• Tidak ada hasil yang ditemukan

KITA: GOTONG ROYONG DAN DANA DESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KITA: GOTONG ROYONG DAN DANA DESA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KITA: GOTONG ROYONG DAN DANA DESA

Date : December 16, 2019

Penulis: Thomas Aquinas Umar Alfaruq (Wiraswasta, Pembelajar Filsafat)

Pengantar

Saat pertama kali dilantik sebagai Presiden RI, Jowoki mencanangkan percepatan pembangunan Desa. Bahkan menurut berita yang dikeluarkan oleh kementrian Komunikasi dan Informatika , pada semester I 2015, Dana Desa yang dianggarkan dalam APBN telah terserap 80 persen, yakni16.61 triliun rupiah dari Rp. 20.77 triliun rupiah yang dianggarkan. Bahkan Kementrian Desa,

Pembangunan Daera Tertinggal, dan Transmigrasi telah merekrut 26.000 orang sebagai tenaga pendamping. Sungguh tampak keseriusan pemerintah pusat dalam membangun desa[1].

Pemerintahan Jokowi membuat sebuah gebrakan yang amat besar yakni pembangunan yang berawal dari Desa. Desa tidak ditinggalkan, bahkan desa diberikan porsi pembangunan yang besar. Pembangunan tidak hanya berpusat di Kota saja tetapi harus berangkat dari desa. Desa juga diberi porsi yang besar dalam menikmati kue pembangunan.

(2)

Dalam tulisan ini juga penulis ingin membahas tentang semangat gotong-royong yang menjadi dasar Negara Indonesia. Gotong-royong adalah sari pati Pancasila. Hal ini tertuang dalam pidato Soekarno dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. 5 Sila dalam Pancasila diperas oleh Soekarno dalam Trisila yakni Kebangsaan, perikemanusiaan (Internasionalisme) dan mufakat. Kemudian dari Trisila itu diperas dalam sebuah kata yang sangat melekat dalam hidup orang-orang Indonesia yaitu gotong-royong sebagai Ekasila[2].

Semangat gotong-royong yang menjadi philosofische Grondslag (dasar, filsafat atau Jiwa) Indonesia. Gotong-royong merupakan itu yang khas dari Indonesia, jika masuk dalam tatanan Ontologis Gotong-royong yang menjadi pusat Pancasila adalah Weltanschauung (fondasi)

bernegara[3]. Gotong-royong tetap harus dihidupkan sebagai keindonesiaan yang paling khas dari orang-orang Indonesia. Gotong-royong melepas latar belakang seseorang dan meleburkannya dalam satu tujuan yaitu Good Life (hidup yang baik).

Pembahasan dalam tulisan ini akan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penuntun sebagai berikut:

1. Bagaimana keterkaitan antara gotong-royong, dana desa dan kita?

2. Apakah peran pengawasan penggunaan dana desa hanya fungsi dari polisi dan kejaksaan?

3. Bagaimana disposisi masyarakat desa terhadap penggunaan dana desa?

4. Sikap seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat desa dan aparat desa mengenai dana desa tersebut?

5. Apakah perlu keterlibatan masyarakat dalam setiap proyek dari dana desa? 6. Bagaimana pola pikir yang seharusnya dimiliki oleh warga desa dalam berpolitik ?

Kita Bergotong-Royong Membangun Desa

Dalam perkembangan filsafat klasik, manusia menjadi sesuatu yang utama untuk direfleksikan atas prakarsa dari seorang filsuf bernama Sokrates. Pada masa Sokrates terdapat kaum sofis yang mecoba menjual kebijaksaan demi keuntungan pribadi. Sokrates melawan semangat kaum sofis tersebut. Pada masa sebelum Sokrates dan kaum sofis, masyarakat Yunani mengeluti hal-hal yang berkaitan dengan apa yang menjadi dasar dari segala sesuatu. Sedangkan Sokrates mulai menggeluti masalah “manusia”. Bagaimana menjadi manusia yang baik? Apa yang menjadi dasar hidup bersama? Apakah manusia dapat hidup sendiri? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi persoalan yang digeluti oleh Sokrates[4].

Pergulatan Sokrates dilanjutkan oleh Plato dan Aristoteles. Mereka sepakat bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia harus membentuk polis, tatanan hidup bersama, sebagai penjamin kehidupan setiap Individu[5].

(3)

Saat membahas hidup bersama maka termonologi subjek yang keluar adalah aku dan kita. Kita berawal dari aku dan aku menuju kita. Manusia mendapat kepenuhannya saat bersama manusia lain. Kesadaran akan aku tidak dapat terlepas dari kehadiran yang lain, meminjam terminologi yang dipakai oleh Prof. Armada Riyanto dalam menggambarkan kesadaran manusia, yakni kesadarn dialogal. Aku tidak bisa hadir tanpa kamu dan membetuk societas yang disebut kita[6]. Jadi kesadaran akan aku-engkau menjadi kita, adalah hakiki dalam hidup manusia.

Dasar Negara Indonesia berangkat dari pengalaman gotong-royong. Hal ini melandasi segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bersama di wilayah Indonesia. Demikian juga dengan desa sebagai tempat asali semangat gotong-royong dihidupkan. Setiap warga desa diharapkan peran serta dalam pembangunan desa. Terlebih saat ini pemerintah pusat telah memberikan porsi pembangunan yang banyak bagi desa.

Desa mendapatkan kue lezat yakni “Dana Desa”. Dana ini adalah bak durian runtuh yang menjatuhi tanah subur desa. Desa diberi dana yang besar dalam membangun infrastruktur dan segala kepentingan ekonominya. Bahagia tak berselang lama, setelah kehadiran dana desa, masyarakat kembali risau sebab ternyata beberapa oknum menyalah gunakan dana tersebut. Dana desa menjadi pisau yang saat dipegang oleh koki akan dipakai memotong sayur, namun jika dipegang seorang psikopat akan digunakan untuk melukai orang lain.

Ada beberapa sikap yang diambil oleh masyarakat desa menanggapi penyelewengan itu.

Beberapa orang peduli dengan turut serta mengawal pemakaian dana desa tersebut dengan jalan mengkritisi secara objektif. Di lain pihak, ada beberapa orang yang hanya bersuara dengan fondasi dugaan tanpa pembuktian. Dan yang lebih ekstrim lagi adalah beberapa orang malah ikut terlibat sebagai penikmat hasil “sunat dana” itu. Ada satu kelompok lagi yang sepertinya hamper

dominan, yakni beberapa orang yang mengambil jalan “saya tidak peduli”.

Seperti amanat para founding father bahwa Negara ini dilandaskan pada gotong-royong bukankah seharusnya kita juga terlibat atau bahkan melibatkan diri secara sukarela dalam pengelolaan dana desa. Melibatkan diri di sini bukan ditafsirkan sebagai ikut menyelewengkan dana desa tetapi berusaha memberikan sumbangan pikiran berupa saran dan kritik bahkan bila perlu melaporkan penyelewengan tersebut. Selain itu juga berperan serta dalam menyumbangkan tenaga dalam pembangunan infrastruktur desa sebab pembangunan desa bukan berkaitan dengan

profesionalisme dan penjatahan peran. Pembangunan desa harus dalam semangat gotong-royong. Tidak ada alasan logis yang dikeluarkan oleh masyarakat desa bahwa “itukan sudah ada dananya kenapa kita harus terlibat, serahkan aja sama tukang”. Pernyataan tadi adalah sikap penyangkalan terhadap semangat gotong-royong.

(4)

Saya teringat dengan pelajaran akuntansi di SMP. Akuntansi adalah bagian dari ilmu ekonomi. Meminjam penjelasan Wikipedia mengenai akuntansi adalah proses pencatatan keuangan yang mempengaruhi keputusan dan pemikiran orang yang membaca laporan tersebut.

Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi non-profit, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan

menginterpretasikan aktivitas keuangan[7].

Data penggunaan dana desa akan dikumpulkan dalam penjabaran akuntansi yakni kumpulan transaksi-transaksi. Hanya saja dalam jenis-jenis laporan keuangan, penyajian dana desa hanya menggunakan pencatatan arus kas. Pencatatan arus kas berarti hanya berkaitan dengan

penambahan kas dan pengurangan kas akibat pembelian. Akan tetapi ada satu hal yang paling menentukan kesahihan sebuah pencatatan akuntansi. Fakta transaksi dan pencatatan harus sesuai. Laporan Keuangan disusun berdasarkan siklus akuntansi, Manajemen yang melakukan penyusunan laporan keuangan harus memperhatikan kualitas tindakan yang dilakukan ditiap siklus akuntansi, bahkan sebelum siklus itu dimulai, yaitu dengan melakukan verifikasi bukti transaksi dan dikonversi sebagai transaksi keuangan. Bukti transaksi yang valid (diotorisasi oleh petugas resmi), konsistensi dalam entry data di tahap penjurnalan dapat menjamin tersajinya laporan keuangan yang berkualitas[8].

Hakikat Laporan keuangan yang disajikan harus memuat fakta, transaksi yang benar-benar terjadi. Memang sudah menjadi kebiasaan bahwa dalam laporan pemakaian anggaran yang berasal dari pemerintah, akan disisipkan transaksi bodong atau palsu. Bahkan ada istilah “angka sulapan”. Angka sulapan ini berkaitan dengan transaksi yang benar ada tetapi kuantitasnya diperbanyak. Peran masyarakat sangat penting dalam hal memvalidasi laporan keuangan penggunaan dana desa. Memang dalam teori bahwa kehadiran pihak ketiga sebagai pihak yang netral dapat menjadi standar kesahihan laporan tersebut. Namun, bukankah akan sama saja jika pihak tersebut tidak memiliki integritas. Jika laporan itu dinilai oleh masyarakat luas maka akan banyak timbul

argumentasi dan terjadilah proses dealektis sampai ditemukan apakah laporan itu sahih atau tidak. Agar tercapai proses dialektis ini maka perlu transparansi. Laporan tersebut dibuka untuk siapapun dan bahkan bila perlu sampai pada tahap rancangan anggaran dan proses pembangunan jika bisa dilampirkan nota-nota pembelanjaan.

Data yang diberikan kepada masyarakat tidak hanya berupa angka yang secara disiplin akuntansi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan sampai pada item-item terkecil dari pembangunan perlu dijabarkan kepada masyarakat. Saya berikan contoh teknis pelaporan keuangan yang baik:

Tgl Deskripsi Debet Kredit No Transaksi Saldo

(5)

1-8-19 Dana Masuk 475.632.500 BRI-0126353 475.632.500 3-8-19 Pembayaran tukang

termin 1

Referensi

Dokumen terkait

Instalasi CSSD melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, mulai dari proses perencanaan, penerimaan barang, pencucian, pengemasan &

ABSTRAK: Pada zaman yang telah modern ini masyarakatnya mulai melupakan budaya setempat dan lebih condong kepada budaya luar dengan alasan budaya setempat sudah ketinggalan zaman

Negara yang menempatkan kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat, berarti semua kegiatan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan undang-undang

Mahasiswa yang dapat mengikuti Blok Kegawatdaruratan Dan Keselamatan Pasien ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Angkatan 2011 yang berkaitan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa faktor-faktor penyebab kecemasan matematika mahasiswa calon guru asal Papua adalah situasi pembelajaran di kelas

Memahami makna dalam wacana lisan interpersonal dan transaksional, secara formal maupun informal, dalam bentuk mendengarkan permintaan dan perintah yang berkaitan dengan

Hal tersebut dikarenakan perbedaan kriteria estimasi yang digunakan pada setiap metode, akan tetapi kebanyakan kadar MgO yang ada pada blok model hampir 90%

Untuk mengetahui nilai rata-rata kuesioner dari 10 responden diselesaikan pada tahapan preproses, lalu untuk mengetahui bobot tiap kriteria dan subkriteria yang