• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN NEUROPATI PERIFER DI SEMARANG: STUDI CROSS-SECTIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN NEUROPATI PERIFER DI SEMARANG: STUDI CROSS-SECTIONAL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN NEUROPATI PERIFER DI

SEMARANG:

STUDI CROSS-SECTIONAL

1) 2)

Khana Rosyida , Niken Safitri D.K.

1

Mahasiswa Departemen Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

2

Staf Pengajar bagian Keperawatan Medikal Bedah, Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

ABSTRACT

How to cite:

Rosyida Khana, Safitri Niken D. gambaran neuropati perifer di semarang: studi cross

sectional. Jurnal luka

Indonesia. 2016, 2(3):137-143 Conflict of interest: Nothing Funding resources: Nothing Corresponding authors: khana.rosyida@gmail.com Note:

ORIGINAL STUDY

Latar Belakang: Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi

mikrovaskuler dari Diabetes Mellitus (DM) yang terjadi pada bagian perifer dan menimbulkan kerusakan fungsi saraf. Kerusakan fungsi saraf tersebut dapat mengenai saraf sensorik, motorik, dan otonom.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran neuropati

perifer di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan yaitu total

population sampling. Pengambilan data dilakukan dengan lembar

pemeriksaan neuropati perifer yang merupakan modifikasi dari Michigan

Neuropathy Screening Instrument (MNSI) dan Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS) terdiri atas 38 item. Analisis data yang digunakan

yaitu analisis univariat.

Hasil: Sebanyak 113 responden berpartisipasi dalam penelitian ini.

Mayoritas responden berusia dewasa tengah (73.5%), sebagian besar perempuan (61.9%), telah menderita DM >5 tahun (50.4%), dan memiliki kadar GDS ≥200 mg/dL (52.2%). Sebagian kecil responden memiliki riwayat amputasi dan riwayat Diabetic Foot Ulcer (DFU) (3.5% dan 5.3%). Mayoritas kerusakan fungsi saraf adalah kerusakan otonom baik kaki kanan maupun kaki kiri (89.9%;85%). Lebih banyak responden yang memiliki neuropati ringan (55.8%) daripada neuropati sedang ataupun berat (28.3%;9.7%).

Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden mengalami neuropati perifer. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan dini untuk mencegah neuropati yang lebih berat

(2)

europati perifer merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular pada

N

persarafan yang disebabkan kenaikan kadar gula darah secara persisten. Responden yang mengalami neuropati akan mengalami kerusakan fungsi saraf terutama bagian perifer. Kerusakan tersebut dapat menyerang fungsi saraf baik otonom, sensorik, dan motorik .

Kerusakan fungsi saraf otonom dapat menyebabkan kulit kaki kering dan pecah-pecah sebagai akibat dari gangguan hidrasi kulit. Selain itu, juga mengakibatkan terbentuknya callus akibat atrofi kulit. Kerusakan saraf sensorik menyebabkan perubahan sensitifitas kaki, sensasi vibrasi, dan sensasi nyeri. Sedangkan kerusakan fungsi saraf motorik menyebabkan deformitas, penurunan kekuatan otot, dan penurunan reflek fisiologis .

Menurut Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) tahun 2011, angka kejadian neuropati pada pasien DM lebih dari 50%. Dampak lanjut yang paling sering muncul akibat neuropati adalah terjadinya

Diabetic Foot Ulcer (DFU) . Upaya pencegahan neuropati perifer perlu dilakukan

untuk mencegah berkembangnya neuropati yang dapat berdampak pada amputasi dan kematian. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan deteksi dini terhadap adanya neuropati perifer. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran neuropati perifer pada responden di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental. Populasi dalam penelitian ini adalah responden di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

total population sampling. Sampel penelitian berjumlah 113 responden yang

diambil selama bulan Juni sampai Juli 2016. Penelitian ini menggunakan lembar pemeriksaan neuropati perifer dengan 38 item yang merupakan modifikasi dari

Michigan Neuropathy Screening Instrument (MNSI) dan Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS) yang telah diterjemahkan kebahasa Indonesia.

Analisis univariat menjelaskan karateristik demografi responden, jenis kerusakan fungsi saraf (otonom, sensorik, dan motorik), serta tingkat neuropati perifer. Dalam hal ini, tingkat neuropati perifer dikategorikan menjadi tidak ada neuropati, neuropati ringan, neuropati sedang, dan neuropati berat. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dengan mengelompokkan data berdasarkan variabel yang diteliti. Penyajian data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi persentase.

Standar pemeriksaan yang dilakukan pada penelitian ini mengandung dua unsur pengkajian yaitu subjektif dan objektif. Pengkajian subjektif dilakukan untuk mengetahui identitas dan riwayat kesehatan responden. Sedangkan pengkajian objektif yang dilakukan berupa pemeriksaan fungsi neurologis yang meliputi fungsi saraf otonom, sensorik, dan motorik yang dilakukan baik melalui inspeksi maupun pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fungsi saraf otonom dilakukan dengan melakukan inspeksi kaki untuk melihat gejala yang muncul (kulit kering, kaki pecah-pecah, dan

callus). Pemeriksaan fungsi saraf sensorik dilakukan untuk menilai sensitifitas

kaki, sensasi vibrasi, dan sensasi nyeri. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Semmes-Weinstein monofilament 10 g, garpu tala 128 Hz, dan

pin prick. Pemeriksaan Semmes-Weinstein monofilament 10 g dilakukan

LATAR

BELAKANG

(3)

Sebanyak 113 responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Mayoritas responden berusia dewasa tengah (73.5%), sebagian besar berjenis kelamin perempuan (61.9%), telah menderita DM >5 tahun (50.4%), dan memiliki kadar GDS ≥200 mg/dL (52.2%). Pada tabel 1 juga dipaparkan bahwa beberapa responden memiliki riwayat amputasi (3.5%) dan riwayat DFU (5.3%).

Hasil penelitian juga menunjukkan pada penilaian kerusakan otonom pada responden baik kaki kanan maupun kaki kiri lebih banyak mengalami kerusakan otonom multipel (51.3%; 49.6%) daripada responden dengan penilaian normal maupun dengan kerusakan otonom tunggal. Untuk penilaian kerusakan sensorik dibandingkan dengan kaki kiri, baik penurunan sensasi maupun tidak ada sensasi pada kaki kanan lebih banyak ditemukan (40.7%; 20.4%). Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa lebih banyak ditemukan penilaian yang normal pada kaki kanan dibandingkan dengan kaki kiri. Sedangkan untuk penilaian kerusakan motorik baik pada kaki kanan maupun kaki kiri sama-sama menunjukkan penurunan kekuatan otot (79.6%; 71.7%) daripada penilaian yang normal maupun tidak ada kekuatan otot.

Penelitian ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mengalami neuropati ringan (55.8%) daripada responden dengan neuropati sedang, berat, dan tanpa neuropati (28.3%; 9.7%; 6.2%). Jika dilihat berdasarkan umur, mayoritas kejadian neuropati perifer dialami oleh responden berusia 45-65 tahun (73.5%). Pada umur tersebut, mayoritas responden mengalami neuropati sedang (87.55%), sedangkan pada neuropati berat lebih banyak dialami oleh responden pada kategori dewasa akhir (< 65 tahun) yaitu sebanyak 8 responden (72.7%).

Berdasarkan penelitian ini, juga ditemukan bahwa kejadian neuropati ringan lebih banyak ditemukan pada perempuan yaitu sebanyak 47 responden (67.1%). Sedangkan untuk kejadian neuropati sedang sampai berat lebih banyak dialami oleh laki-laki, masing-masing 20 responden (46.5%) dan 6 responden (14.0%).

HASIL

dengan cara menyentuhkan monofilament pada 10 titik lokasi khaki kiri dan kaki kanan dengan metode on - of screening test, untuk pemeriksaan vibrasi menggunakan garpu tala 128 Hz . Sedangkan untuk pemeriksaan fungsi saraf motorik dilakukan dengan melihat deformitas, kekuatan otot, dan refleks fisiologis dengan menggunakan palu refleks. Pemeriksaan pin prick dilakukan pada dorsum ibu jari kaki pertama. Hasil yang diperoleh dari masing-masing kategori pemeriksaan selanjutnya diakumulasikan untuk memperoleh skor akhir untuk menentukan tingkat neuropati perifer.

Berdasarkan pengkajian objektif, dilakukan pengkategorian untuk menentukan tingkat neuropati perifer. Tingkatan tersebut terdiri atas tidak ada neuropati (skor 0), neuropati ringan (skor 1-11), neuropati sedang (skor 12-25), dan neuropati berat (skor 26-42) .

Persetujuan dan etika penelitian diperoleh dari Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Selain itu, informed consent juga didapatkan langsung dari responden setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian, prosedur yang akan dilakukan, serta konsekuensi yang diperoleh. Responden juga bebas untuk menentukan pilihan terkait partisipasinya dalam penelitian.

(4)

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteris k Demografi Responden Puskesmas Kedungmundu Semarang Bulan Juni-Juli 2016 (n=113) Tabel 2. Distribusi Frekuensi Hasil Penilaian Kerusaka Fungsi Saraf Puskesmas Kedungmundu Semarang Bulan

Juni-Juli 2016 (n=113)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi

Tingkat Neuropati Perifer pada Responden Puskesmas Kedungmundu Semarang Bulan

Juni-Juli 2016 (n=113) Tabel 4. Distribusi Frekuensi

Tingkat Neuropati Perifer Berdasarkan Usia Responden (n=113)

(5)

PEMBAHASAN

Berdasarkan lama responden menderita DM, penelitian menggambarkan bahwa baik pada tingkat neuropati ringan, sedang, maupun berat, lebih banyak dialami oleh responden yang sudah menderita DM >5 tahun (46%; 62.5%; dan 72.7%). Sedangkan jika dilihat dari kadar gula darah sewaktu (GDS), lebih banyak responden yang mengalami neuropati sedang dan berat dengan kadar GDS ≥ 200 mg/dL. Namun demikian, juga ditemukan lebih banyak responden dengan neuropati ringan pada kadar GDS 90 – 199 mg/dL.

Kejadian neuropati ringan lebih banyak ditemukan responden dengan neuropati sedang maupun berat. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di Brazil di mana neuropati sedang lebih banyak ditemukan. Pemeriksaan yang dilakukan menunjukkan mayoritas responden mengalami gangguan pada pemeriksaan fungsi saraf otonom seperti kulit kering, kaki pecah-pecah, dan kapalan (callus) atau muncul ketiganya tetapi pada pemeriksaan fungsi saraf sensorik dan motorik menunjukkan penilaian yang baik. Selain itu, hasil pemeriksaan juga sering menunjukkan adanya gabungan dari dua gangguan yang muncul. Misalnya, ditemukan gangguan pada pemeriksaan fungsi saraf otonom disertai dengan munculnya salah satu gangguan pada fungsi saraf sensorik seperti gangguan sensitifitas kaki atau juga hanya ditemukan perubahan deformitas berupa hammer toes dimana gangguan lain tidak muncul. Semua hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan skor yang diperoleh pada rentang 1-12 sehingga banyak yang mengalami neuropati ringan.

Jika tingkat neuropati perifer dihubungkan dengan usia responden, maka ditemukan lebih banyak yang mengalami neuropati ringan dan sedang pada responden berusia 45-65 tahun. Namun demikian, jumlah responden yang mengalami neuropati ringan lebih banyak. Secara fisiologis, peningkatan usia akan merangsang proses degenerasi dan menyebabkan kerusakan sel saraf baik serabut saraf besar maupun kecil dan menimbulkan perubahan pembuluh pada jaringan endotel. Perubahan tersebut menyebabkan kekakuan pembuluh darah sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menurun mengakibatkan terjadinya iskemia dan dalam waktu yang lama akan terjadi neuropati.

Responden perempuan berisiko lebih tinggi mengalami neuropati perifer. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa responden perempuan memiliki kecenderungan mengalami neuropati . Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa neuropati pada responden perempuan dihubungkan dengan adanya hormon estrogen yang akan mengganggu penyerapan iodium pada usus sehingga proses pembentukan serabut mielin saraf tidak terjadi .

Persentase responden yang mengalami neuropati ringan ditemukan pada responden yang menderita DM dalam rentang waktu 1-5 tahun dan >5 tahun.Hal ini sesuai dengan penelitian Hutapea yang menemukan kejadian neuropati paling banyak dialami responden yang menderita DM dalam rentang waktu 1-10 tahun . Berbeda dengan kejadian neuropati sedang dan berat yang lebih banyak ditemukan pada responden yang menderita DM >5 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menemukan kejadian neuropati dapat ditemukan pada responden dengan rata-rata lama menderita DM selama 8.1 tahun. Tingkat keparahan neuropati perifer dapat meningkat sejalan dengan lamanya menderita DM .

(6)

Kejadian neuropati ringan dapat ditemukan pada responden yang mempunyai kadar GDS direntang 90-199 mg/dL. Sedangkan neuropati sedang dan berat lebih banyak ditemukan pada responden yang mempunyai kadar GDS ≥200 mg/dL. Semakin tinggi kadar GDS yang dialami, maka risiko mengalami neuropati semakin besar. Keadaan hiperglikemia dengan kadar GDS di atas 200 mg/dL lebih berisiko mengalami neuropati. Beberapa responden juga pernah mengalami riwayat DFU. Kejadian DFU dapat terjadi karena responden mengalami trauma akibat dari neuropati yang dialami.

Pada pemeriksaaan kerusakan otonom secara rinci menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami kaki pecah-pecah di kedua kaki. Hal tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa kaki pecah-pecah sebagai kerusakan otonom yang sering terjadi . Keadaan kaki pecah-pecah ini disebabkan karena bagian kaki tersebut sering menjadi tumpuan tubuh. Namun demikian, pada penelitian Hutapea ditemukan kerusakan otonom yang sering terjadi adalah kulit kering .

Pada pemeriksaan kerusakan sensorik, secara rinci mayoritas responden masih mempunyai sensitifitas yang baik di kedua dorsum kaki. Responden akan mengalami gangguan sensitifitas dikarenakan adanya kerusakan yang mengenai serabut saraf besar. Serabut saraf tersebut mempersarafi bagian distal kaki dan mengakibatkan kaki kehilangan sensasi ringan maupun sentuhan .

Pemeriksaan lain untuk menilai kerusakan sensorik adalah menilai sensasi vibrasi. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan garpu tala 128 Hz lebih banyak ditemukan responden yang masih merespon sensasi vibrasi di penonjolan interpalang dorsum ibu jari kaki kiri. Sensasi vibrasi yang dirasakan oleh responden pada penonjolan interpalang dorsum ibu jari kanan dan kiri idealnya seimbang . Namun dalam penelitian ini, dengan pemeriksaan sensasi vibrasi di penonjolan interpalang kaki kiri, lebih banyak responden merasakan vibrasi yang diberikan. Kerusakan untuk merasakan vibrasi bisa disebabkan karena bagian distal kaki tidak mendapatkan cukup nutrisi akibat kerusakan saraf besar di daerah kaki .

Pemeriksaan sensasi nyeri dilakukan dengan cara pin princk. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan melalui pin prick ditemukan mayoritas responden masih merespon nyeri di dorsum manus ibu jari kedua kaki. Kerusakan untuk merasakan sensasi nyeri dapat timbul akibat kerusakan serabut kecil.

Pada pemeriksaan kerusakan motorik, didapatkan deformitas yang sering muncul adalah hammer toes. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menemukan claw toes sebagai bentuk deformitas yang sering muncul. Perbedaan bentuk deformitas yang terjadi bisa disebabkan karena otot-otot instrinsik yang mengalami atropi berbeda. Perbedaan ini bisa terjadi karena gaya bersepatu maupun gaya berjalan dari responden .

Kerusakan lain yang timbul dari saraf motorik akan mempengaruhi kekuatan otot. Pada pemeriksaan kekuatan otot, ditemukan gangguan berat yang sering terjadi adalah abduksi kaki kanan. Gangguan tersebut terjadi karena adanya kekakuan otot yang mengenai ekstremitas bagian distal terutama akibat kerusakan nervus peroneus commmunis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kekuatan pada jari kaki . Selain mengalami gangguan kekuatan otot, responden juga dapat mengalami gangguan reflek fisiologis.

(7)

Gangguan refleks fisiologis dinilai dengan menggunakan palu refleks yang dinilai di beberapa tendon. Gangguan refleks yang sering kali muncul adalah reflek achilles baik kaki kanan maupun kaki kiri. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang mengatakan 18.5% responden mengalami gangguan refleks Achilles . Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kerusakan serabut kecil yang menyerang beberapa tendon .

Dari tiga kategori kerusakan fungsi saraf, ditemukan kerusakan yang paling banyak terjadi adalah kerusakan otonom baik kaki kanan maupun kaki kiri, daripada kerusakan sensorik dan motorik. Hasil penelitian sebelumnya juga menemukan kejadian neuropati otonom lebih banyak terjadi daripada neuropati sensorik dan motorik. Hal ini disebabkan karena proses kerusakan saraf pada perifer lebih dahulu menyerang kerusakan fungsi saraf otonom. Kerusakan fungsi saraf otonom dapat terjadi karena peningkatan stres oksidatif dimana akan terjadi hipoperfusi jaringan pada bagian perifer. Gejala nyata yang terlihat dan dapat dirasakan.

Desain penelitian ini adalah cross sectional sehingga tidak dapat menggambarkan perjalanan atau pun prognosis dari neuropati perifer yang terjadi.

Hasil penelitian ini menunjukkan lebih banyak responden yang mengalami neuropati ringan. Pemeriksaan neuropati perifer merupakan deteksi dini untuk menilai fungsi neurologis yang meliputi fungsi saraf otonom, sensorik, dan motorik. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan neuropati perifer dinilai efektif dan efisien karena merupakan gold standard untuk pemeriksaan neuropati. Saran untuk petugas kesehatan maupun responden adalah perlunya melakukan skrining kaki untuk mencegah perkembangan dari neuropati perifer.

Terima kasih disampaikan kepada para expert yaitu SY, HS, dan I untuk validasi instrument penelitian, pihak puskesmas Kedungmundu, dan responden di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu sebagai responden penelitian. Selain itu, terimakasih juga disampaikan kepada F atas dukungannya dalam bentuk monofilament 10 g.

Aaberg, M. L., Burch, D. M., Hud, Z. R., & Zacharias, M. P. (2008). Gender differences in the onset of diabetic neuropathy. Journal of Diabetes and Its Complications, 22(2), 83–87.

Ametov, A., Barnov, A., Dyck, P. J., Herman, R., Kozlova, N., Litchy, W. J., … Nehrdich, D. (2003). The Sensory Symptoms of Diabetic. Diabetes Care, 26(3), 770–776.

Bansal, D., Gudala, K., Muthyala, H., Esam, H. P., Nayakallu, R., & Bhansali, A. (2014). Prevalence and risk factors of development of peripheral diabetic neuropathy in type 2 diabetes mellitus in a tertiary care setting. Journal of Diabetes Investigation, 5(6), 714–721.

Boulton, A. J. M. (2010). The diabetic foot. Medicine, 38(12), 644–648.

Chin, Y.F., Liang, J., Wang, W.S., Hsu, B. R.S., & Huang, T.-T. (2014). The role of foot self-care behavior on developing foot ulcers in diabetic patients with

KETERBATASAN

PENELITIAN

KESIMPULAN

DAN SARAN

UCAPAN

TERIMA KASIH

DAFTAR

PUSTAKA

(8)

peripheral neuropathy: A prospective study. International Journal of Nursing Studies, 51, 1568–1574.

Deli, G., Bosnyak, E., Pusch, G., Komoly, S., & Feher, G. (2013). Diabetic Neuropathies: Diagnosis and Management. Neuroendocrinology, 98(4): 267–280.

Hotta, N., Akanuma, Y., Kawamori, R., Matsuoka, K., Oka, Y., Shichiri, M., … Shigeta, Y. (2006). Long-Term Clinical Effects of Epalrestat, an Aldose Reductase Inhibitor, on Diabetic Peripheral Neuropathy. Diabetes Care, 29(7), 1538 LP-1544.

Hutapea, F.S., Kembuan, M.A.H. ., & PS, J.M. (2016). Gambaran klinis neuropati pada pasien diabetes melitus di Poliklinik. Journal E-Clinic (eCl), 4(1). Retrieved from ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ eclinic/article/viewFile/12115/11696

Martin, C. L., Waberski, B. H., Pop-Busui, R., Cleary, P. A., Catton, S., Albers, J. W., … Herman, W. H. (2010). Vibration Perception Threshold as a Measure of Distal Symmetrical Peripheral. Diabetes Care, 33(12), 2635–2641.

Mete, T., Aydin, Y., Saka, M., Cinar Yavuz, H., Bilen, S., Yalcin, Y., … Guler, S. (2013). Comparison of efficiencies of michigan neuropathy screening instrument, neurothesiometer, and electromyography for diagnosis of diabetic neuropathy. International Journal of Endocrinology.

Moran, R.T., Harris, P. R., & Moran, S. V. (2011). 10 - Doing Business with Middle Easterners: Egypt, Saudi Arabia, and Regional Countries.

Moran, R.T., Harris, P. R., & Moran, S. V. Managing Cultural Differences, Eighth E. Moran (Eds.), (pp. 253–291). Oxford: Butterworth-Heinemann. Olaleye, D., Perkins, B. A., & Bril, V. (2001). Evaluation of three screening tests

and a risk assessment model for diagnosing peripheral neuropathy in the diabetes clinic. Diabetes Research and Clinical Practice, 54(2):115–128.

Van Deursen, R. W. M., Sanchez, M. M., Derr, J. A., Becker, M. B., Ulbrecht, J. S., & Cavanagh, P. R. (2001). Vibration perception threshold testing in patients with diabetic neuropathy: ceiling effects and reliability. Diabetic Medicine, 18(6):469–475.

Van Schie, C.H.M., Vermigli, C., Carrington, A. L., & Boulton, A. (2004). Muscle Weakness and Foot Deformities in Diabetes. Diabetes Care, 27(7):1668-1673.

Vincent, A. M., Russell, J. W., Low, P., & Feldman, E. L. (2004). Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews, 25(4):612–628.

Referensi

Dokumen terkait

Bambang Juli Istanto Budi Mulyana. Bambang Juli Istanto

Adanya perbedaan yang terjadi antar karyawan didalam suatu perusahaan, komunikaasi yang di lakukan daru pimpinan kebawahan menjadi sangat penting dimana dalam tujuan

Temuan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa menurut Imam Malik, dalam masalah gadai dapat terjadi perselisihan antara yang menggadaikan dengan penerima

Sumbangan bidang politik untuk merekayasa kepribadian islami adalah dengan melakukan pendidikan politik yang baik, politik dikembalikan sebagai alat/media untuk mendorong

21 Sebagai informasi tambahan atas laporan keuangan perlu disajikan antara lain portofolio investasi, rincian biaya yang merupakan beban Dana Pensiun selama satu periode sesuai dengan

merupakan model prosedural, yaitu model yang bersifat deskriptif yang menunjukkan langkah- langkah yang jelas dan cermat untuk menghasilkan produk, (2) tahap-tahap pengembangan

Pada pemeriksaan histopatologi dapat dijumpai sel-sel tumor yang besar tersusun sinsitial dengan batas antar sel tidak jelas, inti vesikuler, bulat atau oval

Akan dilakukan analisa desain dari data awal WF250.125.6.9 (A) yang di gunakan sesuai dengan tabel profil baja tegangan ijinnya memenuhi, tetapi WF250.125.6.9 tidak ada,