• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBEDAAN ENDMEMBER PADA HASIL KLASIFIKASI SPECTRAL ANGLE MAPPER UNTUK PEMETAAN MATERIAL PIROKLASTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERBEDAAN ENDMEMBER PADA HASIL KLASIFIKASI SPECTRAL ANGLE MAPPER UNTUK PEMETAAN MATERIAL PIROKLASTIK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Sains Geoinformasi, 25-26 November 2015, Fakultas Geografi UGM

PENGARUH PERBEDAAN ENDMEMBER PADA HASIL KLASIFIKASI

SPECTRAL ANGLE MAPPER UNTUK PEMETAAN MATERIAL

PIROKLASTIK

Seftiawan Samsu Rijal1*, Projo Danoedoro2, Danang Sri Hadmoko3

1 S2 Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Email: seftiawan.sr@gmail.com

2 Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Email: projo.danoedoro@geo.ugm.ac.id

3 Prodi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Email: hadmoko@ugm.ac.id

*Corresponding author: seftiawan.sr@gmail.com

ABSTRAK

Material piroklastik hasil erupsi Gunungapi Kelud 2014 yang tersebar di sekeliling tubuh gunungapi tersebut perlu dipetakan sebagai upaya dalam inventarisasi dampak bencana. Kegiatan pemetaan dapat dilakukan dengan bantuan teknologi penginderaan jauh melalui suatu skema klasifikasi citra. Terdapat berbagai algoritma dalam metode klasifikasi penginderaan jauh, salah satunya adalah Spectral Angle Mapper (SAM). Penelitian ini memiliki tujuan utama yaitu mengetahui tingkat akurasi hasil pemetaan material piroklastik melalui algoritma SAM berdasarkan input endmember yang berbeda. SAM menghendaki adanya endmember sebagai informasi masukan sebelum proses klasifikasi dijalankan. Ada banyak cara untuk menentukan endmember diantaranya adalah melalui pencarian Pixel Purity Index (PPI), penentuan nilai threshold pada citra hasil Principal Component Analysis (PCA) dan penggabungan dari keduanya. Penelitian ini menerapkan ketiga hasil proses tersebut untuk menjadi endmember dan mengevaluasinya dengan tabel confusion matrix dengan pembanding berupa sebagian dari sampel piksel yang digunakan untuk membuat model. Hasil penelitian menunjukkan overall accuracy tertinggi dihasilkan oleh endmember dari citra hasil PCA Near Infrared senilai 90,38%, kemudian diikuti dengan PCA Very Near Infrared 90,17%. Endmember yang berasal dari PPI hanya mampu mencapai overall accuracy 86,83% sedangkan penggabungan PPI dan citra hasil PCA sebagai endmember cenderung menurunkan nilai akurasi. Hal ini menunjukkan sebaiknya kedua metode tidak digabungkan dalam proses penentuan endmember.

KATA KUNCI: penginderaan jauh, spectral angle mapper, material piroklastik, endmember 1. PENDAHULUAN

Salah satu metode yang paling banyak dan paling mapan digunakan dalam melakukan ekstraksi informasi dari citra penginderaan jauh adalah klasifikasi multispektral. Klasifikasi multispektral secara umum terbagi dalam dua kelompok besar berdasarkan tingkat otomasinya dalam mengumpulkan piksel sebagai kelas-kelas objek tertentu, yaitu klasifikasi terselia (supervised classification) dan klasifikasi tak terselia (unsupervised classification) (Danoedoro, 2012). Penelitian ini memfokuskan diri pada klasifikasi terselia yang mengharuskan adanya input dari interpreter dalam proses pelaksanaan klasifikasi.

Klasifikasi terselia memerlukan input berupa Region of Interest (RoI) sebagai dasar bagi algoritma untuk mengkelaskan suatu objek. RoI tersebut dapat berupa titik, garis, maupun area. Penelitian ini akan mencoba membandingkan hasil klasifikasi dari dua input RoI yaitu titik (piksel) dan area (kumpulan piksel) pada suatu citra hyperspektral dengan objek pemetaan berupa material piroklastik yang dikeluarkan oleh Gunungapi Kelud pada saat erupsi tahun 2014. Setiap input akan dipetakan masing-masing dan digabung kemudian signifikansinya terhadap penambahan akurasi pemetaan akan dievaluasi.

Selama ini kemampuan citra penginderaan jauh telah dikenal keunggulannya untuk mendeteksi area yang sulit diakses pasca letusan gunungapi baik karena curamnya lereng, rapuhnya topografi atau muatan kimia hasil erupsi yang berbahaya jika terjadi interaksi langsung dengan tubuh manusia (Dávilla-Hernández, et al., 2011). Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi mengenai kajian klasifikasi multispektral serta kegunaan citra penginderaan jauh dalam pemantauan pra dan pasca letusan gunungapi.

(2)

Seminar Nasional Sains Geoinformasi, 25-26 November 2015, Fakultas Geografi UGM 2. DAERAH KAJIAN

Daerah penelitian adalah lingkungan Gunungapi Kelud. Batasan daerah penelitian meliputi tubuh Gunungapi Kelud dan sungai-sungai yang berhulu di puncaknya yang tercakup dalam satu scene citra Hyperion EO-1 sebagai citra yang digunakan dalam penelitian. Pemilihan daerah penelitian dilakukan dengan metode purposive, berdasarkan pertimbangan bahwa material piroklastik tersebar di tubuh Gunungapi Kelud pasca letusan 2014 dan sebagian besar masih terdeposisi di tubuh Gunungapi Kelud (gambar 1).

Gambar 1. Lokasi penelitian pada kotak merah dengan arsiran garis hitam

3. DATA DAN METODE

3.1. Data

Citra yang digunakan adalah Hyperion EO-1 dengan sistem perekaman pushbroom seluas 7,5 km dan menghasilkan piksel dengan ukuran 30 m. Hyperion memiliki tiga komponen utama yaitu Hyperion Sensor Assembly (HSA), Hyperion Electronics Assembly (HEA) dan Cryocooler Electronics Assembly (CEA). HSA terdiri atas sebuah teleskop, dua spectrometer, focal plane electronics dan sistem pendingin. Dua spektrometer ini berisi band Very Near Infrared (VNIR) dengan julat 400-1000 nm dan Short-Wave Infrared (SWIR) 400-2500 nm. Lebar setiap bandwidth adalah 10 nm. Adapun HEA berisi interface dan kontrol elektronik dari setiap instrument dan CEA mengontrol keteroperasian cyrocooler (Datt & Jupp, 2004).

3.2. Metode

3.2.1. Pra Pemrosesan Citra

Pra pemrosesan citra meliputi penyiapan kondisi spasial dan spektral citra, koreksi radiometrik, dan koreksi geometrik. Penyiapan kondisi spektral citral meliputi pemilihan band. Tidak semua band pada Hyperion EO-1 dapat digunakan untuk melakukan ekstraksi informasi. Beberapa band mengalami kesalahan (tidak terkalibrasi dengan sempurna) sehingga akan lebih baik jika tidak dipakai. Pemilahan band dilakukan

(3)

Seminar Nasional Sains Geoinformasi, 25-26 November 2015, Fakultas Geografi UGM

atas dasar saran dari Buku Panduan Penggunaan Citra Hyperion EO-1. Buku Panduan tersebut menyarankan agar hanya band 8 hingga 57 yang digunakan untuk interpretasi pada gelombang Very Near InfraRed (VNIR) dan band 82 hingga 120, 134 hingga 150, 154 hingga 163 dan 183 hingga 217 yang dipakai untuk interpretasi pada gelombang Short Wave InfraRed (SWIR) (Interior, 2006). Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa dari 242 band yang tersedia pada Hyperion EO-1, hanya 151 band yang digunakan pada penelitian ini. Adapun penyiapan kondisi spasial citra dilakukan dengan pemotongan citra. Citra dipotong sesuai wilayah kajian agar penelitian lebih fokus dan mengurangi beban kinerja komputer (Khasanah, 2013). Koreksi radiometrik yang dilakukan pada penelitian ini mencakup pengubahan digital number menjadi corrected digital number dengan tahapan koreksi at sensor radiance dan koreksi atmosferik absolut menggunakan FLAASH (Fast Line-of-Sight Atmospheric Analysis Spektral Hypercubes). Koreksi at sensor radiance dilakukan dengan membagi digital number dengan factor skala 80 untuk SWIR (Short Wave InfraRed) dan 40 untuk VNIR (Very Near InfraRed). Kedua panjang gelombang tersebut digunakan karena sudah terkalibrasi, dimana VNIR bermula pada panjang gelombang 436 nm hingga 926 nm sedangkan SWIR berada pada rentang 892 nm sampai 2406 nm (Guide, 2001). FLAASH membutuhkan data masukan berupa model atmosfer, model aerosol, tinggi rerata topografi wilayah penelitian, tipe sensor, tanggal dan jam perekaman, jarak pandang, ukuran piksel, koordinat titik tengah citra, water retrieval, sudut zenith dan sudut azimuth yang disesuaikan dengan kondisi wilayah penelitian. Tabel 1. dibawah ini merupakan rangkuman dari setiap parameter yang menjadi masukan dalam koreksi FLAASH.

Tabel 1. Data masukan bagi FLAASH

Model Atmosfer Tropical

Model Aerosol Rural

Rerata Ketinggian Wilayah (km) 0.80

Tipe Sensor Hyperion

Tanggal Perekaman 5 Maret 2014

Jam Perekaman 13:33

Jarak Pandang 40 km

Ukuran Piksel 30 m

Koordinat Titik Tengah Citra 5º 56’ 44” LS dan 112º 18’ 15” BT

Water Retrieval 820 nm

Sudut Zenith 46,43

Sudut Azimuth 90,94

Koreksi geometrik dilakukan dengan metode image to image dengan mengubah terlebih dahulu data vektor Peta RBI sekitar wilayah penelitian ke format data raster. Orde polynomial yang diterapkan adalah tingkat ketiga atau 3rd order polynomial, hal ini didasari oleh topografi daerah penelitian yang bergunung (mountaineous).

Sebanyak 40 objek dipilih sebagai Ground Control Points (GCP) seperti percabangan sungai, meander sungai, igir, ujung tepi persawahan dan bentukan alam lain yang diasumsikan bersifat tetap. Resolusi spasial citra dengan kategori menengah (30 m) dan daerah penelitian yang cenderung masih didominasi bentukan alam tanpa man-made feature membuat pemilihan GCP lebih didasari pada objek-objek yang bersifat alami. Distribusi tersebar secara merata pada setiap bagian citra agar hasil koreksi yang baik dapat dicapai. Perhitungan total RMSError adalah 0,56390.

3.2.2. Endmember

Endmember sebagai input pemetaan dibagi menjadi 3 dengan penamaan endmember1, endmember2, dan endmember3 untuk membedakan satu dengan yang lain. Endmember1 berasal dari piksel murni yang dicari melalui proses Minimum Noise Factor (MNF) kemudian dilanjutkan dengan pencarian Pixel Purity Index (PPI). MNF bertujuan untuk meminimalisir noise (gangguan) pada citra yang digunakan sehingga bisa didapatkan informasi maksimal dari suatu citra. PPI adalah piksel murni yang hanya berisi kenampakan suatu objek. Hal ini diharapkan dapat menunjang akurasi pemetaan setiap karakteristik objek.

Endmember2 didapatkan dari pencarian nilai threshold (ambang batas) pada citra hasil Principle Component Analysis (PCA). Setiap objek memiliki nilai piksel tertentu. Pencarian nilai threshold bertujuan untuk menentukan pada nilai berapa material piroklastik dapat diidentifikasi dengan baik. Nilai tersebut diaplikasikan ke citra hasil PCA dan disimpan sebagai input untuk klasifikasi multispectral.

Endmember3 adalah gabungan dari endmember1 dan endmember2. Penggabungan keduanya yang berupa PPI dan nilai ambang batas diasumsikan dapat meningkatkan akurasi klasifikasi. Hal ini dikarenakan PPI mengidentifikasi objek sebagai piksel (titik) sedangkan nilai ambang batas mengenali objek sebagai area

(4)

Seminar Nasional Sains Geoinformasi, 25-26 November 2015, Fakultas Geografi UGM

(poligon). Keduanya diharapkan saling melengkapi untuk mengenali objek piroklastik di wilayah penelitian. Gambar 2 menampilkan skema proses pengambilan endmember.

Gambar 2. Skema pengambilan endmember 3.2.3. Spectral Angle Mapper (SAM)

Klasifikasi SAM mengenali objek berdasarkan dua hal, yakni spektrum rerata dan spektrum kelas objek (spesifik). Spektrum rerata adalah rata-rata nilai seluruh spektral yang muncul dari sampel material piroklastik yang menjadi acuan. Apabila piksel yang akan diidentifikasi memiliki sudut spektral dengan nilai derajat yang besarnya kurang dari spektrum rerata maka piksel tersebut masuk ke dalam kelas yang telah ditentukan. Namun sebaliknya, apabila piksel tersebut memiliki sudut spektral dengan nilai yang lebih besar maka piksel tersebut menjadi non-target class. Jika ditemukan sebuah piksel berada dalam dua kelas yang berbeda secara bersamaan maka piksel tersebut akan dimasukkan ke dalam kelas yang memiliki nilai sudut spektral terdekat.

Spektrum kelas objek adalah nilai spektral objek yang didapatkan dari klasifikasi material piroklastik. Sudut spektral yang dibentuk oleh spektrum ini akan lebih spesifik pada kelas tertentu. Oleh karenanya, piksel yang menjadi target untuk diklasifikasi akan langsung teridentifikasi sebagai kelas material piroklastik tertentu atau tidak. Proses identifikasi yang berlangsung di dalamnya sama dengan spektrum rerata, yakni memperhatikan besar sudut target piksel dengan referensi. Gambar 3A. dan 3B. dibawah ini menampilkan ilustrasi spektrum rerata dan spektrum kelas objek (spesifik).

Gambar 3. (A) SAM dengan spectrum rerata dan (B) SAM dengan spectrum spesifik objek

3.3. Evaluasi Hasil

Pengujian akurasi klasifikasi dilakukan dengan membuat error matrix/confusion matrix/matriks kesalahan. Tabel ini terdiri atas baris dan kolom sejumlah kelas piksel yang ditentukan. Kolom tabel berisi hasil klasifikasi sedangkan baris tabel berisi data independen bukan data acuan yang diambil ulang dari sampel. Penggunaan data independen pada baris tabel dapat meningkatkan kelogisan hasil klasifikasi sebagai

Minimum Noise Factor Principal Component Analysis Endmember1+ Endmember2

Endmember1 Endmember2 Endmember3

Algoritma Spectral Angle Mapper

Uji akurasi

(5)

Seminar Nasional Sains Geoinformasi, 25-26 November 2015, Fakultas Geografi UGM

suatu peta akhir yang dapat diterima. Data independen dapat berupa foto udara/citra/peta yang sudah ada sebelumnya pada liputan yang sama (Kamal & Phinn, 2011).

Tingkat ketelitian hasil klasifikasi dapat diketahui berdasarkan tiga hal; akurasi keseluruhan (overall accuracy), akurasi pembuat (producer’s accuracy), dan akurasi pengguna (user’s accuracy). Akurasi keseluruhan adalah hasil bagi antara jumlah keseluruhan piksel yang terklasifikasi secara benar dengan jumlah keseluruhan piksel referensi. Akurasi pembuat yaitu hasil bagi antara jumlah piksel yang terklasifikasi secara benar untuk setiap kategori dengan jumlah piksel pada training set dan akurasi pengguna adalah hasil bagi jumlah piksel yang terklasifikasi secara benar pada setiap kategori dengan jumlah keseluruhan piksel yang diklasifikasi pada kategori tersebut.

Pengukuran ketelitian diatas belum cukup karena hanya bertumpu pada nilai-nilai pada diagonal utama yang ada pada tabel. Perbaikan atas hasil tersebut dilakukan oleh Cohen (1960) dalam Vohland (2009) yang mengembangkan indeks multivariate untuk mengetahui akurasi klasifikasi disebut dengan Kappa (k).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perbandingan Hasil Endmember 1, 2 dan 3

PPI yang digunakan berjumlah 23 buah. 23 PPI tersebut dibagi menjadi 2 bagian yakni 13 PPI untuk membuat peta dan 14 PPI digunakan untuk melakukan pengujian akurasi. Endmember1 menunjukkan Overall Accuracy (OA) sebesar 86,83% dengan Koefisien Kappa 0,31. Endmember2 diujicoba berdasarkan urutan persentase kandungan informasi hasil PCA dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah namun hanya PCA pertama yang digunakan, yaitu PCA1 NIR, PCA1 Merah, PCA1 Hijau, PCA1 Biru, PCA1 VNIR, PCA1 SWIR dan PCA1 semua band. OA tertinggi dihasilkan oleh PCA1 NIR diikuti PCA1 VNIR, PCA1 semua band, PCA1 SWIR, PCA1 Merah, PCA1 Biru, dan PCA1 Hijau. Persentase masing-masing OA dapat dilihat pada gambar 4. Hasil uji akurasi membuktikan bahwa persentase kandungan informasi PCA1 dari setiap penggalan spektrum panjang gelombang tidak berbanding lurus dengan ketinggian akurasi yang dapat dihasilkan untuk memetakan material piroklastik. Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa material piroklastik lebih baik dipetakan menggunakan PCA1 NIR, PCA1 VNIR dan PCA1 semua band sebab ketiganya memiliki OA diatas 87% (gambar 4.).

Gambar 4. Perbandingan Overall Accuracy dari Endmember1 dan Endmember2

Endmember3 yang merupakan gabungan dari Endmember1 dan Endmember2 diasumsikan akan menghasilkan OA yang lebih tinggi. Akan tetapi hasil penelitian menunjukkan OA yang dihasilkan tidak lebih tinggi daripada Endmember2. Pada Endmember3 OA tertinggi dihasilkan oleh PCA1 VNIR+PPI kemudian PCA1 semua band+PPI, PCA1 NIR+PPI, PCA1 SWIR+PPI, PCA1 Merah+PPI, PCA1 Biru+PPI dan PCA1 Hijau+PPI. Perbandingan antara OA Endmember2 dan Endmember3 dapat dilihat pada gambar 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggabungan endmember yang berasal MNF dan endmember yang berasal PCA tidak dapat menambah akurasi pemetaan material piroklastik. Hal ini dikarenakan PPI dan threshold memiliki konsep yang berbeda dalam mengidentifikasi piksel yang mengandung informasi

(6)

Seminar Nasional Sains Geoinformasi, 25-26 November 2015, Fakultas Geografi UGM

mengenai material piroklastik. PPI menganggap material piroklastik hanya ada pada sebuah piksel sedangkan threshold menghitungnya sebagai kumpulan piksel.

Gambar 5. Perbandingan Overall Accuracy dari Endmember2 dan Endmember3

Secara visual, distribusi pemetaan material piroklastik dapat dibedakan menurut ukurannya pada peta material piroklastik yang berbasis endmember1 dan endmember3 sebab pada peta ini inputnya berupa PPI yang telah diambil sampelnya di lapangan dan juga diuji melalui kerja laboratorium. Sementara itu pada endmember2 yang digunakan hanyalah ambang batas (threshold) dari masing-masing PCA1 pada setiap spektrum panjang gelombang. Pemetaan berbasis endmember2 memperlihatkan distribusi material piroklastik secara umum tanpa kelas ukuran butir.

Hasil letusan Kelud 2014 dengan ragam ukuran butir ϕ 0 – ϕ 2 tersebar tanpa memperhatikan kondisi morfologi. Pada morfologi Puncak dan Kawah tidak selalu memiliki ukuran butir ϕ 2, Tubuh Gunungapi tidak selalu berukuran butir ϕ 1 dan Kaki-Dataran bukan hanya terdapat material ukuran ϕ 0. Kondisi ini dapat diamati pada material berukuran ϕ 1 di dekat Waduk Selorejo yang tidak berada pada Tubuh Gunungapi melainkan Kaki-Dataran. Pengaruh angin dari tenggara membuat konsentrasi sebaran material pada arah Barat-Utara gunungapi. Peta masing-masing hasil klasifikasi dapat dilihat pada gambar 6. 5. KESIMPULAN

Overall accuracy tertinggi dihasilkan oleh endmember dari citra hasil PCA1 Near Infrared senilai 90,38%, kemudian diikuti dengan PCA1 Very Near Infrared 90,17%. Endmember yang berasal dari PPI hanya mampu mencapai overall accuracy 86,83% sedangkan penggabungan PPI dan citra hasil PCA sebagai endmember cenderung menurunkan nilai akurasi. Walaupun overall accuracy yang dihasilkan bernilai tinggi, pemetaan dengan menggunakan hasil PCA tidak dapat menampilkan spesifikasi ukuran butir sedangkan pemetaan dengan menggunakan PPI mampu melakukannya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini adalah bagian dari thesis yang dikerjakan oleh penulis pertama dengan bimbingan dari penulis kedua dan ketiga. Ucapan terima kasih disampaikan kepada USGS yang telah menyediakan citra Hyperion EO-1 secara gratis.

(7)

Seminar Nasional Sains Geoinformasi, 25-26 November 2015, Fakultas Geografi UGM Gambar 6. Peta hasil klasifikasi SAM terhadap 3 endmember yang berbeda

DAFTAR PUSTAKA

Danoedoro, P., 2012. Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Andi.

Datt, B. & Jupp, D., 2004. Hyperion Data Processing Workshop: Hands-on Processing Instructions. Australias: CSIRO Office of Space and Applications.

Dávilla-Hernández, N., Lira, J., Capra-Pedol, L. & Zucca, F., 2011. A Normalized Difference Lahar Index Based on Terra/ASTER and SPOT 5 Images: an Application at Colima Volcano, Mexico. Revista Mexicana de Ciencias Geologicas, 28(3), pp. 630-644.

Guide, H. U., 2001. EO-1/Hyperion Data User's Guide, California: One Space Park.

Kamal, M. & Phinn, S., 2011. Hyperspectral Data for Mangrove Species Mapping: A Comparison of Pixel-Based and Object-Pixel-Based Approach. Remote Sensing, pp. 2222 - 2242.

Khasanah, A. N., 2013. Analisis Hubungan Persentase Kandungan Lempung dengan Nilai dan Pola Respon Spektral Objek Tanah Pada Citra Hyperion Sebagian Daerah D.I. Yogyakarta, Yogyakarta: Skripsi: Fakultas Geografi UGM.

Vohland, M., Stoffels, J., Hau, C. & Schueler, G., 2007. Remote Sensing Techniques for Forest Parameter Assessment: Multispectral Classification and Linear Spectral Mixture Analysis. Silva Fennica, 43(3), pp. 441-456.

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian pada kotak merah dengan arsiran garis hitam
Tabel 1.  Data masukan bagi FLAASH
Gambar 2 menampilkan skema proses pengambilan endmember.
Gambar 4. Perbandingan Overall Accuracy dari Endmember1 dan Endmember2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Secara spesifik, banyak elemen dari riwayat pasien memberi indikasi terhadap etiologi pasti dari hematuria diantaranya (1) disuri, urgensi, dan frekuensi miksi memberi

Sarana produksi pertanian seperti lahan, modal, tenaga kerja, dan teknologi merupakan sarana produksi yang sangat penting dalam menunjang sekor pertanian, salah satu sarana

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dokter dengan Kualitas Visum et Repertum (Ver) Kejahatan Seksual di Rumah Sakit Umum Daerah Jejaring Pendidikan Fakultas

Dengan cara yang sama seperti di atas, Tabel Transportasi dan penyelesaiannya dengan menggunakan Program Solver untuk masing-masing jenis produk RAJAA TUNGGAL,

Obat antipsikotik adalah penyebab paling umum dari hiperprolaktinemia pada pasien dengan gangguan mental yang berat; tingkat elevasi prolaktin bervariasi antara agen.. Pasien

pelatihan, variabel hyperplane untuk setiap pengklasifikasi ( classifier ) yang didapat akan disimpan dan nantinya akan digunakan sebagai data tiap pengklasifikasi dalam

Penelitian ini terkait perbedaan konsep pertanggungjawaban Negara menurut hukum transnasional dan hukum lingkungan internasional terhadap isu pencemaran asap lintas

Realisasi Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Bantuan Sosial K/L mitra kerja Komisi X yaitu Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi, Perpustakaan