Data-data yang digunakan merupakan data time series dari tahun 2004 sampai 2008.

Untuk menunjang kelengkapan bahan-bahan serta sumber, penulis memanfaatkan literatur yang ada di beberapa perpustakaan terkait. Jurnal-jurnal serta beberapa buku pedoman digunakan untuk menambah wawasan mengenai permasalahan yang sedang diteliti.

3.2. Metode Analisis

Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan berupa analisis deskriptif dan analisis lain dengan menggunakan beberapa alat analisis antara lain Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), overlay, elastisitas tenaga kerja, dan koefisien tenaga kerja.

(34)

20

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai kondisi umum baik perekonomian maupun ketenagakerjaan Kabupaten Muara Enim yang diaktualisasikan melalui penafsiran tabel dan grafik.

Kondisi perekonomian yang ingin dijelaskan dalam analisis ini adalah mengenai pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, pendapatan perkapita, dan peranan sektor PDRB Kabupaten Muara Enim terhadap sektor PDRB Provinsi Sumatera Selatan. Untuk melihat pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Muara Enim digunakan PDRB atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000. Sedangkan struktur perekonomian wilayah Kabupaten Muara Enim dilihat melalui kontribusi tiap sektor terhadap total PDRB atas dasar harga berlaku pada periode waktu tertentu.

Sedangkan kondisi ketenagakerjaan yang ingin dijelaskan dalam analisis ini adalah mengenai ketenagakerjaan Kabupaten Muara Enim yang dibandingkan dengan ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Selatan. Indikator-indikator yang digunakan antara lain persentase penduduk yang bekerja menurut sektor, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), tingkat pengangguran terbuka, dan tingkat kesempatan kerja.

(35)

3.2.2. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan

Secara garis besar, analisis sektor ekonomi unggulan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan dari sisi kontribusi nilai tambah maupun kesempatan kerja melalui alat analisis Location Quotient (LQ) serta penentuan sektor unggulan dari sisi pertumbuhan nilai tambah maupun kesempatan kerja melalui alat analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Selanjutnya dari kedua hasil tersebut akan dilakukan analisis overlay yang bertujuan untuk melihat sektor ekonomi unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja di Kabupaten Muara Enim

Tabel 3.1. Alat Analisis, Kegunaan, dan Data yang Digunakan dalam Penelitian

No. Alat analisis Kegunaan Data yang digunakan

1. Analisis

Location Quotient (LQ)

Menunjukkan besar kecilnya peranan dan mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan (sektor basis), yang memiliki keunggulan komparatif di suatu wilayah.

Pengolahan data PDRB ADHK dan kesempatan kerja Kab. Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan (kontribusi sektor) 2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB dan kesempatan kerja yang terdiri dari komponen RPr dan RPs

Pengolahan data PDRB ADHK dan kesempatan kerja Kab. Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan (rasio

pertumbuhan)

3. Analisis Overlay Kelanjutan dari analisis LQ dan MRP bertujuan untuk

memperoleh deskripsi sektor ekonomi unggulan berdasarkan kriteria pertumbuhan (RPs) dan kontribusi (LQ) dari nilai tambah dan kesempatan kerja.

Pengolahan lanjutan dari LQ dan MRP

(36)

22

3.2.2.1. Analisis Location Quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) merupakan suatu teknik analisis yang digunakan

untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan sektor ekonomi yang sama pada tingkat nasional. Istilah wilayah nasional dapat diartikan untuk wilayah induk atau wilayah atasan. Dalam hal ini, LQ adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah atau tenaga kerja sebuah sektor di suatu daerah (kabupaten/kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor atau tenaga kerja yang bersangkutan dalam skala provinsi.

Secara umum metode ini menunjukkan lokasi pemusatan atau basis aktivitas. LQ dimanfaatkan untuk mengidentifikasikan sumber-sumber pertumbuhan regional, menganalisis kecenderungan dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil-hasil kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam lingkup daerah himpunannya. Analisis LQ berguna untuk membantu menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan melihat kemampuan daya saing komoditas antar daerah atau dapat juga digunakan melihat sektor unggulan suatu wilayah.

Data yang bisa digunakan untuk analisis ini antara lain data pendapatan (PDRB) dan data tenaga kerja. Analisis LQ pada penelitian ini digunakan untuk menentukan sektor basis perekonomian Kabupaten Muara Enim. Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan kontribusi nilai tambah atau tenaga kerja

(37)

kerja sektor sejenis di Provinsi Sumatera Selatan, dengan formula sebagai berikut: X X x x LQ j i ij = ……….. (3.1) dimana: LQ

ij = Indeks LQ sektor i Kabupaten Muara Enim x

ij = PDRB ADHK/Tenaga Kerja sektor i Kabupaten Muara Enim x

i = PDRB ADHK/Tenaga Kerja sektor i Provinsi Sumatera Selatan X

j = Total PDRB ADHK/Tenaga Kerja Kabupaten Muara Enim X = Total PDRB ADHK/Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan Kriteria pengukuran model tersebut yaitu;

a) Jika nilai LQ > 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor basis, yang menunjukkan sektor tersebut mampu melayani pasar baik di dalam maupun di luar Kabupaten Muara Enim

b) Jika nilai LQ < 1, berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor basis, yang menunjukkan suatu sektor belum mampu melayani pasar di Kabupaten Muara Enim

c) Jika nilai LQ = 1, berarti suatu sektor hanya mampu melayani pasar di Kabupaten Muara Enim saja atau belum dapat memasarkan hasil sektor tersebut ke luar daerah lain.

3.2.2.2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Selain alat analisis LQ yang digunakan untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan berdasarkan kriteria kontribusi nilai tambah maupun tenaga

(38)

24

kerja, alat analisis lain dirasakan penting dipergunakan untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Muara Enim. Oleh karena itu, analisis MRP juga digunakan untuk menganalisis sektor unggulan berdasarkan kriteria pertumbuhan nilai tambah maupun tenaga kerja di Kabupaten Muara Enim.

MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Dalam analisis MRP terdapat dua macam rasio pertumbuhan, yaitu:

1 Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs)

Rasio ini merupakan perbandingan antara pertumbuhan pendapatan (PDRB) atau tenaga kerja sektor i di Kabupaten Muara Enim dengan pertumbuhan pendapatan (PDRB) atau tenaga kerja sektor i di Provinsi Sumatera Selatan. 2 Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr)

Rasio ini merupakan perbandingan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) atau tenaga kerja sektor i di Provinsi Sumatera Selatan dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) atau tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan.

Untuk mendapatkan nilai rasio kedua pertumbuhan tersebut digunakan rumus sebagai berikut (Yusuf dalam Mukti, 2008):

1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs):

in in ij ij X X X X RPs 0 0 ∆ ∆ = ... (3.2)

(39)

2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr): n n in in X X X X R 0 0 Pr ∆ ∆ = ... (3.3) dimana :

∆Xij = Perubahan PDRB/Tenaga Kerja sektor i di Kabupaten Muara Enim ∆Xin = Perubahan PDRB/Tenaga Kerja sektor i di Provinsi Sumatera Selatan ∆Xn = Perubahan PDRB/Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan

X0ij = PDRB/Tenaga Kerja sektor i Kabupaten Muara Enim pada awal tahun Xij = PDRB/Tenaga Kerja sektor i Kabupaten Muara Enim pada akhir tahun X0in = PDRB/Tenaga Kerja sektor i Provinsi Sumatera Selatan pada awal tahun Xin = PDRB/Tenaga Kerja sektor i Provinsi Sumatera Selatan pada akhir tahun X0n = Total PDRB/Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan pada awal tahun Xn = Total PDRB/Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan pada akhir tahun

Berdasarkan hasil analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) diperoleh nilai riil dan nominal, kemudian kombinasi dari kedua perbandingan tersebut akan diperoleh gambaran sektor unggulan berdasarkan kriteria pertumbuhan di Kabupaten Muara Enim yang terdiri dari empat klasifikasi sebagai berikut.

1. Nilai RPr positif (+) dan nilai RPs positif (+) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan menonjol baik di Provinsi Sumatera Selatan maupun di Kabupaten Muara Enim.

2. Nilai RPr positif (+) dan nilai RPs negatif (-) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan menonjol di Provinsi Sumatera Selatan tetapi tidak menonjol di Kabupaten Muara Enim.

(40)

26

3. Nilai RPr negatif (-) dan nilai RPs positif (+) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang tidak menonjol di Provinsi Sumatera Selatan tetapi menonjol di Kabupaten Muara Enim.

4. Nilai RPr negatif (-) dan nilai RPs negatif (-) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang rendah baik di Provinsi Sumatera Selatan maupun di Kabupaten Muara Enim.

3.2.2.3. Analisis Overlay

Setelah melakukan analisis Location Quotient (LQ) dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis overlay yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi kegiatan ekonomi

unggulan dalam suatu wilayah yang didasarkan atas kriteria pertumbuhan (hasil analisis wilayah studi atau RPs) dan kriteria kontribusi (hasil analisis LQ) baik berdasarkan penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja. Dari analisis ini terdapat empat kemungkinan yaitu kombinasi antara sektor ekonomi unggulan yang menggambarkan keadaan suatu daerah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (+) menunjukkan suatu sektor yang sangat dominan baik dari pertumbuhan maupun kontribusinya.

2. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (-) menunjukkan suatu sektor yang pertumbuhannya dominan tetapi kontribusinya kecil.

3. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (+) menunjukkan suatu sektor yang pertumbuhannya kecil tetapi kontribusinya besar.

4. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (-) menunjukkan suatu sektor yang tidak dominan baik kriteria pertumbuhan maupun kontribusi.

(41)

3.2.3. Analisis Elastisitas dan Koefisien Tenaga kerja 3.2.3.1. Analisis Elastisitas Tenaga Kerja

Dalam menganalisis daya serap tenaga kerja masing-masing sektor, maka dilakukan hubungan antara pertumbuhan tenaga kerja dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto yang dikenal dengan Elastisitas Tenaga Kerja yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Simanjuntak, 1998):

y n

G

G

E

=

... (3.4) dimana:

E = Elastisitas Tenaga Kerja (Employment Income Growth Elasticity) Gn = Pertumbuhan Tenaga Kerja

Gy = Pertumbuhan Pendapatan (Pertumbuhan PDRB) 3.2.3.2. Analisis Koefisien Tenaga Kerja

Dari data tenaga kerja dan nilai tambah juga dapat dilakukan analisis mengenai daya serap tenaga kerja masing-masing sektor dengan menghitung koefisien tenaga kerja. Koefisien tenaga kerja adalah suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit nilai tambah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Xi

Li

li

=

... (3.5) dimana:

li = Koefisien Tenaga Kerja Sektor i

Li = Jumlah Tenaga Kerja Sektor i Xi = Nilai Tambah Sektor i

(42)

28

3.3. Definisi Variabel Operasional

Beberapa definisi variabel yang terkait dalam penulisan ini antara lain: 1. Perekonomian

a) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai akhir barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah untuk kurun waktu tertentu. b) Pertumbuhan Ekonomi adalah pertumbuhan dari nilai PDRB atas dasar harga

konstan pada suatu periode tertentu yang dibandingkan terhadap nilai PDRB atas dasar harga konstan pada tahun sebelumnya.

c) Kontribusi Sektor adalah sumbangan (share) atau persentase dari nilai tambah tiap sektor terhadap total PDRB pada suatu periode waktu tertentu.

d) Pendapatan Perkapita adalah total PDRB setelah dikurangi dengan penyusutan dan pajak tak langsung netto dibagi jumlah penduduk.

e) Sektor ekonomi unggulan merupakan sektor ekonomi yang memiliki kriteria keunggulan komparatif baik kontribusi maupun nilai rasio pertumbuhan yang baik jika dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama pada wilayah yang lebih luas baik dari sisi penciptaan nilai tambah maupun dari sisi penyerapan tenaga kerja

f) Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian daerah tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan kontribusi nilai tambah maupun tenaga kerja di sektor ekonomi suatu daerah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya.

(43)

2. Ketenagakerjaan

Untuk mempermudah konsep ketenagakerjaan maka digambarkan alur data ketenagakerjaan yang bersumber dari Badan Pusat statistik (BPS) seperti terlihat di bawah ini.

Gambar 3.1. Diagram Ketenagakerjaan Angkatan Kerja (Labor Force) Bukan Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Sementara Tidak Bekerja Sedang Bekerja Mencari Pekerjaan Mempersiapkan Usaha Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan Sudah Punya Pekerjaan, Tetapi Belum Mulai Bekerja Sekolah Mengurus RT Lainnya

Penduduk

Penduduk Bukan Usia Kerja Penduduk Usia Kerja

(44)

30

a) Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.

b) Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, sudah mempunyai pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan pengangguran.

c) Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi)

d) Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari kerja (belum bekerja), penduduk sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), penduduk yang sudah mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta penduduk yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (putus asa). e) Tingkat kesempatan kerja menggambarkan banyaknya angkatan kerja yang

tertampung dalam pasar kerja. Indikator ini menunjukkan kemampuan sektor perekonomian dalam menyediakan daya tampung bagi penduduk yang memasuki pasar kerja.

(45)

4.1. Kondisi Umum Kabupaten Muara Enim

Kabupaten Muara Enim merupakan bagian dari wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang terletak antara 40 Lintang Selatan sampai 60 Lintang Selatan dan 1040 Bujur Timur sampai 1060 Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin, sebelah Selatan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Kota Pagar Alam, sebelah Timur dengan Kabupaten Ogan Ilir dan Kota Palembang dan sebelah Barat dengan Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Lahat. Kabupaten Muara Enim dapat digolongkan sebagai daerah dataran rendah. Kondisi topografi daerah cukup beragam. Daerah dataran tinggi di bagian barat daya merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan. Daerah dataran rendah berada dibagian tengah. Di bagian utara timur laut terdapat daerah rawa atau lebak yang berhadapan langsung dengan daerah aliran Sungai Musi.

Kabupaten Muara Enim merupakan daerah agraris dengan luas wilayah 9.140,50 km2 dengan tingkat kepadatan penduduk 72 orang per km2. Pada tahun 2008 dibagi menjadi 22 kecamatan yang terdiri dari 305 desa dan 16 kelurahan. Pada tahun 2008, jumlah penduduknya mencapai 660.906 jiwa atau mengalami laju pertumbuhan sebesar 1,16 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah penduduk kabupaten ini berada di urutan keempat dari 15 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. Peningkatan jumlah penduduk yang ditunjang dengan

(46)

32

peningkatan pendapatan perkapita merupakan peluang dalam kegiatan di sektor-sektor unggulan.

4.2. Kondisi Perekonomian 4.2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Muara Enim pada tahun 2005 masih di bawah pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Namun mulai tahun 2006 sampai 2008 mulai mengalami kemajuan hingga berada di atas pertumbuhan Provinsi Sumatera Selatan dan nilainya berada di atas lima persen (Tabel 4.1). Hal ini mengindikasikan kemajuan perekonomian di Kabupaten Muara Enim.

Tabel 4.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2008 (Persen)

Pertumbuhan Ekonomi Tahun

Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan

(1) (2) (3) 2005 4,16 4,84 2006 5,44 5,20 2007 5,85 5,84 2008 5,67 5,10 Sumber: BPS, 2004-2008

Laju pertumbuhan di tiap sektor mempunyai keterkaitan dengan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Muara Enim yaitu jika suatu sektor memiliki laju pertumbuhan relatif tinggi pada kurun waktu yang relatif panjang, maka diharapkan sektor ini mampu mengangkat perekonomian Kabupaten Muara Enim. Sebaliknya, bila suatu sektor memiliki laju pertumbuhan relatif rendah atau bahkan minus maka akan menimbulkan kekhawatiran bahwa sektor ini akan

(47)

cenderung memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Muara Enim secara keseluruhan. Hal ini akan berakibat pada penyerapan tenaga kerja yang dapat mengalami penurunan.

Perekonomian Kabupaten Muara Enim di tahun 2008 mengalami laju pertumbuhan yang positif walaupun mengalami sedikit perlambatan dibanding tahun sebelumnya (Tabel 4.2). Dilihat secara sektor, maka yang menjadi penyebab melambatnya laju pertumbuhan ini adalah sektor pertanian yang terpengaruh akibat krisis ekonomi global melalui penurunan harga komoditas ekspor unggulan seperti karet dan kelapa sawit. Selain itu, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan juga mengalami perlambatan pertumbuhan sebagai akibat tidak langsung dari input produk yang diperdagangkan yang kebanyakan adalah produk pertanian. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 lebih ditunjang oleh sektor jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertanian, dan sektor bangunan yang meningkat masing-masing sebesar 9,11 persen, 8,53 persen, 8,39 persen, dan 8,31 persen.

Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian mengalami penurunan dari 10,26 persen pada tahun 2007 menjadi 8,39 persen di tahun 2008. Namun laju pertumbuhan ini masih cukup tinggi dibanding sektor lainnya atau masih di atas delapan persen. Hal ini disebabkan wilayah Kabupaten Muara Enim yang lebih banyak merupakan wilayah pertanian terutama perkebunan karet, kelapa sawit, dan kopi. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor ini masih mempunyai prospek yang bagus di kemudian hari sehingga perlu terus digalakkan program-program yang menunjang kemajuan sektor ini. Program Gerbang Serasan yang merupakan

(48)

34

program pemberdayaan masyarakat terutama di sektor pertanian yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Muara Enim juga harus ditingkatkan sehingga dapat terus menggerakkan perekonomian Kabupaten Muara Enim secara keseluruhan.

Tabel 4.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Kabupaten Muara Enim Tahun 2005–2008 (Persen)

Lapangan Usaha 2005 2006 r) 2007 *) 2008 **)

Sektor Pertanian 9,06 10,19 10,26 8,39

Sektor Pertambangan dan Penggalian 2,01 3,48 3,80 3,82

Sektor Industri Pengolahan 6,65 7,11 7,04 7,00

Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 3,70 4,98 5,78 5,26

Sektor Bangunan 6,92 7,42 8,22 8,31

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,39 7,61 8,35 7,53

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 6,33 7,02 7,58 8,53

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 5,02 5,28 6,48 7,73

Sektor Jasa-jasa 4,82 5,13 6,54 9,11

PDRB dengan Migas 4,16 5,44 5,85 5,67

PDRB tanpa Migas 4,29 6,17 6,94 6,82

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim Keterangan : r) Angka Revisi

*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Secara umum, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Muara Enim selama periode 2005-2008 dalam stuktur dengan migas meningkat dari 4,16 persen di tahun 2005 menjadi 5,67 persen di tahun 2008. Sedangkan pertumbuhan ekonomi tanpa migas meningkat dari 4,29 persen di tahun 2005 menjadi sebesar 6,82 persen di tahun 2008.

(49)

4.2.2. Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi Provinsi Sumatera Selatan tidak berbeda jauh dengan struktur ekonomi Kabupaten Muara Enim dimana sektor primer masih mendominasi perekonomian di wilayah ini. Namun kontribusi sektor primer di Kabupaten Muara Enim jauh lebih mendominasi yaitu sebesar 76,98 persen. Sedangkan di Provinsi Sumatera Selatan kontribusi sektor sekunder dan tersier juga sudah cukup besar yaitu di atas 20 persen. Hal ini mengindikasikan besarnya kontribusi sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian dalam perekonomian Kabupaten Muara Enim.

76,98 10,55 12,46 42,72 29,56 27,71 0 20 40 60 80 100 K o n tr ib u si S ek to r E k o n o m i (P er se n )

Muara Enim Sumatera Selatan

Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier

Sumber: BPS, 2008

Grafik 4.1. Struktur Ekonomi Kabupaten Muara Enim dan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008

Sumbangan menurut sektor dalam PDRB Kabupaten Muara Enim digunakan sebagai salah satu ukuran dalam perekonomian regional Kabupaten Muara Enim. Jika sumbangannya relatif besar maka bila ada sedikit gangguan

(50)

36

dalam sektor ini akan mengakibatkan masalah pada perekonomian Kabupaten Muara Enim secara keseluruhan. Namun demikian, sektor dengan kontribusi yang kecil tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab ada kemungkinan sektor tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan dan akan menjadi andalan wilayah di waktu yang akan datang. Hal lain yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan pola perekonomian ini adalah kenyataan adanya tahap-tahap pertumbuhan ekonomi dalam perjalanan suatu wilayah (dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier).

Pertanian 15,72% Pertambangan dan Penggalian 61,26% Industri Pengolahan 6,61% Listrik, Gas dan

Air Bersih 0,36% Bangunan 3,58% Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,78% Pengangkutan dan Komunikasi 1,89% Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,06% Jasa-jasa 3,73% Sumber: BPS, 2008

Grafik 4.2. Struktur Ekonomi Kabupaten Muara Enim dalam Struktur dengan Migas Tahun 2008

Berdasarkan Grafik 4.2 terlihat bahwa berdasarkan kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB dalam struktur dengan migas, maka struktur ekonomi Kabupaten Muara Enim pada tahun 2008 menunjukkan ciri struktur primer atau ciri struktur ekonomi yang berbasis sumberdaya alam.

(51)

Kontribusi sektor pertanian dan sektor pertambangan masih dominan dalam pembentukkan PDRB atas dasar harga berlaku dalam struktur dengan migas yaitu sebesar masing-masing 61,26 persen dan 15,72 persen. Kondisi ini cukup beralasan karena Muara Enim dikenal sebagai kabupaten yang memiliki sumberdaya alam berupa minyak bumi, batubara, dan pertanian (karet, kelapa sawit, dan kopi).

Pertanian 29,07% Pertambangan dan Penggalian 28,37% Industri Pengolahan 12,22% Listrik, Gas dan

Air Bersih 0,67% Bangunan 6,62% Perdagangan, Hotel dan Restoran 10,69% Pengangkutan dan Komunikasi 3,50% Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,96% Jasa-jasa 6,90% Sumber: BPS, 2008

Grafik 4.3. Struktur Ekonomi Kabupaten Muara Enim dalam Struktur tanpa Migas Tahun 2008

Jika subsektor migas tidak dimasukkan ke dalam penghitungan PDRB (PDRB tanpa migas), maka sektor primer tetap memberikan kontribusi paling besar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Muara Enim tahun 2008, yaitu sebesar 57,44 persen namun dalam komposisi yang berbeda. Sumbangan terbesar diberikan oleh sektor pertanian yaitu sebesar 29,07 persen, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian hanya menyumbang sebesar 28,37 persen. Hal ini

Gambar

Tabel  1.1      Kontribusi  Sektor-sektor  Ekonomi  Kabupaten  Muara  Enim  dalam Struktur dengan Migas Tahun 2005–2008 (Persen)
Grafik 1.1.Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Muara Enim Tahun 2005-2008
Gambar 2.1.  Alur Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi Tidak Diiringi dengan
Tabel  3.1.    Alat  Analisis,  Kegunaan,  dan  Data  yang  Digunakan  dalam  Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berjudul “Analisis pergeseran struktur perekonomian dan penentuan sektor unggulan atas dasar penyerapan tenaga kerja di kabupaten Magelang tahun 2006

Ishadi : Analisis Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri..., 2004... Ishadi : Analisis Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Penyerapan Tenaga

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul: Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor-sektor Ekonomi Di Kabupaten Bondowoso adalah

Jika dilihat penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja sektor industri di Provinsi Jambi tahun 2014 adalah Kabupaten Muaro Jambi yaitu sebanyak 13.993 jiwa,

Angka pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2017 angka pertumbuhan ekonominya sebesar -6,25% dengan angka elastisitas sebesar 4,82% dimana dapat disimpulkan

Analisis Pengaruh Pdrb, Upah Minimum, Jumlah Unit Usaha Dan Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur Di Kabupaten Gresik

Berdasarkan hasil analisis regresi dijelaskan bahwa variabel jumlah produksi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor

Penelitian ini berjudul “Analisis pergeseran struktur perekonomian dan penentuan sektor unggulan atas dasar penyerapan tenaga kerja di kabupaten Magelang tahun