• Tidak ada hasil yang ditemukan

PALANGEHON BORU. ( Ritus Dan Upacara Siklus Hidup Etnis Batak Toba di Desa. Pargarutan, Tapanuli Tengah )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PALANGEHON BORU. ( Ritus Dan Upacara Siklus Hidup Etnis Batak Toba di Desa. Pargarutan, Tapanuli Tengah )"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PALANGEHON BORU

( Ritus Dan Upacara Siklus Hidup Etnis Batak Toba di Desa Pargarutan, Tapanuli Tengah )

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh masing-masing pendukungnya. Ritual tersebut mempunyai bentuk dan cara melestarikan kebudayaan mereka. Adakalanya berbeda kelompok masyarakat dan berbeda pula maksud dan tujuannya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang diwariskan secara turun temurun.

Setiap tindakan manusia secara keseluruhan disebutkan sebagai kebudayaan yang didalamnya terdapat unsur-unsur secara keseluruhan bisa didapatkan dalam semua kebudayaan dari berbagai etnis di dunia. Unsur-unsur ini disebut dengan unsur kebudayaaan universal yang terdiri dari 7 (tujuh) unsur kebudayaan. Salah satu unsur kebudayaan universal adalah sistem religi (sistem kepercayaan) yang didalamnya termuat sistem upacara, baik berupa upacara tradisional maupun yang merupakan suatu pranata yang diperlukan. Masyarakat sebagai usaha untuk memenuhi hasratnya untuk melakukan komunikasi dengan kekuatan-kekuatan gaib karena didalamnya terdapat simbol yang

(2)

berfungsi sebagai alat komunikasi dengan mahluk lain (Koentjaraningrat 1981:203-204).

Pada masyarakat Batak Toba di desa Pargarutan terdapat berbagai jenis upacara yang berhubungan dengan kepercayaan tradisional mereka. Masyarakat hingga pada saat ini masih mempercayai adanya suatu yang memiliki kuasa yang besar dan percaya akan menyelamatkan keberlansungan hidup kelompoknya dari segala hal yang dianggap sebagai marabahaya. Manusia dari banyak kebudayaan percaya sekali bahwa ada suasana berbahaya yang akan ditemui apabila tiba pada saat meninggalkan satu tingkat memasuki tingkat yang lain, untuk menolak bahaya itu manusia menciptakan usaha untuk menyelamatkan diri dari bahaya tersebut. Usaha penyelamatan diri itu berbentuk upacara-upacara yang dilakukan bersama atau sendiri untuk berkomunikasi dan mengembangkan hubungan baik dengan para kekuatan gaib,roh dan sebagainya. Upacara-upacara demikian yang dinamakan crisis rites atau rites de passage1 atau upacara peralihan yan berfungsi sebagai sarana pengumuman kepada khalayak ramai tentang tingkatan kehidupan yang telah dicapai oleh seseorang (Koentjaraningrat 1977: hlm89-90)

Tulisan ini mengkaji tentang upacara adat palangehon boru2 (memandikan anak perempuan) yang masih dilakukan oleh etnik Batak Toba hingga saat ini. Dilatarbelakangi karena upacara ini merupakan

1 Crisis rites (upacara-upacara yang bersifat krisis) atau Rites of passage(Ritus Peralihan)

merupakan acara ritual yang menandai seseorang transisi dari status sama lain

(3)

salah satu warisan budaya yang diturunkan oleh nenek moyang ke generasinya atau masyarakat Batak Toba di desa Pargarutan dan masih menghargai budaya tesebut, meminta bantuan kepada roh leluhur untuk menjauhkan diri dari marabahaya dan ketidakwajaran. Dengan hal tersebut maka di lakukanlah upacara adat palangehon boru. Istilah

palangehon boru berasal dari istilah palangehon yang berarti

memandikan atau membasuh dan istilah boru yang berarti anak perempuan. Pada saat proses kehamilan dan persalinan si bayi perempuan ini yang mengindikasikan bahwa si anak akan mendapatkan marabahaya maka dilakukanlah upacara tersebut supaya sianak memperoleh hagabeon3,hamoraon4,dohot hasangapon5 dalam kehidupannya kelak. Proses ritus dan upacara ini sangat unik, dimana letak keunikan nya ini adalah seorang bayi perempuan dimandikan dengan darah Pinahan6 (Babi) yang disembelih hidup-hidup.

Keunikan lainnya adat ini hanya dilakukan jika posisi kelahiran si balita tidak wajar dan tidak seperti kelahiran bayi normal lainnya, yang dimaksudkan dengan ketidakwajaran diatas adalah dimana bayi tersebut saat keluar dari peranakan ibunya, mengenai kotoran sang ibu yang keluar sebelum si bayi tersebut keluar hal ini lah yang disebutkan sebagai ritus yang terjadi sehinga dilaksanakan lah upacara tersebut karena ritual yang terjadi sebelum di laksanakannya upacara ini merupakan suatu aspek dari apa yang sedang diungkapkan. Keunikan

3 Hagabeon adalah kebahagiaan

4 Hamoraon adalah kekayaan,berkat yang melimpah

5 Hasangapon adalah keberhasilan dalam kehidupan seseorang 6 Pinahan merupakan bahasa batak dari hewan babi

(4)

lainnya dimana sebelum kelahiran keluarga merasa bahwa sejak si ibu mengandung, tingkat perekonomian di keluarga tersebut, berkurang drastis dari yang biasanya. Misalnya saja yang paling real dalam keluarga yang saya teliti ini, adalah hasil sawah keluarga ini yang biasanya menghasilkan lebih dari 30 karung beras setiap panennya, tetapi setelah mengandung anak ini maka hasil pertanian di keluarga ini berkurang menjadi 15 hingga 9 karung saja.7 Upacara ini hanya dilaksanakan untuk anak bayi yang berjenis kelamin perempuan saja. Upacara ini sangat jarang dilakukan oleh etnis Batak, bisa saja dalam 1 tahun belum tentu ada yang melakukan kegiatan upacara ini, karena peristiwa semacam ini terhitung sangat langka. Hal itu dilakukan karena dianggap akan ada marabahaya yang berkepanjangan bagi si anak perempuan tadi jika tidak dilakukan proses upacara tersebut

Upacara adat memandikan anak perempuan (Palangehon

boru) ini sendiri bertujuan untuk membuang ketidakwajaran pada anak

balita tersebut, menghindari malapetaka atau bahaya yang kemungkinan akan terjadi pada si anak perempuan, mendapatkan rejeki, mengubah nasib, diberi jodoh, cita-cita tercapai, membersihkan diri, yang pada dasarnya adalah untuk doa menghindari hal-hal buruk pada si anak perempuan tersebut8.

Dalam masyarakat Batak Toba meskipun upacara memandikan anak perempuan ini sangat jarang dilakukan, tetapi dalam setiap

7 Hasil wawancara sementara dengan informan 8 Hasil wawancara sementara dengan informan

(5)

pelaksanaan upacara adat harus selalu diperlukan elemen pelaksana sebagai penyelenggara kegiatan adat tersebut, sama halnya dengan upacara Palangehon boru ini yang didalamnya terdapat prinsip dasar dalam pelaksanaan adat-istiadat batak seperti “Dalihan natolu” (tungku yang tiga)9, yang berisikan:

somba marhula-hula yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri

elek marboru yang berarti sikap membujuk dan mengayomi wanita

manat mardonan tubu bersikap hati-hati dan sopan kepada teman semarga

Dalihan natolu ini merupakan salah satu struktur social dalam

masyarakat Batak Toba dimana terkandung pandangan dan sikap antara satu unsur terhadap unsur yang lain. Kedudukan hula-hula dipandang amat tinggi, terutama bila di kaitkan dengan komponen emosi keagamaan dari religi tradisional orang batak kerabat ini dipandang oleh orang Batak sebagai sumber anugerah (pasu-pasu) yang tak akan kering,karena mereka di percayai memiliki kekuatan rohaniah dalam yang dinamakan sahula. Jadi sikap orang harus somba (menyembah atau dengan kata lain menghormati). Dalam setiap upacara Batak Toba ini selalu digunakan terlebih lagi dalam upacara palangehon boru ini karena pada proses upacara,ada saat hula-hula berperan untuk membasuh si anak perempuan dengan air bersih setelah kedua orang tua si anak memandikannya dengan darah pinahan.

9 Dalihan natolu merupakan struktur kekerabatan yang harus selalu diperhatikan kelengkapannya

(6)

Kemudian hal yang terpenting berikutnya adalah

parjambaran10,biasanya memberikan beberapa benda dalam bentuk

makanan atau pun barang dalam proses berlangsungnya upacara tersebut kemudian tata letak tempat duduk bagi para undangan yang hadir dalam upacara yang sedang dilaksanakan, raja parhata11, tampilan dan

pemberian nama acara adat istiadat serta marria raja/martonggoraja12.

Setiap elemen yang disediakan pada upacara ini merupakan symbol yang di anggap harus ada untuk menyempurnakan proses upacara tersebut, dan pada prinsipnya dalam upacara ini, anak yang akan dibasuhkan dalam proses upacara harus melaksanakan upacara adat ini di kampung halaman dimana ia dilahirkan.

Masyarakat di desa Pargarutan menjadi fokus lokasi penelitian dikarenakan, lokasi ini merupakan kampung halaman nenek dari penulis, yang pada saat berlakunya upacara baru menyadari bahwa masih ada tersimpan kebudayaan bangsa Batak seperti upacara

palangehon boru tersebut. Dalam hal ini di lokasi tempat Etnis Batak

lainnya bermukim mungkin juga melakukan upacara ini, apabila persyaratan di penuhi. Dikatakan oleh salah seorang informan peneliti yang merupakan parhata adat (pembicara dalam adat) yang turut serta dalam pelaksanaan upacara ini sebagai orang yang di anggap lebih paham dan mengatur berjalannya proses upacara ini, apabila seorang

10 Parjambaran pada batak toba ialah salah suatu manifestasi penghargaan kepada

seseorang/kelompok tertentu dan dibagi dalam 3 bagian parjambaran

11 Raja parhata merupakan seseorang yang di pilih dengan kesepakatan untuk mengendalikan

jalannya upacara adat tersebut

12 Marria raja/martonggoraja hakekatnya sama saja yaitu melakukan rapat/pertemuan untuk

(7)

anak perempuan yang mengalami kelahiran tidak wajar seperti apa yang telah dijelaskan. Alasan lainnya, mengapa desa ini yang saya pilih sebagai tempat penelitian saya, dikarenakan masyarakat yang bermukim di daerah ini memiliki mata pencaharian yang hampir sama seluruhnya, yaitu sebagai petani. Hubungan mata pencaharian ini dengan upacara tersebut dianggap saling berhubungan, dimana seperti yang telah dijelaskan bahwa tingkat perekonomian yang berkurang didalam keluarga, karena menurut kepercayaan masyarakat, si bayi lahir dengan tidak wajar tersebut.

Palangehon boru ini merupakan salah satu kegiatan upacara

yang dilakukan dengan proses membelah bagian perut babi hidup-hidup setelah membacakan doa-doa kepada sang pencipta untuk mengucap syukur dan supaya setiap pelaksanaan upacara adat ini dapat berjalan dengan lancar, setelah babi tersebut dibelah dan diambil bagian dalam tubuh babi tersebut seperti usus, jantung, lambung, dan organ-organ dalam tubuh babi tersebut dengan hanya menyisakan darah didalam tubuh babi tersebut. Kemudian memasukkan si anak balita perempuan kedalamnya dan membasuhnya dengan darah, kemudian dilanjutkan dengan dibasuh dengan air bersih oleh Tulang (sebutan untuk saudara laki-laki ibu). Hal ini dilakukan untuk membuang ketidakwajaran dan hal-hal yang dianggap marabahaya bagi si anak tersebut yang terjadi pada ritus kelahiran bayi tersebut, mendapat kesehatan, menghindari malapetaka atau bahaya yang kemungkinan akan terjadi pada si anak perempuan, mendapat kan rejeki, mengubah nasib, diberi jodoh,

(8)

cita-cita tercapai, membersihkan diri, yang pada dasarnya adalah untuk doa menghindari hal-hal buruk pada si anak perempuan tersebut13. Proses berlangsungnya upacara ini dimaksudkan untuk setiap manusia yang dalam tahap-tahap pertumbuhannya sebagai individu, yaitu sejak ia lahir, kemudian masa kanak-kanaknya, melalui proses menjadi dewasa dan menikah, menjadi orang tua, hingga saatnya ia meninggal, manusia mengalami perubahan-perubahan dalam linkungan sosial budayanya yang dapat mempengaruhi jiwanya dan menimbulkan krisis mental. Untuk menghadapi tahap pertumbuhannya yang baru maka lingkaran hidupnya itu manusia juga memerlukan ”regenerasi14” semangat

kehidupan sosial tadi. Rangkaian ritus dan upacara yang paling penting dan mungkin paling tua dalam masyarakat dan kebudayaan manusia. ( Van Gennep 1837-1957)15.

Palangehon boru ini juga dilakukan karena memiliki arti atau

makna simbolis yang penting bagi masyarakat etnis Batak dalam tradisinya. Palangehon boru yang dilaksanakan oleh masyarakat dikhususkan hanya pada anak balita yang berjenis kelamin perempuan, hal-hal tersebut memiliki makna-makna yang penting bagi etnis Batak. Setiap langkah dalam pelaksanaan upacara ini memiliki kearifan-kearifan lokal tersendiri. Dalam hal ini aktifitas upacara adat yang berkaitan erat dengan sistem religi yang merupakan salah satu wujud

13 Interview atau wawancara sementara dengan informan pangkal 14 Regenerasi merupakan penggantian generasi tua kepada generasi muda 15 “Studi Religi dan Ritual-Antro” by:Suwardi Endraswara

http://teguhimanprasetya.wordpress.com/2008/09/25/budaya-religi-dan-ritual-antro/ (diakses 3 mei 2013)

(9)

kebudayaan yang paling sulit dirubah dan bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan yang lainnya. Bahkan sejarah menunjukan bahwa aktifitas upacara adat dan lembaga-lembaga kepercayaan adalah untuk perkumpulan manusia yang paling memungkinkan untuk tetap dipertahankan.16

Upacara adat palangehon boru ini merupakan salah satu wujud dari kebudayaan, dan kebudayaan ini adalah adat istiadat sedangkan ritual merupakan wujud nyata dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Wujud dari kebudayaan yang diungkapkan tersebut terdapat juga didalam kepercayaan yang ada didalam setiap masyarakat yang merupakan kenyataan hidup dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan dan adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat merupakan alat pengatur dan memberi arahan kepada setiap tindakan, perilaku dan karya manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan.

Kebudayaan yang ada pada masyarakat juga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berfikir dari setiap masyarakat. Masyarakat manusia sebagai usaha untuk memenuhi hasratnya untuk melakukan komunikasi dengan kekuatan adi kodrati17

16 “Budaya Suku Batak” http://de-kill.blogspot.com/2009/04/budaya-suku-batak.html

(diakses pada tanggal 22 mei 2013)

(10)

karena didalamnya terdapat simbol-simbol yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan mahluk lain (Koentjaraningrat,1981:203-204).

Keadaan yang dimaksudkan diatas, sangat berkaitan erat dengan kepercayaan manusia dalam berbagai kebudayaan di dunia gaib ini didiami oleh berbagai mahluk dan kekuatan yang tidak dapat dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa sehingga ditakuti oleh manusia kepercayaan itu biasanya termasuk suatu rasa kebutuhan akan suatu bentuk komunikasi dangan tujuan untuk menangkal kejahatan, menghilangkan musibah seperti atau untuk menjamin kesejahteraan. Dalam rangka melaksanakan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup biasanya dipangaruhi oleh adanya kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya seperti nilai budaya, hukum, norma-norma maupun aturan-aturan khusus lainnya.

Kadang-kadang upacara palangehon boru ini mengundang pro dan kontra. Di satu sisi masyarakat batak merupakan orang-orang yang memegang teguh adat istiadat nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun ke generasinya. Disisi lainnya, masyarakat Batak toba yang mayoritas penganut agama kristen yang di kenal sebagai agama yang taat dan patuh terhadap ajaran agama yang menolak segala bentuk penyembahan dan penghormatan kepada dewa atau roh-roh. Dari alasan tersebut, pelaksanaan upacara palangehon boru yang pernah mereka lakukan merupakan fenomena religi yang bernuansa sosial budaya yang unik, menarik, dan istimewa serta penuh dengan ajaran moral dan falsafah hidup yang berarti dengan menjaga warisan budaya

(11)

nenek moyang dan agar tetap taat dan disiplin terhadap norma-norma adat yang berlaku. Banyak orang yang beranggapan bahwa di era modernisasi sikap tradisional, mempercayai hal-hal yang bersifat magic dan gaib dan sikap berpegang teguh pada ajaran nenek moyang dapat membuat hidupnya menjadi aman dan tidak terganggu dari marabahaya.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui secara mendalam mengenai

upacara palangehon boru. Hal ini untuk melihat dan menggambarkan

bagaimana masyarakat Batak toba di desa Pargarutan, Tapanuli tengah menjaga upacara palangehon boru hingga sekarang ini, sebagai warisan adat istiadat dari pendahulunya, serta bagaimana masyarakat etnis Batak yang bermukim di desa ini melihat ritus kelahiran bayi yang tidak wajar tersebut dan proses berlangsungnya upacara tersebut.

1.2. Tinjauan Pustaka

Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya, sebab kebudayaan ada karena adanya masyarakat pendukungnya. setiap kelompok manusia memiliki kebudayaan masing-masing dan masing-masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan yang ada di masyarakat, dan suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat serta benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1981).

(12)

Manusia juga merupakan mahluk berbudaya dan budaya manusia penuh dengan simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia penuh diwarnai dengan simbolisme yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan pola-pola yang mendasarkan diri kepada simbol atau lambang. Simbol merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang terkandung sebuah makna yang dapat menjelaskan kebudayaan manusia. Sehingga untuk memahami makna yang terdapat di dalam simbol, haus mengetahui terlebih dahulu tentang pengetahuan dan pemahaman dari masyarakat mengenai simbol-simbol kebudayaan, yang mereka wujudkan di dalam tingkah laku dan perbuatannya. Victor w. Turner (1969) juga berpendapat bahwa perilaku ritual dan simbolisme dapat digunakan sebagai kunci untuk mengerti proses dan struktur sosial dan dalam hal ini di pertegas oleh Van Gennep bahwa proses ritual yang terjadi dimasyarakat yang bberubah setiap tingkatannya dari ritus peralihan ke tingkatyang lebih umum dan berlaku untuk mendapatkan pemahaman tentang berbagai macam fenomena social.

Upacara tradisional merupakan salah satu manifestasi dari kreasi manusia sebagai mahluk sosial, yang terlahir dalam bentuk upacara siklus kehidupan dengan berbagai jenisnya, seperti: kelahiran, kematian, perkawinan, dan lain-lain. Umumnya kepercayaan tradisional terdapat pada kalangan pedesaan yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan mereka. Upacara tradisional adalah upacara yang diselenggarakan oleh warga masyarakat sejak dulu sampai sekarang ini yang tujuan untuk mencapai keselamatan mereka. Upacara tradisional

(13)

banyak kita temui dari lingkungan masyarakat yang ada di sekitar kita. Upacara adat merupakan keperluan simbolis manusia yang mengharapkan keselamatan.

Upacara adat itu sendiri merupakan rangkaian tindakan yang di tata oleh adat yang berlaku yang berhubungan dengan berbagai peristiwa. Sedangkan Koentjaraningrat berpendapat bahwa upacara timbul karena adanya dorongan perasaan manusia untuk melakukan baerbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib. Semua unsur yang ada di dalamnya baik itu saat upacara, tempat upacara dilakukan, benda-benda yang digunakan,orang-orang yang terlibat di dalamnya dianggap keramat, emosi keagamaan (Koentjaraningrat,1980)

Dan dalam penelitian ini, bahwa setiap masyarakat mempunyai satu sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material, seperti benda-benda, kejadian-kejadian, perilaku, emosi. Karena itu, objek kajian Antropologi bukanlah fenomena material tersebut, tetapi tentang cara fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran(mind) manusia. Jadi singkatnya, budaya itu ada di dalam pikiran(mind) manusia, dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material. Tugas etnografi adalah menemukan dan menggambarkan organisasi pemikiran itu. (Ward

(14)

Masyarakat adalah pendukung suatu kebudayaan, baik itu masyarakat pedesaan maupun masyarakat kota. Dimana dalam kenyataan hidup bermasyarakat, kebudayaan memiliki arti penting dalam mempengaruhi perilaku dan cara berfikir dan para anggotanya.kebudayaan menurut Suparlan (1983) adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami dan mendorong terwujudnya kelakuan. Sikap pada dasarnya berdasarnya berada pada diri seseorang individu, namun meskipun demikian sikap biasanya juga dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya tersebut ( Koentjaraningrat, 1981:26).

Upacara tradisional merupakan salah satu manifestasi dari kreasi manusia sebagai mahluk sosial, yang berwujud dalam bentuk upacara tradisional dengan berbagai jenisnya seperti, kelahiran, kematian dan perkawinan. Umumnya kepercayaan tradisional terdapat pada kalangan masyarakat pedesaan berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan mereka. Upacara tradisional adalah upacara yang di selenggarakan oleh warga masyarakat sejak dahulu kala sampai sekarang dalam bentuk relatif tetap dalam upacara tradisional merupakan kegiatan nasional yang melibatkan para warga masyarakat, dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan keselamatan bersama (Koentjaraningrat, 1989:225).

Salah satu upacara tradisional yang pernah dilakukan oleh masyarakat setempat adalah upacara palangehon boru, yang merupakan salah satu kepercayaan bangsa batak toba yang di berikan kepada

(15)

Tuhan, Dewa, roh halus, dan lain-lain, yang dilakukan dengan berbagai macam kegiatan upacara ritual religi yang bertujuan untuk meminta berkat, membuang ketidakwajaran yang di anggap dibawa sejak lahir.

Terkait dengan hal itu, Koentjaraningrat menyatakan bahwa upacara-upacara itu merupakan sebuah tindakan yang penuh dengan

symbol of comunication (lambang untuk berkomunikasi). Koentjaraningrat lebih jauh menjelaskan bahwasanya semua unsur-unsur kecil yang tersusun dalam upacara itu,merupakan suatu lambang yang mengandung arti yang baik dalam bentuknya, maupun dalam tempat asal bahan mentahnya, jumlah atau peraturannya.

Setiap masyarakat memiliki beranekaragam kepercayaan (religi) yang menjadi keyakinannya. Setiap kepercayaan dan keyakinan tersebut diwujudkan dalam tingkah lakunya sehari-hari (Koentjaraningrat, 2005:201). Unsur-unsur kepercayaan (religi) yang terdapat pada masyarakat adalah:

1. Emosi keagamaan (getaran jiwa)yang menyebabkan manusia di dorong untuk berperilaku

Emosi keagamaan adalah satu getaran jiwa yang pada suatu saat dapat menghinggapi seorang manusia. Getaran jiwa seperti itu ada kalanya hanya berlangsung bebebrapa detik saja. Emosi keagamaan tersebutlah yang mendorong berperilaku serba religi. Emosi keagamaan di sebabkan karena manusia takut menghadapi berbagai krisis dalam hidupnya, manusia tidak mampu menjelaskan berbagai gejala dengan

(16)

akalnya, percaya dengan adanya kekuatan sakti dalam alam. Emosi keagamaan inilah yang menyebabkan timbulnya sikap keramat dari setiap perilaku manusia.

2. Konsep Ritual menurut Van Gennep

Van Gennep menganalisa ritus dan upacara peralihan pada umumnya berdasarkakan data etnografi dari seluruh dunia. Mengenai hal itu Van gennep berpendirian bahwa ritus dan upacara religi secara universal pada azasnya berfungsi sebagai aktifitas untuk menimbulkan semangat kehidupan social antara warga masyarakat. Ia menyatakan bahwa kehidupan social dalam setiap masyarakat di dunia secara berulang,dengan interval waktu tertentu,memerlukan apa yang disebut sebagai “regenerasi” semangat kehidupan social seperti itu. Hal itu

disebabkan karena selalu ada saat-saat dimana semangat kehidupan social itu menurun,dan sebagai akibatnya, akan timbul kelesuan dalam masyarakat.

Setiap manusia sadar bahwa selain dunia nyata ini, ada suatu alam dunia yang tidak tampak olehnya dan berada di luar batas akalnya. Berbagai kebudayaan menganut kepercayaan bahwa dunia tidak tampak (gaib) tersebut dihuni oleh berbagai mahluk dan kekuatan yang tidak dapat di kuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa, dan karena itu dunia yang tidak tampak tersebut sering di takuti oleh manusia. Mahluk dan kekuatan yang menghuni dunia tidak tampak tersebut adalah

(17)

dewa-dewa yang baik ataupun jahat dan kekuatan sakti yang dapat bermanfaat bagi manusia maupun yang membawa bencana.

3. Sistem Upacara

Sistem upacara mengandung empat komponen yaitu :

a) Tempat upacara b) Waktu upacara

c) Benda-benda dan alat-alat upacara

d) Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara 4. Kelompok keagamaan

Kelompok keagamaan merupakan kesatuan kemasyarakatan yang mengkonsepsiakan dan mengaktifkan suatu religi beserta sistem upacara keagamaannya. Adapun kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang menjadi pusat religi dalam kenyataan kehidupan sosial, bisa berupa empat tipe yaitu keluarga inti sebagai kelompok keagamaan, kelompok kekekrabatan, unilineal18 sebagai kelompok keagamaan dan perkumpulan-perkumpulan khusus sebagai kelompok keagamaan. Upacara akan bersifat kosong, tetapi bermakna apabila tingkah laku manusia didalamnya di dasarkan pada akal rasional dan logika, tetapi secara naluri manusia memiliki suatu emosi mistikal yang mendorong untuk berbakti kepada kekuatan tertinggi yang menurutnya tampak konkret di sekitarnya, dalam keteraturan dari alam, serta proses

18 Unilineal merupakan keturunan melalui satu garis kekerabatan, misal patrilineal saja atau

(18)

pergantian musim, dan kedahsyatan alam dan hubungannya dengan mahluk hidup dan maut. Berkorban merupakan seatu perbuatan membunuh binatang yang dikorbankan. binatang korban tersebut dijadikan sebagai sesajen, Secara upacara jalan pikiran yang ada di belakang perbuatan serupa itu ada banyak Kadang-kadang ada juga satu jalan pemikiran lain di belakang upacara berkorban itu. Binatang yang di bunuh dianggap sebagai tempat dosa orang dan segala hal yang menyebabkan kesedihan dan kesengsaraan manusia dapat di buang. Dengan membunuh binatang, segala dosa manusia itu sementara telah di bersihkan terhadap dosa dan kesengsaraan dalam masyarakat.

Upacara ritual suatu etnis biasanya merupakan unsur kebudayaan yang paling tampak lahir. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Roland Robertson, (1988:1) bahwa agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang tingkah laku manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat (setelah mati), yakni sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhannya, beradab, dan manusiawi yang berbeda dengan cara-cara hidup hewan atau mahluk gaib yang jahat dan berdosa. Namun dalam agama-agama lokal atau primitif ajaran-ajaran agama tersebut tidak dilakukan dalam bentuk tertulis tetapi dalam bentuk lisan sebagaimana terwujud dalam tradisi-tradisi atau upacara-upacara.

Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud aktifitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap

(19)

Tuhan, dewa-dewa roh nenek moyang, atau mahluk halus lain, dan dalam usahannya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan mahluk gaib lainnya. Ritus atau upacara religi itu biasanya berlangsung secara berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim atau kadang-kadang saja. Dalam pelaksanaan upacara keagamaan masyarakat mengikutinya dengan rasa hikmat dan merasa sebagai sesuatu yang suci sehingga harus di laksanakan dengan penuh hati-hati dan bijaksana, mengingat banyaknya hal yang di anggap tabuh serta penuh dengan pantangan yang terdapat di dalamnya. Dimana mereka mengadakan barbagai kegiatan berupa pemujaan, pemudahan dan berbagai aktifitas lainnya seperti makan bersama, menari, dan menyanyi serta di lengkapi pula dengan beraneka ragam sarana dan peralatan.19

Upacara religi atau agama yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama memiliki fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Para pemeluk suatu religi atau agama memang ada menjalankan kewajiban mereka untuk melakukan upacara itu dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak sedikit pula yang hanya melakukannya setengah-setengah saja.

1.3. .Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah serbagai berikut adalah :

19 “makalah tentang budaya ritual upacara adat” by:Rahmat hidayat

http://forester-untad.blogspot.com/2012/11/makalah-tentang-budaya-ritual-upacara.html (diakses pada tanggal 3 mei 2013)

(20)

Bagaimana proses pelaksanaan ritus dan upacara palangehon boru (memandikan anak perempuan) ini dalam etnis Batak Toba di desa Pargarutan, Tapanuli Tengah. serta apa yang membuat upacara ini masih hidup dan dilakukan di zaman modren seperti ini?

1.4..Tujuan Dan Manfaat Penelitian

2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama dari penelitian ini adalah sebagai inventarisasi ataupun sebagai dokumentasi peristiwa ritus dan upacara tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat kebertahanan ritual Palangehon boru sebagai salah satu ritual yang di percayai masyarakat Batak, seiring dengan pertumbuhan zaman pada saat sekarang ini.

3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian secara akademis dan praktis. Secara akademis adalah menambah khasanah keilmuan dan kepustakaan dibidang Antropologi untuk dijadikan sebuah kajian dan pembelajaran sekaligus memperkaya literatur mengenai kehidupan religi dan adat suatu suku bangsa serta memberikan masukan pada setiap suku bangsa untuk lebih menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya.secara praktis,manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat batak mengenai ritual adat Palangehon boru.

(21)

1.5 .Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sistematik yang bertujuan untuk mengungkapkan atau membuktikan sesuatu, yang dilakukan dengan berdasarkan atas konsep-konsep dan teori yang sesuai dengan tujuan, dengan cara-cara ilmiah yang dapat di pertanggung jawabkan menurut disiplin ilmu pengetahuan masing-masing. Dalam hal ini tentunya akan ada metode yang akan digunakan. Metode penelitian ini sendiri merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengumpulkan data secara bertanggung jawab sesuai dengan masalah yang diteliti dan disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan kualitatif, maka akan menggambarkan secara mendalam makna dan proses upacara memandikan anak perempuan (Palangehon boru) sebagai salah satu bagian yang sangat penting pada upacara religi dan adat etnis Batak. Dalam penelitian ini tentunya bersifat etnografi, karena untuk mendeskripsikan fenomena di lapangan, yang pastinya banyak hal yang harus dipahami dalam mendeskripsikannya.

Dengan hal yang telah di jelaskan maka melalui pendekatan ini nantinya diharapkan akan dapat membantu dalam menggali informasi sebanyak mungkin dilapangan, sehingga di dapat data yang di inginkan tentunya berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan.

(22)

Untuk itu menjalin raport dengan informan merupakan modal terpenting dalam menjaga perolehan informasi dan data yang di perlukan.

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Data Primer

Data Primer adalah salah satu data yang di peroleh dari rangkaian pengalaman dan wawancara lapangan.

 Rangkaian Pengalaman diperoleh dari pengalaman pertama menyaksikan proses upacara dan ritual palangehon boru ini di desa Pargarutan, Tapanuli Tengah,kemudian setiap proses yang dilakukan dalam upacara tersebut. Dengan cara tersebut peneliti dapat memperoleh informasi lengkap dan kongkrit. Dari hasil pengamatan atau observasi, peneliti menulisnya kedalam sebuah catatan lapangan.

 Wawancara lapangan yang dugunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dibantu dengan pedoman wawancara. Sebelum melakukan kegiatan wawancara, peneliti terlebih dahulu membuat janji dengan informan dan menysuaikan dengan informan, serta menentukan lokasi dilakukannya wawancara. Dengan menggunakan wawancara mendalam, maka akan dapat memperoleh segala informasi yang dibutuhkan secara lengkap mengenai upacara adat palangehon boru yang dilaksanakan oleh etnis Batak.

(23)

1.6. Informan Penelitian

Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti akan mencari terlebih dahulu beberapa informan-informan untuk mendapatkan informasi-informasi yang di perlukan dalam penelitian ini. Adapun informan yang digunakan dan diwawancarai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

 Informan Kunci yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemuka adat dan kepala desa Pargarutan. Dipilihnya pemuka adat dan kepala desa sebagai informan pangkal karena orang tersebut dianggap memiliki pengetahuan tentang upacara palangehon boru yang dilaksanakan oleh etnis Batak dan digunakan sebagai informasi awal. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari informan pangkal digunakan sebagai bahan untuk memperoleh informasi selanjudnya yang di butuhkan, dan juga sebagai penghubung dengan informan lainnya yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai palangehon boru yang dilaksanakan oleh etnis Batak.

 Informan Pangkal yang dimaksudkan di sini adalah penduduk desa Pargarutan yang melakukan upacara adat palangehon boru tersebut. Penduduk desa diminta untuk memberikan informasi mengenai masalah penelitian yang dilakukan.

2) Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang di peroleh dari dokumentasi yang ada pada kepala desa, buku kepustakaan, artikel, surat kabar, jurnal, internet, dokumentasi saat upacara berlangsung berupa foto atau

(24)

data-data lain yang masih digunakan untuk melengkapi dan menyempurnakan hasil dari observasi dan wawancara.

Dan teknik observasi yang akan digunakan peneliti adalah observasi partisipan seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, agar peneliti mampu memahami permasalahan yang akan di teliti, secara mendalam. Dalam observasi partisipan ini, peneliti mengamati dan turut terlibat langsung ke lapangan untuk melakukan wawancara, serta mengamati setiap kegiatan-kegiatan ataupun turut serta dalam melakukan kegiatan yang akan di telitinya itu. Sembari mengamati tak lupa peneliti memahami apa yang telah di amatinya, dengan menggunakan pola pikir/kacamata orang-orang yang diteliti (informan) yang ditelitinya “emic view”.20 Dari hasil observasi maka akan

dirangkum peneliti dalam sebuah catatan lapangan, dimana catatan lapangan juga berisi tentang hal-hal unik yang ditemukan si peneliti ketika melakukan penelitian.

20 Emik view Merupakan suatu carapandang seseorang dalam melihat suatu fenomena

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Buton mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012, seperli tersebut dibawah ini:.. No NAMA PAKET

NIM Nama Mahasiswa..

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat

Murid melakukan aktiviti menggosok gigi dengan teknik yang betul secara individu berpandukan poster. Edarkan Lembaran Kerja

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang. PdP

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa aktif dan nilai SPF pada ekstrak rumput laut Turbinaria conoides dan Eucheuma cottonii yang dapat

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang. PdP

Murid menyanyikan lagu "Tak Boleh Sentuh" (Lampiran 2) atau lagu lain yang bersesuaian sambil menggayakan aksi 'tak boleh sentuh'. EMK Kreativiti