• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KONFUGIRASI JUMLAH TIANG PANCANG MIRING TERHADAP KEKUATAN STRUKTUR BREASTING DOLPHIN DESA SEDAYU LAWAS KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA KONFUGIRASI JUMLAH TIANG PANCANG MIRING TERHADAP KEKUATAN STRUKTUR BREASTING DOLPHIN DESA SEDAYU LAWAS KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – MO 141326

ANALISA KONFUGIRASI JUMLAH TIANG PANCANG MIRING TERHADAP

KEKUATAN STRUKTUR BREASTING DOLPHIN DESA SEDAYU LAWAS

KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

Muhammad Yuli Pradana

NRP. 4312 100 059

Dosen Pembimbing

Haryo D Armono, S.T, M.Eng, Ph.D

Sholihin, S.T, M.T

JURUSAN TEKNIK KELAUTAN

Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya

(2)

FINAL PROJECT – MO 141326

AMOUNT CONFIGURATION ANALYSIS OF INCLINED PILE FOR THE

STRENGTH OF BREASTING DOLPHIN STRUCTURE IN SEDAYU LAWAS

VILLAGE, BRONDONG DISTRICT, LAMONGAN REGENCY

Muhammad Yuli Pradana

NRP. 4312 100 059

Supervisors

Haryo D Armono, S.T, M.Eng, Ph.D

Sholihin, S.T, M.T

DEPARTMENT OF OCEAN ENGINEERING

Faculty of Marine Technology

Sepuluh Nopember Institute of Technology

Surabaya

(3)
(4)

V

ANALISA KONFIGURASI JUMLAH TIANG PANCANG

MIRING TERHADAP KEKUATAN STRUKTUR BREASTING

DOLPHIN DESA SEDAYU LAWAS KECAMATAN

BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

Nama : Muhammad Yuli Pradana

NRP : 4312 100 059

Jurusan : Teknik Kelautan FTK - ITS

Dosen Pembimbing : Haryo Dwito Armono S.T, M.Eng, P.hD Sholihin, S.T, M.T

ABSTRAK

Desa Sedayu Lawas kecamatan Brondong kabupaten Lamongan sedang di rencanakan pembangunan sebuah terminal khusus muatan curah cair guna mengangkut bahan bakar minyak. Daerah perairan di laut jawa yang tenang menjadi pilihan para pengembang untuk mendirikan industry pesisir di daerah pesisir utara pulau jawa. Terkait dengan besarnya kapal yang mengangkut bahan bakar maka diperlukan kedalaman yang mencukupi untuk membangun dermaga yang berfungsi untuk kapal bersandar. Dermaga yang akan dibangun adalah tipe dermaga jetty dengan komponen struktur berupa breasting dolphin, mooring dolphin, trestle, dan causeway. Analisa yang akan dilakukan pada tugas akhir ini adalah analisa pada breasting dolphin. Pada tahap awal untuk analisa diperlukan dahulu data dan literature untuk perhitungan. Data yang dibutuhkan antara lain data batimetri, angin, tanah, dan spesifikasi kapal yang bersandar. Selanjutnya dilakukan perhitungan guna mengetahui elevasi, gaya gelombang, gaya arus, gaya gempa, gaya sandar kapal dan daya dukung tanah. Setelah perhitungan maka dilakukan permodelan dengan software SAP 2000. Selanjutnya akan ditenukan konfigurasi yang efisien dan kuat untuk menahan benturan kapal dan beban lainnya yang terjadi. Standar yang digunakan dalam perhitungan kali ini antara lain SNI 03-1726-2012, SNI 03-2847-2002, dan AISC-ASD89.

Kata kunci : breasting dolphin, Jetty, struktur, konfigurasi, efisien, kapal, SAP

(5)

VII

AMOUNT CONFIGURATION ANALYSIS OF INCLINED

PILE FOR THE STRENGTH OF BREASTING DOLPHIN

STRUCTURE IN SEDAYU LAWAS VILLAGE, BRONDONG

DISTRICT, LAMONGAN REGENCY

Name : Muhammad Yuli Pradana

Reg : 4312 100 059

Majoring : Teknik Kelautan FTK - ITS

Supervisors : Haryo Dwito Armono S.T, M.Eng, P.hD Sholihin, S.T, M.T

ABSTRACT

In sedayu lawas village has planned to build jetty in chase of storing oil. Javanese sea has decided to build a jetty because of the calm condition of sea. In fact the size of ship that anchored, developer need the efective depth in case the draft of ship that allowed. The port that will be build from developer is jetty that has many components like breasting dolphin, mooring dolphin, loading arm, trestle, and cause way. The analysis that will be taken to this research is for breasting dolphin structure. For the first step we analysing data and literature that appropriate to the topic. Data which we need are bathimetri, soil, wind,and ship that anchored. After that we need to calculate elevation based on environment condition, wave force, current force, earth quake force, berthing force and bearing capacity. The next step is modelling the structure on SAP 2000. For the last step we choose the configuration that eficien throgh the structure. Standards that be used for this calculation are SNI 03-1726-2012, SNI 03-2847-2002, dan AISC-ASD89.

Keyword : breasting dolphin, Jetty, structure,configuration, eficien, ship, SAP

(6)

XIII

DAFTAR ISI

... I Halaman Judul ... III Lembar Pengesahan ... V Abstrak ... VII Abstract ... IX Kata Pengantar ... XI Ucapan Terimakasih ... XIII Daftar Isi ... XV Daftar Gambar ... XII Daftar Tabel ... XIX Daftar Lampiran PENDAHULUAN ... 1 BAB 1 Latar Belakang Permasalahan ... 1

1.1. Perumusan Masalah ... 3 1.2. Tujuan ... 3 1.3. Manfaat ... 4 1.4. Batasan Masalah ... 4 1.5. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 5

BAB 2 2.1. Tinjauan Pustaka ... 5

2.2. Dasar Teori ... 5

2.2.1. Konversi Data Angin ke Gelombang ... 5

2.2.2. Perkiraan Gelombang Dengan Periode Ulang ( Analisis Frekuensi).... 8

2.2.3. Teori Gelombang ... 11

2.2.4. Refraksi Gelombang ... 14

2.2.5. Gelombang Pecah ... 16

2.2.6. Pasang Surut ... 17

2.2.7. Beban Gelombang ... 21

2.2.8. Beban Sandar Kapal ... 22

2.2.9. Beban Gempa ... 26

2.2.10. Daya Dukung Tanah Lateral ... 30

2.2.11. Daya Dukung Tanah Lateral ... 33

METODOLOGI PENELITIAN ... 37

BAB 3 3.1. Metode Penelitian ... 37

(7)

XIV

ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 41

BAB 4 4.1. Daerah Penelitian ... 41

4.2. Arah dan Kecepatan Angin ... 42

4.3. Data Tinggi Gelombang Dari Peramalan Data Angin ... 46

4.4. Perhitungan Refraksi Gellombang ... 54

4.5. Perhitungan Gelombang Pecah ... 56

4.6. Data Kondisi Pasang Surut ... 57

4.7. Penentuan Elevasi dan Kedalaman Minimum ... 59

4.8. Perhitungan Beban Sandar Kapal dan Penentuan Fender ... 61

4.9. Perhitungan Beban Gelombang ... 68

4.10. Beban Arus ... 73

4.11. Perhitungan Beban Gempa ... 74

4.12. Data Tanah Hasil Bore Log ... 77

4.13. Tekanan Tanah Aksial ... 79

4.14. Tekanan Tanah Lateral ... 83

4.15. Permodelan Struktur dengan SAP 2000 ... 84

4.16. Kontrol defelksi ... 88

4.17. Kontrol Tegangan ... 90

4.18. Kontrol Momen ... 93

4.19. Kontrol Terhadap Daya Dukung Tanah Aksial ... 95

4.20. Kontrol Terhadap Daya Dukung Tanah Lateral ... 97

4.21. Kontrol Terhadap Daya Dukung Momen Tanah ... 100

4.22. Rekapitulasi Hasil dan Pengambilan Keputusan ... 102

KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

BAB 5 5.1. Kesimpulan ... 105

5.2. Saran ... 106

... 107 DAFTAR PUSTAKA

(8)

XV

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi Studi ... 1

Gambar 1.2 Lokasi Pembangunan Jetty ... 2

Gambar 1.3 Typical Penambatan Pada Jetty ... 3

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Kecepatan Angin Di Laut Dan Di Darat ... 6

Gambar 2.2 Daerah Penerapan Fungsi H/d dan d/L ... 12

Gambar 2.3 Sketsa Definisi Gelombang ... 13

Gambar 2.4 Ilustrasi Penjalaran Gelombang ... 15

Gambar 2.5 Macam Permukaan Air Laut yang Digunakan sebagai Datum Referensi (Sumber: CERC, 1992) ... 18

Gambar 2.6 Jari–jari putaran disekeliling pusat berat kapal (Sumber: OCDI, 2002) ... 26

Gambar 2.7 Peta Persebaran Nilai S1 Di Indonesia (Sumber: SNI 03-1726-2012) ... 30

Gambar 2.8 Peta Persebaran Nilai Ss Di Indonesia (Sumber: SNI 03-1726-2012) ... 30

Gambar 2.9 Koefisien Adhesi Antara Tiang Dan Tanah... 33

Gambar 2.10 Gambaran Fixity Point Daya Dukung Lateral Tiang (Sumber: Tomlinson, 2008) ... 34

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir ... 38

Gambar 3.2 Variasi Model ... 40

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian(Sumber: Google Earth) ... 42

Gambar 4.2 Wind Rose Per Bulan Di Wilayah Studi 2004 – 2014 ... 44

Gambar 4.3 Wind Rose Dan Pengelompokan Angin Di Wilayah Studi 2004 – 2014 ... 46

Gambar 4.4 Fetch Arah Barat Laut ... 48

Gambar 4.5 Grafik Kecepatan Gelombang ... 50

Gambar 4.6 Penjalaran Gelombang Dengan Metode Refraksi ... 55

gambar 4.7 Grafik Prediksi Pasang Surut ... 58

Gambar 4.8 Penentuan Kedalaman Dermaga ... 60

Gambar 4.9 Grafik Koefisien Eksentrisitas ... 63

Gambar 4.10 Grafik Defleksi Dan Reaksi Fender ... 65

Gambar 4.11 Penampang Ukuran Fender ... 66

Gambar 4.12 Beban Sandar Pada SAP 2000 ... 66

Gambar 4.13 Menentukan Teori Gelombang Dengan Grafik Region Of Validity Of Wave Theories. ... 70

(9)

XVI

Gambar 4.14 Gaya Akibat Gelombang ... 72

Gambar 4.15 Ilustrasi Beban Gelombang Dan Arus ... 72

Gambar 4.16 Beban Gelombang dan Arus Pada SAP 2000 ... 73

Gambar 4.17 Gaya Akibat Arus ... 74

Gambar 4.18 Gaya Akibat Gempa ... 76

Gambar 4.19 Beban Gempa Ekivalen Pada SAP 2000 ... 77

Gambar 4.20 Peta Jarak Lokasi Penelitian Dan Lokasi Bore Log Tanah Yang Digunakan 78 Gambar 4.21 Data Bore Log Tanah Pada Bore Hole 2 ... 78

Gambar 4.22 Grafik Penentuan Adhesi ... 82

Gambar 4.23 Ilustrasi Pembebanan Pada SAP 2000 ... 85

Gambar 4.24 Model Variasi A ... 86

Gambar 4.25 Model Variasi B ... 86

Gambar 4.26 Model Variasi C ... 86

Gambar 4.27 Model Variasi D ... 87

Gambar 4.28 Model Variasi E ... 87

Gambar 4.29 Model Variasi F ... 87

Gambar 4.30 Nilai Defleksi/Lendutan Pada Struktur Diameter 30 Cm ... 89

Gambar 4.31 Nilai Defleksi/Lendutan Pada Struktur Diameter 50 Cm ... 90

Gambar 4.32 Nilai Defleksi/Lendutan Pada Struktur Diameter 80 Cm ... 90

Gambar 4.33 Nilai Tegangan Pada Struktur Diameter 30 Cm ... 91

Gambar 4.34 Nilai Tegangan Pada Struktur Diameter 50 Cm ... 92

Gambar 4.35 Nilai Tegangan Pada Struktur Diameter 80 Cm ... 92

Gambar 4.36 Momen Ijin pada Diameter 30 Cm ... 93

Gambar 4.37 Momen Ijin pada Diameter 50 Cm ... 94

Gambar 4.38 Momen Ijin pada Diameter 80 Cm ... 95

Gambar 4.39 Nilai Tekanan Tanah Aksial pada Diameter 30 ... 96

Gambar 4.40 Nilai Tekanan Tanah Aksial pada Diameter 50 ... 96

Gambar 4.41 Nilai Tekanan Tanah Aksial pada Diameter 80 ... 97

Gambar 4.42 Nilai Tekanan Tanah Lateral pada Diameter 30 cm ... 98

Gambar 4.43 Nilai Tekanan Tanah Lateral pada Diameter 50 cm ... 99

Gambar 4.44 Nilai Tekanan Tanah Lateral pada Diameter 80 cm ... 99

Gambar 4.45 Nilai Momen pada Diameter 30 ... 100

Gambar 4.46 Nilai Momen pada Diameter 50 ... 101

(10)

XVII Gambar 4.48 Joint Nomor 5 ... 103

(11)

XVIII

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Koefisien Deviasi Standar ... 11

Tabel 2.2 Sembilan Unsur-utama Pembangkit Pasut ... 20

Tabel 2.3 Koefisien Drag ... 22

Tabel 2.4 Koefisien Inersia ... 22

Tabel 2.5 Kecepatan Kapal Saat Merapat ... 24

Tabel 2.6 Kualifikasi Tanah Untuk Perhitungan Gempa ... 28

Tabel 2.7 Koefisien Situs Untuk Periode Gempa 1 Detik ... 29

Tabel 2.8 Koefisien Situs Untuk Gempa Periode Pendek ... 29

Tabel 2.9 Tabel Koefisien Koreksi SPT ... 31

Tabel 2.10 Klasifikasi Tiang Pancang Broms ... 33

Tabel 4.1 Distribusi Arah dan Kecepatan Angin 2004 - 2014 ... 45

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kecepatan Angin ... 47

Tabel 4.3 Perhitungan Fetch Efektif ... 48

Tabel 4.4 Perhitungan Gelombang Dari Data Angin ... 51

Tabel 4.5 Nilai Tinggi Gelombang Significant Per Tahun ... 51

Tabel 4.6 Perhitungan Untuk Menentukan Parameter Regresi ... 52

Tabel 4.7 Perhitungan Periode Ulang Gelombang. ... 53

Tabel 4.8 Tinggi Gelombang Periode Ulang ... 53

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Refraksi ... 55

Tabel 4.10 Hasil Analisis Harmonik Pasang Surut Kecamatan Brondong Lamongan ... 57

Tabel 4.11 Jenis Kapal Dan Dimensinya ... 61

Tabel 4.12 Berthing Velocity ... 62

Tabel 4.13 Factor Keamanan Design Fender ... 64

Tabel 4.14 Data Reaksi Fender. ... 64

Tabel 4.15 Data Ukuran Fender. ... 65

Tabel 4.16 Hull Pressure ... 67

Tabel 4.17 Typical Ukuran Frontal Frame ... 67

Tabel 4.18 Data Parameter Gelombang ... 69

Tabel 4.19 Perhitungan Beban Gelombang Terhadap Tiang Pancang Dermaga. ... 72

Tabel 4.20 Perhitungan Beban Arus Terhadap Tiang Pancang Dermaga. ... 73

(12)

XIX

Tabel 4.22 tabel koefisien koreksi SPT ... 80

Tabel 4.23 koreksi N-SPT ... 80

Tabel 4.24 Tekanan Tanah Aksial Dari Data N-SPT Yang Telah Terkoreksi ... 82

Tabel 4.25 Nilai Panjang Fixity Point ... 83

Tabel 4.26 Tekanan Tanah Lateral dan Momen ... 84

Tabel 4.27 Perhitungan Nilai Fixity Point Tiap Diameter ... 84

Tabel 4.28 Panjang Keseluruhan Tiang Pancang ... 85

Tabel 4.29 Nilai Defleksi/Lendutan Ijin Pada Tiap-Tiap Diameter... 88

Tabel 4.30 Nilai Defleksi/Lendutan Pada Struktur Diameter 30 Cm ... 88

Tabel 4.31 Nilai Defleksi/Lendutan Pada Struktur Diameter 50 Cm ... 89

Tabel 4.32 Nilai Defleksi/Lendutan Pada Struktur Diameter 80 Cm ... 90

Tabel 4.33 Nilai Tegangan Pada Struktur Diameter 30 Cm ... 91

Tabel 4.34 Nilai Tegangan Pada Struktur Diameter 50 Cm ... 91

Tabel 4.35 Nilai Tegangan Pada Struktur Diameter 80 Cm ... 92

Tabel 4.36 Momen Ijin Baja Sesuai Diameter ... 93

Tabel 4.37 Momen Ijin pada Diameter 30 Cm ... 93

Tabel 4.38 Momen Ijin pada Diameter 50 Cm ... 94

Tabel 4.39 Momen Ijin pada Diameter 80 Cm ... 94

Tabel 4.40 Nilai Daya Dukung Aksial ... 95

Tabel 4.41 Nilai Tekanan Tanah Aksial pada Diameter 30 ... 95

Tabel 4.42 Nilai Tekanan Tanah Aksial pada Diameter 50 ... 96

Tabel 4.43 Nilai Tekanan Tanah Aksial pada Diameter 80 ... 97

Tabel 4.44 Daya Dukung Tanah Lateral ... 97

Tabel 4.45 Nilai Tekanan Tanah Lateral pada Diameter 30 cm ... 98

Tabel 4.46 Nilai Tekanan Tanah Lateral pada Diameter 50 cm ... 98

Tabel 4.47 Nilai Tekanan Tanah Lateral pada Diameter 80 cm ... 99

Tabel 4.48 Daya Dukung Momen ... 100

Tabel 4.49 Nilai Momen pada Diameter 30 ... 100

Tabel 4.50 Nilai Momen pada Diameter 50 ... 101

Tabel 4.51 Nilai Momen pada Diameter 80 ... 101

Tabel 4.52 Penentuan Struktur Yang Aman Digunakan ... 102

(13)

XX

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DATA ANGIN LAMPIRAN B DATA ARUS LAMPIRAN C DATA PASUT

LAMPIRAN D COIDNG FORTRAN PREDIKSI PASANG SURUT LAMPIRAN E GAMBAR STRUKTUR

LAMPIRAN F SPESIFIKASI FENDER

LAMPIRAN G SPESIFIKASI TIANG PANCANG LAMPIRAN H DATA TANAH

(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Permasalahan 1.1.

Terkait dengan penuhnya daerah Surabaya sebagai lokasi industry maritim di daerah desa Sedayu Lawas kecamatan Brondong kabupaten Lamongan sedang dikerjakan pembuatan jetty guna memenuhi kebutuhan transportasi industry. Lamongan yang merupakan daerah strategis guna perkembangan industry kedepannya telah melakukan pembangunan pelabuhan secara intensif guna transportasi bahan baku dan bahan bakar. Desa Sedayu Lawas yang berada di muara sungai bengawan solo akan direncanakan pembangunan jetty guna mendukung aktifitas industry pesisir.

Jetty adalah dermaga yang cukup jauh menjorok ke laut, dengan maksud agar ujung dermaga berada pada kedalaman yang cukup dalam untuk kapal merapat(Triatmodjo, 2009). Jetty yang direncanakan berguna untuk merapat dan mengalirkan bahan bakar minyak dari kapal tanker ke tanki penyimpanan bahan bakar. Kapasitas jetty dapat digunakan untuk bersandar kapal dengan kapasitas hingga 50.000 DWT.

Gambar 1.1 Lokasi Studi Lokasi Jetty

(15)

2

Detail engineering design harus sesuai dengan metocean data dan beban yang diterima. Konstruksi pendukung adalah pondasi dalam terdiri dari pilar-pilar/tiang pancang pipa baja(steel pipe pile) yang diselimuti oleh bahan anti korosi. Struktur tiang pancang berfungsi sebagai pondasi bangunan diatasnya yang menurut Bowles (1988) berfungsi menyalurkan beban yang diterima struktur ke lapisan tanah keras dibawah pondasi yang mampu menahan beban tersebut. Dimensi dan konfigurasi tiang pancang harus dapat memenopang beban luar dan beban dirinya. Adapun metode yang akan digunakan dalam perhitungan daya dukung berdasarkan kekuatan tanahnya adalah metode Meyerhof (1976) dan Broms (1964).

Dalam sebuah dermaga jetty terdapat dolphin yang berfungsi sebagai tempat untuk menambat kapal pada saat sandar. Dolphin adalah konstruksi yang digunakan untuk menahan benturan dan menambat kapal. Dolphin dibedakan menjadi 2 yaitu dolphin penambat (mooring dolphin) dan dolphin penahan (breasting dolphin).

Gambar 1.2 Lokasi Pembangunan Jetty

Dolphin penahan (breasting dolphin) memiliki ukuran yang lebih besar, karena direncanakan untuk menahan benturan kapal ketika berlabuh dan menahan tarikan kapal karena pengaruh tiupan angin, arus dan gelombang (Triatmodjo, 2009).

(16)

3 Gambar 1.3 Typical Penambatan Pada Jetty

Oleh karena itu pada tugas akhir ini penulis ingin membahas tentang konfigurasi jumlah tiang pancang miring paling efisien pada breasting dolphin. Jumlah total tiang pancang adalah 8 buah. Hasil dari tugas akhir kali ini diharapkan dapat memberi gambaran apa efek dari penambahan tiang pancang miring lebih banyak ataupun sebaliknya. Dengan harapan hal ini dapat menjadi acuan kepada semua pihak dalam pembangunan breasting dolphin.

Perumusan Masalah 1.2.

Permasalahan yang menjadi bahan kajian dalam tugas akhir ini antara lain: 1. Berpakah elevasi rencana, beban aksial dan lateral, serta daya dukung

tanah pada penetrasi pile yang direncanakan?

2. Berapa besar lendutan/defleksi, tegangan dan gaya reaksi tumpuan pada tiang pancang?

3. Bagaimana komposisi jumlah tiang pancang miring paling efisien dari breasting dolphin di desa Sedayu lawas?

Tujuan 1.3.

Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini antara lain:

1. Mengetaui tinggi elevasi rencana, beban aksial dan lateral, serta daya dukung tanah pada penetrasi pile yang direncanakan

2. Mengetahui lendutan/defleksi, tegangan dan gaya reaksi tumpuan pada tiang pancang.

3. Mengetahui komposisi jumlah tiang pancang miring paling efisien dari breasting dolphin di desa Sedayu lawas.

(17)

4

Manfaat 1.4.

Manfaat dari tugas akhir ini diharapkan dapat diketahui design dan konfigurasi dari sistem tiang pancang pada breasting dolphin yang akan dirancang di desa Sedayu lawas, kecamatan Brondong kabupaten Lamongan yang diharapkan dapat menjadi acuan untuk pihak terkait dalam perancangan jetty di daerah tersebut.

Batasan Masalah 1.5.

Pembatasan masalah dilakukan untuk menghindari pembahasan yang melebar sehingga dilakukan asumsi sebagai berikut.

Beban lingkungan yang diperhitungkan adalah beban gelombang dan arus, gempa, dan gaya sandar kapal untuk beban lateralnya. Sedangkan untuk beban aksial dipengaruhi oleh beban dari strukturnya sendiri/dead load.

1. Gaya arus merupakan gaya drag dan gaya inersia.

2. Gaya sandar kapal di hitung berdasarkan pada kapasitas kapal maksimum yaitu 50.000 DWT.

3. Hanya melakukan analisa tiang pancang dan daya dukungnya, struktur atas breasting dolphin dianggap kuat dan mampu menahan beban yang diterima.

4. Ukuran struktur atas breasting dolphin yang dibandingkan atau dikomparasikan sama.

5. Jumlah tiang pancang yang dibandingkan atau dikomparasikan sama yaitu 8 buah.

6. Kemiringan tiang pancang yang dibandingkan atau di komparasikan sama yaitu 110.

7. Rumus-rumus yang dipakai adalah rumus empiris, tanpa ada penurunan rumus.

8. Ukuran diameter tiang pancang yang dibandingkan atau dikomparasikan antara lain 30 cm, 50 cm, dan 80 cm.

9. Tidak melakukan analisa scouring yang terjadi dibawah tiang akibat pengaruh gelombang.

(18)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang analisa pada breasting dolphin telah banyak dilakukan. Baik scouring, korosi dan lain lain. Pada tugas akhir kali ini penulis membahas tentang variasi konfigurasi jumlah tiang terhadap daya dukung yang terjadi.

Terdapat beberapa beban yang diterima oleh breasting dolphin yang dapat menimbulkan gaya. Beban pertama adalah beban akibat pergerakan fluida yang dalam kasus ini adalah gelombang dan arus. Teori fluida yang dapat digunakan untuk pembebanan adalah teori morison tentang gaya yang diakibatkan oleh gelombang yang mengenai tiang pancang suatu silinder. Metoda ini menghitung gaya hidrodinamika yang terjadi pada suatu struktur akibat gelombang laut. Beban kedua adalah beban akibat tumbukan kapal pada saat akan bersandar. Beban ketiga adalah beban gempa. Bangunan pelabuhan termasuk dalam kategori bangunan khusus, maka besaran koefisien gempa harus dihitung dari koefisien gempa dasar. Arah kerja gempa harus diperkirakan pada segala arah.

Untuk desain pondasi, maka digunakan perhitungan Mayerhof untuk daya dukung aksial dan metode Brooms untuk daya dukung lateral. Tanah yang dianalisa dapat berupa tanah kohesif dan non kohesif.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Konversi Data Angin ke Gelombang

Dari data angin yang diperoleh kemudian akan digunakan untuk mendapatkan data gelombang yang terjadi. Gelombang diasumsikan oleh adanya angin yang berhembus dengan jarak fetch tertentu. Parameter tinggi gelombang H dan periode gelombang T kemudian yang dapat menentukan elevasi rencana pada bresting dolphin gaya gelombang yang terjadi dan dampak scouring yang terjadi.

Tahap awal untuk mendapatkan parameter H dan T adalah dengan membuat data angin menjadi mawar angin sehingga dapat diketahui arah dan kecepatan yang terjadi. Kemudian diketahui panjang fetch yang terjadi. Fetch merupakan

(19)

6

daerah hembusan angin yang terjadi pada suatu perairan. Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut (CEM, 2002).

... (1)

dengan:

F eff = fetch effektif

Xi = panjang garis fetch (Km)

 = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6o sampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi dari arah angin.

Kemudian dengan menggunakan grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat, akan di dapatkan nilai Uw angin berikut:

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Kecepatan Angin Di Laut Dan Di Darat (Sumber: SPM, 2002)

(20)

7 dengan:

RL = koreksi terhadap pencatan angin yang dilakukan di darat UW = kecepatan angin di ukur di darat dekat laut

UL = kecepatan angin di ukur di darat

Dalam peramalan gelombang maka kecepatan angin tersebut harus diubah ke dalam Wind Stress Faktor, UA, dengan menggunakan formulasi pada persamaaan berikut ini.

... (2)

dengan:

U = kecepatan angin (m/second) UA = wind stress factor

Tinggi gelombang signifikan (HS), periode signifikan (TS) didapatkan dengan cara memasukkan nilai wind stress factor, UA, panjang fetch effektif (Feff) pada grafik SPM (Shore Protection Manual) atau dengan memasukkan nilai-nilai tersebut kedalam formulasi persamaan forecasting gelombang laut dalam berikut ini yang merupakan formulasi pendekatan dari grafik menurut SPM, 1984 vol. 1 sebagai berikut.

... (3)

0.33 2 10 238 . 6 U F To    A  ... (4) 3 1 2 2115 . 3         A U F t ... (5) Hrms Hs 1.42 ... (6)

  N i i rms H N H 1 2 1 ... (7) 23 , 1 . 71 , 0 U UA

(21)

8

N H Havg 0 ... (8)

N T Tavg 0 ... (9) Dengan:

Ho = tinggi gelombang laut dalam (m) To = periode gelombang laut dalam (s) t = durasi gelombang(s)

UA = faktor tegangan angin

RL = hubungan UL dan UW (kecepatan angin di darat dan laut) Hrms = H root mean square (m)

Hs = tinggi gelombang signifikan (m)

Havg = tinggi gelombang laut dalam rata-rata (m) Tavg = periode gelombang laut dalam rata-rata (s)

2.2.2. Perkiraan Gelombang Dengan Periode Ulang ( Analisis Frekuensi)

Frekuensi gelombang–gelombang besar merupakan faktor yang mempengaruhi perencanaan bangunan pantai. Untuk menetapkan gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam jangka waktu pengukuran cukup panjang ( beberapa tahun). Data tersebut bisa berupa data pengukuran gelombang atau data gelombang hasil prediksi ( peramalan ) berdasarkan data angin.

Dari setiap tahun pencatatan dapat ditentukan gelombang representatif, seperti Hs, H10, H1, Hmaks dan sebagainya. Berdasarkan data representatif untuk beberapa tahun pengamatan dapat diperkiraan gelombang yang diharapkan disamai atau dilampaui satu kali dalam T tahun, dan gelombang tersebut dikenal dengan gelombnag periode ulang T tahun atau gelombang T tahunan. Misalkan apabila T = 25, gelombang yang diperkirakan adalah gelombang 25 tahunan atau gelombang dengan periode ulang 25 tahun, artinya bahwa gelombang tersebut diharapkan disamai atau dilampaui rata – rata sekali dalam 25 tahun. Hal ini berarti bahwa gelombang 25 tahunan hanya akan terjadi satu kali dalam setiap

(22)

9 periode 25 tahun yang berurutan; melainkan diperkiraan bahwa gelombang tersebut jika dilampaui k kali dalam periode panjang M tahun akan mempunyai nilai k/M yag kira – kira sama dengan 1/25.

Ada dua metode untuk memprediksi gelombang dengan periode ulang ulang tertentu, yaitu distribusi Gumbell (fisher-Tippett type I ) dan distribusi Weibull (CERC, 1992). Dalam metode ini prediksi dilakukan untuk memperkirakan tinggi gelombang signifikan dengan berbagai periode ulang.

Data masukan disusun dalam urutan dari besar ke kecil berdasarkan distribusi yang ada. Selanjutnya probabilitas ditetapkan untuk setiap tinggi gelombang sebagai berikut:

1. Distribusi Fisher-Tippett Type I

12

.

0

44

.

0

1

^

T S S

N

m

H

H

P

... (10) 2. Distribusi Weibull

23

.

0

2

.

0

27

.

0

2

.

0

1

^

T S S

N

m

H

H

P

... (11)

Dengan : probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke m yang tidak dilampaui

Hsm : tinggi gelombang urutan ke m (m)

m : nomor urut tinggi gelombang signifikan = 1, 2, 3...N

NT : jumlah kejadian gelombang selama pencatatan (bisa lebih dari gelombang representatif)

Hitungan didasarkan pada analisis regresi linear dari hubungan berikut:

^ ^ B y A Hmm ... (12)

(23)

10

Dimana ym diberikan dalam bentuk: Untuk distribusi Fisher-Tippett tipe I :

s sm

m F H H

y ln ln  ...(13)

Untuk distribusi Weibull :

1/ 1 ln F Hs Hsm ym     ...(14)

Dengan dan adalah perkiraan dari parameter skala dan lokal yang diperoleh dari analisis regresi linear.

Tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari fungsi distribusi probabilitas dengan rumus berikut

^ ^ B y A Hsrr ...(15)

Dimana yr diberikan dalam bentuk berikut. Untuk distribusi Fisher-Tippett tipe I :

                r m LT F y ln ln 1 1 ...(16)

Untuk distribusi Weibull :

 

r

m LT y  ln ...(17) Dengan

Hsm : tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr (m) Tr : periode ulang (tahun)

K : panjang data (tahun)

(24)

11 Standart deviasi dari pendekatan yang dilakukan oleh Gumbell (1958) dan Goda (1988) (dalam CERC, 1992). Persamaan dari standart deviasi yang dinormalkan dihitung adalah:

2

12 ln 1 1    ycN r nr ... (18) Dengan: nr

 : standart deviasi yang dinormalkan dari tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr

N : jumlah data tinggi data gelombang signifikan.

1, 2, e, : koefisien empiris yang diberikan oleh tabel 2.1.

Tabel 2.1 Koefisien Deviasi Standar Distribusi   k c e FT-1 0.64 9 0.93 0 1.33 Weibull (k = 0.75) 1.65 11.4 -0.63 0 1.15 Weibull (k = 1.0) 1.92 11.4 0 0.3 0.9 Weibull (k = 1.4) 2.05 11.4 0.69 0.4 0.72 Weibull (k = 2.0) 2.24 11.4 1.34 0.5 0.54 2.2.3. Teori Gelombang

Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberap macam yang tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut yang dibngkitkan oleh gaya tarik benda langit tarutama matahari dan bulan terhadap bumi. Diantara beberapa gelomebang tersebut yang paling penting dalam bidang teknik pantai adalah gelombang angin.

Pada umumnya bentuk gelombang di alam sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis. Teori yang ada hanya menggambarkan bentuk

(25)

12

gelombang yang sederhana dan hanya merupakan pendekatan dari gelombang di alam. Beberapa teori gelombang antara lain gelombang airy, gelombang stokes, mich, knoidal, dan gelombang tunggal. Untuk mengetehui gelombang mana yang akan dipakai dapat diketahui melalui beberapa batasan. Berikut ini akan di berikan gambar mengenai batasan–batasan didalam pemilihan teori gelombang. Gambar ini didasarkan pada perbandingan H/d dan d/L.

Gambar 2.2 Daerah Penerapan Fungsi H/d dan d/L

Pada kasus tugas akhir ini teori gelombang yang di pakai sesuai dengan grafik daerah penerapan fungsi gelombang adalah teori gelombang Stokes orde 2. Teori gelombang Stokes orde 2 diturunkan berdasarkan persamaan Laplace untuk aliran tak rotasi ( irrotational flow ) dengan kondisi batas di dasar laut dan di permukaan air. Terdapat beberapa anggapan yang digunakan untuk menurunkan persamaan gelombang adalah sebagai berikut.

1. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan 2. Tegangn permukaan di abaikan

3. Gaya coriolis ( akibat perputaran bumi di abaikan ) 4. Tekanan pada permukaan air adalah seragam dan konstan 5. zat cair adalah adeal, sehingga berlaku aliran tak rotasi. 6. Dasar laut adalah horisontal, tetap dan impermiable

7. Amplitudo gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan kedalaman air.

(26)

13

Gambar 2.3 Sketsa Definisi Gelombang

Gambar 2.3 menunjukkan suatu gelombang yang berada pada sistem koordinat x-y Gelombang menjalar pada sumbu x. Beberapa notasi yang digunakan adalah didalam perhitungan gelombang airy adalah :

d : jarak antara muka air rerata dan dasar laut (kedalaman laut) η ( x, t ) : fluktuasi muka air terhadap muka air diam = η = a cos(kx − σt ) a : amplitudo gelombang

H : tinggi gelombang = 2 a

L : panjang gelombang, yaitu jarak antara dua puncak gelombang T : Periode gelombang,

C : Kecepatan rambat gelombang = L/T k : angka gelombang = 2 π / L

σ : frekuensi gelombang = 2π / T g : gravitasi = 9,81 m/d2

Hubungan Cepat rambat gelombang dengan T dan d adalah

(27)

14

Dan hubungan panjang gelombang sebagai fungsi kedalaman adalah

...(20)

Persamaan umum untuk menentukan kecepatan partikel gelombang untuk teori stokes orde 2 dan percepatannya adalah sebagai berikut.

 Kecepatan arah x U= cos (kx-σt + 2 C cos 2(kx-σt ...(21)  Percepatan arah x = σ sin (kx-σt + σ 2 C sin 2(kx-σt ...(22) 2.2.4. Refraksi Gelombang

Refraksi akan dapat menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan karekteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. Perubahan arah gelombang karena refraksi tersebut menghasilkan konvergensi (pengucupan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang dan mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai. Anggapan-anggapan yang digunakan dalam studi refraksi adalah sebagai berikut ini.

a) Energi gelombang antara dua ortogonal adalah konstan.

b) Arah penjalaran gelombang tegak lurus pada puncak gelombang, yaitu dalam arah ortogonal gelombang.

c) Cepat rambat gelombang yang mempunyai periode tertentu di suatu tempat hanya tergantung pada kedalaman di tempat tersebut.

(28)

15 e) Gelombang mempunyai puncak yang panjang, periode konstan, amplitudo

kecil dan monokhromatik.

f) Pengaruh arus, angin dan refleksi dari pantai dan perubahan topografi dasar laut diabaikan.

Gelombang berjalan dengan panjang gelombang pada laut dalam Lo, mendekati pantai dengan puncak orientasi pada laut dalam yang paralel dengan lokasi garis pantai rata-rata. Kontur dasar kedalaman diberikan untuk panjang gelombang laut dalam sebagai porsi dari puncak gelombang memasuki jenis dimana d/LO < 0,5; panjang gelombang dan penurunan sehingga diberikan pada persamaan : O L d L d L d       2 tanh ... (23) Orthogonal Gelombang Lo L   b b x x

Gambar 2.4 Ilustrasi Penjalaran Gelombang

Studi refraksi dilakukan secara analitis dengan anggapan bahwa kontur dasar laut yang dilintasi oleh setiap garis ortogonal gelombang untuk berbagai arah gelombang (angin) adalah sejajar. Studi refraksi ini berdasarkan pada persamaan berikut : 0 0 1 1   Sinh C C Sinh  ... (24)

(29)

16

dengan:

1 = Sudut datang gelombang di perairan pantai

2 = Sudut datang gelombang di laut dalam C1 = Cepat rambat gelombang di daerah pantai C2 = Cepat rambat gelombang di laut dalam

Dengan menggunakan perumusan diatas, maka sudut datang gelombang pada setiap kedalaman di daerah pantai dapat dihitung apabila arah gelombang laut diketahui. Koefisien refraksi (Kr) dapat dihitung dengan persamaan 25.

1 0   Cos Cos Kr  ...(25)

Selanjutnya tinggi gelombang pada kedalaman tertentu dapat dihitung dengan menggunakan formulasi pada persamaan berikut ini :

0 . .KrH Ksh H  ...(26) dengan:

H = Tinggi gelombang dititik yang ditinjau H0 = Tinggi gelombang di laut dalam Ksh = Koefisien shoaling

Kr = Koefisien refraksi

L0 = Panjang gelombang di laut dalam

2.2.5. Gelombang Pecah

Gelombang yang menjalar dari laut menuju pantai akan mengalami perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut (kontur). Pengaruh kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali panjang gelombang. Di laut dalam, profil gelombang adalah gelombang semakin tajam

(30)

17 dan lembah gelombang semakin mendatar. Selain itu kecepatan dan panjang gelombang berkurang secara berangsur-angsur sementara tinggi gelombang bertambah.

Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang dan panjang gelombang. Apabila gelombang bergerak menuju laut dangkal, kemiringan batas tergantung pada kedalaman relatif d/L dan kemiringan dasar laut. Gelombang laut dalam yang bergerak menuju pantai akan bertambah kemiringannya sampai akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalaman tertentu, yang disebut dengan kedalaman gelombang pecah db. Tinggi gelombang pecah diberi notasi Hb. Munk 1949 dalam CERC 1984, memberikan rumus untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah sebagai berikut:

3 1 0 ' 0 ' 0 3 . 3 1        L H H Hb ... (27) db = 1.28 Hb... (28) = ... (29) A = 43.75(1-e-19.5m) ... (30) B = ... (31) 2.2.6. Pasang Surut

Pasang surut merupakan perubahan gerak relatif dari materi planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan oleh aksi gravitasi benda-benda di luar materi itu berada. Dalam konteks oseanografi, pasut adalah perubahan gerak relatif laut akibat gaya gravitasi benda-benda angkasa, khususnya bulan dan matahari.

(31)

18

Pasang surut ini erat hubungannya dengan siklus perjalanan matahari dan bulan dalam keadaan relatifnya terhadap bumi (Kurniawan, 2000). Keadaan pasang surut di suatu tempat dilukiskan oleh konstanta harmonik. Sehingga yang dimaksud dengan analisis harmonik pasang surut adalah suatu cara untuk mengetahui sifat dan karakter pasang surut di suatu tempat dari hasil pengamatan pasang surut dalam kurun waktu tertentu.

Pengamatan pasang surut idealnya selama 18.6 tahun (Dahuri et al., 1996). Akibat adanya fenomena pasang surut tersebut maka elevasi muka air laut selalu berubah secara periodik. Untuk itu diperlukan suatu elevasi yang dapat dijadikan sebagai pedoman di dalam perencanaan suatu pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah elevasi permukaan air tertinggi (HWS), elevasi muka air rata-rata (MSL), elevasi muka air terendah (LWS).

Gambar 2.5 Macam Permukaan Air Laut yang Digunakan sebagai Datum Referensi (Sumber: CERC, 1992)

Penentuan tinggi dan rendahnya pasang surut ditentukan dengan rumus-rumus sebagai berikut.

MSL=Z0 + 1,1 ( M2 + S2 ) ...(32) MHWS=Z0 + (M2+S2) ...(33) HHWS=Z0+(M2+S2)+(O1+K1) ...(34)

elev asi datum

Air tinggi tertinggi pada pasang besar

Air tinggi tertinggi pada rata-rata pasang

Air rendah terendah pada rata-rata surut Paras laut rata-rata

Duduk Tengah paras laut pada saat t

Ele v as i di at as du du k t en ga h Pa ras y an g di ten tuk an da ri m uk a s uru tan T un gg an g air rat a-r at a

Air rendah terendah pada surut besar

Bench mark

(32)

19 MLWS=Z0 - (M2+S2) ... (35) LLWS=Z0-(M2+S2)-(O1+K1) ... (36)

dengan:

MSL = Muka air laut rerata (mean sea level )

MHWS = Muka air tinggi rerata (mean high water surface) HHWS = Muka air tinggi tertinggi (highest high water surface) MLWS = Muka air rendah rerata (mean low water surface) LLWS = Air rendah terendah (lowest low water surface)

Pola pasang surut ditinjau dari 2 segi yaitu :

a) Pola satu fase pasang surut terdiri 1 kejadian pasang dan satu kejadian surut. Pada jarak bulan yang paling dekat dengan bumi akan menimbulkan posisi air pasang.

b) Pola Harian adalah perbedaaan dalam pola siklus dan panjang waktu terjadinya pasang surut dalam satu hari. Hal ini terjadi akibat rotasi bumi pada sumbunya dan akibat gaya tarik bumi dan bulan seakan menyelimuti dalam bentuk oval, selanjutnya pada daerah dengan garis terdekat dengan bulan akan mengalami pasang surut diurnal.

Diurnal adalah terjadi 1 kali pasang dan surut dalam sehari sehingga

dalam satu periode berlangsung sekitar 12 jam 50 menit disebut sebagai panjang harian tunggal. Sedang Semi Diurnal bila terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut dalam sehari disebut pasang harian

ganda. Apabila berdasar pengamatan jangka panjang terjadi

campuran antara kejadian diurnal dengan semi diurnal maka pada lokasi tersebut terdapat pola pasang surut campuran (mixed).

(33)

20

Tabel 2.2 Sembilan Unsur-utama Pembangkit Pasut

Unsur Periode (jam)

Kecepatan

sudut (0/jam) Sifat dan disebabkan oleh

M2 12.42 28.9841 Harian ganda: bulan orbit lingkaran dan ‟equatorial orbit‟

S2 12.00 30.0000

Harian ganda: bulan orbit lingkaran dan ‟equatorial orbit‟

K2 11.97 30.0821

Harian ganda: deklinasi bulan dan deklinasi matahari

N2 12.66 28.4397 Harian ganda: orbit bulan yang eliptis K1 23.93 15.0411 Harian ganda: deklinasi bulan dan

deklinasi matahari

O1 25.82 13.9430 Harian ganda: deklinasi bulan P1 24.07 14.9589 Harian ganda: deklinasi matahari M4 6.21 57.9682 ‟quarter diurnal‟: perairan dangkal MS4 6.20 58.9841

‟quarter diurnal: perairan dangkal, interaksi M2 dan S2

(Sumber: CERC, 1992) Berbagai metode pengukuran pasut telah dikembangkan saat ini, seperti metode least square (Emery and Thomson, 1997) dan metode Admiralty. Pada tugas perancangan ini akan digunakan metode Admiralty. Untuk mengetahui sifat-sifat perairan daerah studi, dilakukanlah pengamatan pasang surut sebagai fenomena air laut yang dapat diamati sehari-hari Hasil pengamatan ini dievaluasi dengan pendekatan harmonik air laut untuk mendapatkan konstanta harmonik barupa amplitudo (A) dan beda fase (g0). Kemudian dianalisa untuk mendapatkan tipe pasang surut, kedudukan air laut terendah dan tertinggi yang mungkin terjadi, besar mean sea level (S0), umur pasang surut air laut, besar amplitudo dan beda fase setiap konstanta harmonik pasang surut yang merupakan sifat-sifat dari suatu perairan. Termasuk juga komponen pasang surut yang terbesar dan terkecil, tunggang air rata-rata dan waktu pasang surut purnama.

(34)

21

2.2.7. Beban Gelombang

Syarat pemilihan teori untuk perhitungan gaya gelombang didasarkan pada perbandingan antara diameter struktur (D) dengan panjang gelombang (λ) sebagai berikut:

D/ λ >1 : Gelombang mendekati pemantulan murni, persamaan Morison tidak valid.

D/ λ >0.2 : Difraksi gelombang perlu diperhitungkan, persamaan Morison tidak valid.

D/ λ <0.2 : Persamaan Morison valid.

Menurut Indiyono (2004), persamaan Morison mengasumsikan bahwa gelombang terdiri dari komponen gaya inersia dan drag (hambatan) yang dijumlahkan secara linier. Persamaan dalam perhitungan gaya gelombang pada tiang vertikal dengan kondisi gelombang tidak pecah (non-breaking waves) dinyatakan sebagai berikut:

F = Fd + Fi ... (37)

= ... (38)

= ... (39)

dengan:

F : Gaya horizontal (tonf) ρ0 : Berat jenis air laut (ton/m3) D : Diameter pile (m)

U : Kecepatan partikel air (m/s) CI : Koefisien inersia.

Cd : Drag Coefficient (Cd = 1.0 untul pile)..

A : Luas selimut tiang yang terekspos gelombang (m2)

Koefisien gesek dan koefisien inersia yang digunakan untuk tiang sesuai dengan Technical standards for Port and Harbour Facilities in Japan (OCDI, 2002) adalah sebagai berikut.

(35)

22

Tabel 2.3 Koefisien Drag

(Sumber: OCDI, 2002)

Tabel 2.4 Koefisien Inersia

(Sumber: OCDI, 2002)

2.2.8. Beban Sandar Kapal

Pada saat kapal merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga akan terjadi benturan antara kapal dan dermaga. Gaya yang ditimbulkan oleh benturan kapal tersebut disebut dengan gaya sandar (berthing forces).

(36)

23 Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energi benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga. Gaya benturan bekerja secara horisontal dan dapat dihitung berdasarkan energi benturan. Hubungan antara gaya dan energi benturan tergantung pada tipe fender yang digunakan. Besar energi benturan diberikan oleh persamaan berikut.

E = ... (40)

dengan:

E : Energi kinetik yang timbul akibat benturan kapal (tonf) V : Kecepatan kapal saat merapat (m/s)

α : Sudut penambatan kapal terhadap garis luar dermaga (o) g : Percepatan gravitasi bumi (kg/m2)

CH :Koefisien massa hydrodinamis, merupakan faktor untuk memperhitungkan besarnya massa air yang bergerak di sekeliling kapal dan massa air ini menambah besar massa kapal yang merapat. Rumus yang digunakan adalah CH = 1 + B C D b* 2 * 2  1 + B D 2 ... (41)

Disini terlihat bahwa harga CH tergantung dari ukuran kapal yaitu D untuk draft kapal dan B untuk lebar kapal.

CC :Configuration Coefficient. Adalah koefisien untuk konfigurasi struktur tambatan dalam rangka memperhitungkan adanya efek bantalan air. Efek ini timbul karena adanya massa air yang terjepit antara posisi kapal merapat dengan tambatan. Bila tambatan merupakan konstruksi solid (misal = kade) maka adanya efek bantalan akan mengurangi energy tumbukan, sedang pada konstruksi Open pier atau Jetty air tidak membentuk bantalan. CC = 1 untuk jetty, open pier.

CS :Softness Coefficient. Untuk mengantisipasi pengaruh deformasi elastis terhadap badan kapal maupun konstruksi tambatan. Harga

(37)

24

CS = 0,9 - 1,0, dan biasanya diambil CS = 1,0 (tidak ada deformasi).

Kecepatan merapat kapal merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan dermaga dan sistem fender, yang dapat ditentukan dari nilai pengukuran atau pengalaman (Triatmodjo, 2009). Secara umum kecepatan kapal merapat diberikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.5 Kecepatan Kapal Saat Merapat Ukuran Kapal (DWT) Kecepatan kapal merapat

Pelabuhan (m/d) Laut terbuka (m/d) Sampai 500 0.25 0.30

500 – 10.000 0.15 0.20 10.000 – 30.000 0.15 0.15 Di atas 30.000 0.12 0.15

(Sumber: Triatmodjo, 2009)

Dalam penelitian, ini kapal yang beroperasi disekitar dermaga adalah jenis kapal ikan dengan ukuran kapal terbesarnya 50.000 DWT. Untuk nilai penurunan kecepatan kapal pada saat kapal merapat dermaga dianggap mencapai setengah dari kecepatan dinas atau kecepatan operasi kapal itu sendiri. Koefisien massa (Cm) tergantung dari gerakan air disekeliling kapal yang dihitung dengan persamaan berikut:

Cm = 1 + ...(42)

dengan:

D : draft kapal (m) Cb : koefisien blok kapal. B : lebar kapal (m)

(38)

25 CB = ... ……… 43)

dengan:

L : panjang kapal yang dalam hal ini adalah panjang garis air (m) V : kecepatan dinas kapal (m/s)

Terdapat juga parameter lainnya dalam penentuan beban sandar kapal yaitu koefisien eksentrisitas. Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dengan energi kinetik kapal yang merapat dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Ce =

... ... (44)

dengan:

l : jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal sampai titik sandar kapal l = ¼ Loa.

r : jari-jari putaran di sekeliling pusat berat kapal pada permukaan air

Gambar 2.7 merupakan kurva yang memuat hubungan antara koefisien blok dan panjang garis air, dengan mengetahui dua parameter tersebut maka dapat ditentukan nilai dari jari-jari putaran pada pusat berat kapal untuk menghitung koefisien eksentrisitas.

(39)

26

Gambar 2.6 Jari–jari putaran disekeliling pusat berat kapal (Sumber: OCDI, 2002)

Titik kontak pertama antara kapal dan dermaga adalah suatu titik dari seperempat (¼) panjang kapal pada dermaga dan sepertiga (1/3) panjang kapal pada dolphin dan nilai l adalah:

Dermaga : l = 1/4 LOA.

Dolphin : l = 1/3 LOA.

LOA : Panjang total kapal.

2.2.9. Beban Gempa

Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gempa terjadi jika tekanan pada lapis batuan yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik bumi, melebihi kekuatan dari batuan tersebut. Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur suatu bangunan tergantung dari beberapa faktor yaitu, massa dan kekakuan struktur, waktu getar alami dan pengaruh redaman dari struktur, kondisi tanah, dan wilayah kegempaan dimana struktur bangunan tersebut didirikan. Massa dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena beban gempa merupakan gaya

(40)

27 inersia yang besarnya sangat tergantung dari besarnya massa dari struktur. Analisis dan perencanaan struktur bangunan tahan gempa, pada umumnya hanya memperhitungkan pengaruh dari beban gempa horisontal yang bekerja pada kedua arah sumbu utama dari struktur bangunan secara bersamaan. Sedangkan pengaruh gerakan gempa pada arah vertikal tidak diperhitungkan, karena sampai saat ini perilaku dari respon struktur terhadap pengaruh gerakan gempa yang berarah vertikal, belum banyak diketahui. Pembebanan terhadap beban gempa ditinjau secara statik, sedangkan besaran gaya gempa statik ekivalen merujuk pada persamaan SNI 03-1726 (2012).

V = Cs . Wt ... ... (45)

dengan:

V : Beban (gaya) geser dasar nominal. Cs : Koefisian respons seismic.

Wt : Berat total struktur.

Untuk nilai dari koefisien respons seismik dapat dicari dengan mengguakan persamaan berikut ini:

Cs = SD / (R/I) ... ... (46)

dengan:

SD : Parameter percepatan respons spectrum desain pada periode 1 detik.

I : Faktor keutamaan struktur dengan nilai 1 (bangunan kategori resiko I).

R : Faktor reduksi gempa untuk kolom kantilever penahan momen. (2.2 untuk tiang baja dan tiang beton sesuai dengan SNI 03-1726-2012).

T0 : Periode natural fundamental (0.2 x SD1/SDS).

Sedangkan untuk menentukan nilai dari SD1 dan SDS bisa menggunakan persamaan berikut ini:

(41)

28

SD1 = 2/3 (Fv x S1) ... (47)

SDs = 2/3 (Fa x Ss) ... (48)

dengan:

Fv : Faktor situs untuk periode gempa 1 detik (periode panjang). Fa : Faktor situs untuk periode gempa > 1 detik (periode pendek). S1 : Parameter respons spektral percepatan gempa periode 1 detik. Ss : Parameter respons spektral percepatan gempa periode pendek. SDS : Parameter percepatan respons spectrum desain pada periode pendek.

Tabel 2.6 Kualifikasi Tanah Untuk Perhitungan Gempa

(Sumber: SNI 03-1726-2012)

Dalam tabel 2.6 terdapat klasifikasi jenis tanah yang dapat digunakan untuk menghitung faktor situs untuk menentukan spektrum seismik berdasarkan SNI

(42)

03-29 1726 (2012). Dengan mengacu pada nilai S1 maka dapat diketahui jenis tanah untuk dipergunakan dalam tabel berikut sesuai dengan wilayah gempa.

Tabel 2.7 Koefisien Situs Untuk Periode Gempa 1 Detik

(Sumber: SNI 03-1726-2012)

Tabel 2.8 Koefisien Situs Untuk Gempa Periode Pendek

(Sumber: SNI 03-1726-2012)

Untuk perhitungan nilai koefisien respons percepatan spektral gempa dalam periode waktu 1 detik (S1) dan gempa dalam periode pendek (Ss), dapat dilihat dari peta persebarannya berikut ini:

(43)

30

Gambar 2.7 Peta Persebaran Nilai S1 Di Indonesia (Sumber: SNI 03-1726-2012)

Gambar 2.8 Peta Persebaran Nilai Ss Di Indonesia (Sumber: SNI 03-1726-2012)

2.2.10. Daya Dukung Tanah Lateral

Dalam perhitungan daya dukung tanah maka dibedakan perhitungan daya dukung aksial dan daya dukung lateral. Perhitungan pada tugas akhir ini adalah dengan perhitungan daya dukung menggunakan data Standard Penetration Test (SPT). Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah

Sebelum kita melakukan peritungan daya dukung ijin tanah maka sebelumnya kita perhitungkan nilai koreksi dari data pengukuran SPT. Menurut ASTM D-4633 setiap alat uji SPT yang digunakan harus dikalibrasi tingkat efisiensi tenaganya dengan menggunakan alat ukur strain gauges dan aselerometer, untuk memperoleh standar efisiensi tenaga yang lebih teliti. Di

(44)

31 dalam praktek, efisiensi tenaga sistem balok derek dengan palu donat (donut hammer) dan palu pengaman (safety hammer) berkisar antara 35% sampai 85%, sementara efisiensi tenaga palu otomatik (automatic hammer) berkisar antara 80% sampai 100%. Jika efisiensi yang diukur (Ef) diperoleh dari kalibrasi alat, nilai N terukur harus dikoreksi terhadap efisiensi sebesar 60%. Koefisien untuk koreksi nilai SPT ditunjukkan pada table di bawah ini.

Tabel 2.9 Tabel Koefisien Koreksi SPT

(Sumber: SNI-4153-2008)

Untuk mencari nilai N yang terkoreksi atau N60 maka terlebih dahulu dilihat tegangan vertikal efektif dengan persamaan sebagai berikut

Cn= 2 2/ 1 2 + σ overburden/Pa ... ... (49)

N60 = NM x Cn x Ce x Cb x Cr x Cs...(50)

Kapasitas daya dukung tiang merupakan jumlah dari kapasitas titik akhir atau perlawanan ujung dengan perlawanan selimut tiang.

(45)

32

dengan:

Qp : Kapasitas dukung pada ujung tiang (ton)

Qfs : Kapasitas daya dukung karena tahanan kulit (ton)

Menurut Mayerhof (1976) pada tanah berpasir (non kohesif) kapasitas titik akhir atau ujung dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Qp = 4 . N-SPT .Ap. Patm... (52)

Untuk tahanan geser selimut tiang pada tanah berpasir (non kohesif) adalah:

Qs = 2 N-SPT . p. L... ... ... (53)

Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis :

Qp = 9 . Cu . Ap... ... ... (54)

Untuk tahanan geser selimut tiang untuk tanah kohesif plastis adalah:

Qs = a . cu . p . Li... ... ... (55)

Cu = N-SPT 2/3…… ……… … ... .(56)

Dimana :

a : Koefisien adhesi antara tanah dan tiang Cu : Kohesi Undrained

p : keliling tiang

(46)

33

Gambar 2.9 Koefisien Adhesi Antara Tiang Dan Tanah

2.2.11. Daya Dukung Tanah Lateral

Dalam metode daya dukung tiang pancang lateral yang diberikan oleh Broms (1964), daya dukung tiang pancang dibedakan menurut panjang tiang dan ujung tiang, apakah tiang pancang tersebut masuk dalam klasifikasi tiang pancang panjang atau tiang pancang pendek, serta ujung tiang pancang bebas atau terjepit. Perbedaaan tersebut akan memberikan sebuah persamaan serta pendekatan yang berbeda pula. Untuk itu maka perlu dilakukan klasifikasi terlebih dahulu untuk menentukan persamaan mana yang akan digunakan karena akan menentukan juga besaran daya dukung tiang pancang lateral.

Tabel 2.10 Klasifikasi Tiang Pancang Broms Tipe Tiang Pancang Jenis

Tiang Pendek L ≤ 2T Tiang Panjang L ≥ 4T

(Sumber: Tomlinson, 2008)

Dalam penelitian ini analisa daya dukung lateral akan menggunakan analisa untuk tiang pancang panjang dengan ujung tiang bebas. Untuk menentukan dimana letak titik kekakuan/ Fixity Point suatu tiang mengalami momen maksimum, gaya geser minimum dan adalah sebagai berikut.

(47)

34

Gambar 2.10 Gambaran Fixity Point

Daya Dukung Lateral Tiang (Sumber: Tomlinson, 2008)

T = √ …… ……… … ... .(57)

Zf = 1.8 T…… ……… … ... .(58)

Adapun persamaan untuk menentukan besar resistensi beban lateral ultimate pada suatu konstruksi tiang pancang dengan ujung bebas adalah sebagai berikut:

Hu= 9 D Cu (Zf-3D/2) …… ……… …... .(59)

Mu= Hu (Zf/2 + 3D/2) …… ……… … ... .(60)

dengan:

Hu : Besar gaya resistensi tanah (ton) Mu : Momen akibat kekuatan tanah (ton.m) T : Faktor kekakuan

E : Kekakuan tiang pancang (ton/m2) I : Momen inersia tiang (m4)

(48)

35 nh : Modulus variasi (350 -700 kN/m3) (Thomlinson , 2008)

L : panjang tiang pancang (m) Zf : Virtual Fixity Point (m) Cu : Kohesi Undrained

(49)

36

(50)

37

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Adapun metodologi penelitian ini disajikan dalam diagram alir beriku

Analisa stress Analisa defleksi/lendutan Analisa gaya reaksi A A Pengumpulan Data : 1. Batimetri 2. Angin 3. Tanah 4. Kapal

Perhitungan elevasi, beban lingkungan dan beaaring capacity

Mulai

Studi Literatur

Penentuan diameter rencana 30,50, dan 80 cm

Permodelan SAP 2000 variasi A,B, dan C

(51)

38

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir A

Kontrol defleksi,tegangan,

dan gaya reaksi

A

Pemilihan konfigurasi tiang pancang

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Ya

(52)

39

3.2. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini berdasarkan diagram alir diatas, berikut penjelasan secara terperinci mengenai langkah-langkah penyelesaian tersebut:

1. Studi Literatur

Studi literatur ini dilakukan dengan cara mencari, mempelajari, dan memahami paper, jurnal, buku – buku yang berkaitan dengan desain pelabuhan, desain pondasi dan hidrodinamika pantai.

2.Pengumpulan data

Data – data yang dipakai dalam penelitian ini meliputi:

o Data lingkungan

o Data tanah dan data seismiknya

o Data batimetri

o Data angin

o Data pasang surut

o Data ukuran kapal rencana yang sandar pada Breasting Dolphin

o Data desain dan material

o Spesifikasi tiang pancang baja

o Spesifikasi fender

3. Pengolahan data

A. Dari semua data lingkungan yang diperoleh, terlebih dahulu ditentukan elevasi breasting dolphin di lokasi rencana. Penentuan elevasi dengan memperhatikan kedalaman surut terendah dan pasang tertingginya, ketinggian gelombang maksimumnya serta syarat batas ketinggian breasting

dolphin minimum berdasarkan ukuran kapal operasi yang terkait dengan

draft kapal.

B.Dari data lingkungan yang diperoleh maka akan ditentukan beberapa beban lingkungan yang akan diterima oleh struktur. Antara lain adalah beban akibat energi tumbukan kapal yang bersandar, beban akibat gaya gelombang yang diperoleh dari peramalan data angin di wilayah Kabupaten

(53)

40

Lamongan menggunakan metode morison yang terkait dengan gaya drag dan inersia, beban akibat arus, serta beban akibat gaya geser seismic/gempa yang terjadi di lokasi breasting dolphin dengan mengacu pada SNI – 03-1276-2012.

C. Setelah beban semua diperhitungkan kemudian ditentukan kombinasi beban yang mengenai struktur dengan mengacu pada AISC-ASD89.

D. Pada tahap selanjutnya di running pada diameter dan konfigurasi yang berbeda. Dari data tersebut terlihat berapakah unity check yang terjadi dan di cari nilai efisiensi maksimum dari diameter dan konfigurasi masing-masing.

Gambar 3.2 Variasi Model

4. Kesimpulan dan Saran

Menarik kesimpulan dari hasil analisa yang telah dibuat yang selanjutnya dapat memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut terkait desain dolphin pada breasting dolphin dan masukan bagi dinas terkait untuk ketersediaan data guna pembangunan lebih lanjut.

(54)

41

BAB 4

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Daerah Penelitian

Daerah penelitian berada pada desa sedayu lawas kecamatan Brondong kabupaten Lamongan. Daerah ini nantinya akan dijadikan kawasan industri di pesisir dengan pembangunan Jetty sebagai pendukung transportasi lautnya. Setelah dilakukan pencarian data baik itu data tanah, angin dan batimetri maka dalam tugas akhir kali ini akan dibahas konfigurasi yang cocok untuk pemancangan dolphin.

Lokasi ini cukup strategis untuk pusat industri karena daerah pesisirnya langsung berhubungan dengan laut jawa yang merupakan letak alur pelayaran di indonesia. Daerah darat juga langsung berhubungan dengan jalur pantura sehingga distribusi logistik dapat berjalan dengan lancar. Namun kelemahan pada lokasi ini adalah kawasan perairannya yang mempunyai batimetri yang cukup landai sehingga letak jetty berada cukup jauh dengan daratan. Hal ini menyebabkan anggaran untuk pekerjaan ini akan mengalami peningkatan dikarenakan kebutuhan untuk pembangunan trestle dan causeway sebagai infrastruktur pendukungnya. Selain itu pada lokasi perairan ini letak tanah keras cukup dalam karena lapisan tanah bagian atas dominan lumpur berpasir/lanau, hal ini secara alami terjadi karena perairannya yang memiliki batimetri yang landai serta terdapat sudertan sungai bengawan solo yang berperan juga untuk sedimentasi sehingga lumpur yang dibawa dari sungai terbawa hingga ke bibir pantai. Sehingga akan dibutuhkan tiang pancang yang lebih panjang untuk menjangkau lapisan tanah kerasnya sebagai pendukung pondasinya. Hal ini juga dapat membuat penambahan anggaran untuk bahan tiang pancang itu sendiri.

Secara topografi kawasan ini dinilai mendukung untuk pembangunan karena kontur geografisnya yang datar dan lapisan tanahnya dinilai cukup mendukung untuk pembangunan. Dari aspek masyarakat sendiri juga mendapat dukungan yang cukup dan dari masyarakat sendiri berharap industri ini dapat membuat kemajuan di daerahnya secara daerah di desa sedayu lawas masih tergolong masyarakat pedesaan yang sederhana. Sehingga harapannya industri ini

(55)

42

juga mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan guna kebaikan lingkungan sosial di sekitarnya.

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian(Sumber: Google Earth)

4.2. Arah dan Kecepatan Angin

Untuk mengetahui kecenderungan arah angin di sekitar Lamongan dibuat gambar wind rose per bulan Tahun 2004-2014. Data yang diperoleh dari BMKG berupa data arah dan kecepatan angin, hasil plotting wind rose bulanan diberikan dalam gambar 4.2 Pada bulan Desember – Maret, angin di atas 2.5 m/det dominan bertiup dari Barat Laut, Kemudian mulai bergeser ke Tenggara pada bulan April - Nopember. Peralihan arah angin kembali ke arah Barat terjadi pada bulan Desember. Peralihan arah angin juga terjadi pada bulan April di mana arah angin dari barat laut mulai mengarah ke tenggara, sementara pada bulan Desember angin dominan mulai datang dari arah Barat Laut. Warna pada gambar 2.4 menunjukkan kecepatan angin dalam rentang 0 m/det hingga di atas 10 m/det. Angin berkecepatan rendah ditunjukkan dengan warna abu abu ( <2,5 m/det) dan kuning (2,5 – 5 m/det), sementara angin berkecepatan tinggi ditunjukkan oleh warna merah (5-7,5 m/det), biru (7,5 – 10 m/det) dan hijau (> 10 m/det).

(56)

43

Januari Februari

Maret April

(57)

44 Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

(58)

45 Berdasarkan gambar di atas, terlihat kecepatan angin 2,5 – 7,5 m/det (kuning dan merah) dominan terjadi sepanjang tahun, sementara pada musim Angin Barat kecepatan bisa mencapai lebih dari 10 m/det (warna hijau). Tabel 1 di bawah ini menunjukkan Distribusi Arah dan Kecepatan Angin untuk kurun waktu 2004 – 2014. Terlihat bahwa angin 2,5 – 5m/det, lebih mendominasi (sekitar 32,66%) dalam kurun waktu 11 tahun disusul dengan kecepatan angin di bawah 2,5m/det (23,75%). Arah angin sebagian besar (33.8%) berasal dari arah Timur – Tenggara, kecepatan pada arah tersebut tergolong sedang (di bawah 7,5 m/det dengan prosentase 14,05%). Angin yang cukup kencang berasal dari Barat (10,45%) disusul Angin Timur-Tenggara (33.8%).

Tabel 4.1 Distribusi Arah dan Kecepatan Angin 2004 - 2014

Arah 0.0 - 2.5 2.5 - 4.0 4.0 - 7.5 7.5 - 10.0 >= 10.0 Total (%) N 1.16 1.06 0.54 0.11 0.00 2.87 NNE 0.87 0.45 0.04 0.00 0.00 1.36 NE 0.83 0.32 0.01 0.00 0.00 1.16 ENE 0.74 0.54 0.04 0.001 0.00 1.32 E 1 1.32 0.71 0.07 0.00 3.12 ESE 1.29 2.92 4.54 2.24 0.34 11.32 SE 4.38 3.79 9.53 4.34 0.07 23.32 SSE 1.14 2.70 4.85 2.66 0.05 11.4 S 0.96 1.08 0.58 0.07 0.001 2.7 SSW 0.84 0.71 0.08 0.001 0.00 1.63 SW 0.86 0.81 0.13 0.16 0.01 1.8 WSW 0.79 1.36 0.66 0.18 0.04 3.04 W 0.88 1.62 1.23 0.37 0.14 4.25 WNW 0.95 2.19 1.78 0.47 0.89 4.49 NW 1.03 3.37 2.29 0.38 0.07 7.15 NNW 4.28 7.55 4.72 0.45 0.05 18.04 Sub-Total 23.23% 31.79% 31.75% 12.38% 0.85% 100%

(59)

46

Gambar 4.3 berikut menunjukkan mawar angin untuk seluruh data angin dalam kurun waktu 2004 – 2014 berdasarkan Tabel 1 di atas. Ditunjukkan pula histogram distribusi kecepatan angin.

Gambar 4.3 Wind Rose Dan Pengelompokan Angin Di Wilayah Studi 2004 – 2014

4.3. Data Tinggi Gelombang Dari Peramalan Data Angin

Dalam penelitian ini, untuk peramalan besar periode dan tinggi gelombang diperoleh berdasarkan kecepatan angin yang berhembus di permukaan laut. Data angin yang diperoleh dari BMKG Perak ini adalah data angin antara tahun 2004

(60)

47 dan 2014 lalu. Data angin yang dikeluarkan oleh BMKG memiliki besar kecepatan hembus angin, arah datang angin serta waktu hembusnya dalam rentang tiap jam. Berikut adalah tabel yang menyajikan data frekuensi distribusi data angin, frekuensi kejadian angin serta gambar diagram mawar angin Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kecepatan Angin No Direction/wind clases 0-2.5 2.5-5 5-7.5 7.5-10 >=10 Total 1 348.75-11.25 1099 998 506 107 0 2710 2 11.25-33.75 820 427 41 0 0 1288 3 33.75-56.25 780 306 9 0 0 1095 4 56.25-78.75 698 509 41 1 0 1249 5 78.75-101.25 943 1252 676 71 5 2947 6 101.25-123.75 1228 2754 4286 2115 312 10695 7 123.75-146.25 4333 3579 9005 5046 69 22032 8 146.25-168.75 1076 2555 4586 2509 49 10775 9 168.75-191.25 916 1021 545 70 1 2553 10 191.25-213.75 794 669 74 1 0 1538 11 213.75-236.25 808 762 123 16 1 1710 12 236.25-258.75 749 1290 624 170 38 2871 13 258.75-281.25 832 1532 1168 354 134 4020 14 281.25-303.75 902 2069 1688 448 84 5191 15 303.75-326.25 976 3187 2168 361 62 6754 16 326.25-348.75 4993 7131 4455 423 44 17046 Sub-total 21947 30041 29995 11692 799 94474 No Direction/wind clases 0-2.5 2.5-5 5-7.5 7.5-10 >=10 Total Calm 0 Missing/incomplete 2 Total 94476

Gambar

Gambar 1.1 Lokasi Studi Lokasi Jetty
Gambar 1.2 Lokasi Pembangunan Jetty
Gambar 2.1 Grafik Hubungan Kecepatan Angin Di Laut Dan Di Darat   (Sumber: SPM, 2002)
Gambar 2.2 Daerah Penerapan Fungsi H/d dan d/L
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan diajarkannya pelajaran bahasa Jepang di SMK Nusa Dua adalah (1) untuk membekali siswa dengan ilmu kebahasaan, karena siswa di sekolah tersebut sering

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaji dan motivasi terhadap kinerja guru. Populasi penelitian ini adalah gur bimbingan belajar di Kabupaten

Penyelesaian Masalah Sehari-hari yang Berkaitan dengan Jarak, Waktu, dan Kecepatan Tanya jawab, diskusi, penugasan, penguatan/ ceramah LCD Projector, Laptop/notebook,

Penelitian penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) berbantuan media movie untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa mata pelajaran

Hal ini berarti jika terjadi peningkatan per- mintaan akhir ataupun konsumsi pada sektor ini sebesar satu satuan akan me- ningkatkan penyerapan tenaga kerja di

Dalam karya Tugas Akhir ini, penulis ingin memvisualisasikan tentang konsep maupun cerita tersendiri builder dalam membangun sebuah motor custom sebagai dokumentasi melalui

Hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa frekuensi pencelupan mempengaruhi hasil jadi pewarnaan alam kulit pohon mahoni terhadap hasil jadi batik pada bahan

Konsentrasi TDI yang dibutuhkan oleh asam lemak bebas hasil oksidasi melalui proteksi metilasi lebih besar dari pada tanpa perlakuan, hal ini sesuai dengan gugus –OH