• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA: MASA DEPAN DAN TANTANGANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA: MASA DEPAN DAN TANTANGANNYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA: MASA DEPAN DAN TANTANGANNYA Hari G. Soeparto1, Bambang Trigunarsyah2

ABSTRAK: Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, industri konstruksi nasional belum siap

menghadapi persaingan dalam globalisasi dan perdagangan bebas, perbaikan struktur industri, kemampuan pengelolaan usaha konstruksi, kapasitas individuil pekerja dan profesional konstruksi, efisiensi usaha dan pemerintahan perlu dilakukan dengan segera, karena kalau tidak maka industri konstruksi nasional akan menghadapi ancaman yang serius dari para kompetitor asing. Diperlukan usaha bersama dan sungguh-sungguh diantara pelaku jasa konstruksi nasional dengan koordinasi yang baik dan diinisiasi oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional yang sekaligus juga harus berani mereformasi dirinya menjadi lembaga kerjasama dibidang industri konstruksi nasional (lembaga kolaborasi) sehingga struktur industri ini dapat menjadi lebih efisien dan efektif mampu membuat industri konstruksi nasional bergairah dan berdaya saing tinggi secara global. Pemahaman mengenai aturan-aturan perdagangan bebas sangat diperlukan sehingga dapat dimanfaatkan peluangnya, dikurangi ancamannya untuk meningkatkan kekuatannya dan mengurangi kelemahannya. Bila dilakukan strategi yang tepat industri konstruksi nasional akan dapat menjadi tulang punggung pembangunan nasional.

KATA KUNCI: globalisasi, perdagangan bebas, daya saing, lembaga kolaborasi. 1. LATAR BELAKANG

Sebagai dampak keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian GATS (General Agreement on Trade of

Sevices) -WTO (World Trade Organization) hasil dari pertemuan Uruguay 1994 (Uruguay Round)

(Gallagher 2000) dan telah diratifikasi oleh parlemen, persaingan global tidak dapat dihindari lagi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Tim Pengembangan Industri Konstruksi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) pada bulan Juni 2004 yang melibatkan para pelaku industri, dilanjutkan dengan penelitian oleh Agung Budiwibowo (Budiwibowo 2005), pada saat ini industri konstruksi nasional belum siap benar untuk menghadapi perdagangan bebas. Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan bebas dan globalisasi harus disikapi dengan tepat bagaimana memanfaatkan segi-segi positifnya dan meminimalkan dampak buruknya bagi kepentingan Industri konstruksi nasional. Dengan pengalaman melaksanakan berbagai proyek di tanah air industri konstruksi telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ekonomi nasional. Sektor industri yang sehat dan efisien akan berdampak dua arah yakni mendukung daya saing industri yang lain dan meningkatkan daya saing industri konstruksi itu sendiri. Akan tetapi kelemahannya dalam kenyataannya Indonesia masih kekurangan tenaga terampil dan profesional dan sistem pembinaan keahlian yang belum tertata rapi, struktur industri, efisiensi usaha dan pemerintahan, pengelolaan usaha konstruksi memerlukan perbaikan yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak akan menghambat pertumbuhan industri konstruksi.

1 Ketua Umum Ikatan Ahli Manajemen Proyek Inonesia, Ir , MT, PMP, Mahasiswa Pascasarjana Program S3 FT UI.

(2)

Maksud pemaparan ini adalah untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kondisi konstruksi nasional saat ini, tantangan dan masalah yang dihadapi dan masa depannya.

3. KERANGKA PEMBAHASAN

Untuk membandingkan masa sekarang dan masa depan diperlukan ditetapkannya suatu kerangka pembahasan, sehingga dengan demikian dapat dengan mudah dapat dibandingkan antara apa yang telah terjadi di masa sekarang, di masa lalu dan masa depan. Untuk itu dipilih kerangka pembahasan sebagai berikut (Porter 1985; Porter 1990; Porter 1998):

Tabel 1. Variabel yang ditinjau Kondisi Faktor.

Perburuhan Efisiensi Usaha Efisiensi Pemerintahan

Pendidikan Lembaga Kerja sama

Kondisi Struktur & Persaingan.

Spesialisasi. Ukuran Perusahaan.

Kondisi Industri Pendukung.

Bahan Bangunan Transportasi Kondisi Demand. Tingkat Tuntutan Besar Pasar. Kemampuan perusahaan: IT Teknologi

Sumbe Daya Manusia Keungan dan Pendanaan Manajemen Proyek Logistik dan Pengadaan

4. PERMASALAHAN

Kondisi Saat ini

Industri konstruksi sebagai penyumbang GDP (gross domestic product) yang cukup besar 6-7% (BPS-2002) dan penyedia lapangan kerja yang sangat dominan sekitar 4 juta tenaga kerja (BPS-2002) seharusnya dapat berkembang dengan pesat dan penuh gairah. Kenyataannya industri konstruksi belum tumbuh secara sehat dan bergairah sehingga masih belum mampu menjadi andalan bagi ekonomi nasional, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 sampai sekarang masih cukup menderita akibat dampak tersebut terbukti dengan penurunan yang sangat tajam pada saat krisis sampai sekarang belum pulih benar belanja pembangunan dari total sekitar 25 triliyun rupiah turun sampai sekitar 7 triliyun rupiah pada tahun 1999 dan mulai berangsur-angsur naik sejak tahun 2000. Keterpurukan itu tentu akan mengurangi kesempatan industri konstruksi untuk menyiapkan diri dalam menghadapi globalisasi yang terus mendekat dan akan berlaku secara penuh tahun 2020, sementara itu secara progressive pemerintah harus melonggarkan ketentuan pembatasan sesuai aturan yang telah disepakati dalam WTO.

Kondisi Faktor

Pekerja dan Profesional Konstruksi, masalah mendasar yang dihadapi para pekerja kosntruksi dan

profesional konstruksi adalah masalah pengaturan spesialisasi keahlian yang belum terbakukan dan belum tuntasnya kesepakatan saling pengakuan secara internasional sehingga tidak dapat menikmati kesempatan kerja secara antar negara (crossborder), kecuali untuk skill dan unskilled labour dengan

(3)

Pengembangan Jasa Konstruksi. Efisiensi Usaha, biaya transaksi ekonomi masih terlalu tinggi, mengakibatkan biaya overhead perusahaan menjadi tinggi menyebabkan kegiatan usaha secara umum belum efisien. Privatisasi, privatisasi dan investasi dari sektor prasarana, seperti telekomunikasi, jalan, jembatan, pelabuhan udara serta pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik, belum lancar dan karena dana yang masuk umumnya dari luar negeri tidak akan banyak membuka kesempatan bagi jasa konstruksi nasional, kebanyakan mereka sudah membawa pelaku jasa konstruksi dari negara masing-masing, kalau diadakan persaingan bebas pelaku jasa konstruksi nasional belum tentu mampu bersaing sebagai kontraktor utama, karena persyaratan yang terlalu berat terutama pengalaman dan kekayaan perusahaan (networth). Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan

Lembaga Kerja sama, penelitian di bidang industri konstruksi masih sangat kurang, baik dari sektor

pemerintah maupun swasta. Pendidikan dan kerja sama dengan perguruan tinggi, pelaku usaha, asosiasi dan Lembaga Pengembangan Konstruksi Nasional maupun daerah masih belum efektif.

Efisiensi Pemerintahan, efisiensi pemerintahan juga masih belum tinggi dan masih sangat perlu

ditingkatkan. Pendanaan, pendanaan konstruksi selama ini didapat dari berbagai sumber yaitu modal asing, ekspor kredit, project financing, kredit perbankan, modal dalam negeri dan anggaran pemerintah. Pendanaan dengan project financing dan pola-pola in-konvensional lainnya untuk proyek-proyek infrastruktur sangat diharapkan. Aturan/code/standard, pada dasarnya standar yang diacu adalah standar ISO 2000 dan ISO 14000 (untuk manajemen lingkungan hidup) akan tetapi belum semua pelaku jasa konstruksi menerapkan. Design Standar dan pelaksanaan konstruksi disusun oleh Badan Badan Terpisah yang sekarang dilebur menjadi Standardisasi Industri Indonesia (SII). Kondisi Struktur Dan Persaingan

Jumlah perusahaan yang bergerak sebagai kontraktor spesialis belum seimbang dengan perusahaan generalis, demikian juga jumlah perusahaan besar dan kecil masih timpang sehingga struktur persaingannya belum sehat.

Kondisi Industri Pendukung

Industri Bahan Bangunan sudah tersedia dengan jenis yang beranekaragam dan harga yang cukup berdaya saing. Industri Transportasi merupakan penunjang yang penting bagi industri konstruksi seirama dengan kondisi prasarana transportasi nasional yang belum cukup memadai industri transportasi masih menjadi kendala bagi industri konstruksi.

Kondisi Demand

Tuntutan pemberi tugas dalam mutu, waktu dan harga masih belum tinggi dan belum seragam. Besar pasar, pembelanjaan konstruksi sangat merosot pada saat terjadi krisis pada tahun 1998 dan

mulai merambat naik sejak tahun 2000 diharapkan kenaikan tersebut akan mampu menggairahkan kembali kegiatan konstruksi. Kegiatan konstruksi mulai dari sebagian proyek-proyek konstruksi yang tertunda semasa krisis, pembangunan apartemen dan bangunan komersial telah mulai tampak, proyek-proyek baru kebanyakan bangunan komersial. Sementara proyek-proyek-proyek-proyek energi juga masih berjalan tetapi investasi di bidang industri umumnya masih belum banyak bergerak kembali. Pasar lokal dan

regional, Industri Konstruksi Indonesia belum banyak dikenal di lingkungan negara tetangga yang

tergabung baik dalam AFTA maupun APEC, karena pengusaha jasa konstruksi lebih mengutamakan pasar dalam negeri yang dianggap lebih aman dan tidak terlalu beresiko. Demand supply,

demand-supply pada tahun 2003 adalah demand-supply yang dihasilkan sektor konstruksi sebesar Rp 8.46 triliun,- demand antara yang dihasilkan industri konstruksi adalah sebesar Rp 21.528 triliun,- sehingga nilai

tambah brutonya adalah Rp10.96 triliun, (Statistik 2001-2003). Kemampuan perusahaan

Information Communication Technology (ICT), belum banyak dimanfaatkan secara efektif oleh

perusahaan-perusahaan konstruksi nasional. Teknologi, penerapan dan pengembangan teknologi dirasakan kurang pesat sehingga peningkatan nilai tambah kurang tinggi dibanding dengan negara

(4)

dan Pendanaan, kemampuan perusahaan dalam memobilisasi dana belum tinggi. Manajemen Proyek, Secara umum penerapan manajamen proyek berstandar internasional belum membudaya

dalam pelaksanaan proyek-proyek konstruksi. Logistik dan Pengadaan, Kemampuan pengadaan

outsourcing internasional belum cukup tangguh, baik dalam hal networking dan negosiasi.

5. TANTANGAN YANG DIHADAPI

Masalah Produktivitas Kinerja dan Project Delivery

Masa depan industri konstruksi Indonesia sangat tergantung kepada kemampuannya untuk mengantisipasi, membangun dirinya dan tanggapannya terhadap masalah-masalah pokok, tantangan dan peluang. Masalah paling besar yang sedang dihadapi adalah masalah globalisasi, desentralisasi, penggunaan teknologi informasi, penataan dan pengembangan tenaga kerja profesional, kekurangan tenaga terampil dan kurangnya kolaborasi diantara pelaku jasa konstruksi nasional sehingga produktivitasnya rendah sesuai dengan data-data Badan Pusat Statistik dan hasil penelitian yang dilakukan sehingga daya saingnya masih rendah (Budiwibowo 2005). Industri konstruksi nasional secara sektoral masih mengalami kendala dan kelemahan dibidang organisasional, dan struktural. Secara individual perusahaan masih kurang memuaskan baik dari sudut schedule performance index,

cost performance index dan compliant terhadap persyaratan, akibat dari kelemahan organisasi dan

management, penerapan ICT , research dan pengembangan serta kelemahan dalam bidang pendanaan

Penelitian dan Pengembangan

Kegiatan research dan pengembangan sangat rendah dan boleh dikatakan hampir belum tersentuh oleh kebanyakan pelaku usaha jasa konstruksi, baik dalam bidang manajemen proyek, manajemen konstruksi, construction engineering, information communication technology, apalagi material

engineering. Ini disebabkan karena persaingan yang terlalu ketat sehingga profit margin-nya sangat

tipis, dan struktur yang kurang sehat, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan investasi di bidang penelitian dan pengembangan apalagi bagi perusahaan kecil. Usaha-usaha yang tidak terkoordinir dari berbagai sektor dalam bidang penelitian dan pengembangan yakni sektor perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi makin memperparah kondisi kekurangan dana riset dan pengembangan.

Peluang Dalam Privatisasi

Perusahaan Jasa kontruksi nasional belum mampu mengambil kesempatan dari privatisasi di dalam maupun di luar negeri yang seharusnya merupakan potensi pasar konstruksi yang cukup besar. Tambahan lagi perusahaan Indonesia kurang mempunyai kemampuan in-house dalam

”design-build-operate-maintain” dan belum menganggap kemampuan ini sebagai satu keperluan. Sehingga

kesempatan ini banyak diambil oleh kontraktor asing. Globalisasi dan Perdagangan bebas

Tantangan yang dihadapi industri konstruksi adalah kesiapan dalam menghadapi era persaingan bebas global. Seperti telah disampaikan di atas globalisasi dan perdagangan bebas merupakan tantangan besar dan akan menjadi masalah bagi industri konstruksi nasional bila tidak segera dilakukan tindakan yang memadai untuk meningkatkan produktivitas industri konstruksi nasional.

Penyebab

Berdasarkan survey didapati penyebab rendahnya daya saing karena rendahnya produktivitas tersebut terutama karena: 1). penempatan tenaga kerja belum sesuai, 2). intensitas penggunaan teknologi yang masih rendah, 3). kurangnya koordinasi antar pelaku usaha jasa konstruksi (belum ada kerja sama dalam pemanfaatan sumber daya, kerja sama operasional, kerja sama pemasaran, kerja sama pengembangan dan penelitian), 4). belum berfungsinya secara maksimal lembaga untuk kerjasama

(5)

1985), 7). belum terlalu menuntutnya (demand sophistication) para pengguna jasa konstruksi dalam mutu dan waktu, 8). struktur industri belum ideal dan 9). biaya transaksi terlalu tinggi.

6. HARAPAN MASA DEPAN

Globalisasi dan Perdagangan Bebas

Globalisasi akan memberikan ancaman sekaligus peluang apabila salah dalam memahami manfaat dan kekurangan WTO dapat diambil kesimpulan yang salah (Gallagher 2000):

Tabel 2. Dampak Positif dan Negatif WTO

Dampak positif Dampak negatif

1. Melancarkan perdagangan alih teknologi. 2. Membeli barang modal dengan harga

competitive.

3. Membeli brainware dengan harga competitive. 4. Meningkatkan kemampuan menciptakan nilai

tambah.

5. Meningkatkan export untuk mata dagangan yang berpotensi karena comparative advantage.

6. Meningkatkan kapasitas infrastruktur komunikasi, transportasi dan perbankan.

1. WTO merusak lingkungan hidup. 2. WTO menginjak-injak hak azasi manusia. 3. WTO mematikan orang..

4. WTO meningkatkan ketidak merataan. 5. WTO menggerogoti perkembangan lokal

dan menghukum negara miskin.

6. WTO menggerogoti kedaulatan nasional. 7. WTO hanya melayani kepentingan

perusahaan transnasional. 8. The WTO is a stacked court.

Tabel 3. Pemanfaatan kekurangan dan peluang WTO untuk mengatasi ancaman

Memanfaatkan Kesempatan yang timbul Menggali Comparative advantage 1. Meningkatkan kapasitas infrastruktur komunikasi,

transportasi dan perbankan.

2. Meningkatkan export untuk mata perdagangan yang mempunyai komparative advantage.

3. Melancarkan perdagangan dan alih tekonologi. 4. Membeli barang modal dengan harga competitive. 5. Meningkatkan kemampuan menciptakan nilai

tambah.

6. Keterbukaan access terhadap informasi dan pengetahuan.

7. Keseimbangan perdagangan, dan harga komoditas yang adil.

8. Kesempatan kerja.

1. Sumberdaya alam galian dan energi. 2. Sumberdaya kelautan.

3. Sumberdaya manusia. 4. Pertumbuhan ekonomi.

5. Pengembangan pertanian, kehutanan dan perkebunan.

6. Segera memetakan cluster-cluster industri.

Kesehatan Industri Konstruksi Jangka panjang

Kesempatan di dalam dan di luar negeri untuk membangun prasarana umum seperti transportasi, kelistrikan, air bersih, irigasi dan juga fasilitas produksi akan sangat besar: Dalam hal negara berkembang adalah pembangunan baru dan di negara maju adalah penggantian yang sudah lapuk dan ketinggalan jaman. Kesempatan ini masih akan sangat terbuka bagi kontraktor nasional bila mampu meningkatkan daya saingnya secara global, maupun lokal.

(6)

dapat mengimbangi penurunan pasar dalam negeri dan mengambil kesempatan pertumbuhan yang pesat di luar negeri. Kontraktor nasional harus bersiap untuk memperoleh kesempatan dari pertumbuhan pasar global, khususnya regional.

7. PERAN PEMERINTAH DAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI

Karena industri konstruksi memberikan konstribusi yang cukup besar dalam meningkatkan kemakmuran maka seharusnya menjadi vested interest bagi pemerintah dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) untuk memastikan kekuatan dan daya saing industri konstruksi naional. Pemerintah sebagai pengguna, pengatur, dan partner, pemerintah mempunyai peran yang sangat besar untuk mengarahkan masa depan industri konstruksi dengan menciptakan lingkungan usaha yang sehat dan menunjang kegiatan industri konstruksi guna mempercepat tercapainya tujuan nasional.

Pendanaan

Pendanaan adalah masalah besar yang dihadapi bagi perumbuhan industri konstruksi apalagi bila ingin memperoleh kesempatan dalam pasar global. Dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat memfasilitasi setidaknya untuk mendapatkan dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional seperti ADB, IBRD dan pendanaan lain melalui financial engineering yang kreatif.

Membuka Pasar Global

Pemerintah dan LPJKN hendaknya membantu untuk membuka akses pasar global, dengan kebijakan hubungan bilateral sementara WTO belum berlaku secara penuh. Membantu mengurangi resiko dengan program bantuan pendanaan melalui lembaga semacam Bank Expor Impor dalam membantu resiko karena masalah valuta dan masalah politik, misalnya.

Menata Persaingan Yang Sehat

Pemerintah harus mempromosikan persaingan yang sehat, tanpa adanya praktek-praktek korupsi, kolusi dan persaingan yang tidak sehat lainnya.

Strategi Teknologi dan Penelitian Pengembangan

Usaha-usaha dalam pengembangan teknologi hendaknya dikoordinasikan dengan baik antara perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi, salah satunya misalnya data bank pengembangan teknologi konstruksi agar tidak terjadi overlap, duplikasi dan area yang tertinggal sehingga dana pengembangan teknologi dapat digunakan secara efektif dan efisien, selain itu pemerintah harus menetapkan kebijakan mempermudah penyebaran penerapan dan pengembangan teknologi, misalnya dengan kebijakan insentif, preferential contracting (affirmative action), sistem evaluasi pemenang tender dengan nilai terbaik bukan penawaran terendah.

Penataan profesional Di bidang Konstruksi

Penataan klasifikasi dan sertifikasi serta peningkatan kompetensi dari para profesional dan pekerja konstruksi dalam hal ini pemerintah dan LPJKN hendaknya segera membuat pengaturan yang jelas dan transparan. Dan memperoleh pengakuan internasional dengan menandatangani Mutual

Recognition Agreement (MRA).

Penanaman Modal dan Privatisasi

Masalah privatisasi hendaknya juga menjadi fokus perhatian dari pemerintah sehingga laju pembangunan dapat meningkat tanpa melupakan perlunya kestabilan hubungan sosial, dengan mengusahakan partisipasi kontraktor nasional secara maksimal melalui program affirmative action yang legal menurut WTI.

(7)

overlapping. Pemerintah pusat, daerah, lembaga-lembaga pemerintah dan LPJKN hendaknya

mengkonsolidasikannya, menyederhanakan dan menjelaskan syarat-syarat tersebut sehingga tidak membingungkan masyarakat industri konstruksi. Penyusunan standar pengadaan konstruksi dan kontrak konstruksi.

8. KESIMPULAN

Agar industri konstruksi nasional dapat bertahan dan berdaya saing tinggi dalam persaingan global perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:

1. Perbaikan kekurangan

a. Kebijakan kompetensi nasional dalam bidang keahlian, sertifikasi dan regulasi, badan pelatihan. b. Kebijakan kerjasama antara pelaku dan pendukung jasa konstruksi dalam bidang pengembangan,

penyebaran best practice.

c. Kebijakan mengenai badan kerja sama antar pelaku, pendukung, universitas dan memfungsikan LPJKN sebagai lembaga untuk kolaborasi, pengembangan sumber daya, kemampuan, dan pemasaran.

d. Kebijakan dalam menegakkan Governance dan persaingan sehat.

e. Kebijakan peningkatan kemampuan manajemen bisnis dan manajemen proyek para pelaku jasa konstruksi.

f. Kebijakan penetapan standar tinggi dan sosialisasi kampanye mutu.

g. Kebijakan untuk penurunan entry barrier untuk meningkatkan persaingan sehat. h. Kebijakan penurunan biaya transaksi agar ekonomi berjalan lebih efisien.

2. Pemanfaatan potensi

a. Kebijakan dalam mengamankan pasar dalam negeri untuk kontraktor nasional. b. Kebijakan mendorong tumbuhnya industri bahan bangunan.

c. Pelatihan ketrampilan dan profesional bertaraf internasional di bidang konstruksi.

d. Kebijakan dalam memanfaatkan kondisi politik dan ekonomi guna menunjang pertumbuhan industri konstruksi nasional.

3. Merubah tantangan menjadi peluang

a. Kebijakan penyusun strategi bertahan dan menyerang sekaligus.

b. Kebijakan dalam kerja sama dengan badan-badan internasional, dan kontraktor internasional.

4. Memanfaatkan harapan untuk perbaikan

a. Kebijakan dasar untuk mengoperasionilkan lembaga kerja sama (institution for collaboration). b. Kebijakan dalam pemanfaatan pertumbuhan permintaan jasa konstruksi yang meningkat.

9. PENUTUP

Industri konstruksi nasional di masa depan dapat tumbuh cepat dan bergairah bila ditetapkan kebijakan yang tepat dan secara konsisten dilaksanakan sesuai prioritasnya, kemungkinan sebaliknya terjadi bila tidak segera dilakukan tindakan yang sesuai. Demikian wawasan yang dapat disampaikan mengenai industri konstruksi nasional semoga dapat menjadi masukan bagi sektor industri konstruksi nasional.

(8)

Budiwibowo, A. (2005). Cluster Konstruksi Indonesia. Bidang kekhusuan Manajemen Konstruksi, Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik. Universitas Indonesia. Magister Ilmu Teknik. Jakarta. Gallagher, P. (2000). Guide to the WTO and developing Countries. London, Kluwer Law

International, London.

Porter, M. (1985). Competitive Advantage. Free Press. New York, USA.

Porter, M. E. (1990). The Competitiveness Advantages of Nations. The Free Press. New York. Porter, M. E. (1998). On Competition. A Harvard Buisness Review Book. Boston.

Gambar

Tabel 1. Variabel yang ditinjau  Kondisi Faktor.
Tabel 2. Dampak Positif dan Negatif WTO

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan telaah terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, Tatacara

Bab ketiga berisi tentang data lapangan yang terdiri dari profil Kota Madiun secara umum, latar belakang pembentukan peraturan larangan memberi

Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dalam rangka Otonomi Khusus di Provinsi Papua Barat yang merupakan

Seperti hasil pengamatan di SKB Karo, khususnya di PAUD Pelangi, guru kurang menstimulasi kecerdasan emosional anak usia dini dan masih lebih mementingkan IQ dari pada EQ

Pada tahap ini peneliti kembali melakukan verifikasi, memeriksa kembali data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, data yang dimaksud diatas adalah data perkara

Dengan mengetahui anggaran pendapatan yang telah tersusun, maka Departemen Produksi dapat menentukan biaya produksi yang akan dikeluarkan untuk mencapai tingkat

Dan hasil uji coba yang telah dilaku- kan dengan menggunakan alat tersebut ternyata memberikan hasil yang kurang efektif apabila cara penghilangan getah dilakukan

NO NOMOR PESERTA NAMA PESERTA MAPEL ASAL SEKOLAH KAB/KOTA KETERANGAN.. 1 12052602120160 MARTINI GURU KELAS