GAMBARAN POLA KONSUMSI VITAMIN C, B
1, DAN B
6PADA SISWI
PREMENSTRUAL SYNDROME
(PMS)
DI MAN 1 SEMARANG
ARTIKEL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Ahli Madya Gizi
Dajukan Oleh:
RISKA ANGGITA PRATIWI
G0B015020
PROGRAM STUDI D III GIZI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
GAMBARAN POLA KONSUMSI VITAMIN C, B
1, DAN B
6PADA SISWI
PREMENSTRUAL SYNDROME
(PMS) DI MAN
1 SEMARANG
Riska Anggita Pratiwi1, Yuliana Noor Setiawati Ulvie2, Salsa Bening3
1.2.3
Program Studi D III Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
ABSTRACT
Premenstrual Syndrome (PMS) becomes a set before menstruation. In Semarang in 2003 the prevalence of PMS incidence was 24.9%. PMS symptoms can not be accurately. But there are some theories that say that PMS is one of the nutrients. Nutritious substances in the symptoms of PMS are vitamins and minerals, such as vitamin B1, vitamin B6, and vitamin C. This study aims to determine the patterns of vitamin C, B1, and B6 in Premenstrual Syndrome (PMS) students in MAN 1 Semarang.
This research is a descriptive research. Number of sample 76 respondents. Sampling is done by simple random sampling technique. The PMS event data were interviewed using SPAF (Shorten Premenstrual Assessment). The data pattern provides vitamins C, B1, and B6. Compared with interviews using SQ FFQ (Quantitatif Food Frequency Questioner) form.
The results of this study indicate that most respondents are PMS at light level, that is as much as 54 respondents (71.1%). Most of the respondents sufficient consumption of vitamin C, which is a number of 44 respondents (57.8%). Most respondents can provide vitamin B1, that is the number of 47 respondents (61.9%). most respondents can provide vitamin B6, which is 61 respondents (80.3%).
Patterns of vitamin B1 and B6 consumption in grade MAN 1 Semarang less and not fulfilled as needed. And the pattern of vitamin C intake is sufficient in accordance with the needs.
PENDAHULUAN
PMS adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum menstruasi dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi serta dialami oleh banyak wanita sebelum mulai setiap siklus menstruasi (Brunner & Suddarth, 2001). Premenstrual syndrome merupakan suatu keadaan yang menerangkan bahwa sejumlah gejala terjadi secara rutin dan berhubungan dengan siklus menstruasi. Biasanya, gejala tersebut muncul pada 7-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang ketika menstruasi dimulai (El Manan, 2011). PMS merupakan masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh wanita usia reproduktif (Freeman, 2007). Hasil penelitian Kusumatutik (2013) didapatkan hasil bahwa gejala PMS yang dirasakan yaitu 22 siswi
Prevalensi PMS di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan hasil yang berbeda. Di Jakarta Selatan menunjukkan 45% siswi SMK mengalami PMS. Di Kudus didapatkan prevalensi PMS pada mahasiswi Akademi Kebidanan sebanyak 45,8%. Di Padang menunjukkan 51,8% siswi SMA mengalami PMS, sedangkan di Purworejo pada siswi sekolah menengah atas, prevalensi PMS sebanyak 24,6%. Di Semarang tahun 2003 didapatkan prevalensi kejadian PMS sebanyak 24,9% (Pratita & Margawati, 2013).
Zat gizi yang berpengaruh pada kejadian PMS adalah vitamin dan mineral, seperti vitamin B1,
vitamin B6, vitamin C, vitamin E,
zink, dan zat besi. Vitamin B1 dapat
secara efektif dalam mengurangi keluhan desminore yang merupakan gangguan akibat kontraksi otot Rahim. Desminore merupakan salah satu gejala yang sering muncul saat PMS. Vitamin B1 juga
dapat berfungsi untuk pemulihan gejala mental dan fisik pada PMS, sehingga vitamin B1 ini dapat
digunakan untuk mengurangi keparahan gejala PMS yang tanpa efek samping (Abdollahifard, et al., 2014). Hasil penelitian oleh Hindriyani (2012) menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk kategori umur remaja akhir dan memiliki genetik sindrom premenstruasi. Ditinjau dari asupan kalsium, vitamin B6, dan
magnesium, sebagian besar remaja putri memiliki asupan zat gizi tersebut dengan kategori defisit. Remaja putri juga sebagian besar mengalami stres dan sindrom premenstruasi. Kekurangan vitamin B6 menimbulkan gejala-gejala yang
berkaitan dengan gangguan metabolisme protein, seperti lemah, mudah tersinggung. Angka kecukupan vitamin B6 yang
dianjurkan untuk wanita berumur 16-19 tahun dan 19 tahun ke atas adalah 1,6 mg (Saryono, 2009). Hasil penelitian lain mengenai zat gizi mikro yang ada hubungannya dengan PMS adalah vitamin B1,
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui gambaran pola konsumsi vitamin C, B1, dan B6 pada siswi Premenstrual
Syndrome (PMS) di MAN 1 Semarang, dengan rumusan masalah bagaimana gambaran pola konsumsi vitamin C, B1, dan B6
pada siswi Premenstrual Syndrome (PMS) di MAN 1 Semarang dan dengan tujuan mengetahui gambaran pola konsumsi vitamin C, B1, dan B6 pada siswi Premenstrual
Syndrome (PMS) di MAN 1 Semarang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Studi ini dilakukan untuk melihat gambaran pola konsusumsi vitamin C, vitamin B1, dan vitamin B6 yang
berhubungan dengan Premenstrual Syndrome (PMS). Populasi penelitian ini adalah siswi MAN 1 Semarang kelas 10 dengan jumlah 309. Sampel penelitian adalah 76 siswi yang diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling (acak sederhana).
Data primer meliputi identitas siswi diperoleh dengan wawancara menggunakan kuisioner, BB dan TB dilakukan penimbangan dan pengukuran, konsumsi vitamin C, vitamin B1, vitamin B6
menggunakan Semi Quantittaif Food Frequency Questioner (FQ FFQ) dengan wawancara, dan tingkat kejadian PMS dengan kuesioner menggunakan form Shortened Premenstrual Asessment
Form (SPAF) dengan wawancara. Data diolah dengan cara pengelompokan data meliputi umur, sampel, konsumsi vitamin C, vitamin B1, vitamin B6, tingkat
kejadian PMS. Menyajikan dalam bentuk deskripsi dengan menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan frekuensi masing-masing meliputi mean, median, standar deviasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Usia
Usia responden berkisar antara sebagian besar usia responden adalah 16-18 tahun dengan persentase 51,3%. Wanita usia subur (15 – 49 tahun) merupakan usia dimana masih berpotensi untuk memiliki keturunan, dan memiliki siklus menstruasi yang masih aktif (Depkes, 2004). 2. Status gizi
Status gizi responden ditentukan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan perhitungan berdasarkan hasil pengukuran antropometri responden, yaitu data berat badan dan tinggi badan.
Tabel 2 Karakteristik Status Gizi Responden
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian responden masuk dalam kategori status gizi normal, yaitu sebanyak 41 responden (53,9%). Nilai IMT responden terendah adalah 15 kg/ m2 dan tertinggi 32 kg/m2 dengan rata-rata IMT adalah 21,06 ± 3,35 kg/m2. Faktor yang mempengaruhi status gizi adalah usia, kondisi fisik, dan infeksi. Hasil penelitian Puspitorini (2007) menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor resiko terjadinya PMS, karena semakin tinggi IMT semakin meningkat pula gejala PMS yang dialami.
3. Kejadian Premenstrual Syndrome (PMS)
Tingkat kejadian PMS responden dapat dilihat dari
tingkat kejadian PMS yang dialami oleh responden yang dinilai dengan pemberian skor gejala PMS pada form SPAF. Semakin tinggi skor maka semakin berat tingkat gejala PMS yang dialami responden. Tabel 3 Karakteristik Tingkat Kejadian PMS Responden
Skor gejala PMS yang dirasakan responden terendah adalah 11 dan tertinggi adalah 45 dengan rata-rata skor 25,07 ± 9,37. Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami gejala PMS pada tingkat ringan, yaitu sebanyak 54 responden (71,1%). Dari 41 responden yang status gizi normal, sebesar 27 responden mengalami tingkat kejadian PMS berskala
ringan, dan 14 responden berskala sedang.
Menurut Scott et. al (2002) gejala PMS yaitu ketidakseimbangan emosional, cemas, depresi dan perasaan bermusuhan. Gangguan kognitif dapat berupa ketidakmampuan berkonsentrasi dan bingung. gangguan fisik berupa nyeri tekan pada payudara, kembung, sakit kepala, kelelahan dan insomnia.
4. Pola konsumsi vitamin C 4.1Jumlah konsumsi vitamin C
Jumlah konsumsi vitamin C responden diperoleh dengan menggunakan SQ FFQ. Jumlah terendah konsumsi vitamin C responden adalah
4.1.1 Tingkat kecukupan vitamin C
Tingkat kecukupan vitamin C responden diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Tabel 4 Tingkat Kecukupan Vitamin C Responden
Tabel 4
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cukup dalam konsumsi vitamin C, yaitu sejumlah 44 responden (57,8%). Jumlah terendah tingkat kecukupan vitamin C responden adalah
14% dan tertinggi adalah 518% dengan rata rata 105,83 ± 84,814 %.
4.2Jenis konsumsi vitamin C
Jenis makanan yang dikonsumsi responden yang mengandung vitamin C
Tabel 5 Jenis Konsumsi besar responden mengonsumsi kol, jeruk, dan wortel dengan porsi jeruk 1 buah, untuk kol dan wortel 30 gr setiap kali konsumsi. Dari 76 responden, ada 70 yang mengonsumsi kol, jeruk, dan wortel (92,10%).
4.3Frekuensi vitamin C
Tabel 6 Frekuensi Vitamin C Dari 76 responden, ada 59 responden sering mengonsumsi vitamin C. Hasil dari SQ FFQ yang dilakukan, seluruh
responden sering mengonsumsi kol, wortel, dan pisang.
5. Pola konsumsi vitamin B1
5.1Jumlah konsumsi vitamin B1
Jumlah konsumsi vitamin B1 responden diperoleh
dengan menggunakan SQ FFQ. Jumlah terendah konsumsi vitamin B1
responden adalah 0 mg dan tertinggi 2 mg dengan rata-rata asupan vitamin B1 0,86
± 0,300 mg.
5.1.1 Tingkat kecukupan vitamin B1
Tabel 7 Tingkat Kecukupan Vitamin B1
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami kekurangan konsumsi vitamin B1, yaitu
sejumlah 47 responden (61,9%). Jumlah terendah
tingkat kecukupan vitamin B1 responden
adalah 12% dan tertinggi adalah 189% dengan rata-rata 77,89 ± 27,051 %. Hal tersebut dapat menggambarkan jumlah pola konsumsi responden yang sebagian besar sesuai dengan kebutuhan sehingga asupan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan seharusnya 5.2Jenis konsumsi vitamin B1
Tabel 8 Jenis Konsumsi Vitamin B1
Jenis n %
Beras 76 100
Jagung kuning
44 57,8
Havermout 14 18,42
Roti biasa 75 98,68 Kacang hijau 59 77,63 Kacang
panjang
65 85,52
Hati ayam 52 68,42 Hati sapi 24 31,57 Telur ayam 76 100
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar
Kategori N %
Kurang (<77%) 47 61,8 Cukup (≥77%) 29 38,2
responden mengonsumsi beras dan telur ayam. Dari 76 responden, semua mengonsumsi beras dan telur ayam (100%).
5.3Frekuensi vitamin B1
Tabel 9 Frekuensi Konsumsi Vitamin B1
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa seluruh responden sering mengonsumsi vitamin B1.
Frekuensi konsumsi vitamin B1 dapat diperoleh dari
seberapa sering responden mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin B1. Hasil dari SQ FFQ yang
dilakukan, seluruh responden sering mengonsumsi beras dan telur ayam.
6. Pola konsumsi vitamin B6
6.1Jumlah konsumsi vitamin B6
Jumlah konsumsi vitamin B6 responden diperoleh
dengan menggunakan SQ FFQ. Jumlah terendah konsumsi vitamin B6
responden adalah 0 mg dan tertinggi 2 mg dengan rata-rata skor 0,68±0,399 mg.
6.1.1 Tingkat kecukupan vitamin B6
Tabel 10 Tingkat Kecukupan Vitamin B6
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
konsumsi vitamin B6, yaitu sejumlah
61 responden (80,3%). Jumlah
terendah tingkat kecukupan vitamin B6 responden adalah
8% dan tertinggi adalah 175% dengan rata-rata 58,01 ± 33,728 %.
6.2Jenis konsumsi vitamin B6
Tabel 11 Jenis Konsumsi Vitamin B6
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengonsumsi buah melon. Dari 76 responden, ada 72 responden yang
mengonsumsi buah melon (94,73%).
6.3 Frekuensi vitamin B6
Tabel 12 Frekuensi Konsumsi Vitamin B6
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (55,2%) kadang-kadang mengonsumsi vitamin B6.
Frekuensi konsumsi vitamin B6 dapat diperoleh dari
seberapa sering responden mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin B6. Hasil dari SQ FFQ yang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Karakteristik usia siswi kelas X di MAN 1 Semarang sebagian besar berusia 16-18 tahun sebesar 51,3 % dan status gizi normal yaitu (80,3%), mengalami gejala Premenstrual Syndrome
(PMS) pada tingkat ringan (71,1%).
2. Pola konsumsi vitamin C pada siswi kelas X di MAN 1 Semarang sebagian besar (92,10%) mengonsumsi jenis vitamin C berupa kol, jeruk, dan wortel. Sebesar 57,8% konsumsi vitamin C dalam kategori cukup sesuai dengan kebutuhan. Frekuensi vitamin C yang dikonsumsi sebagian besar oleh siswi yaitu 4-6x perminggu dengan kategori sering (77,7%).
3. Pola konsumsi vitamin B1
pada siswi kelas X di MAN 1 Semarang sebagian besar (100%) mengonsumsi jenis
vitamin B1 berupa beras dan
telur ayam. Sebesar 61,9% konsumsi vitamin B1 belum
tercukupi sesuai dengan kebutuhan. Frekuensi vitamin B1 yang dikonsumsi sebagian
besar oleh siswi yaitu 3x sehari dengan kategori sering sebesar 100%.
4. Pola konsumsi vitamin B6
pada siswi kelas X di MAN 1 Semarang sebagian besar (94,73%) mengonsumsi jenis vitamin B6 berupa buah
melon. Sebesar 80,3% konsumsi vitamin B6 belum
tercukupi sesuai dengan kebutuhan. Frekuensi vitamin B6 yang dikonsumsi sebagian
besar oleh siswi yaitu <3x perminggu dengan kategori kadang-kadang (55,2%) . Saran
kejadian PMS yang dialami oleh sebagian besar siswi kelas X di MAN 1 Semarang dan terkait bagaimana pemenuhan kecukupan vitamin B1 dan B6 yang
sebagian besar siswi masih kurang dalam konsumsi vitamin B1 dan B6.
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahifard, S., Koshkaki, A. R., dan Moazamiyanfar, R. 2014. The Effects of Vitamin B1on
Ameliorating the Premenstrual Syndrome Symptoms. Globar Journal of Health Science. Vol.6, No. 6 : 144-153
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Damayanti, S. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Premenstrual Syndrome pada Mahasiswa D-IV Kebidanan di Stikes Stmik Ubudiyah Banda Aceh.Program Studi D-IV Kebidanan STIKES U’Budiyah Banda Aceh.Skripsi.
Freeman, E. W. 2007. Epidemiology And
Etiology Of
Premenstrual Syndromes.
http://www.medscape.c om. Diperoleh tanggal 9 Januari 2018
Noerava, Isnaeni. 2015. Hubungan
Tingkat Kecukupan Vitamin B1, Vitamin C, Vitamin E, Zink dan Zat Besi (Fe) serta Status Gizi dengan Kejadian Premenstrual Syndrome (PMS) pada Remaja Putri di Rusunawa Putri UNIMUS Residence 1. Semarang : Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Saryono. 2009. Sindrom Premenstruasi.