• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nyamuk Aedes sp

1. Taksonomi

Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Diptera Family : Culicidae Genus : Aedes

Spesies : Aedes sp (Womack, 1993).

2. Morfologi

Aedes sp berbadan sedikit lebih kecil, tubuhnya sampai ke kaki berwarna hitam dan bergaris-garis putih. Nyamuk ini tidak menyukai tempat yang kotor, biasa bertelur pada genangan air yang tenang dan bersih seperti jambangan bunga, bak mandi, tempayan dan tempat lain-lainnya yang kurang diterangi sinar matahari dan kurang dibersihkan secara teratur. Darah manusia bagi nyamuk

(2)

Aedes sp, berfungsi untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi pada saat perkawinan (Rozanah, 2004).

Nyamuk Aedes sp sebagaimana serangga yang lainnya, memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Tubuh dapat dibedakan secara jelas menjadi tiga bagian yaitu : kepala, toraks dan abdomen yang beruas-ruas.

b. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Serta memiliki moncong yang panjang (probosis) untuk menusuk kulit hewan / manusia dan menghisap darahnya.

c. Kaki terdiri dari 3 pasang

d. Sistem peredaran darah terbuka (Cahyati.W.H, 2006)

Nyamuk Aedes sp dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap. Pada bagian toraks belakang terdapat sepasang kaki depan, sepasang kaki tengah, dan sepasang kaki belakang (Hasan, 2006). Sisik-sisik pada tubuh nyamuk umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Soegijanto, 2006).

(3)

3. Reproduksi

1. Sistem Reproduksi Betina

Sperma dipindahkan dari nyamuk jantan ke nyamuk betina sekaligus dalam jumlah yang besar pada saat kawin. Sperma yang dipindahkan tersebut sebagian digunakan untuk fertilisasi dan sisanya disimpan oleh nyamuk betina di dalam spermateka. Nyamuk Aedes betina dapat menggunakan sperma yang berasal dari beberapa nyamuk jantan untuk fertilisasi pada satu kelompok telurnya (Clements, 2000). Sistem reproduksi bagian dalam nyamuk betina terdiri dari sepasang ovari, satu sistem saluran yang berperan sebagai tempat keluarnya telur-telur, dan kelenjar-kelenjar yang terkait. Masing-masing ovari tersebut terdiri dari sekelompok ovariol.

Gambar 2 Organ Reproduksi Nyamuk Aedes Betina (Clements, 2000) Telur berkembang di dalam ovariol pada ovarium nyamuk betina. Jumlah ovariol tiap-tiap ovarium dari 1 sampai 200 atau lebih, namun biasanya berkisar antara 4-8 (Borror et al. 1992). Banyak sel kecambah primer (oogonia) di dalam ovariol yang akan berkembang menjadi oosit. Ooogonia tersebut terletak pada

(4)

pada ujung bagian anteriol ovariol yaitu germanium. Setelah nyamuk betina menghisap darah, oosit pada ovariol berkembang dengan cepat, membentuk kuning telur dan membentuk telur yang matang. Kuning telur ini terdiri dari badan-badan protein ( berasal dari protein-protein hemolim), butiran-butiran lemak dan glikogen (Borror et al. 1992). Produksi telur dikontrol oleh satu atau lebih hormon dari korpora allata, termasuk hormon juvenil yang akan mengontrol tahapan-tahapan awal oogenesis dan penyimpanan kuning telur. Oosit-oosit lewat ke bawah melalui ovariol dan mengalami pemasakan ketika berjalan melewatinya. Urutan kurun waktu pemasakan oosit dicerminkan dalam urutan ruang di dalam ovariol (Borror et al. 1992). Telur yang telah matang disalurkan ke oviduk dengan dilapisi dengan dua lapis korion (eksokorion dan endokorion). Korion berlubang-lubang (mikrofil) yang berfungsi sebagai jalan masuk sperma ke dalam sel telur (Clements, 2000).

2. Sistem Reproduksi Jantan

Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, testes, dan kelenjar tambahan. Testes ditutupi oleh lemak tubuh dan terletak di segmen 5 dan 6 dorsolatelal dari abdomen. Testes berjumlah dua buah dan masing-masing terdiri dari sekelompok buluh-buluh sperma atau folikel-folikel yang dikelilingi oleh selaput peritoneum (gambar 2.3). Vas efferens merupakan buluh penghubung yang pendek tempat bermuaranya folikel sperma. Vas efferens berhubungan dengan satu deferens tunggal. Dua vas deferensia bersatu di sebelah posterior untuk membentuk saluran ejakulasi media dan bermuara pada bagian luar penis (aedeagus) (Borror et al. 1992).

(5)

Kantung-kantung semen merupakan sebuah divertikulum yang terdapat pada vas deferensia dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa. Cairan-cairan disekresikan oleh kelenjar-kelenjar tambahan dan membentuk satu kapsul yang mengandung sperma (spermatofor). Bagian distal (anterior) dari folikel-folikel sperma testes merupakan tempat mulainya perkembangan sperma dan melanjutkan perkembangan ketika melewati vas efferens. Saat serangga mencapai tahapan dewasa biasanya proses spermatogenesis selesai (Borror et al. 1992).

Gambar 3 Organ Reproduksi Nyamuk Aedes Jantan (Clements, 2000)

4. Siklus hidup

Nyamuk Aedes sp, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Setelah kira-kira dua hari telur akan menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa kira-kira membutuhkan waktu 9 hari (Gandahusada, 2000). Faktor biotik seperti predator, kompetitor dan makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai habitat akuatiknya pradewasa

(6)

juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan juga ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan organik, komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer juga berpengaruh terhadap siklus hidup Aedes sp (Suparta, 2008).

Gambar 4 Siklus Hidup Nyamuk Aedes sp (American Mosquito Control Association, 2013)

1. Telur

Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas permukaan air. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah antara satu dengan yang lain (Ginanjar, 2008). Sebagian besar nyamuk Aedes betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Telur akan menetas pada saat penampung air penuh, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama. Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering

(7)

membantu kelangsungan hidup spesies dalam kondisi iklim yang tidak menguntungkan (Cahyati W.H, 2006).

Gambar 5 Telur Aedes sp (Centers for Disease Control, 2007)

2. Larva

Larva nyamuk Aedes sp terdiri atas kepala, toraks dan abdomen. Kepala berkembang baik dengan sepasang antena dan mata majemuk serta sikat mulut yang menonjol. Abdomen terdiri atas sembilan ruas yang jelas, dan ruas terakhir dilengkapi dengan tabung udara (sifon) sebagai alat pernafasan yang pendek dan menggembung (Hadi dan Koesharto, 2006). Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada corong udara terdapat pecten, adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara, pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat

(8)

duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala (Clements, 2000).

Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan larva dari instar satu ke instar empat membutuhkan waktu lima hari (Ginanjar, 2008). Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari, termasuk dua hari untuk menjadi pupa. Akan tetapi pada suhu rendah, mungkin akan dibutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa. Hampir di seluruh negara Asia Tenggara, sarang telur Aedes sp paling banyak ditemukan di wadah air rumah tangga buatan manusia (Soegijanto, 2006).

(9)

3. Pupa

Pupa nyamuk Aedes sp bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar dari bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagiang punggung (dorsal) dada terdapat alat pernafasan seperti terompet. Pada ruas perut kedelapan terdapat sepasang alat pengayuh yang berguana untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu nomor 7 pada ruas perut kedelapan tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat, posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air (Soegijanto, 2006).

(10)

4. Nyamuk Dewasa

Nyamuk dewasa Aedes sp betina mampu bertahan hidup antara 2 minggu sampai 3 bulan (rata-rata 1 bulan), tergantung suhu atau kelembapan udara di sekitarnya. Sementara nyamuk jantan hanya mampu bertahan hidup dalam jangka waktu 6-7 hari, tepatnya nyamuk kawin dan akan segera mati. Perubahan dari pupa menjadi nyamuk dewasa membutuhkan 7-10 hari (Indrawan, 2001).

Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa menggigit/menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan (Sri .R.H.H, 2002).

Nyamuk Aedes aegypti dewasa mempunyai tubuh yang tersusun dari 3 bagian yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (Anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe pilose sedangkan nyamuk jantan tipe pulmose (Soegeng .S, 2006).

(11)

Gambar 8 Nyamuk Dewasa Aedes sp (Centers for Disease Control, 2007)

5. Lingkungan Hidup

Nyamuk Aedes sp bersifat antropofilik yaitu lebih menyukai darah manusia dibandingkan darah hewan. Nyamuk Aedes sp meyukai tempat perindukan yang gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan tenang. Tempat perindukan (tempat nyamuk meletakkan telur) terletak di dalam maupun di luar rumah dan dapat ditemukan pada tempat penampungan air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepah-pelepah daun (Soegijanto, 2006).

Nyamuk Aedes sp tertarik pada cahaya, pakaian berwarna gelap, manusia serta hewan. Ketertarikan tersebut disebabkan oleh kemampuan manusia dan hewan untuk mengeluarkan zat-zat seperti CO2, beberapa asam amino, panas

(12)

B. Pepaya

Pepaya (Carica papaya) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman pepaya (Carica papaya) diduga berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Tanaman ini oleh para pedagang Spanyol disebarluaskan di seluruh penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica papaya) baru dikenal secara umum sekitar tahun 1930-an, khususnya di kawasan pulau Jawa. Tanaman ini sangat mudah dijumpai, karena mudah tumbuh pada segala musim (Haryoto, 1998).

Gambar 9 Daun pepaya (Tumbuhan net, 2012) 1. Pengertian

Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian tengah.

Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning. Manfaat daun pepaya yang mengandung senyawa alkaloid, saponin dan enzim papaya (papain) yang dapat memecah molekul protein yang terkandung dalam telur Aedes sp (Kartikasari, 2011).

(13)

2. Jenis pepaya

Berdasarkan bentuk buahnya, tanaman pepaya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :

a. Pepaya semangka

1) Ciri-ciri : daging buahnya tebal, berwarna merah menyerupai daging buah semangka, dan citarasanya manis.

2) Contoh : pepaya jingga memiliki kulit buah berwarna jingga, buahnya banyak berair, dan tahan angkutan : pepaya cibinong memiliki kulit buah tetap hijau tetapi pucuknya menguning, bentuknya bundar panjang dan runcing, tangkai buahnya panjang, kulit buahnya tebal dan tidak rata, rasa buahnya kurang manis, dan beratnya sekitar 2,5 kg.

b. Pepaya sempurna

1) Ciri-ciri : daging buahnya berwarna kuning, berbau harum, dan cita rasanya manis asam.

2) Contoh : pepaya hijau memiliki kulit buah tidak akan menguning. Pepaya hitam panjang memliki kulit buah hijau dan akan menguning kalau masak. Bentuknya panjang, dan tangkai buahnya berwarna ungu. Pepaya hitam bundar atau pepaya solo memiliki bentuk buah bundar.

(14)

3. Zat aktif dalam pepaya

Tanaman pepaya meiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Tanaman pepaya dapat digunakan sebagai bahan makanan dan minuman, ramuan tradisional, kosmetika sampai pakan ternak. Selain itu daun pepaya mengandung senyawa aktif yang berfungsi sebagai insektisida alami yaitu :

a. Senyawa Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme tumbuh-tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Pada umumnya alkoloid mengandung oksigen, atom karbon, hidrogen dan nitrogen.

Sifat-sifat alkoloid adalah sebagai berikut :

1. Biasanya berupa kristal tak bewarna, tidak mudah menguap. Ada juga alkoloid yang berwarna misalnya berbening (kuning).

2. Bersifat basa (pahit,racun)

3. Mempunyai efek fisiologis serta aktif optis. b. Saponin

Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan membuih bila dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir

(15)

darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan banyak digunakan sebagai racun ikan.

c. Enzim papain

Enzim papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah pepaya, baik dalam buah, batang dan daunnya. Enzim ini dapat diperoleh dari ekstrak daun pepaya yang diperoleh dengan cara menyaring air perasan daun pepaya. Sifat dari enzim ini dapat memecah molekul protein yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida alami dalam menghambat daya tetas telur nyamuk Aedes sp (Kartikasari, 2011).

C. Klorin (kaporit) dalam air

Klorinasi merupakan metode pengolahan limbah cair dengan membubuhkan senyawa klor ke dalam bak pengolah limbah. Metode ini banyak digunakan karena klor efektif sebagai desinfektan dan harganya terjangkau (Sururi dkk, 2008). Klorinasi bertujuan untuk mengurangi dan membunuh mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah. Sumber klor yang biasa digunakan adalah kaporit [Ca(OCl2)] (Anonim, 2008).

Klorin merupakan zat kimia yang relatif murah dan siap digunakan. Zat ini dilarutkan dalam air dengan jumlah yang cukup akan merusak sebagian besar kuman penyebab penyakit tanpa membahayakan manusia, namun demikian saat organisme telah rusak, maka klorin juga akan habis. Jika klorin yang ditambahkan cukup, setelah semua organisme rusak akan terdapat sisa klorin dalam air yang disebut klorin bebas. Pengukuran kadar klorin bebas yang tersisa dalam air disebut residu klorin. Air membutuhkan 2,0 mg/L klorin untuk merusak semua

(16)

kuman dalam air. Tingkat residu klorin dalam batas yang dapat diterima adalah sebesar 0,2-0,5 mg/L (WHO,2004).

Penambahan klorin akan memurnikan air dengan cara merusak struktur sel organisme, sehingga kuman akan mati. Proses tersebut hanya akan berlangsung bila klorin melakukan kontak langsung dengan organisme tersebut. Klorin membutuhkan waktu untuk membunuh seluruh organisme. Pada air yang bersuhu tinggi atau sekitar 180 C, klorin harus berada dalam air paling tidak selama 30 menit. Jika air lebih dingin, waktu kontak harus ditingkatkan, oleh karena itu biasanya klorin ditambahkan ke air segera setelah air dimasukkan ke dalam tangki penyimpanan atau pipa penyalur agar zat kimia tersebut mempunyai cukup waktu untuk bereaksi dengan air sebelum mencapai konsumen. Efektifitas klorin juga dipengaruhi oleh pH (keasaman) air. Klorinasi tidak akan efektif jika pH air lebih dari 7,2 atau kurang dari 6,8 (WHO, 2004).

Kaporit ketika dilarutkan dalam air akan berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan. HOCl dan ion OCl- bersifat sangat reaktif terhadap berbagai komponen sel bakteri. Selanjutnya HOCl dan ion OCl- disebut sebagai klor aktif. Klor mampu melakukan reaksi hidrolisis dan deaminasi dengan berbagai komponen kimia bakteri seperti peptidoglikan, lipid dan protein yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis dan mempengaruhi mekanisme seluler. Klor aktif juga bereaksi kuat dengan lipid dan peptidoglikan pada membran sel. Hal ini dapat mempengaruhi perbedaan konsentrasi yang sangat tinggi antara lingkungan ekstrasel dan lingkungan

(17)

intrasel, yang berpotensi mengganggu tekanan osmotik di dalam sel dan dapat mengancam terjadinya lisis/kehancuran sel (Effendi, 2008).

Klor aktif dapat merusak struktur protein pada telur Aedes sp dengan cara mengoksidasi (membakar) protein yang berperan dalam proses metabolisme sel telur sehingga perkembangan telur menjadi terganggu (Effendi, 2008).

D. Kerangka Teori

E. Kerangka Konsep

Klorin dalam larutan kaporit

Daya tetas telur

Aedes sp

Suhu air (25-30oC) pH larutan (netral=7)

Enzim papain dalam air perasan daun

pepaya

Konsentrasi air perasan daun pepaya 100%, 50%, 25% Fertilitas telur Daya tetas Aedes sp Konsentrasi larutan kaporit 1mg/L, 2mg/L, 3mg/L

(18)

F. Variabel

Variabel bebas : konsentrasi air perasan daun pepaya dan kaporit Variabel terikat : daya tetas telur Aedes sp

Variabel terkendali : suhu air dan pH air

G. Hipotesis

Terdapat perbedaan efektifitas air perasan daun pepaya dan kaporit dalam menghambat daya tetas telur Aedes sp.

Gambar

Gambar 1 Morfologi Nyamuk Aedes sp (Kesmas-Unsoed, 2011)
Gambar 2 Organ Reproduksi Nyamuk Aedes Betina (Clements, 2000) Telur berkembang di dalam ovariol pada ovarium nyamuk betina
Gambar 3 Organ Reproduksi Nyamuk Aedes Jantan (Clements, 2000)
Gambar 4 Siklus Hidup Nyamuk Aedes sp (American Mosquito Control Association, 2013)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data jumlah penduduk setiap ke- camatan yang berada di DTA Danau Toba mempunyai jumlah penduduk kurang dari 20000 jiwa sehingga dikategorikan sebagai kota

Langkah terakhir adalah melakukan regresi untuk memenuhi tujuan penelitian keempat, yaitu menganalisis pengaruh pergerakan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan

Hasil penelitian juga menunjukkan pada penilaian kerusakan otonom pada responden baik kaki kanan maupun kaki kiri lebih banyak mengalami kerusakan otonom multipel

“Klasifikasi Player Mobile Legend Berdasarkan Statistik Permainan Pemain Menggunakan Metode K-Nearest Neighbors ” beserta seluruh isinya adalah karya saya sendiri dan bukan

pengelola) yang dapat dihemat untuk penambahan LPJU dengan. mengganti LPJU konvensional menjadi LPJUTS dan berapa

[r]

Majid Abdullah dkk, “Pendidikan Karakter Perspektif Islam”, (Bandung:Rosda,1998), hal.. Dalam hai ini sesuai dengan tujuan pendidikan Indonesia yaitu memiliki

Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran induktif kata bergambar, proses pembelajaran dikelas eksperimen terlihat lebih aktif dengan adanya