• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWIRAUSAHAAN KOTA KREATIF DALAM MEWUJUDKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEWIRAUSAHAAN KOTA KREATIF DALAM MEWUJUDKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

65

KEWIRAUSAHAAN KOTA KREATIF DALAM MEWUJUDKAN

SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS

Daryanto Hesti Wibowo

Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI wibowodar@gmail.com

Abstract. The study discusses the development of entrepreneurship in creative cities in Indonesia. Bandung and Pekalongan has been elected to the UNESCO creative city. Ministry of Tourism and Creative Industry RI has compiled and published the 2015-2019 Medium-Term Action Plan. The United Nations strongly emphasize creativity and culture-based development because it is considered to have the significant non-monetary value in social development. World trade of goods and services within creative industries as stated in the Special Edition of the United Nations Creative Economy Report, has recorded a trade amounting to USD 624 billion in 2011. The United Nations puts the development of a sustainable city in the eleventh out of seventeen Goals in Sustainable Development Goals (SDGs). The city as a place that is inclusive, safe, friendly and sustainable.

Keywords: creative industry, creative cities, SDGs

Abstrak, Studi ini membahas pengembangan kewirausahaan kota kreatif di Indonesia. Bandung dan Pekalongan sudah terpilih menjadi kota kreatif UNESCO. Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif RI telah menyusun dan mempublikasikan Rencana Aksi Jangka Menengah 2015-2019 Persatuan Bangsa-Bangsa sangat menekankan pembangunan berbasis kreatifitas dan budaya karena dianggap memiliki nilai non-moneter yang signifikan dalam pembangunan sosial. Perdagangan dunia atas barang dan jasa berbasis industri kreatif dalam Special Edition of the United Nations Creative Economy Report, telah membukukan perdagangan sebesar USD 624 milyar pada 2011. PBB menempatkan pengembangan kota yang berkelanjutan pada Tujuan kesebelas dari tujuh belas Tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Menjadikan kota sebagai tempat yang inklusif, aman, ramah dan berkelanjutan.

Kata kunci: industri kreatif, kota kreatif, SDGs

PENDAHULUAN

Pada 1 Januari 2016, 17 Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dari 2030 Agenda Pembangunan Berkelanjutan - diadopsi oleh para pemimpin dunia di September 2015 dalam KTT Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersejarah - resmi diberlakukan. Selama lima belas tahun ke depan, dengan ini Target baru yang universal berlaku untuk semua, negara akan memobilisasi upaya untuk

mengakhiri segala bentuk kemiskinan, melawan ketidaksetaraan dan mengatasi perubahan iklim, sambil memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal.

PBB menempatkan pengembangan kota yang berkelanjutan pada Tujuan kesebelas dari tujuh belas Tujuan dalam SDGs. Menjadikan kota sebagai tempat

yang inklusif, aman, ramah dan

berkelanjutan. Pertimbangannya karena kota merupakan tempat hidup lebih dari

(2)

66

3,5 milyar orang di dunia dan pada tahun 2030, 60% populasi dunia akan tinggal di daerah urban. Namun 828 juta orang masih tinggal di daerah kumuh dengan jumlah yang semakin meningkat. Perlu adanya inovasi pemikiran untuk menyelesaikan masalah terkait dengan kepadatan penduduk kota seperti, kesehatan masyarakat, air bersih dan lingkungan.

Menurut PBB (2015), Kota merupakan penghubung ide-ide, perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan, produktivitas, pembangunan sosial. Kota

menjadi tempat terbaik yang

memungkinkan orang untuk memajukan sosial dan ekonomi.

Namun, banyak tantangan yang ada untuk mempertahankan kota agar dapat terus menciptakan lapangan kerja dan kemakmuran tanpa membebani tanah dan sumber daya. Tantangan perkotaan umum termasuk kemacetan, kurangnya dana untuk menyediakan layanan dasar, kekurangan perumahan yang layak dan prasarana menurun.

Tantangan yang dihadapi perlu diatasi dengan cara-cara yang memungkinkan mereka untuk terus berkembang dan tumbuh, meningkatkan penggunaan sumber daya dan mengurangi polusi dan kemiskinan. Masa depan kita inginkan adalah menjadikan kota sebagai peluang bagi semua orang, dengan akses

ke layanan dasar, energi, perumahan, transportasi.

Salah satu cara untuk menjawab tantangan di atas adalah dengan menjadikan kota sebagai kota kreatif. Kenapa kota kreatif penting? Landry (2008) beralasan bahwa jantung kreativitas adalah orang-orang kreatif dan organisasi yang memiliki atribut tertentu: ketika ini datang bersama-sama dalam satu area mereka membangun lingkungan yang kreatif. Kota kreatif ditantang menciptakan lingkungan seperti itu, memungkinkan kota untuk menjadi hub yang inovatif.

Pada 30 November 2014 UNESCO mengumumkan anggota baru dari jaringan kota kreatif dunia. Indonesia telah mengusulkan Jogyakarta, Solo, Pekalongan dan Bandung. Pekalongan akhirnya meraih predikat “Creative City”. Kota di Jawa Tengah ini bergabung dengan jaringan kota kreatif lain di dunia yang mempromosikan industri kreatif untuk

pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan. Setahun kemudian, November 2015, Bandung terpilih juga menjadi kota kreatif bidang desain.

Pemerintah Kota harus menyiapkan strategi untuk mencapai tujuan. Hal ini tidak hanya untuk keuntungan tetapi juga untuk pembangunan sosial. Sektor swasta dan publik harus datang bersama-sama untuk meraih kesempatan itu. Kewirausahaan diusulkan untuk menjadi

(3)

67 model yang bisa mengoptimalkan

kerjasama antara sektor dalam orientasi berlawanan mereka untuk mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi kreatif.

Tujuan dari studi ini adalah menelaah strategi kewirausahaan kota kreatif di Indonesia sesuai dengan Rencana Aksi Jangka Menengah 2015-2019 yang dipublikasikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Terutama pengembangan kota-kota yang sudah menjadi bagian dari jaringan kota kreatif dunia UNESCO, yaitu Pekalongan dan Bandung.

PEMBAHASAN

Konsep kota kreatif

Kreatifitas sudah menjadi konsep utama dalam agenda kerja para manajer kota, agen pembangunan dan perencana yang sedang mencari bentuk baru pembangunan ekonomi urban (Yigitcanlar, 2008). Creative Urban Region (CUR) diartikan sebagai wilayah kreatif perkotaan menyediakan kesempatan berlimpah atas produksi pengetahuan. Dengan potensi yang dimiliki, industri kreatif dapat diharapkan menjadi penggerak ekonomi masyarakat yang berkontribusi pada peningkatan perekonomian daerah.

Zimmerer (2008), menjelaskan kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan menemukan cara-cara

baru dalam melihat masalah dan peluang sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk menemukan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan taraf kehidupan.

Ekonomi kreatif adalah sebuah proses peningkatan nilai tambah hasil dari eksploitasi kekayaan intelektual berupa kreativitas, keahlian, dan bakat individu menjadi produk yang bernilai komersial. Karakteristik unik dari ekonomi kreatif

adalah fokus persaingan yang

menitikberatkan pada kreativitas desain produk, bukan pada harga.

Saat ini, lebih dari setengah populasi dunia tinggal di kota. Konsep 'Creative Cities' didasarkan pada keyakinan bahwa budaya dapat memainkan peran penting dalam pembaruan perkotaan. Para pembuat kebijakan semakin memperhitungkan peran kreativitas ketika merencanakan kebijakan ekonomi. Tidak hanya industri kreatif meningkatkan kualitas hidup warga dengan berkontribusi terhadap struktur sosial kota dan keragaman budaya, industri kreatif juga memperkuat rasa kebersamaan dan membantu menentukan identitas bersama.

Hubungan antara negara dan masyarakat dalam hal tanggung jawab bersama menyiratkan cakupan dimensi sosial dalam masyarakat sipil dan cara kerja pasar (Midttun, 2005). Hal ini berarti

(4)

68

bahwa domain publik tidak lagi dianggap sebagai milik eksklusif negara, sehingga membutuhkan partisipasi masyarakat baik melalui organisasi bisnis dan masyarakat sipil.

Sebuah artikulasi baru antara sektor publik dan swasta dalam hal tanggung jawab bersama adalah bahwa kebutuhan sosial menjadi titik fokus perhatian. Kriteria untuk mengalokasikan tugas dan tanggung jawab yang tidak didirikan atas dasar sifat publik atau swasta dari organisasi mengambil bagian, melainkan atas dasar kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan sosial tertentu yang paling tepat dan efektif. (Mendoza, 2009) Indonesia mengusulkan empat kota untuk menjadi Creative City oleh UNESCO. Jogyakarta dan Pekalongan diproyeksikan sebagai kota kerajinan dan seni rakyat, sementara Solo dan Bandung dianggap mumpuni sebagai kota desain. Setelah melalui seleksi ketat, Pekalongan berhasil bergabung dengan jaringan, kota itu akan memiliki akses atas sumber daya dan pengalaman dari seluruh kota anggota sebagai sarana untuk mempromosikan pengembangan industri kreatif lokal dan untuk mendorong kerjasama di seluruh dunia untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

Menjadi bagian dari jaringan kota kreatif, memberi kesempatan untuk bekerja sama dengan kota kreatif lain di seluruh

dunia menuju misi umum untuk keragaman budaya dan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Kota kreatif diakui sebagai:

1. "Penghubung Kreatifitas" yang mempromosikan pembangunan sosial-ekonomi dan budaya baik di Negara maju dan negara berkembang melalui industri kreatif.

2. “Klaster Sosial-budaya" yang menghubungkan sosial-budaya masyarakat yang beragam untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang kreatif.

Dengan potensi yang dimiliki, industry kreatif dapat diharapkan menjadi penggerak ekonomi masyarakat yang

berkontribusi pada peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD ini merupakan tulang punggung pembiayaan

daerah, karenanya kemampuan

melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pandapatan asli daerah terhadap total APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat sehingga otonomi daerah dapat terwujud.

Jaringan Kota Kreatif Dunia dan SDGs UNESCO Creative City Network bertujuan untuk mengembangkan

(5)

69 kerjasama internasional antar kota di dunia

dan mendorong mereka untuk mendorong menjalin kemitraan pembangunan bersama sejalan dengan prioritas global UNESCO "budaya dan pembangunan" dan "pembangunan berkelanjutan". Setelah kota ditunjuk menjadi bagian dari jaringan kreatif, kota tersebut dapat berbagi pengalaman dan menciptakan peluang baru dengan kota-kota lain pada platform global, terutama untuk kegiatan berdasarkan pengertian tentang ekonomi kreatif.

1. Kota semakin memainkan peran penting dalam memanfaatkan kreativitas untuk pembangunan ekonomi dan sosial:

2. Kota menjadi tempat berlabuh bagi seluruh rentang pelaku budaya di seluruh rantai industri kreatif, dari tindakan kreatif untuk produksi dan distribusi.

3. Sebagai tempat berkembang biak untuk cluster kreatif, kota memiliki potensi besar untuk memanfaatkan kreativitas, dan menghubungkan kota dapat memobilisasi potensi untuk dampak global.

4. Kota memiliki efek yang kuat pada pembentukan masyarakat / kemitraan swasta yang membantu membuka potensi kewirausahaan kreatif dan memainkan peran penting dalam ekonomi baru. Kota cukup kecil untuk

mempengaruhi industri budaya lokal tetapi juga cukup besar untuk melayani sebagai gerbang ke pasar internasional.

UNESCO Creative Cities Network (PBB) dibentuk pada 2004 untuk mendorong kerjasama internasional antar kota yang telah diakui kreativitas sebagai faktor strategis untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Kota-kota anggota yang membentuk jaringan berasal dari daerah yang beragam; memiliki tingkat pendapatan yang berbeda dan populasi. Semua anggota bekerja sama menuju misi yang sama: menempatkan kreativitas dan industri budaya inti dari rencana pembangunan mereka di tingkat lokal dan secara aktif bekerja sama di tingkat internasional.

Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan diadopsi oleh masyarakat internasional di September 2015 menyoroti budaya dan kreativitas sebagai tuas utama untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Jaringan akan terus melayani sebagai platform penting untuk berkontribusi pada pelaksanaan dan pencapaian agenda internasional ini.

Strategi pengembangan kewirausahaan kota kreatif

Ekonomi kreatif telah menjadi kekuatan yang mampu mengubah dunia karena merupakan salah satu sektor

(6)

70

ekonomi yang perkembangannya tercepat di dunia. Dalam Creative Economy Report 2013 Special Edition: Widening Local Development Pathways, Lembaga untuk

Konferensi Perdagangan dan

Pengembangan bagi Persatuan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) melaporkan bahwa kekuatan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi dunia terdapat pada beberapa sektor, yaitu industri berteknologi tinggi, industri manufaktur yang berkualitas seni tinggi, industri jasa bisnis dan finansial, dan industri yang menghasilkan produk-produk budaya yang didalamnya termasuk produk-produk media. Dari sektor-sektor perekonomian tersebut, terlihat bahwa industri yang berorientasi pada kreativitas, seni, dan budaya mendominasi kekuatan perekonomian dunia di masa kini dan mendatang. Industri yang berorientasi pada kreativitas, seni dan budaya ini, menurut UNCTAD, tidak terlalu terkena dampak krisis ekonomi yang terjadi pada 2008. Sebaliknya, industri kreatif terus berkembang pesat, terutama di negara-negara Timur.

Sektor kreatif dan budaya menawarkan potensi besar dan tak terduga untuk kemitraan sebagai jembatan pendanaan. Monreal dan Hassan (2013) menegaskan bahwa ia menyediakan prospek investasi yang menarik bagi sektor swasta, namun memerlukan lingkungan dan suara sosial pendekatan yang

menghormati dan menguntungkan masyarakat setempat.

Di Indonesia, perkembangan kelas menengah diprediksi akan terus meningkat. Hal ini merupakan peluang pasar bagi ekonomi kreatif lokal, namun produk ekonomi kreatif tetap akan dihadapkan pada persaingan dengan produk kreatif impor yang sudah membanjiri Indonesia. Pada tahun 2030, diperkirakan 135 juta penduduk Indonesia dari estimasi total penduduk sebesar 280 juta, akan memiliki penghasilan bersih (net income) di atas US$ 3.600 (berdasarkan purchasing power parity 2005) jika pertumbuhan PDB Indonesia antara 5-6%.

Kesuksesan ekonomi kreatif dapat diukur melalui dua parameter (Unesco, 2013). Parameter yang pertama adalah nilai-nilai ekonomi, seperti besarnya kontribusi ekonomi kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), besarnya tenaga kerja yang terserap, dan nilai ekspor produk atau karya kreatif.

Tahun 2013, World Intellectual Property Organization (WIPO) mempublikasikan laporan khusus mengenai kontribusi industry kreatif Indonesia. Dalam laporan ini, WIPO membandingkannya dengan lima belas negara lain. Ternyata, industry kreatif Amerika Serikat memberikan kontribusi paling tinggi terhadap PDB (11,05%) dan serapan tenaga kerja (8,51%). Australia

(7)

71 menyusul di tempat kedua 10,3%

kontribusi terhadap PDB dan menyerap 8% tenaga kerja. Dengan

Parameter kedua, ekonomi kreatif juga dapat dinilai dengan pendekatan non-ekonomi seperti kesehatan, pendidikan, pemberdayaan wanita, hak asasi manusia dan keterlibatan pemuda. Nilai-nilai ini berkaitan erat dengan usaha pengentasan kemiskinan. Hal inilah yang menyebabkan ekonomi kreatif dipercaya dapat membantu usaha pengentasan kemiskinan melalui pendekatan social-budaya, dan lingkungan yang dianggap lebih efektif, inklusif dan berkelanjutan.UNCTAD dalam laporannya menyatakan bahwa sangat penting untuk menjaga kearifan lokal, serta melindungi masyarakat dan budaya lokal yang sejatinya merupakan penggerak kekuatan ekonomi kreatif. Kekuatan dalam memiliki dan membawa semangat lokal namun berpotensi besar untuk mengubah dunia. Istilah "social entrepreneur" pertama kali disebutkan pada tahun 1972 oleh Joseph Banks, ia menggunakan istilah untuk menggambarkan kebutuhan untuk menggunakan keterampilan manajerial untuk mengatasi masalah-masalah sosial serta untuk mengatasi tantangan bisnis. Mair dan Noboa (2006) mengatakan bahwa hasil nyata yang dihasilkan dari perilaku sosial kewirausahaan harus menghasilkan dan mempertahankan manfaat sosial.

Hasil yang masuk akal dihasilkan oleh perusahaan sosial dampak sosial dan perubahan sosial (Young, 2006; Martin dan Osberg, 2007; Austin, 2006), yang mempertahankan manfaat sosial. Dampak sosial adalah proses menilai atau memperkirakan, di muka, konsekuensi sosial yang cenderung mengikuti dari tindakan kebijakan tertentu atau pengembangan proyek (Burdge dan Vanclay, 1996).

Agar potensi yang ada dalam industri kreatif perkotaan dapat direalisasikan secara optimal, pemerintah kota perlu mengembangkan kewirausahaan kreatif di wilayahnya. Sesuai dengan Rencana Aksi Jangka Menengah 2015-2019 yang disusun dan dipublikasikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, upaya untuk meningkatkan wirausaha kreatif yang berdaya saing secara nasional dan internasional akan dicapai dengan melaksanakan 3 strategi utama yang dijabarkan menjadi 6 rencana aksi sebagai berikut:

Strategi 1: Memfasilitasi

peningkatan kemampuan kewirausahaan. Strategi ini dilaksanakan dengan: a. Memfasilitasi peningkatan kemampuan wirausaha kreatif dalam manajemen bisnis. Manajemen bisnis yang dimaksud meliputi kemampuan pemasaran, pengelolaan SDM, produksi, keuangan, maupun hukum terkait pengelolaan Hak atas Kekayaan

(8)

72

Intelektual (HKI). b. Memfasilitasi peningkatan kemampuan wirausaha dalam mengembangkan proposal bisnis. Dalam industri kreatif seringkali bisnis yang dilakukan berdasarkan proyek tertentu atau ide bisnis sehingga dibutuhkan kemampuan membuat proposal untuk mendapatkan pembiayaan ataupun kolaborasi produksi karya atau implementasi ide bisnis tersebut. Kemampuan wirausaha kreatif (orang kreatif bisa saja menjadi wirausaha kreatif, namun tidak semua wirausaha kreatif adalah orang kreatif) Indonesia dalam membuat proposal bisnis dinilai masih lemah sehingga sulit mendapatkan rekanan atau dukungan pembiayaan. c. Memfasilitasi peningkatan kemampuan wirausaha dalam aspek hukum yang terkait dengan pemanfaatan HKI dalam kontrak bisnis. Bisnis berbasis pada Intellectual Property (IP) di Indonesia relatif belum berkembang, sehingga infrastruktur hukum dan pemahaman atas kontrak bisnis berbasis IP ini masih relatif rendah di

Indonesia. Untuk mendorong

pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia, maka wirausaha kreatif perlu

memahami bagaimana dapat

mengekploitasi IP dalam bisnis. Keberhasilan rencana aksi ini diindikasikan oleh meningkatnya jumlah wirausaha kreatif yang berhasil dalam bisnis kreatif di dalam dan luar negeri.

Strategi 2: Memfasilitasi

penciptaan jejaring dan kolaborasi antar wirausaha kreatif. Strategi ini dilaksanakan dengan: a. Mengembangkan dan memfasilitasi aktivasi forum komunikasi wirausaha kreatif. Forum komunikasi wirausaha kreatif tidak terbatas pada forum komunikasi pada kelompok industri kreatif tertentu, tetapi juga forum komunikasi lintas kelompok industri kreatif. Pemerintah perlu mendorong terciptanya forum ini dan memfasilitasi kesekretariatan forum ini sehingga forum ini dapat

berjalan secara mandiri. b.

Mengembangkan sistem insentif yang dapat mendorong kerja sama/ kemitraan dan kolaborasi antar wirausaha kreatif. Sistem insentif dapat diberikan untuk mendorong kerja sama antara wirausaha kreatif kecil dan menengah dengan wirausaha kreatif yang besar dan berpengalaman, ataupun wirausaha kreatif asing dengan wirausaha kreatif lokal melalui mekanisme kemitraan investasi (melalui DNI/Daftar Negatif Investasi) dan/atau keringanan pajak. Keberhasilan rencana aksi ini diindikasikan oleh meningkatnya kolaborasi dan sinergi antar wirausaha kreatif di dalam maupun di luar negeri.

Strategi 3: Mengembangkan dan memfasilitasi aktivasi hub bagi wirausaha kreatif. Strategi ini dapat dilakukan dengan memfasilitasi pengembangan dan aktivasi

(9)

73 tempat untuk berbagi pengetahuan dan ide,

serta tempat untuk memulai usaha bagi wirausaha kreatif. Dengan diciptakannya hub dan co-working space dapat mendorong terjadinya co-production dan kerja sama antar wirausaha kreatif. Dalam mengembangkan tempat bagi wirausaha kreatif tidak terbatas pada menyediakan tempat tetapi juga termasuk pengelolaan dan aktivasi dari hub yang dikembangkan. Keberhasilan rencana aksi ini akan dilihat dari tersedianya tempat bagi wirausaha kreatif pemula untuk mengembangkan bisnis kreatif dan berjejaring.

Sektor kreatif dan budaya menawarkan potensi besar dan tak terduga untuk kemitraan sebagai jembatan pendanaan. Monreal dan Hassan (2013) menegaskan bahwa ia menyediakan prospek investasi yang menarik bagi sektor swasta, namun memerlukan lingkungan dan suara sosial pendekatan yang menghormati dan menguntungkan masyarakat setempat.

Konsep 'kewirausahaan budaya' telah memperoleh pengakuan selama dekade terakhir (Klamer, 2006). Motivasi pengusaha budaya dan kreatif mungkin akan berbeda sesuai dengan individu dan sektor Cultural Creative Industry (CCI) di mana mereka beroperasi.

Ketegangan antara pencipta karya budaya dan pengusaha, khas dari banyak perusahaan CCI sering tercermin dalam

keinginan untuk memprioritaskan nilai budaya penciptaan dengan sedikit motivasi untuk menghasilkan nilai ekonomi (berorientasi penciptaan), sementara pengusaha akan memprioritaskan eksploitasi ekonomi atas nilai budaya (berorientasi pertumbuhan) (Kooyman, 2010). Wibowo (2014) memandang itu menajdi sebuah tantangan untuk menyelaraskan antara dua sektor karena orientasi keuntungan.

Oleh karena itu, pengembangan kewirausahaan budaya ini kemudian diperlukan untuk tujuan ini. Ketiga strategi beserta rencana aksi pengembangan kewirausahaan perkotaan di atas semestinya diterapkan oleh pemerintah kota terutama Pekalongan dan Bandung sebagai kota kreatif dunia.

SIMPULAN

PBB menempatkan pengembangan kota yang berkelanjutan pada Tujuan kesebelas dari tujuh belas Tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Menjadikan kota sebagai tempat yang inklusif, aman, ramah dan berkelanjutan. Ekonomi kreatif dipercaya dapat membantu usaha pengentasan kemiskinan melalui pendekatan social-budaya, dan lingkungan yang dianggap lebih efektif, inklusif dan berkelanjutan.Untuk tujuan ini pemerintah kota perlu mengembangkan kewirausahaan kota kreatif. Agar potensi

(10)

74

yang ada dalam industri kreatif perkotaan dapat direalisasikan secara optimal, pemerintah kota perlu mengembangkan kewirausahaan kreatif di wilayahnya. Sesuai dengan Rencana Aksi Jangka Menengah 2015-2019 yang disusun dan dipublikasikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, upaya untuk meningkatkan wirausaha kreatif yang berdaya saing secara nasional dan internasional akan dicapai dengan melaksanakan 3 strategi utama yang dijabarkan menjadi 6 rencana aksi.

DAFTAR PUSTAKA

Banks, J., 1972. The sociology of social movements. London: Macmillan. Burdge, R.J. and Vanclay, F. 1996. Social

Impact Assessment: A Contribution to State of The Art Series. Impact Assessment, Vol. 14, pp. 59-86. Creative Nation. 1994. Creative Nation,

Commonwealth Cultural Policy, National Library of Australia

[online], available at:

www.nla.gov.au/creative.nation.html (3 March 2003)

Departemen Perdagangan Republik

Indonesia. 2007. Studi Industri Kreatif Indonesia, Depdag.

Departemen Perdagangan Republik

Indonesia. 2007. Program Kerja Pengembangan Industri Kreatif Nasional 2009 - 2025, Depdag. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi

Kreatif RI. 2014. Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025.

Klamer, A. 2006. Cultural

Entrepreneurship, Rotterdam. Erasmus University. Academia Vitae.

Kooyman, R. (Ed.). 2010. The

Entrepreneurial Dimension of The

Cultural and Creative Industries. Utrecht School of Arts (HKU). Mair, J. and Noboa, E. 2006. Social

Entrepreneurship: “How Intentions to Create A Social Venture Are Formed?”, in Mair, J., Robinson, J. and Hockerts, K. (Eds), Social Entrepreneurship, Macmillan, New York, NY.

Martin, R. and Osberg, S. 2007. Social Entrepreneurship: The Case for Definition. Stanford Social Innovation Review.

Mendoza, X. 1995. Las transformaciones del sector pu´blico en las democracias avanzadas: del Estado de Bienestar al Estado Relacional, in Bengoa, R. (Ed.), La Sanidad: un sector en cambio. Un nuevo

compromiso entre la

Administracio´n, los usuarios y

proveedores, UIMPP y MSD,

Madrid.

Midttun, A. 2005. Realigning Business, Government and Civil Society: Emerging Embedded Relational Governance Beyond The (Neo) Liberal and Welfare State Models. Corporate Governance, Vol. 5 No. 3, pp. 159-74.

Monreal, L. and Hassan, N. 2013. Public Private Partnership in the Culture Sector. Background Note. UNESCO. UNCTAD. 2008. The Challenge of

Assessing Creative Economy:

towards Informed Policy Making. Creative Economy Report.

UNESCO. 2013. Creative Economy

Report Special Edition: Widening Local Development Pathways.

Wibowo, D. 2014. Social Marketing Approach for CSR Program on Arts: A Case of Indonesian Listed Banks. Jurnal Transparansi, Vol. VI, No. 01. LPPM STIAMI. Jakarta.

WIPO. 2013. Study on The Economic Contributions of Copyrights and Related Rights Industries in Indonesia

(11)

75 Young, R. 2006. For What It Is Worth:

Social Value and The Future of Social Entrepreneurship. In Nicholls, A. (Ed), Social Entrepreneurship: New Models of Sustainable Social Change. Oxford University Press, New York, NY.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah pemberian kesempatan kepada anak didik baik perorangan maupun kelompok untuk melakukan percobaan yang

[r]

Apabila sistem kerja yang dilakukan perusahaan tidak diadaptasikan dengan kondisi pasar yang tengah dan akan dihadapi, sangat sulit bagi perusahaan untuk dapat berkembang

Pergantian masa membuat banyak perubahan, terutama bagi kaum perempuan.Perempuan yang dahulunya hanya bekerja di dalam rumah (ranah domestik), sekarang sudah

Untuk menyediakan Quality of Service (QoS) dibutuhkan berbagai mekanisme prioritas untuk membedakan perlakuan pada paket data dengan kelas QoS yang berbeda. Permintaan

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan bagian organisasi yang terdiri dari manusia dan peralatan yang dirancang untuk

Salah satu langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasi semua kemungkinan solusi yang akan diberikan oleh sistem pakar, langkah ini dilakukan

Ide dasar perlunya perlindungan hukum terhadap anak menjadi korban tindak pidana dan pelaku tindak pidana sehingga perlu dilindungi yaitu: (a) Anak masih