• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peer Assessment

Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses seorang siswa menilai hasil belajar teman atau siswa lainnya yang setingkat. Maksud dari setingkat adalah jika dua orang siswa atau lebih berada dalam kelas yang sama atau subjek pelajaran yang sama. Hal senada juga disampaikan oleh Bostock (2000) bahwa peer assessment merupakan penilaian siswa oleh siswa lain. Peer assessment merupakan suatu penilaian yang dilakukan seorang siswa terhadap siswa lain yang tingkatannya sama. Penerapan peer assessment dapat melatih siswa untuk bertanggung jawab dan bersikap objektif.

Bostock (2000) mengungkapkan bahwa peer assessment merupakan penilaian siswa terhadap siswa lainnya baik tes formatif untuk mendapatkan umpan balik ataupun tes sumatif yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas belajar dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat melakukan penilaian. Namun menurut Zulharman (2007) peer assessment lebih dianjurkan untuk digunakan dalam penilaian formatif daripada sumatif.

Menurut Race (2001), peer assessment bisa diterapkan dalam kegiatan penilaian untuk menilai aspek kinerja siswa, tes tertulis, atau laporan. Kegiatan peer assessment bisa dilaksanakan dengan satu atau lebih penilai. Siswa yang melaksanakan peer assessment bisa disembunyikan identitasnya dan pemilihannya

(2)

ditentukan secara acak, sehingga faktor subjektivitas seperti hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi hasil penilaian dapat diminimalkan. Peer assessment akan lebih efektif dilaksanakan jika menggunakan lebih banyak penilai, sehingga tingkat keobjektifan siswa dalam menilai dapat teramati dengan baik.

B. Kelebihan dan Kelemahan Peer assessment

Arnold et al. (Kurniadi, 2011) menjelaskan terdapat beberapa kelebihan peer assessment, yaitu:

1. Membantu siswa untuk lebih mandiri, bertanggung jawab, dan terlibat dalam proses pembelajaran.

2. Mendorong siswa untuk mampu menganalisis secara kritis pekerjaan temannya.

3. Membantu menjelaskan kriteria penilaian. 4. Meringankan tugas penilaian guru.

Race et al. (Bostock, 2000) mengemukakan beberapa kelebihan dari peer assessment bagi siswa, yaitu:

1. Meningkatkan motivasi dan menumbuhkan jiwa mandiri pada diri siswa ketika proses penilaian.

2. Mendorong siswa dalam mengambil tanggung jawab ketika kegiatan pembelajaran.

(3)

3. Menjadikan proses penilaian sebagai bagian dari pembelajaran, sehingga kesalahan dipandang sebagai sebuah peluang untuk memperbaiki diri daripada dipandang sebagai suatu kegagalan.

4. Pelatihan mentransferkan kemampuan yang diperlukan untuk pembelajaran sepanjang hayat, khususnya kemampuan dalam menilai.

5. Penggunaan penilaian eksternal yang mana memberikan sebuah gambaran untuk penilaian terhadap diri sendiri.

6. Mendorong siswa untuk belajar lebih mendalam.

Selain memiliki kelebihan, peer assessment juga memiliki kelemahan seperti yang diungkapkan oleh Bostock (2000), yaitu:

1. Siswa kurang mampu menilai rekannya.

2. Hubungan persahabatan, perasaan tidak suka, dan lain-lain mungkin akan mempengaruhi penilaian.

3. Siswa mungkin tidak suka dinilai oleh rekannya, karena kemungkinan ada diskriminasi, kesalahpahaman, dan lain-lain.

4. Tanpa ada keterangan dari guru, kemungkinan siswa akan memberikan keterangan yang salah tentang rekannya.

C. Self Assessment

Menurut Boud (Zulharman, 2007) self assessment adalah keterlibatan siswa dalam mengidentifikasi kriteria atau standar untuk diterapkan dalam pembelajaran dan membuat keputusan mengenai pencapaian kriteria dari standar tersebut. Dengan

(4)

kata lain, self assessment adalah sebuah proses dimana siswa menilai hasil belajarnya sendiri. Burgess (Wulandari, 2011) mengungkapkan bahwa self assessment merupakan penilaian yang melibatkan siswa untuk mengobservasi dan menilai tentang belajarnya.

Penerapan self assessment memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat di dalam penilaian. Menurut Race (2001) proses keterlibatan siswa dalam penilaian merupakan hal yang penting dikarenakan secara alami siswa sudah dapat melakukan self assessment. Penilaian guru tidak cukup valid, reliabel, dan transparan untuk memperdalam pengalaman dalam belajar siswa, membiasakan siswa menilai, melatih siswa menjadi pembelajar mandiri, melatih siswa menjadi lifelong learner, dan membantu siswa memperoleh feedback dari hasil pembelajaran yang lebih banyak.

Menurut Zulharman (2007), penerapan self assessment sebagai penilaian formatif lebih banyak digunakan daripada sebagai penilaian sumatif, karena self assessment sebagai penilaian sumatif masih banyak menimbulkan perdebatan mengenai validitas dan reliabilitasnya. Self assessment juga dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan menilai dan mengkritisi proses belajarnya dan membantu siswa dalam menentukan kriteria untuk menilai hasil belajarnya. Menurut Johnson dan Johnson (Gieonedhana, 2011) tujuan dari assessment yaitu bisa digunakan untuk mendiagnosa tingkat kemampuan dan keterampilan siswa, memonitor proses pencapaian tujuan pembelajaran dan untuk mengetahui level kemampuan siswa. Selain itu, Wilson dan Jan (Gieonedhana, 2011) self assessment bisa digunakan untuk menilai 4 area utama, yaitu pengetahuan,

(5)

keterampilan, nilai dan sikap. Namun, biasanya self assessment jarang dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan nilai akhir dari hasil belajar siswa melainkan lebih sebagai analisa progress.

Self assessment kurang cocok digunakan untuk seleksi, penempatan, perbaikan kurikulum dan program pendidikan serta pengembangan ilmu. Namun, self assessment sangat mungkin digunakan untuk mendiagnosis dan remedial, umpan balik serta memotivasi dan membimbing belajar siswa. Secara keseluruhan, self assessment lebih menekankan pada aspek reflektif, mengajak murid untuk lebih terlibat dalam proses belajar mereka dengan mengevaluasi cara belajar mereka, kelebihan dan kekurangan mereka, dimana progress mereka dalam mencapai tujuan belajar, apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya.

D. Kelebihan dan Kelemahan Self Assessment

Beberapa kelebihan self assessment yang diungkapkan oleh Spiller (2009) diantaranya :

1. Membantu siswa lebih mandiri dan bertanggung jawab terhadap peningkatan belajarnya.

2. Membantu siswa secara alami untuk memeriksa kemajuan belajar oleh dirinya sendiri.

3. Jika siswa dapat mengetahui kemajuan belajarnya, maka hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut.

(6)

4. Membantu siswa fokus terhadap proses belajarnya ke arah yang lebih baik.

5. Dapat mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang heterogen.

Selain memiliki kelebihan, self assessment juga memiliki kelemahan seperti yang diungkapkan oleh Ellington (Wulandari, 2011), yaitu:

1. Kurangnya kemampuan siswa dalam mengevalusi atau menilai diri sendiri.

2. Siswa mungkin miskonsepsi apabila tanpa adanya intervensi dari guru. 3. Siswa cenderung akan memberi hasil penilaian yang lebih terhadap

dirinya sendiri.

4. Siswa belum berpengalaman dalam menilai dirinya sendiri.

5. Siswa akan merasa khawatir jika hasil self assessment diketahui oleh siswa lain.

6. Kejujuran merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan self assessment.

7. Karena ada peluang terjadinya subjektifitas yang tinggi dalam self assessment, maka hasil self assessment sulit untuk diproses menjadi nilai akhir. Oleh karena itu, penggunaan self assessment lebih banyak digunakan untuk penilaian formatif bukan sumatif.

(7)

E. Peer dan Self Assessment dalam Pembelajaran

Peer assessment maupun self assessment dapat digunakan secara terpisah karena memiliki kelebihan pada masing-masing bagiannya. Namun, penerapan peer dan self assessment akan menjadi lebih baik bila digunakan secara bersama-sama dalam suatu proses pembelajaran. Penerapan peer dan self assessment secara bersama-sama dapat memaksimalkan kelebihan yang ada pada peer assessment maupun self assessment. Zulharman (2007) mengungkapkan bahwa ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam penerapan peer dan self assessment, sehingga pada penerapannya dapat berjalan dengan efektif yaitu :

1. Menyampaikan maksud dan tujuan peer dan self assessment secara jelas kepada siswa dan observer.

2. Menerapkan peer dan self assessment secara bertahap.

3. Dalam format penilaian, siswa tidak mencantumkan nama penilai. 4. Memberikan gambaran kriteria penilaian secara jelas kepada siswa. 5. Melakukan pelatihan peer dan self assessment.

6. Memonitor proses dan hasil peer dan self assessment.

F. Perbandingan Peer dan Self Assessment Terhadap Assessment yang Lain

Orsmond (2004) mengungkapkan perbandingan antara peer dan self assessment dengan assessment yang lain seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Perbandingan Peer dan Self Assessment dengan Assessment yang Lain No. Peer dan self assessment Assessment yang Lain

(8)

No. Peer dan self assessment Assessment yang Lain 2. Kriterianya jelas atau transparan

terhadap siswa.

Penentuan kriteria atau aspek yang dinilai tidak pernah didiskusikan dengan siswa. Guru yang langsung menentukan kriteria penilaian.

3. Memberikan keleluasaan terhadap siswa. Siswa akan merasa penilaian merupakan kebutuhan personal. Penilaian bagian dari pembelajaran.

Siswa terisolasi dari assessment sehingga terisolasi dari proses pembelajaran.

4. Mengevaluasi pembelajaran secara mendalam.

Mengevaluasi pembelajaran hanya permukaan saja.

5. Memperkenankan siswa untuk membangun pembelajaran mereka secara aktif.

Tidak menyediakan dorongan untuk membangun belajar mandiri.

6. Mendorong adanya diskusi antara siswa dan guru.

Sedikit diskusi bahkan kadang-kadang tidak ada.

7. Adanya formatif feedback. Adanya feedback yang keliru karena ada selang waktu atau kehilangan komunikasi yang terus-menerus antara siswa dan guru.

8. Hasil penilaian dapat digunakan untuk memperbaiki

performa selanjutnya.

Hasil penilaian merupakan hasil akhir.

9. Lebih banyak tantangan dan lebih sedikit kesalahan dalam

pembelajaran siswa.

Sedikit tantangan dan lebih banyak kesalahan

dalam pembelajaran. 10. Mempersiapkan siswa untuk

perjalanan lifelong learning yang terus-menerus.

Biasanya tujuan akhirnya hanya belajar.

11. Memberikan kesempatan yang baik untuk formatif assessment.

Sedikit formatif assessment. 12. Dapat meningkatkan kepercayaan

diri siswa.

Memiliki efek negatif terhadap kepercayaan diri.

13. Meningkatkan kinerja atau kualitas belajar dari hasil belajar.

- 14. Merupakan tugas pembelajaran

yang otentik.

Sebagian merupakan tugas pembelajaran yang otentik.

(9)

G. Kegiatan Praktikum

Mempelajari IPA kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan kegiatan praktikum atau eksperimen yang dilakukan di laboratorium. Fungsi dari metode eksperimen merupakan penunjang kegiatan proses belajar untuk menemukan prinsip tertentu atau menjelaskan prinsip-prinsip yang dikembangkan. Fungsi dari laboratorium tidak diartikan sebagai tempat untuk kegiatan belajar mengajar yang sekedar untuk mengecek atau mencocokkan kebenaran teori yang telah dijelaskan di kelas, tetapi juga harus dapat menyebabkan proses inkuiri berkembang (Arifin, 1995). Kegiatan praktikum merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji atau melaksanakan secara nyata apa yang diperoleh sebelumnya dari suatu teori. Selain itu, kegiatan praktikum juga merupakan bentuk pembelajaran yang melibatkan peserta didik bekerja dengan benda-benda, bahan-bahan dan peralatan laboratorium, baik secara perorangan maupun kelompok.

Keuntungan penggunaan kegiatan praktikum menurut Arifin (1995) diantaranya:

1. Dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa. 2. Siswa dapat mengamati proses.

3. Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri. 4. Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah.

5. Membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien.

(10)

Kegiatan praktikum seringkali tidak dapat dilaksanakan oleh guru karena berbagai alasan. Namun, sebenarnya kegiatan praktikum ini biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi dapat dikombinasikan dengan kegiatan ceramah maupun diskusi sehingga pembelajaran yang berlangsung tidak menjadi kegiatan yang membosankan bagi siswa. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru menurut Arifin (1995) antara lain:

1. Menentukan tujuan praktikum. 2. Menyiapkan prosedur praktikum. 3. Menyiapkan lembar pengamatan. 4. Menyiapkan alat dan zat.

5. Menyiapkan lembar observasi kegiatan praktikum.

Telah dikemukaan di atas dalam bahwa pada kegiatan praktikum, guru perlu membuat lembar observasi kegiatan praktikum. Hasil observasi ini memiliki peran yang baik sebagai umpan balik bagi siswa dan bagi guru. Persiapan dan kegiatan yang perlu dan harus dilakukan siswa menurut Arifin (1995) diantara lain:

1. Mempelajari tujuan dan prosedur percobaan. 2. Menggunakan alat/bahan dalam percobaan.

3. Mencari persamaan reaksi dari percobaan yang dilakukan. 4. Mengamati percobaan.

5. Mengambil, menyajikan dan menganalisis data. 6. Menyimpulkan hasil percobaan.

(11)

H. Penilaian Kinerja

Menurut Zainul (Mahmudah, 2012) pengertian dasar penilaian kinerja adalah penilaian yang mengharuskan peserta didik untuk mempertunjukkan kinerja, bukan menjawab atau memilih jawaban dari sederetan kemungkinan jawaban yang sudah tersedia. Oleh karena itu, penilaian kinerja menghendaki siswa dapat mendemonstrasikan kinerjanya pada tugas tertentu secara nyata.

Menurut Rustaman et al. (2003) langkah-langkah yang ditempuh dalam menyusun penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Menetukan jenis keterampilan siswa yang akan dinilai.

2. Mengidentifikasi indikator-indikator yang menunjukkan bahwa seorang siswa telah menguasai keterampilan yang akan dinilai.

3. Menentukan jenis kegiatan laboratorium yang memungkinkan siswa memperlihatkan keterampilannya.

4. Membuat alat ukur, berupa ”daftar cek” (checklist) atau skala penilaian (rating scale) yang diperlukan pada waktu penilaian.

5. Melaksanakan penilaian.

6. Menentukan skor keterampilan siswa.

Penggunaan penilaian kinerja menghendaki guru agar mempersiapkan dan merancang kegiatan pembelajaran siswa secara aktif termasuk kriteria kinerjanya. Selain itu, harus didukung juga dengan instrumen yang jelas dan sesuai. Apabila instrumen yang digunakan jelas dan sesuai kriteria kinerja, maka akan memudahkan melakukan penilaian kinerja sehingga dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

(12)

I. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Jenis-jenis keterampilan proses dalam pendekatan KPS dapat dikembangkan secara terpisah-pisah tergantung metode yang digunakan. Menurut Rustaman et al. (2003) jenis-jenis ketrampilan proses sains terdiri dari melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan data hasil pengamatan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan atau penyelidikan, menerapkan konsep atau prinsip, dan mengajukan pertanyaan.

Menurut Indrawati (Rostina, 2012) keterampilan proses sains merupakan kesuluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep prinsip atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Berikut ini beberapa jenis keterampilan proses dan sub keterampilan proses :

Tabel 2.2 Jenis Keterampilan Proses dan Sub Keterampilan Proses

No Keterampilan Proses Sub Keterampilan Proses

1. Mengamati (observasi)  Menggunakan indera penglihat,

pembau, pendengar, pengecap, dan peraba.

 Mengumpulkan fakta yang relevan dan memadai.

2. Menafsirkan hasil pengamatan (interpretasi)

 Mencatat setiap hasil pengamatan secara terpisah.

 Menghubung-hubungkan hasil

(13)

No Keterampilan Proses Sub Keterampilan Proses  Menemukan pola atau keteraturan

dari satu seri pengamatan. 3. Mengelompokkan (klasifikasi)  Mencari perbedaan

 Mengontraskan ciri-ciri.

 Mencari kesamaan.

 Membandingkan.

 Mencari dasar penggolongan.

4. Meramalkan (prediksi)  Mengajukan perkiraan tentang

sesuatu yang belum terjadi

berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada.

5. Berkomunikasi  Membaca grafik, tabel atau diagram.

 Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram.

 Menjelaskan hasil percobaan.

 Menyusun dan menyampaikan

laporan secara sistematis dan jelas.

6. Berhipotesis  Menyatakan hubungan antara dua

variabel atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi.

7. Merencanakan percobaan atau penyelidikan

 Menentukan alat dan bahan.

 Menentukan variabel atau peubah yang terlibat dalam suatu percobaan.

 Menentukan variabel kontrol dan variabel bebas.

 Menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis.

 Menentukan cara dan langkah kerja.

 Menentukan cara mengolah data.

8. Menerapkan konsep atau

prinsip

 Menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki.

 Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.

9. Mengajukan pertanyaan  Meminta penjelasan, tentang apa,

mengapa, bagaimana atau

menanyakan latar belakang

hipotesis.

(14)

Aspek-aspek keterampilan proses sains digunakan peneliti sebagai acuan dalam membuat pertanyaan pada LKS. Adapun aspek-aspek keterampilan proses sains yang digunakan pada penelitian ini meliputi observasi, interpretasi, klasifikasi, berkomunikasi, prediksi, berhipotesis dan menerapkan konsep. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Lampiran A.3 bagian standar penilaian LKS Halaman 85.

J. Tinjauan Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Larutan merupakan campuran homogen dari dua zat atau lebih. Suatu larutan terdiri dari zat terlarut dan pelarut. Suatu larutan sudah pasti memiliki satu fasa/fasa tunggal. Larutan dapat berwujud gas, padat atau cair. Berdasarkan daya hantarnya, larutan digolongkan ke dalam larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit.

Semua zat terlarut yang larut dalam air termasuk ke dalam salah satu dari dua golongan berikut : elektrolit dan nonelektrolit. Suatu zat, yang ketika dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik disebut elektrolit, sedangkan nonelektrolit tidak menghantarkan arus listrik ketika dilarutkan dalam air.

Hantaran listrik melalui larutan dapat ditunjukkan dengan alat uji hantaran listrik seperti pada gambar dibawah ini.

(15)

Keterangan :

1. Sumber arus (baterai) 2. Kabel penghubung arus 3. Bola lampu pijar

4. Elektroda karbon 5. Elektroda karbon 6. Larutan yang diuji 7. Gelas kimia

Adanya aliran listrik dalam suatu larutan ditandai dengan menyalanya lampu pijar pada rangkaian tersebut. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik dengan memberikan gejala lampu menyala pada suatu alat uji hantaran listrik. Larutan elektrolit dapat terbentuk dari senyawa ionik berupa lelehan dan larutan karena pada lelehan dan larutan senyawa ionik terjadi disosiasi membentuk ion positif dan ion negatif yang bergerak bebas, sedangkan padatan senyawa ionic tidak dapat menghantarkan arus listrik karena ion positf dan ion negatifnya tidak dapat bergerak bebas. Selain itu larutan elektrolit dapat dibentuk oleh larutan senyawa kovalen polar karena pada larutan senyawa kovalen polar terjadi ionisasi membentuk ion positif dan ion negatif yang bergerak bebas, sedangkan padatan dan lelehan senyawa kovalen polar tidak dapat menghantarkan arus listrik karena padatan dan lelehan senyawa kovalen polar tidak mengandung ion positif dan ion negatif, melainkan dalam bentuk molekul. Pada tahun 1887 Svante August Arrhenius menyatakan bahwa larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik karena

(16)

adanya ion positif dan ion negatif yang dapat bergerak bebas. Ion-ion itulah yang menghantarkan arus listrik melalui larutan. Contoh larutan elektrolit yaitu larutan NaCl, larutan CH3COOH, larutan NaOH, larutan H2SO4, dan lain-lain. Larutan

nonelektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik dengan memberikan gejala tidak menyalanya lampu pada alat uji hantaran listrik. Contoh larutan nonelektrolit yaitu larutan CO(NH2)2, larutan C12H22O11.

Menurut Svante August Arrhenius pada tahun 1887, zat seperti NaCl, HCl jika dilarutkan dalam air akan terurai menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion) yang dapat bergerak bebas.Contoh:

NaCl (aq) → Na+

(aq) + Cl-(aq) HCl (aq) → H+

(aq) + Cl- (aq)

Ion-ion tersebut dapat bergerak bebas sehingga memiliki kemampuan untuk menghantarkan arus listrik yang menyebabkan lampu pada alat uji hantaran listrik dapat menyala. Semakin banyak jumlah ion, semakin kuat daya hantar listriknya, sehingga nyala lampu yang dihasilkan pada alat uji hantaran listrik semakin terang. Dengan demikian, adanya ion positif (kation) dan ion negatif (anion) pada larutan elektrolit inilah yang berperan untuk menghantarkan arus listrik, sedangkan untuk larutan nonelektrolit memberikan gejala tidak menyalanya lampu karena senyawa yang terdapat dalam larutan nonelektrolit tidak menghasilkan ion-ion baik ion positif (kation) dan ion negatif (anion) dalam larutannya mengakibatkan larutan nonelektrolit

(17)

tidak dapat menghantarkan arus listrik, sehingga lampu pada alat uji hantaran listrik juga tidak menyala.

Tabel 2.3 Perbedaan Sifat antara Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

No Larutan Elektrolit Larutan Nonelektrolit

1 Terdapat ion positif dan ion negatif yang dapat bergerak bebas.

Tidak terdapat ion positif dan ion negatif.

2 Dapat menghantarkan arus listrik Tidak dapat menghantarkan arus listrik

Gambar

Tabel 2.1. Perbandingan Peer dan Self Assessment dengan Assessment yang Lain  No.  Peer dan self assessment  Assessment yang Lain
Tabel 2.2 Jenis Keterampilan Proses dan Sub Keterampilan Proses  No  Keterampilan Proses  Sub Keterampilan Proses  1
Tabel 2.3 Perbedaan Sifat antara Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit  No  Larutan Elektrolit  Larutan Nonelektrolit  1  Terdapat  ion positif dan ion negatif

Referensi

Dokumen terkait

 Mitigasi nonstruktural dapat dilakukan dengan memperkenalkan atau menerapkan asuransi bencana di daerah yang rawan sehingga masyarakat tidak harus menunggu

relevan adalah yang dilakukan Singh dkk (2018), menyimpulkan bahwa kadar asam urat pada ibu hamil dengan preeklampsia lebih tinggi dibandingkan ibu hamil tanpa

• Terdapat 3 core dengan 1 core inti bagian belakang pada bangunan yang terbuat dari beton bertulang.. Ketiga core ini terpisah dan dihubungkan oleh struktur baja sehingga

Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) merupakan metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati ada tidaknya kelainan seperti

(2) Soal open-ended yang dikembangkan memiliki efek potensial yang positif terhadap hasil tes siswa, hal ini dapat dilihat dari keberagaman jawaban yang diberikan oleh

Brahman sebagai Tuhan personal yang merupakan kenyataan yang mutlak, dan jiva dari individu dan obyek materi merupakan kenyataan yang relative yang berbeda

Indeks dominansi pada savana yang terinvasi lebih tinggi daripada savana yang terehabilitasi, tetapi nilai indeks keragaman tertinggi pada savana yang terbebas dari invasi

Solusi untuk mengatasi kendala yang ada yaitu mengadakan lomba-lomba termasuk Engklek agar anak-anak bisa bermain dengan teman-temannya, orang tua harus banyak