,
153 . "
J
KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG MERDEKA:
SUATU UPAYA DALAM MELAKSANAKAN UUD 1945
SECARA MURNI DAN KONSEKUEN
~ _ _ _ ' _ _ _ _ _ Oleh: Budiman B. Sagala, S.H. _ _ _ _ _ _ _ _
PENDAHULUAN ,
Kita ketahui bahwa negara Repub-lik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Un- .
dang-Un dang Dasar 1945 (DUD 1945)
,
bertujuan mewujudkan tatanan kehi-dupan bangsa yang aman, tenteram dan tertib. Untuk mewujudkan tatan-an kehiduptatan-an terse but diperluktatan-an upa· ya untuk meningkatkan dan menegak-kan ketertiban, keadilan dan kepasti-an hukum ykepasti-ang mampu memberikkepasti-an pengayoman kepada masyarakat, di bawah UUD 1945 sebagai hukum da-sar .
Sejak Indonesia merdeka kita ke -tahui bahwa UUD 1945 C demikian juga Pancasila) telah berulangkali
men-dapat "cobaan," bahkan telah pernah bergeser dari kedudukannya sebagai hukum dasar, dan kemudian dikesam-pingkan! Demikian seterusnya , sema-kin nyatalah usaha-usaha untuk meng-gantikan UUD 1945 , sehingga negara
dan bangsa Indonesia menjadi terom-bang-am bing tanpa arah dan tujuan yang pasti. Namun demikian , dan wajar kita syukuri bahwa sebahagian di an tara bangs a Indonesia mempu-nyai kesadaran berbangsa dan berne-gara serta berkeinginan mencapai pu-lau nan indah "adil dan makmur" me-lalui sarana UUD 1945.
Atas dasar itu, serta untuk meng-hindari pengalaman pahit yang selalu
diderita, maka Pemerintahan Orde Baru telah sepakat dan bertekad me-ngeluarkan suatu Statement Kenega-raan/Pernyataan Kenegaraan berupa:
"Mempertahankan dan Melaksanakan (pancasila) dan UUD 1945 Secara Mur-ni dan Konsekuen ." Dari itu, lahirlah
konsensus nasional Pemerintah Orde Baru, yaitu suatu bentuk konsensus yang disepakati bangsa Indonesia mela-lui tokoh-tokoh partai-partai/golongan politik yang mulai gigih mempertahan-kan Pancasila dan UUD 1945 , tokoh-tokoh masyarakat yang banyak terke-na/korban penyelewengan, serta to-koh-tokoh negarawan dan pihak peme-rintah si pejuang terlaksananya Panca-sila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan demikian , konsen-'sus nasional adalah merupakan konse-kuensi logis daripada lahirnya state-ment kenegaraan tadi. Untuk itulah sehingga sejak tahun 1966 , usaha-usa-ha mempertausaha-usa-hankan serta melaksana-kan UUD 1945 telah dimulai. walau-pun belum dilakukan secara murni dan konsekuen .
Yang menjadi masalah sekarang ini adalah , apakah dengan Rancangan Un-dang-undang ten tang Susunan , Kekua-saan dan Acara Mahkamah Agung CRUU Mahkamah Agung) dan RUU ten tang Susunan dan Kekuasaan Peng-adilan dalam Lingkungan PerPeng-adilan Umum CRUU Peradilan Umum) yang sedang dip roses/ dipersoalkan sekarang
April 1986
,
,
,
,
,
154
ini di forum DPR telah dapat menja-min terlaksananya Pasal 24-25 UUD
1945 secara murni dan konsekuen ?
Pembagian Kekuasaan Negara di Bi-dang Yudikatif
Menurut Montesqieu dalam te o ri-nya "Trias Politica" yang membagi ke-kuasaan negara atas eksekutif, legisla -tif dan yudika-tif di mana antara yang satu dengan yang lainnya adalah betul-betul terpisah
(
separation
o
f p
o
wers
)
,
tanpa adanya kemungkinan campur tangan di an tara kekuasaan terse but. Berhubungan dengan itu, kita punme-nyadari bahwa UUD 1945 tidaklah menganut pemisahan kekuasaan
seper-ti teorinya Montesqieu tersebut, akan tetapi kita pada prinsipnya menganut pembagian kekuasaan dalam artian yang formil
(
distribution
o
f p
o
w
e
rs
)
yang memungkinkan adanya kerjasama sebagai hubungan kerja antarakekua-saan/ badan yang satu dengan kekuasa-an (kekuasaan ) lainnya.
Se cara minim al ada 2 (dua) alasan yang mem buktikan Qahwa UUD 1945
tidak menganut sarna seperti teori Trias Politica dari Montesqieu terse -but , yakni :
l ) Bahwa UUD 1945 mengenal adanya 5 (lima) kekuasaan yang ke duduk-annya di bawah lembaga negara tertinggi MPR, tidak seperti halnya Montesqieu yang mem bagi kekuas a-an negara hanya atas 3 (tiga) kekua -saan/ badan. Kelima kekuasaan yang
dimaksudkan UUD 1945 di bawah MPR ialah kekuasaan eksekuti f/
Presiden , kekuasaan konsultati f/
DPA , kekuasaan legi slatif/ Mahka-mah Agung dan badan-badan Ke ha-kiman lainnya menurut unda ng-undang ;
2) Kemudian UUD 1945 sangat me
-Huhum dan Pembangunan
mungkinkan adanya hubungan ker-jasama antara kekuasaan yang satu
dengan kekuasaan (kekuasaan) yang lainnya dengan prinsip
distribution
of power,
bukanseparation of
po-wers
sebagaimana dikemukakan Montesquio.Akan tetapi walaupun deinikian, khusus di bidang yudikatif UUD 1945 adalah menganut prinsip pemisahan kekuasaan
(separation of powers),
, yang berarti bahwa kekuasaan (ke-kuasaan) negara lainnya tidak dimung-kinkan adanya campur tangan dengan/ terhadap kekuasaan yudikatif. Hal ini dengan sejelas-jelasnya diatur dalam
UUD 1945 itu sendiri , yakni pada Pa-sal 24 dan 25 serta penjelasannya, yang menyatakan "Kekuasaan keha-kiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya ter~epas dari pengaruh
kekua-sa an pemerintah ; dan pengaruh-penga-ruh lainnya. (lihat juga Tap MPR No_ III/MPR/ 1978 pada Pasal 11 ayat
(1)-nya.
Grasi , Tidak Termasuk Kekuasaan Yu-dikatif
Memang dalam Pasal 14 UUD 1945 ditentukan bahwa Presiden memberi grasi , amnesti , abolisi , dan rehabilitasi. Kemudianpun dalam Pasal 11 ayat
(3) Tap MPR No. III/MPR/ 1978 ,
dikatakan Mahkamah Agung membe-rikan nasihat hukum kepada Presiden/
Kepala Negara untuk pemberian/ peno-lakan grasi. Dengan demikian apakah grasi merupakan atau termasuk
kekua-saan/kewenangan yudikatif, atau ti-dak? Untuk itu , maka perlu kita keta-hui mengenai proses dan kekuasaan/ kewenangan yudikatif .
Yudikatif ini terdiri dari kekuasaan-kekuasaan :
1) Mahkamah Agung , se bagai badan
- ,
•
Kekuasaall Kehaki,nal1
peradilan negara tertinggi;
2) Badan-badan kehakiman
lainnnya
menurut undang-undang, yang
ke-mudian telah ditentukan seperti:
A. Peradilan
Umum
,
yang
terdiri
dari:
i.
-
Pengadilan Negeri sebagai
peradilan tingkat pertama;
ii.
-
Pengadilan Tinggi,
sebagai
peradilan tingkat banding;
iii.
-
Mahkamah Agung,
khusus-nya sebagai peradilan
ting-kat kasasi;
B. Peradilan Khusus,
yang
dalam
prakteknya tumbuh menurut ke-
-butuhan seperti halnya:
-i.
-
Pengadilan agama
,
walau-pun masih di bawah
tang-gung jawab Departemen
Agama;
ii.
-
Pengadilan Militer,
walau-pun masih di bawah
tang-gung jawab Departemen
...
Jll.
-•
IV.
-Kehakiman
dan
Keaman-an'
,
P4.D
/
P
,
walaupun
masih di
bawah tanggung jawab
De-parte
men Tenaga Kerja
;
Majelis Pertimbangan
Pa-jak, walaupun
masih di
ba-wah
tanggung
jawab
De-partemen Keuangan;
v.
-
Mahkamah
Pelayaran
,
wa-laupun
masih di
bawah
tanggung
jawab
Departe-men
Perhubungan
.
;
dan
yang
masih ditunggu ialah
Peradilan
Tata Usaha Negara.
Maka
yang
termasuk
dalam proses
dalam
yudikatif adalah
se
tiap perkara
/
ka
s
us
yang diperiksa dan diadili
mulai
dari peradilan
tingkat pertama baik
dalam peradilan umum maupun
dalam
lingkungan peradilan khusus
, sampai
155
.
•perkara tersebut mempunyai putusan
yang
telah mempunya,i kekuatan
hu-kum yang pasti/tetap. Suatu putusan
dikatakan telah mempunyai kekuatan
hilkum yang tetap
/
pasti
,
berarti tidak
dimungkinkan lagi adanya upaya
hu-kum biasa. Putusan(putusan) demikian
dapat saja terjadi pada tingkat
Peng-adilan
Negeri saja, akan tetapi dapat
juga sampai di tingkat Pengadilan
Ting-gi, atau bahkan sampai pada tingkat
kasasi pada Mahkamah Agung.
Maka dengan demikian, setelah
pu-tusan terse but telah mempunyai
ke-kuatan hukum yang pasti
/
tetap,
ma-ka
tanggung jawab badan yudikatif
dalam proses terse but telah
selesai.
Sedangkan seseorang yang akan
menja-lankan hukumannya yang telah
mem-punyai keputusan yang pasti
/
tetap
akan dilakukan oleh negara yang
diwa-kili
oleh Lembaga Pemasyarakatan.
Dan sejak saat itu pula
seseorang
tadi
telah lepas dari proses yudikatif
/
ke-kuasaan
kehakiman.
Kemudian mengenai arti
'
Pasal 14
soal
pem berian grasi
/
penolakan grasi
adalah merupakan kekuasaan negara
,
yang
kemudian diwakili
oleh
Kepala
Negara.
Dengan defnikian di
sini
,
Presiden adalah
yang mewakili negara
untuk
mengabulkan
atau
menolak
permohonan "maar'
dari
seseorang
warga negara yang telah menyadari
dan menyesali perbuatannya! Dengan
,demikian
jelaslah,
bahwa
,
Pasal 14
tidaklah hal yang
bertentangan tetapi
sejajar
dengan Pasal 24-25 UUD
1945.
.
Kekuasaan Kehakiman dalam UUD
1945 . 1
Kekuasaan Kehakiman diatur
ldallVTI
UUD
1945 pada
Bab
ke-IX, Pasal
24dan
Pasal
25, yang
menentukan
seba-gai
beriku
t:
•
April 1986
•
•
156
Pasal24:
(I) Kekuasaan Kehakiman dilakukan
oleh
- sebuah Mahkamah Agung, dan
- lain-lain badan Kehakiman
me-nurut undang-undang;
(2) Susunan dan Kekuaaaan Badan Kehakiman itu diatur dengan un· dang-undang;
Pasal 25:
Syarat-syarat
untuk menjadi danun-tuk diperhentikan sebagai hakim
dite-tapkan dengan undang-undang;
Kemudian dalam penjelasannya dinya-takan:
"Kekuasaan Kehakiman ialah
ke-kuasaan yang merdeka,
artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah."
Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan hakim.
Lain daripada yang ditentukan da-lam UUD 1945, pengaturan yang ber-hubungan dengan kekuasaan kehakim-an ini juga ditemukkehakim-an dalam GBHN
yang merupakan landasan
operasionali-sasi, sebagaimana terdapat dalam Bab
IV Pola Umum Pelita Empat, dalam
bidang; hukum, menguraikan hal-hal berikut:
a. Pembangunan dan pembinaan hu-kum dalam negara huhu-kum Indone-sia didasarkan atas Pancasila dan UUD 1945.
b. Dan seterusnya.
c. I. Dan seterusnya.
2. Memantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak
hukum sesuai ' dengan fungsi
dan wewenangnya masing-
ma-•
smg.
3. Memantapkan sikap dan
peri-laku para penegak hukum serta
•
H uku m dan Pembangunan
kemampuannya dalam rangka meningkatkan citra dan wibawa hukum serta aparat penegak hu-kum.
4. Dan seterusnya. 5. Dan seterusnya. d. Dan seterusnya.
e. Dalam usaha pembangunan hukum nasional perlu dilanjutkan
langkah-langkah
untuk penyusunan
perun-dang-undangan
yang menyangkuthak dan kewajiban asasi warga
ne-gara dalam rangka mengamalkan
Pancasila dan UUD 1945.
Dari uraian-uraian terse but di atas, maka dapatlah dikemukakan
pokok--.
pokok pikiran sebagai berikut ini:
1. Bahwa negara Indonesia dengan
se-gala risikonya 'masih tetap
mem-pertahankan bahkan akan mel
aksa-nakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen, serta
tidak berkehendak untuk
meng-ubahnya. .
(sudah merupakan Statement Kene- .
garaan, lihat juga pernyataan-per-nyataan MPR melalui ketetapannya
No. I/MPR/1983 pada Pasal 104.
Tap MPR No. IV/MPR/1983 pada
Pasal I).
2. Bahwa negara Indonesia adalah
ne-gara yang berdasar atas hukum.
3. Bahwa kekuasaan kehakiman ialah
kekuasaan yang merdeka ; artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerin tah. dan pengaruh -pengaruh
lainnya.
4. Berhubungan dengan itu. harus
di-adakan jaminan dalam undang-un-dang tentang jaminan kedudukan hakim .
5. Bahwa yang sangat perlu
pengatur-an dalam undpengatur-ang-undpengatur-ang adalah
penjabar-Kekua6aan Kehakiman
an langsung daripada pasal-pasal ser-ta prinsip-prinsip UUD 1945,
yak-•
m:
a.
Syarat-syarat
untuk menjadiha-kim.
Bukan mengatur lembaga/siapa yang akan mengangkat hakim tersebut;
b.
Syarat-syarat
untukdiperhenti-kan sebagai hakim.
Bukan menentukan lembaga/sia-pa yang akan memberhentikan hakim;
c.
Sus/man
danKekuasaan
Badan-badan Kehakiman.
Bukan susunan dan kekuasaan apalagi acara Mahkamah Agung;
d.
Kedudukan
para haki~.Maksudnya adalah sebagai suatu
jaminan
dalam bentuk undang·un dang sehingga kekuasaan ke-hakiman itu betul-betul terlepas
dari pengaruh kekuasaan peme
-rintah, dan terlepas dari penga-ruh-pengaruh lainnya. Itulah ke-kuasaan kehakiman yang merde-ka.
Bukan menentukan para hakim menjadi pegawai negeri, menjadi anggota Korpri.
6. Maka berhubungan dengan itu perlu dilakukan peninjauan terhadap
Un-• •
-, 157 .dang-undang No. 14/ 1970 dan
Un-dang-un dang No. 13/1965, karena
masih jauh dan beIum sesuai de-ngan maksud dan jiwa UUD 1945.
7.
Melihat RUU Mahkamah Agungdan RUU Peradilan Umum yang
kini sedang dibahas, adalah sangat
memprihatinkan karen a dalarn pal sal-pasalnya diternui adanya pe-nyirnpangan-penyimpangan
terha-dap UUD 1945. .
8.
Bahwa sudah saatnya para hakim,hakirn Agung dipilih dan diangkat oleh MPR, rnenurut kebutuhan. Kebutuhan dalarn arti lowong kare' na berhenti atau diperhentikan se-bagai hakim menurut syarat-syarat yang ditentukan dalam suatu un-dang-un dang.
9.
Sudah saatnya eksekutif tidakrneng-arnbil peranan untuk rnernpenga-ruhi kekuasaan kehakirnan yang merdeka itu, baik secara teknis maupun secara poliis. Sedangkan rna salah -rnasalah keadrninistrasian, saran a dan keuangan daripada
ba-dan kekuasaan kehakiman ini,
sepe-nuhnya rnerupakan tanggung jawa,b daripada Sekretariat Negara. De-ngan dernikian Departernen
Keha-kirnan tidak perlu "rnengurus"
da-pur badan-badan kehakiman ini.
•
•