• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Sulit dipungkiri, Indonesia ditinjau dari aspek manapun merupakan sebuah bangsa yang majemuk. Ini terlebih jika dikontrakan dengan bangsa-bangsa lain seperti Jepang, Korea, Thailand, ataupun Anglo Saxon (Inggris). Kemajemukan ini tampak dalam manifestasi kebudayaan bangsa Indonesia yang tidak “satu”. Budaya Indonesia dapat dengan mudah dipecah kedalam budaya Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, atau pun Toraja, sebagai misal.

Kemajemukan juga termanifestasi dalam masalah agama, lokasi domestik, tingkat ekonomi ataupun perbedaan-perbedaan sikap dalam politik. Sikap politik, secara khusus, paling mudah menampakkan diri ke dalam bentuk partai-partai politik yang bervariasi dan hidup berkembang di bumi Indonesia.

Ciri dari masyarakat majemuk adalah secara atruktural memiliki sub-sub kebudayaan yang bersifat diverse. Ia kurang mengalami perkembangan dalam hal sistem nilai atau konsesur yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat. Kurang pola ditandari oleh berkembanganya sistem nilai dari kesatuan-kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya dengan penganutan peranggotanya masing-masing secara tegar dalam tebentuknya yang relative murni serta sering timbulnya konflik-konflik sosial. Masyarakat majemuk biasanya tersegmentasi kedalam kelompok yang punyai sub kebudayaan yang berbeda.

Sebab itu, merupakan suatu kajian menarik guna melihat seperti apa manifestasi kemajemukan struktur masyarakat Indonesia ini. Kemudian penelaahan akan dilakukan seputar kelebihan serta kelemahan dari struktur majemuk masyarakat Indonesia ini.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masyarakat multikultural merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas banyak struktur kebudayaan.Hal tersebut disebabkan karena banyaknya suku bangsa yang memilik struktur budaya sendiri yang berbeda dengan budaya suku bangsa yang lainnya. Masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri. Perbedaan-perbedaan sukubangsa, agama, adat, dan kedaerahan seringkali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah yang mula-mula dikenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda. Konsep

(2)

masyarakat majemuk sebagaimana yang digunakan oleh ahli-ahli ilmu kemasyarakatan dewasa ini memang merupakan perluasan dari konsep Furnivall tersebut.

Masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda, demikianlah menurut Furnivall, merupakan suatu masyarakat majemuk (plural society), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam kesatuan politik (JS Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy, Cambridge at The University Press, 1967, halaman 446-469).

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam penyusunan makalah ini penulis membatasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Pengertian masyarakat majemuk 2. Keanekaragaman kultur indonesia

3. Struktur masyarakat indonesia sebagai masyarakat majemuk 4. Konfigurasi etnis masyarakat majemuk

5. Sebab-sebab pluralitas

C. TUJUAN MAKALAH

Dalam pembuatan makalah ini bertujuan untuk:

1. Kita dapat mengetahui masalah tentang Indonesia sebagai masyarakat majemuk.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis dan pembaca untuk mengetahui tentang Indonesia sebagai masyarakat majemuk

(3)

PEMBAHASAN

II.1. PENGERTIAN MASYARAKAT MAJEMUK

Masyarakat multikultural merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas banyak struktur kebudayaan.Hal tersebut disebabkan karena banyaknya suku bangsa yang memilik struktur budaya sendiri yang berbeda dengan budaya suku bangsa yang lainnya. Pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian masyarakat multikultural yaitu:

 J.S.Furnivall menyatakan bahwa masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri, tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan politik.

 Clifford Geertz menyatakan bawah masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi ke dalam subsistem-subsistem yang lebih kurang berdiri dan masing-masing subsistem terikat oleh ikatan-ikatan primordial.  J.Nasikun menyatakan bahwa suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh

masyarakat tersebut secara struktural memiliki subkebudayaan-subkebudayaan yang bersifat deverse yang di tandai oleh kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem nilai dari kesatuan-kesatuan sosial, serta sering munculnya konflik-konflik sosial. Ciri-ciri masyarakat majemuk:

 Mempunyai struktur budaya lebih dari satu.

 Nilai-nilai dasar yang merupakan kesepakatan bersama sulit berkembang.  Sering terjadi konflik-konflik sosial yang berbau SARA.

 Struktur sosialnya lebih bersifat nonkomplementer.  Proses integrasi yg terjadi berlangsung secara lambat.  Sering terjadi dominasi ekonomi, politik, dan sosial budaya. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Masyarakat Majemuk :

 Keadaan geografis.

 Pengaruh kebudayaan asing.  Kondisi iklim yang berbeda.

(4)

Menurut konfigurasi dari komunitas etnisnya, masyarakat majemuk dapat dibedakan menjadi empat kategori sebagi berikut :

1. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, yaitu masyarakat majemuk yang terdiriatas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang memilki kekuatan kompetitif seimbang.

2. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan, yaitu masyarakatmajemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang kekuatan kompetitip tidak seimbang.

3. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, yaitu masyarakat yang antara komunitas atau kelompok etnisnya terdapat kelompok minoritas, tetapi mempunyai kekuatan kompetitip di atas yang lain, sehingga mendominasi politik dan ekonomi.

II.2. KEANEKARAGAMAN KULTUR INDONESIA

Selaku pisau nalisa, perlu terlebih dahulu dibedah pengertian dari Keanekaragaman kultur “Mutukultur”. Kajian ini mengenai masyarakat majemuk signifikan terutama didalam masyarakat yang memang terdiri atas aneka pelapisan sosial dan budaya yang satu sama lain saling berbeda. Indonesia, sebab itu, mengembangkan slogan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Slogan ini bersifat filosofis politis. Oleh sebab itu tanpa adanya unsur pemersatu, akan mudah kiranya memecah belah kohesi politik masyarakat yang mendalami sekujur kepulauan nusantara ini.

Mengenai keanekaragaman kultur ini, Bhikhu Parekh membedakannya menjadi 3 yaitu : (1) Keanekaragaman Subkultural, (2) Keanekaragaman Perspektif, dan (3) Keanekaragaman Komunal. Ketiga pengertian mengenai keanekaragaman ini memiliki dampak berbedanya titik analisis atas kajian keanekaragaman atau multikultur yang dilakukan.

1). Keanekaragaman Subkultural

Menurut Parekh, Keanekaragaman subkultural adalah sutu kondisi dimana para anggota masyarakat memiliki satu kebudayaan umum yang luas dianut, beberapa diantara mereka menyakinkan keyakinan dan praktek yang berbeda berkenaan dengan wilayah kehidupan tertentu atau menempuh cara hidup mereka sendiri yang relative sangat berbeda. Contoh ini adalah Komunitas Lia Eden, kelompok-kelompok ‘sempalann” agama mainstream.

(5)

Manurut Parekh, Keanekaragaman perspektif adalah suatu kondisi dimana beberapa anggota masyatakat sangat krisis terhadap beberapa prinsip atau nilai-nilai sentral kebudayaan yang berlaku dan berusaha untuk menyatakannya kembali disepanjang garis kelompok yang sesuai. Gerakan-gerakan Feminis dan emansipasi perempuan merupakan perwakilan dari keanekaragaman perspektif. Kemudian isu-isu pembentukan masyarakat madani di Indonesia, termasuk ke dalamnya isu-isu pembentukan Negara Islam atau Negara Pancasila, mewakili Keanekaragaman Perspektif ini.

3). Keanekaragaman Komunal

Keanekaragaman Komunal adalah suatu kondisi sebagian besar masyarakat yang mencakup beberapa komunitas yang sadar diri dan terorganisasi dengan baik. Mereka menjalankan dan hidup dengan sistem kayakinan dan praktek yang berlainan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya.

Misal dari Keanekaragaman Komunal ini adalah para imigran yang baru tiba, komunitas-komunitas Yahudi di Eropa dan Amerika, kaum Gypsi, masyarakat Amish, kelompok-kelompok cultural yang berkumpul secara territorial seperti kaum Basque di Spanyol. Di Indonesia asuk ke dalam kelompok ini misalnya kawasan-kawasan Perinan (hunian komunitas Cina), wilayah-wilayah yang dihuni suku-suku bangsa di luar wilayahnya (komunitas Batak di Jakarta dan Bandung, misalnya).

II.3. STRUKTUR MASYARAKAT INDONESIA SEBAGAI

MASYARAKAT MAJEMUK

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. 1. Horizontal

Ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan social berdasarkan perbedaan suku-bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. 2. Vertical

Strktur masyarakat Indonesia ditandai adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup dalam.

Perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat, dan kedaerahan seringkali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah yang mula-mula dikenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan

(6)

masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda. Konsep masyarakat majemuk sebagaimana yang digunakan oleh ahli-ahli ilmu kemasyarakatan dewasa ini memang merupakan perluasan dari konsep Furnivall tersebut.

Masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda, demikianlah menurut Furnivall, merupakan suatu masyarakat majemuk (plural society), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam kesatuan politik (JS Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy, Cambridge at The University Press, 1967, halaman 446-469).

Dengan cara yang lebih singkat, Pierre L. van den Berghe menyebutkan beberapa karakteristik masyarakat majemuk, sebagai berikut:

1. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.

2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer.

3. Kurang mampu mengembangkan konsensus di antara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.

4. Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.

6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain

II.4. KONFIGURASI ETNIS MASYARAKAT MAJEMUK

Dr. Nasikun menyatakan bahwa berdasarkan konfigurasinya, masyarakat majemuk dapat dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu:

a. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang b. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan c. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan d. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi

Kategori pertama merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah kelompok etnik yang kurang lebih seimbang, sehingga untuk mencapai integrasi sosial atau pemerintahan yang stabil diperlukan koalisi lintas-etnis.

Kategori kedua dan ketiga merupakan varian-varian masyarakat majemuk yang memiliki konfigurasi etnik yang tidak seimbang, di mana salah satu kelompok etnik tertentu (kelompok mayoritas pada kategori kedua dan kelompok minoritas

(7)

pada kategori ketiga) memiliki competitive advantage yang strategis di hadapan kelompok-kelompok yang lain.

Masyarakat majemuk dengan kategori keempat (dengan fragmentasi) meliputi masyarakat-masyarakat yang terdiri atas sejumlah besar kelompok etnik, semuanya dengan jumlah anggota yang kecil dan tidak satupun memiliki posisi politik yang dominan dalam masyarakat. Kehidupan politik dalam masyarakat dengan konfigurasi demikian sangatlah labil, karena ketidakmampuan membangun coalition building yang diperlukan untuk mengakomodasi konflik-konflik yang pada umumnya bersifat anarkhis sebagai akibat dari kecurigaan etnik dan hadirnya pemerintahan yang otoriterian.

II.5. SEBAB-SEBAB PLURALITAS

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa pluralitas masyarakat Indonesia yang demikian itu terjadi. Yang pertama, keadaan geografik wilayah Indonesia yang terdiri atas kurang lebih tiga ribu pulau yang terserak di sepanjang equator kurang lebih tiga ribu mil dari timur ke barat, dan seribu mil dari utara selatan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya pluralitas sukubangsa di Indonesia. Tentang berapa jumlah sukubangsa yang sebenarnya ada di Indonesia, ternyata terdapat berbagai pendapat yang tidak sama di antara para ahli ilmu kemasyarakatan. Hildred Geertz misalnya menyebutkan adanya lebih kurang tiga ratus sukubangsa di Indonesia, masing-masing dengan bahasa dan identitas kultural yang berbeda-beda.

Skinner menyebutkan adanya lebih dari 35 sukubangsa di Indonesia, masing-masing dengan adat istiadat yang tidak sama. Lebih dari sekedar menyebutkan banyaknya sukubangsa di Indonesia, Skinner menggambarkan juga perbandingan besarnya sukubangsa-sukubangsa tersebut. Beberapa sukubangsa yang paling besar sebagaimana disebut oleh Skinner adalah Jawa, Sunda, Madura, Mingangkabau, dan Bugis. Kemudian ada beberapa sukubangsa yang lain yang cukup besar, yaitu Bali, Batak Toba, dan Sumbawa. Mengikuti pengertian sukubangsa yang dikemukakan oleh para ahli antropologi, Dr. Nasikun menggolongkan orang-orang Tionghoa sebagai salah satu sukubangsa di Indonesia, dan berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik, dan berdasarkan perkiraan tambahan penduduk golongan Tionghoa 3 persen, serta dengan mengingat kurang lebih 100.000 orang Tionghoa kembali ke Tiongkok selama tahun 1959 dan 1960, diperkirakan jumlah orang Tionghoa yang tinggal di Indonesia pada tahun 1961 sebanyak 2,45 juta orang, sementara penduduk pribumi waktu itu diperkirakan 90.882 juta orang. Walaupun jumlah orang

(8)

Tionghoa sangat kecil dibandingkan dengan penduduk pribumi, tetapi mengingat kedudukan mereka yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi, mereka sangat mempengaruhi hubungan mereka dengan sukubangsa-sukubangsa yang lain (yang secara keseluruhan disebut pribumi).

Faktor kedua yang menyebabkan pluralitas masayarakat Indonesia adalah kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik. Keadaan ini menjadikan Indonesia menjadi lalu lintas perdagangan, sehingga sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia. Telah sejak lama masyarakat Indonesia memperoleh berbagai pengaruh kebudayaan bangsa lain melalui para pedagang asing. Pengaruh yang pertama kali menyentuh masyarakat Indonesia adalah agama Hindu dan Budha dari India sejak kurang lebih empat ratus tahun sebelum masehi. Hinduisme dan Budhaisme pada waktu itu tersebar meliputi daerah yang cukup luas di Indonesia, serta lebur bersama-sama dengan kebudayan asli yang telah hidup dan berkembang lebih dulu. Namun, pengaruh Hindu dan Budaha terutama dirasakan di Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Faktor ketiga, iklim yang berbeda-beda dan struktur yang tidak sama di antara berbagai daerah di kepulauan Nusantara, telah mengakibatkan pluralitas regional. Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi yang menciptakan dua macam lingkungan ekologis yang berbeda, yakni daerah pertanian basah (wet rice cultivation) yang terutama banyak dijumpai di Pulau Jawa dan Bali, serta daerah ladang (shifting cultivation) yang banyak dijumpai di luar Jawa.

II.6. Perbedaan Masyarakat Majemuk dan Multikulturalime

Pada banyak buku sering orang menyamakan antara kedua istilah tersebut. Masyarakat majemuk adalah masyarakat multikultural. Memang bila dikaji secara bahasa ringan, kedua kata tersebut sekilas sama “majemuk” dan “multi-kultur”. Mengapa demikian? Pendapat tokoh yang mempopulerkannya dan kita tanpa menelaah lebih panjang lagi mengadopsi apa adanya. Konsepnya :masyarakat majemuk adalah dasar terbentuknya masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural sudah pasti masyarakat majemuk.Penjelasannya :Masyarakat majemuk adalah suatu kondisi dimasyarakat yang terdiri dari berbagai perbedaan (diferensiasi sosial) yang terdiri dari berbagai strata, ekonomi, ras, suku bangsa, agama dan budaya yang berjalan dengan apa adanya. Masyarakat ini masih seperti masyarakat pada umumnya dengan berbagai realitas sosial, masih terdapat konflik, pertentangan dan realitas sosial lainnya.Sedangkan masyarakat multikultural adalah suatu kondisi masyarakat yang majemuk yang telah tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan dalam masyarakat. Pada

(9)

masyarakat ini, dengan banyaknya diferensiasi sosial masyarakat tercipta suatu keharmonisan, saling menghargai, kesederajatan dan mempunyai kesadaran tanggungjawab sebagai satu kesatuan.Contohnya :Masyarakat Indonesia dapat dikategorikan masyarakat majemuk, dengan segala perbedaan dan konflik yang senantiasa menghiasi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Sedangkan masyarakat multikultural dapat kita contohkan masyarakat pada zaman para-Nabi. Dengan banyaknya perbedaan, sikap rukun saling menghargai, hidup berdampingan dan saling membantu adalah cita-cita setiap masyarakat didunia. A. Hubungan Dominan dan Minoritas Dalam Masyarakat Majemuk

Kelompok minoritas adalah orang-orang yang karena ciri-ciri fisik tubuh atau asal-usul keturunannya atau kebudayaannya dipisahkan dari orang-orang lainnya dan diperlakukan secara tidak sederajad atau tidak adil dalam masyarakat dimana mereka itu hidup. Karena itu mereka merasakan adanya tindakan diskriminasi secara kolektif. Mereka diperlakukan sebagai orang luar dari masyarakat dimana mereka hidup. Mereka juga menduduki posisi yang tidak menguntungkan dalam kehidupan sosial masyarakatnya, karena mereka dibatasi dalam sejumlah kesempatan-kesempatan sosial, ekonomi, dan politik. Mereka yang tergolong minoritas mempunyai gengsi yang rendah dan seringkali menjadi sasaran olok-olok, kebencian, kemarahan, dan kekerasan. Posisi mereka yang rendah termanifestasi dalam bentuk akses yang terbatas terhadap kesempatan-kesempatan pendidikan, dan keterbatasan dalam kemajuan pekerjaan dan profesi.

Keberadaan kelompok minoritas selalu dalam kaitan dan pertentangannya dengan kelompok dominan, yaitu mereka yang menikmati status sosial tinggi dan sejumlah keistimewaan yang banyak. Mereka ini mengembangkan seperangkat prasangka terhadap golongan minoritas yang ada dalam masyarakatnya. Prasangka ini berkembang berdasarkan pada adanya (1) perasaan superioritas pada mereka yang tergolong dominan; (2) sebuah perasaan yang secara intrinsik ada dalam keyakinan mereka bahwa golongan minoritas yang rendah derajadnya itu adalah berbeda dari mereka dantergolong sebagai orang asing; (3) adanya klaim pada golongan dominan bahwa sebagai akses sumber daya yang ada adalah merupakan hak mereka, dan disertai adanya ketakutan bahwa mereka yang tergolong minoritas dan rendah derajadnya itu akan mengambil sumberdaya-sumberdaya tersebut.

Dalam pembahasan tersebut di atas, keberadaan dan kehidupan minoritas yang dilihat dalam pertentangannya dengan dominan, adalah sebuah pendekatan untuk melihat minoritas dengan segala keterbatasannya dan dengan diskriminasi dan perlakukan yang tidak adil dari mereka yang tergolong dominan. Dalam perspektif ini, dominan-minoritas dilihat sebagai hubungan kekuatan.

(10)

Kekuatan yang terwujud dalam struktur-struktur hubungan kekuatan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat-tingkat lokal. Bila kita melihat minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan mayoritas maka yang akan dihasilkan adalah hubungan mereka yang populasinya besar (mayoritas) dan yang populasinya kecil (minoritas). Perspektif ini tidak akan dapat memahami mengapa golongan minoritas didiskriminasi. Karena besar populasinya belum tentu besar kekuatannya.

Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada tindakan-tindakan perlakuakn yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang berbeda secara askriptif oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan sosial askriptif adalah suku bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender atau golongan jenis kelamin, dan umur. Berbagai tindakan diskriminasi terhadap mereka yang tergolong minoritas, atau pemaksaan untuk merubah cara hidup dan kebudayaan mereka yang tergolong minoritas (atau asimilasi) adalah pola-pola kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan terhadap dua pola yang umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas biasanya tidak mempan, karena golongan dominan mempunyai kekuatan berlebih dan dapat memaksakan kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan militer dan atau polisi atau dengan menggunakan ketentuan hukum dan berbagai cara lain yang secara sosial dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang dominan. Menurut pendapat saya, cara yang terbaik adalah dengan merubah masyarakat majemuk (plural society) menjadi masyarakat multikultural (multicultural society), dengan cara mengadopsi ideologi multikulturalisme sebagai pedoman hidup dan sebagai keyakinan bangsa Indonesia untuk diaplikasikan dalam kehidupan bangsa Indonesia.

B. Masyarakat Majemuk Menuju Kesederajatan

Masyarakat Majemuk adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.

Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak

(11)

mau harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap orang Indoensia nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang warga negara Indonesia, sebagai warga sukubangsa dankebudayaannya, tergolong sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan berlaku sewenang-wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan perlakuan sewenang-wenang oleh kelompok atau masyarakat yang dominan. Program penyebarluasan dan pemantapan ideologi multikulturalisme perlu dilakukan melalui pendidikakn dari SD s.d. Sekolah Menengah Atas, dan juga S1 Universitas. Melalui tulisan ini saya juga ingin mengusulkan bahwa ideologi multikulturalisme seharusnya juga disebarluaskan dan dimantapkan melalui program-program yang diselenggarakan oleh LSM yang yang sejenis.

Mengapa perjuangan anti-diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat multikultural? Karena perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan. Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya. Logika yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi.

Upaya yang telah dan sedang dilakukan terhadap lima kelompok minoritas di Indonesia oleh LSM, untuk meningkatkan derajad mereka, mungkin dapat dilakukan melalui program-program pendidikan yang mencakup ideologi multikulturalisme dan demokrasi serta kebangsaan, dan berbagai upaya untuk menstimuli peningkatan kerja produktif dan profesi. Sehingga mereka itu tidak lagi berada dalam keterbelakangan dan ketergantungan pada kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat setempat dimana kelompok minoritas itu hidup.

BAB III PENUTUP III.1 KESIMPULAN

(12)

Jadi dalam pembahasan ini dapat kami simpulkan bahwa masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri.

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik:

a. Horizontal,Ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan social berdasarkan perbedaan suku-bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan.

b. Vertical ,Strktur maysrakat Indonesia ditandai adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup dalam.

Pierre L. van den Berghe menyebutkan beberapa karakteristik masyarakat majemuk, sebagai berikut:

a. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.

b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer.

c. Kurang mampu mengembangkan konsensus di antara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.

d. Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

e. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.

f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasikun. 1984. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Grafiti Pers.

2. Nasikun. 1990. Masyarakat Majemuk dan Dinamika Integrasi Nasional. Suatu Tinjauan Sosiologis. Makalah disampaikan pada Seminar Pluralitas,

(13)

Kesenjangan Sosial, dan Integrasi Nasional dalam rangka HUT KNPI ke17, 23 Juli 1990 di Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

Didalam dunia pendidikan banyak sekali cara yang digunakan untuk menyampaikan pendidikan itu sendiri. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan melihat karya

Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi

Ada lagi yang namanya Hizib Maghrobi versi Cirebon, Amalan Maghrobi dan mungkin ada lagi nama-nama ilmu batin yang menggunakan kata “Maghrobi” yang tidak tersebut disini..

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji secara empiris apakah ada pengaruh antara perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi, khususnya

Untuk judul film, ada beberapa pilihan yaitu “Pembebasan Irian Barat” yang menjelaskan pembebasan dari tangan Kolonial Belanda, “SINGGIREI” julukan tokoh yang berperan

Pada bulan Juli 2017, kelompok yang memberikan andil/sumbangan terhadap inflasi adalah kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan sebesar 0,19 persen selanjutnya

Lev dalam karyanya yang berjudul The Transition to Guide Democracy : Indonesia Politic menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia memiliki karakter yang berbeda dengan

Pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah usaha sadar dan terencana