• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTURE OF THE VEGETATION OF MANGROVE FORESTS IN THE COASTAL ZONA BOSE HAMBLET DISTRICT OF NORTH SIBERUT MENTAWAI ISLANDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTURE OF THE VEGETATION OF MANGROVE FORESTS IN THE COASTAL ZONA BOSE HAMBLET DISTRICT OF NORTH SIBERUT MENTAWAI ISLANDS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTURE OF THE VEGETATION OF MANGROVE FORESTS IN THE COASTAL ZONA BOSE HAMBLET DISTRICT OF NORTH SIBERUT MENTAWAI

ISLANDS

Frengki A.B Sabebegen, Eni Kamal dan Suardi ML

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan/Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta, Jl. Sumatra Ulak Karang, Padang

Frengkysabebegen@rocketmail.com

ABSRACT

The study aims to determine the composition of the vegetation strutur of mangrove forest in the Coastal Zone Bose Hamblet Disriet of North Siberut Utara Islands which includes the type, density, frequenci, dominance, and importence. The methot used in this study purposive sampling Plot transects to establish research based on density and differences biosfik conditions ( substrate, the location of the mangrove, mangrove species ) by setting the number of transects totalling three (3) research station. With the size of each plot is to the level of the tree 10 x 10 m, sapling 5 x 5 m, and seedling for 1 x 1 m. The results of analysis of 3 (station) each average KR, FR, DR, and NP for the three level type A. corniculatum 1.13%, 3.70%, 0.19%, and 5.02%. R. apiculata 89.94%, 73.35%, 92.98%, and 256.27%. R. mucronata 1.51%, 3.92%, 0.29%, and 5.72%. S. alba 5.29%, 12.54%, 6.22%, and 24.05%. S. caseolaris 2.13%, 6.49%, 0.52%, and 8.94%. For the level sapling A.

cornuculatum 11.80%, 21.91%, 12.63%, and 46.36%. R. apiculata 81.01%, 61,33%, 78.75%, and

221.09%. R. muconata 1.79%, 4.92%, 1.74%, and 8,47%. S. alba 2.46%, 6.88%, 3.25%, and 12.59%.

S. caseolaris 2.94%, 4.94%, 3.63%, and 11.51%. Average value for seedling A. corniculatum 11.71%,

29.92%, and 41.64%. R. apiculata 87.89%, 68.41%, and 156.30%. S. alba 0.39%, 1.67%, and 2.06%. Mangrove species found in the Bose Hamblet consists of 4 families with 7 speciesof mangrove species is Rhizophoraceae with R. apiculata, R. mucronata, and R. stylosa. Sonneratiaceae families with species S. alba, and S. caseolaris. Then family Myrsinaceae the species is A. corniculatum, and family Pteridaceae the species A. aureum Linn.

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara maritim karena 2/3 dari luas wilayahnya merupakan perairan. Indonesia juga merupakan Negara Kepulauan yang terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya. Di antara kekayaan sumberdaya alam tersebut adalah hutan mangrove. Mangrove tumbuh lebat di pantai yang berlumpur, delta, muara sungai besar, laguna dan teluk yang terlindung. Pada saat ini luas hutan mangrove di Indonesia semakin menyusut yang disebabkan terutama oleh konversi hutan mangrove yang tidak terkendali. Berdasarkan data FAO dalam Arif (2003) mengatakan bahwa pada tahun 1982 luas hutan mangrove di Indonesia di perkirakan sekitar 4,25 juta hektar terutama terdapat disepanjang pesisir pulau-pulau besar di Indonesia. Sementara Pada tahun 1987, dari hasil survei di peroleh informasi bahwa luas hutan magrove itu telah

berkurang dan hanya tersisa 3,24 juta hektar.

Kamal (2007) menjelaskan khusus untuk kepulauan Mentawai populasi hutan mangrove (bakau) sudah mulai berkurang. Hal itu mengakibatkan beberapa pulau di daerah yang baru dua tahun lepas dari Kabupaten Padang Pariaman dan menjadi kabupaten tersendiri itu terancam abrasi dan dikhawatirkan beberapa pula pulau kecil akan tenggelam. Kerusakan secara umum hutan mangrove di Mentawai dimulai sebagai dampak pembangunan yang tidak berlandaskan wawasan lingkungan, sehingga kondisi di Mentawai sudah mulai memprihatinkan. Kerusakan hutan mangrove di Mentawai terjadi di Pulau Penanggalan Besar dan Kecil, yang termasuk dalam gugusan pulau Siberut, Karang Batu, Tua Pejat, Sikabaluan dan Malilimok.

Melihat hal tersebut di atas maka dengan relatif banyaknya vegetasi mangrove yang ada di kawasan Dusun Bose yang sangat relatif luas dan memiliki

(3)

potensi mangrove yang baik maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Struktur Komposisi Vegetasi Hutan Mangrove di kawasan Pesisir Dusun Bose Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, sehingga nantinya pada hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat luas dan pengambil kebijakan guna pengembangan, pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan Dusun Bose khususnya dan di kawasan pesisir kepulauan mentawai umumnya.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui; struktur komposisi vegetasi hutan mangrove yang ada di sekitar kawasan pesisir Dusun Bose, Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, untuk tingkat pohon, anakan, dan semai (yang meliputi jenis, kerapatan, frekuensi, dominasi dan nilai penting).

Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah dapat

dijadikan sebagai bahan rujukan dalam kebijakan pengembangan pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan pesisir Dusun Bose.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kawasan Pesisir Dusun Bose Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.

MATERI DAN METODE PENELITIAN Materi Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah; tali sepanjang 200 m , kayu pancang, kertas tabel pengambilan data dan alat tulis, kamera untuk dokumentasi, meteran kain 30 m dan 20 m, termometer, hand refraktometer, humaditymeter. Sementara untuk bahan atau obyek penelitian adalah ekosistem hutan mangrove yang ada di kawasan pesisir Dusun Bose.

(4)

Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah purposive plot

sampling yaitu menetapkan transek penelitian berdasarkan kepadatan dan perbedaan kondisi biosfik (substrat, lokasi mangrove, spesies mangrove) dengan menetapkan jumlah transek berjumlah 3 (tiga) stasiun penelitian.

Prosedur Penelitian Lapangan

1. Penentuan lokasi transek

Penentuan lokasi stasiun berdasarkan jenis mangrove, kepadatan dan substrat sebanyak 3 (tiga) stasiun, jumlah transek setiap stasiun adalah 1

(satu) transek dengan mengacu pada situasi lapangan.

2. Penetapan transek pada lokasi penelitian seperti pada Gambar 1.

3. Pembuatan plot untuk mengumpulkan data guna analisa komposisi vegetasi dengan metode “ Plot Count Method” (Kuadrat Method) dari Dombois dan Heiz

dalam Kamal et.al (1998) dimana

pembuatan plot ini menggunakan meteran 50 m dan tali plastik dengan ketentuan:

a. untuk pohon 10 x 10 m b. untuk sapling 5 x 5 m c. untuk seedling 1 x 1 m Darat Pantai Kearah laut 10x10 m 5x5 m 1x1 m

(5)

Ketarangan:

10 x 10 m = untuk tingkat pohon 5 x 5 m = untuk tingkat sampling 1x 1 m = untuk tingkat seedling 4. Pencatatan dan koleksi jenis tumbuhan dari setiap plot pengamatan dengan tatanan definisi sebagai berikut:

a. untuk pohon ( > 10 cm ) pada plot 10 x 10 m

b. untuk sapling ( 2< <10 cm ) pada plot 5 x 5 m

c. untuk seedling ( < 2 cm ) pada plot 1 x 1 m

5. Pencatatan data fisik dan data penunjang habitat dan ekosistem berupa suhu air dan udara, salinitas, pasang surut, kelembaban dan substrat.

6. Pengawetan/Pembuatan Herbarium Koleksi jenis pada tumbuhan mangrove yang meliputi daun, ranting, bunga, dan buah akan dijadikan herbarium dengan prosedur sebagai berikut:

1. Sampel dirapikan dan diselimuti dengan kertas.

2. Dimasukan dalam kantong plastik dan diberi spritus untuk beberapa hari.

3.Kemudian dimasukan dalam oven sampai kering.

4. Dibuat dalam herbarium dan pemberian label.

Laboratorium

Indentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang didapatkan di lapangan dan dilanjutkan dengan pembuatan herbarium Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Laboratorium Universitas Bung Hatta Padang.

Analisa Data

Data tentang vegetasi pohon,

sapling dan seedling dianalisis dengan

rumus Muner Dombois dan Ellenberg

dalam Kamal et.al (1998) adalah sebagai

(6)

. Kerapatan

Jumlah Individu dari Suatu Jenis

a. Kerapatan Suatu Jenis =

Luas Area Contoh

Jumlah Individu Semua Jenis b. Kerapatan Semua Jenis =

Luas Area contoh

Kerapatan Suatu Jenis

c. Kerapatan Relatif (KR) = x100% Kerapat Semua Jenis

2. Frekuensi

Jumlah Plot yang di Tempati Suatu Jenis a .Frekuensi Suatu Jenis =

Jumlah Semua Plot Pengamatan

Jumlah Plot yang di Tempati Semua Jenis

b.Frekuensi Semua Jenis =

Jumlah Semua Plot Pengamatan Frekuens Suatu Jenis

c.Frekuensi Relatif (FR) = x100% Frekuensi Semua Jenis

3. Dominasi

Jumlah Basal Area Suatu Jenis a.Dominasi Suatu jenis =

Luas Area Contoh

Jumlah Basal Area Semua Jenis b.Dominasi Semua Jenis =

Luas Area Contoh Dominasi Suatu Jenis

c.Dominasi Relatif(DR) = x100% Dominasi Semua Jenis

4.Nilai Penting (NP) % = KR + FR + DR

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Mangrove di Lokasi Penelitian

Kawasan penelitian ini terletak di Dusun Bose Kecamatan Siberut Utara Kepulauan mentawai. Dusun Bose

(7)

merupakan sebuah desa yang berpenduduk tidak terlalu padat. Sebelumnya, masyarakat Dusun Bose berdomisili di Dusun Nang-nang Muara Sikabaluan. Hasil pengamatan memberikan gambaran bahwa Dusun Bose ditumbuhi mangrove cukup rapat. Dimana kawasan ini sangat banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon besar. Pohon-pohon-pohon itu berfungsi untuk menjaga pemukiman penduduk dari terjangan gelombang pantai.

Tinggi tegakkan hutan mangrove di kawasan Dusun Bose berkisar antara 3–9,5 meter. Pasang tertinggi di kawasan ini diperkirakan mencapai 60–140 cm. Dan pada saat surut, di kawasan ini banyak terdapat lumpur berkarang.

Substrat mangrove di kawasan ini umumnya terdiri dari lumpur berkarang, lumpur berpasir dan berlumpur . Suhu udara pada transek I berkisar antara 31-320 C, transek II berkisar 35-370 C, sedangkan pada transek III berkisar 31-330 C. Adapun suhu air pada transek I berkisar 310C, pada transek II berkisar 360 C, dan pada transek

III suhu air berkisar 330 C. Adapun salinitas di perairan ini pada transek I berkisar 24‰, pada transek II berkisar 26‰, dan pada transek III berkisar 25‰. Kelembaban pada transek I bekisar 89%, sedangkan pada transek II kelembaban berkisar 79% dan pada transek III berkisar 90%. Berdasarkan pasang surut air, untuk transek I berkisar 62 cm, pada transek II bekisar 120 cm dan pada transek III berkisar 80 cm. Untuk tingkat substrat baik transek I, II maupun dari III adalah berlumpur.

Vegetasi Hutan Mangrove

Vegetasi Hutan mangrove di kawasan Dusun Bose terdiri dari beberapa jenis mangrove. Setelah dilakukan pengamatan dan analisa data, telah teridentifikasih jumlah mangrove yang terdapat dikawasan Dusun Bose yaitu 4 famili dan 7 speies. 2 famili dan 5 spesies yang masuk dalam plot pengamatan, dan 2 famili dan 2 spesies yang tidak termasuk dalam plot pengamatan seperti pada Tabel 1.

(8)

Tabel 1. Vegetasi Hutan Mangrove di Kawasan Dusun Bose, Kepulauan Mentawai. No. Famili Spesies Nama Daerah Nama Indonesia 1. Rhizophoaceae R. apiculata Bakau Minyak Bakau Putih

2. R. mucronata Bakau jangkar Bakau Hitam

3. R. stylosa Bakau Bakau

4. Sonneratiaceae S. alba Berembang Pidada

5. S. caseolaris Rambai Pedada

6. Myrsinaceae A. corniculatum Kacangan Gigi gajah 7. Pteridacea A. aureum Linn Karakas Paku Laut Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Selain dari 5 (lima) spesies mangrove yang masuk dalam plot pengamatan di sekitar kawasan pesisisr Dusun Bose yang telah tertera di atas juga ditemukan 2 (dua) spesies lain yang tidak

termasuk ke dalam plot pengamatan dimana spesies tersebut yaitu A. aureum Linn dan R. stylosa dapat dilihat Gambar 2 dan 3 di bawah ini.

.

Gambar 2. A. aureum L Gambar 3. R. stylosa

Kamal et.al (2008) menjelaskan bahwa spesies mangrove yang terdapat di jorong Mandiangin Nagari Katiagan Kecamatan Kinali Pasaman Barat, terdapat sebanyak 10 famili dan 1 spesies, 4 famili dan 5 spesies merupakan mangrove sejati yaitu Arecaceae (N. fruticans),

Myrsinaceae (A. coniculatum),

Rhizophoraceae (R. apiculata dan B. sexangula), dan Sonneratiaceae (S. alba),

6 famili dan 6 spesies lainnya merupakan mangrove ikutan yaitu Acanthacea (A.

ilicifolius), Convolvuiaceae (I. pes-caprae), Malvaceae (H. tiliaceus), Palmae

(9)

odoratissima), dan Petridaceae (A. speciosum).

Dari hasil analisa data yang dikumpulkan oleh peneliti maka didapatkan hasil bahwa pada transek I, II dan III berdasarkan hitungan rata-rata Nilai Penting setiap spesies untuk tingkat pohon, semai dan anakan lebih didominasi oleh R. apiculata. Hal ini membuktikan bahwa pada kawasan Dusun Bose spesies

R. apiculata dapat bergenerasi dengan

baik. Spesies ini cepat berkembang dibanding yang lain dikarenakan ukuran dan beratnya yang berbeda dari spesies lain. Propagul dari spesies ini memiliki ukuran besar, berat dan memanjang yang apabila jatuh diperairan akan mudah menancap dan berkembang dengan membentuk akar sehingga menjadi anakan bakau.

Struktur Komposisi Hutan Mangrove di Dusun Bose

Hasil analisa data mangrove tingkat pohon, anakan, dan semai di kawasan pesisir Dusun Bose, kepulauan mentawai.

Hasil analisa data struktur komposisi hutan mangrove pada transek I, II, dan III adalah seperti pada Tabel 2. Mangrove tingkat pohon didominasi oleh

R. apiculata dengan nilai KR 90.91%, FR

76,47%, DR 98,24% dan NP 265,62% dengan Ø batang rata-rata 24,85 cm, dan yang paling jarang di temukan yaitu jenis mangrove R. mucronata dengan Ø batang rata-rata 10,23 cm, spesies lain seperti S.

alba, S. caseolaris, A. Corniculatum.

Mangrove tingkat anakan di domonasi oleh spesies R. apiculata dengan nilai KR 79,92%, FR 51,85%, DR 76,16%, dan NP 206,93% dengan Ø batang rata-rata 3,62 cm, dan yang paling jarang ditemukan yaitu jenis mangrove R. mucronata dengan Ø batang rata-rata 3,16 cm. Mangrove tingkat semai di dominasi oleh Spesies R.

apiculata dengan nilai KR 82,14%, FR

(10)

Tabel 2. Komposisi Hutan Mangrove di Dusun Bose. No Jenis Transek I II III KR(%) FR(%) DR (%) NP(%) KR (%) FR (%) DR (%) NP (%) KR (%) FR(%) DR(%) NP (%) 1 Pohon: Ac - - - - 3,39 11,11 0,58 15,08 - - - - 2 Ra 90,91 76,47 98,24 265,62 89,83 66,67 94,35 250,85 89,09 76,92 86,37 252,38 3 Rm 4,54 11,77 0,87 17,18 - - - - 4 Sa - - - - 6,78 22,22 5,07 34,07 9.09 15,39 13,58 38,06 5 Sc 4,55 11,76 0,89 17,20 - - - - 1,82 7,69 0,05 9,56 1 Anakan: Ac 3,92 7,41 4,26 15,59 25,61 33,33 26,36 85,30 5,88 24,99 7,27 38,14 2 Ra 78,92 51,85 76,16 206,93 69,99 57,14 67,38 194,51 94,12 75,01 92,73 261,86 3 Rm 5,39 14,82 5,21 25,42 - - - - 4 Sa 2,94 11,11 3,49 17,54 4,40 9,53 6,26 20,19 - - - - 5 Sc 8,83 14,81 10,88 34,52 - - - - 1 Semai: Ac 16,67 34,99 51,66 10,89 21,43 32,32 7,57 33,33 40,90 2 Ra 82,14 59,99 142,13 89,11 78,57 167,68 92,43 66,67 159,10 3 Sa 1,19 5,02 6,21 - - - -

Sumber : Analisa Data Hasil Penelitian, 2013 Kerusakan dan Upaya Pengelolaan Hutan Mangrove

Kawasan pesisir Dusun Bose ditumbuhi mangrove yang cukup lebat. Hal ini dikarenakan sedikitnya penebangan mangrove yang dilakukan oleh penduduk sekitar sehingga mangrove dapat tumbuh subur.

Kamal (2007) menjelaskan bahwa akibat rusaknya hutan mangrove aliran sedimen akan leluasa masuk ke laut dan rusaknya ekosistem lainnya, seperti padang lamun,rumput laut dan karang. Akhirnya,perairan di sekitar pulau-pulau pun ikut tercemar oleh partikel-partikel padat yang juga mengganggu pada kehidupan biota perairan seperti ikan,

kimia dan jasad renik lainnya, sehingga menyebabkan suatu perairan akan miskin dengan makanan dan otomatis memutus rantai kehidupan yang terdapat di perairan. Akibat lain,hewan yang hidup di parairan tersebut semakin menipis dan mulai menghilang. Hal ini terbukti dari hasil tangkapan nelayan yang jauh dibawah tingkat produktivitas primer hutan mangrove yng bisa mencapai 20 kali lipat produktivitas perairan lepas pantai. Dampak yang lebih besar, jika ekosistem mangrove punah,berarti jenis fauna akuatik akan ikut punah karena tidak adanya sumber makanan pada perairan di sekitar mangrove. Diantaranya permasalan yang

(11)

sering diperbincangkan disetiap daerah adalah:

a. Belum adanya instansi yang bertanggung jawab untuk pelestarian hutan mangrove sehingga terjadi tumpang tindih dalam pengelolaan antara kepentingan sektor perikanan, perkrbunan, pertanian, tata ruang atau transmigrasi.

b. Belum adanya Peraturan Daerah yang mengatur tentang pentingnya keberadaan hutan mangrovesecara ekologi (perikanan) dan kebutuhan. c. Tidak berdayanya instansi

terkaitdalam mempertahankan daerah batas pantai dan areal konservasi hutan mangrove, terutama dalam upaya pembukaan areal perkebunan sawit dan lain-lain.

d. Masyrakat masih menganggap bahwa ekosistem hutan mangrove berfungsi untuk menampung limbah pabrik seperti yang terjadi di

Sumatra Barat seperti teluk Sarabua (limbah tapioka) dan kota Padang (limbah pabrik triplek dan karet) serta dan limbah domestik.

e. Akibat jumlah penduduk tiap tahun selalu bertambah, terutama pada kabupaten dan kota, hutan mangrove telah menjadi alternatif utama pembukaan pemukiman areal transmigrasiuntuk pemerataan penduduk seperti kawasan di laut Pasaman dan perumahan real estate di Padang.

Permasalahan seperti ini harus di antisipasi sedini mungkin demi mempertahankan kehidupan generasi mendatang. Kebijakan yang harus diambil dalam Pengelolaan Huatan Mangrove sebagai berikut;

a. Walaupun hutan mangove mampu memperbaharui keberadaannya, namun membutuhkan waktu yang relatif lama dengan persyaratan ekologi yang spesifik.

(12)

b. Sudah saatnya dilakukan pembatasan aktivitas penebangan dan pemanfaatan hutan mangrove secara komersial dan kepentigan lain.

c. Sudah saatnya dilakukan penyuluhan-penyuluhan terpadu di desa-desa pantai, tentang fungsi dan manfaat hutan mangrove secara bekelanjutan.

d. Perlu disosialisasikan peraturan dan petunjuk teknis untuk pelestarian hutan mangrove, seperti SK Dirjen No HJ/4/29/1975 tentang penetapan jalur hijau pada kawasan hutan mangrove hyanya 10 m dari tepi sungai dan 50 m dari garis pantai dan tahun 1984 diterbitkan SKB

antara Mentan dan

MenhutNo50/246/Kpts/4/1984 dan 082/Kpts II/1984 menetapkan jalur hujau yang sifatnya sementara, hanya 200 m dari garis pantai.

Manfaat Mangrove dan Hubungannya dengan Perikanan

Noor et. al (2006) menjelaskan bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini, peranan mangrove bagi lingkungan sekitarnya dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak merugikan dirasakan diberbagai tempat hilangnya mangrove. Berbagai produk dari mangrove dapat dihasilkan baik secara langsung maupu tidak langsung, diantaranya ; kayu bakar, bahan bangunan,keperluan rumah tangga, kertas, kulit, obat-obatan, dan perikanan. Melihat beragamnya manfaat mangrove, maka tingkat dan laju perekonomian pedesaan yang berada di kawasan pesisir sering kali tergantung pada habitat mangrove yang

ada di sekitarnya. Contohnya perikanan pantai, yang sangat

dipengaruhi oleh keberadaan mangrove, merupakan produk yang secara tidak langsung mempengaruhi taraf hidup dan perekonomian desa-desa nelayan. Produk yang paling memiliki nilai ekonomis tinggi dari ekosistem mangrove adalah perikanan

(13)

pesisir. Banyak jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi menghabiskan sebagian siklus hidupnya pada habitat mangrove, seperti ikan kakap, udang, kepiting mangrove, serta ikan salmon merupakan jenis ikan yang secara langsung bergantung pada habitat mangrove.

Hubungan Hutan Mangrove dengan Ekologinya

Bengen (2004) Menjelaskan hutan mangrove sangatlah penting bagi pertumbuhan ikan dan biota-biota lainnya, Beberapa teori menyatakan bahwa ada hubungan positif antara ekosistem mangrove dengan produksi perikanan tangkap. Pemikiran tersebut didasarkan pada fungsi hutan mangrove yang antara

lain adalah sebagai daerah asuhan (nursery

ground), mencari makan (feeding ground),

pemijahan (spawning ground) berbagai biota perairan seperti ikan, udang, dan kerang. Ada hubungan yang menarik antara keberadaan hutan mangrove dengan biota perairan dalam coastal zone dan ikan pelagis besar di laut lepas yaitu melalui jalur rantai makanan seperti terlihat pada Gambar 4.

Kamal (2006) mengatakan bahwa mengingat = 80% dari seluruh jenis ikan laut yang dikonsumsi manusia hidupnya bermula pada ekosistem hutan mangrove, serta juga hewan yang bernilai ekonomis lainnya seperti udang dll.

Gambar 4. Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen (rantai makanan) Ekosistem Hutan Mangrove.

Selanjutnya dikatan bahwa 1 hektar saja kerusakan populasi hutan bakau sama

dengan kehilangan sebanyak 12 ton ikan dalam 1 tahun, sehingga jumlah hasil

(14)

tangkapan nelayan yang biasanya 100 kg dalam 1 hari, saat ini hanya sekitar 30kg/hari untuk mengurangi kerusakan hutan bakau sekaligus melakukan upaya rehabilitasi hutan bakau di Sumatera barat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Jenis mangrove yang terdapat di kawasan pesisir Dusun Bose dimana terdapat 7 (tujuh) spesies dengan 4 (empat) famili mangrove, yaitu

Rhizophoraceae dengan spesies R. apiculata, R. mucronata dan R. stylosa.

Famili Sonneratiaceae dengan spesies

S. alba dan S. caseolaris. Kemudian

Famili Myrsinaceae dengan spesies A.

corniculatum. dan Famili Pteridaceae

dengan spesies A. aureum Linn (paku laut).

2. Struktur mangrove tingkat pohon, anakan, dan semai di kawasan pesisir daerah penelitian didominasi oleh jenis mangrove R. apiculata. Nilai rata-rata KR, FR, DR, dan NP untuk pohon adalah; 89,94%, 75,35%, 92,98%, dan

256,27% dengan Ø batang rata-rata 24,85 cm, untuk anakan 81,01%, 61,33%, 78,75%, dan 221,09% dengan Ø batang rata-rata 3,62 cm, dan untuk semai nilai rata-rata KR, FR dan NP adalah; 87,89%, 68,41%, dan 156,30%.

3. Hasil pengamatan dan analisis diketahui bahwa mangrove spesies R.

apiculata mempunyai nilai penting

tertinggi di kawasan pesisir Dusun Bose.

Saran

Diharapkan kepada masyarakat untuk memikirkan langkah-langkah yang harus diambil untuk kelestarian mangrove pada kawasan Dusun Bose ini tetap terjaga dan melakukan pemantauan lingkungan mangrove pada kawasan ini secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, A., 2003. Hutan Mangrove Fungsi

dan Manfaatnya. Kanisius.

Yogyakarta.

Bengen, G. D., 2004. Pedomean Teknis:

Pengenalan dan pengelolaan

Ekosistem Mangrove. Pusat

Kajian-kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. 55 halaman.

(15)

Kamal, E, J.S. Bujang, Suardi ML dan Mutahara. 1998. Fungsi dan Manfaat Hutan Bakau. Fisheries juornal

Garing Vol 7 (1) Oktober 1998: 59.

Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta. Padang.

Kamal, E., 2003. Mangrove Sumatera Barat. Pusat Kajian Mangrove dan

Kawasan Pesisir Universitas Bung

Hatta. Padang. 79 halaman. , 2006. Potensi dan Pelestarian

Sumberdaya Pesisir: Hutan Mangrove dan Terumbuh Karang di Sumatra Barat. Pusat Kajian Mangrove dan Kaswasan Pesisir,

Jurnal Mangrove dan Pesisir Vol.

IV(10) 2006: 12-18. Fakultasm Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung hatta. Padang. , 2007. Membangun Kelautan dan

Perikanan Berbasis Kerakyatan.

Bung Hatta. Padang.74 halaman. , 2007. Hutan Bakau (Mangrove)

Sumatra Barat, Kebijakan dan Permasalahannya. Pusat Studi Pesisir dan Kelautan. Jurnal Mangrove dan

Pesisir Vol. VII (2) 2007: 64-60.

Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung hatta. Padang.

Noor, Y. R., M. Khazali dan I.N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.

PKA/WI-IP Bogor. 220 halaman. Yusnandar, R., Eni Kamal, dan Suardi

ML., 2008. Komposisi dan Profil Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Jorong Mandiangin Nagari Katiagan Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Jurnal Mangrove &

Pesisir Vol VIII(3) 2008: 56-64.

Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta.Padang.

Gambar

Tabel 1. Vegetasi Hutan Mangrove di Kawasan Dusun Bose, Kepulauan       Mentawai.
Gambar 4. Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen                    (rantai  makanan) Ekosistem Hutan Mangrove

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen laba diukur dengan discretionary accruals , struktur kepemilikan manajerial diukur dengan jumlah persentase saham yang dimiliki oleh manajerial, ukuran

Daya saing atau competitiveness awalnya bermula dari konsep Adam Smith (1776) yaitu keunggulan absolut dalam (Saptana, 2010) dengan teori perdagangan bahwa sumber daya

Perangkat Lunak , Wiely Rabin, Ricky Alamsyah, Johannes Angkasa, Junior Lazuardi , Marwanto, Rudy Siswanto Tanaga, Tonny Wijaya, Suwandy, Stefanus Linardi, Elita, Noviani

Aksi Test Data Test Diharapkan Hasil yang Hasil Aktual Sukses /Gagal 1 User membuka halaman daftar produk sebagai akun pengusaha Username = “klastik&#34; Password

Permasalahan di dalam penelitian tugas akhir ini adalah bagaimana untuk mendapatkan kecepatan gelombang geser (Vs) dengan inversi mikrotremor spectrum horizontal to

BIL

Hal yang menarik dalam video ini karena Sodiq, sebagai penyanyi laki-laki yang tidak biasanya disawer, namun dalam video ini dia mendapatkan sawer (bayaran)

171 pembelajaran, (3) keaktifan mahasiswa dalam proses perkuliahan sangat kurang, hal ini ditunjukkan dari rendahnya kemauan mahasiswa baik untuk menjawab pertanyaan dari