• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Data dan Fakta

Pembangunan hutan kota dirancang berdasarkan empat dasar pertimbangan. Dasar pertimbangan tersebut adalah permasalahan lingkungan, kebijakan pemerintah, kondisi biofisik kawasan dan kondisi sosial budaya masyarakat.

5.1.1 Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan di Jakarta yang sudah seharusnya mendapat perhatian penuh adalah masalah banjir, disamping permasalahan lain seperti peningkatan suhu udara, polusi, dan sampah. Hampir setiap tahun saat musim penghujan di beberapa tempat di Jakarta mengalami banjir.

Banjir yang terjadi di Jakarta disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain cuaca dan iklim, terjadinya deformasi yaitu penurunan permukaan tanah sehingga aliran air tidak bisa sampai ke laut dan ditambah dengan sampah yang menumpuk. tambahan air dari hulu karena semakin berkurangnya pohon-pohon di hulu yang berfungsi untuk mengikat air. Sehingga saat musim penghujan terjadi genangan-genangan air di beberapa lokasi di Jakarta seperti yang terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Data banjir 6 Februari 2007

Sumber: www.vhrmedia.com

Wilayah Ketinggian air Keterangan

Jakarta Pusat  100 cm

-Jakarta Timur  Wilayah pusat banjir:

Matraman, Jatinegara, Cipinang, Bidara Cina, Pulo Gadung, Cawang, Cililitan, Pasar Rebo, Cijantung, Gedong, Pekayon, Kelurahan Baru Penggilingan, Pulo Gebang, Duren Sawit, Klender, Pondok Kopi, Pondok Kelapa, Ciracas, Bambu Apus, Lubang Buaya, Cilangkap, Kebon Manggis

Jakarta Selatan Wilayah pusat banjir:

Tebet. Pancoran, Petogogan, Pesanggrahan  Jakarta Barat  60-120 cm Wilayah pusat banjir:

Rawa Buaya, Cengkareng Jakarta Utara  50-150 cm Wilayah pusat banjir:

(2)

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan dari data sekunder yang diperoleh, terjadi peningkatan suhu udara di Kecamatan Jakagarsa, khususnya di Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur . Berdasarkan data sekunder, data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika yang diukur oleh stasiun Klimatologi pondok betung 1994-2004, suhu rata-rata bulanan di kawasan Kelurahan Srengseng Sawah dan sekitarnya adalah 27,410C, curah hujan rata-rata 191,42 mm/bulan, dan kelembaban rata-rata bulanan 79,70%, sedangkan pada tahun 2007 suhu rata-rata sebesar 27,70C, curah hujan 224,3 mm/bulan dan kelembaban udara rata-rata 78%. Terjadi peningkan suhu 0,30C dan peningkatan curah hujan 32,88 mm/bulan dan penurunan kelembaban 1,70%. Meskipun peningkatan ini tidak signifikan namun jika tidak ada usaha untuk meningkatkan kembali kualitas lingkungan maka suhu di kawasan ini pada 5 tahun yang akan datang bisa meningkat drastis. Selain peningkatan suhu, permasalahan lainnya adalah masalah sampah di dalam tapak dan sekitar tapak dan genangan air di jalan raya pada saat hujan deras, meskipun tidak sampai menyebabkan banjir besar.

5.1.2 Kebijakan Pemerintah

Sesuai dengan Peraturan Menteri dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, pembangunan ini diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, yang memiliki fungsi sebagai kawasan lindung bagi Kelurahan Jagakarsa, mengendalikan pencemaran udara terutama dari asap kendaraan bermotor, pengendali air dan sarana estetika.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Pasal 8 ayat 2 menyatakan “Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar.” Luas RTH Kelurahan Srengseng Sawah ±5700 m2 sudah dapat untuk dijadikan hutan kota.

Berdasarkan Pasal 12 yang menyatakan bahwa (1) Rencana pembangunan hutan kota sebagai hasil dari perencanaan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. (2) Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, rencana pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan

(3)

bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.(3) Rencana pembangunan hutan kota disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial dan budaya setempat. Pembangunan hutan kota di RTH Kelurahan Srengseng Sawah dibangun berdasarkan RTRW DKI Jakarta yang tertuang dalam Peraturan Daerah No 6 Tahun 1999 menyatakan bahwa wilayah Jakarta Selatan bagian selatan untuk dipertahankan sebagai kawasan hijau untuk daerah resapan air, dan pembangunan ini juga disesuaikan dengan kondisi ekologis setempat, sosial dan budaya masyarakat setempat.

5.1.3 Kondisi biofisik Kawasan 5.1.3.1 Lokasi dan Aksesibilitas

Lokasi RTH ini terletak di sebelah Selatan, DKI Jakarta Selatan, Lahan ini dekat dengan Situ Babakan yang berjarak ± 2 km. Lahan ini terletak tepat di depan Jl. Moh.Kahfi II, lokasi studi ini terletak ± 5 km dari stasiun Lenteng Agung. Jalan Raya Pasar Minggu dan lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta- Bogor merupakan akses utama menuju lokasi tapak. Lokasi ini dapat dicapai dari empat arah:

(a) Dari arah barat, mewakili daerah Ciganjur, Cinere dan Pondok Labu melalui jalan Warung Silah

(b) Dari arah timur melalui jalan Srengseng Sawah

(c) Dari arah utara, dari jalan Raya Lenteng Agung melalui jalan Moh. Kahfi II atau jalan Jeruk dan

(d) Dari arah selatan mewakili daerah Lebak Bulus dan Depok, melalui jalan Tanah Baru.(terusan Moh. Kahfi II kearah selatan) dari Lebak Bulus dan jalan Kukusan di Depok.

Kemudahan mencapai lokasi, yang berarti aksesibilitas menuju tapak mudah. Sehingga pengunjung dari berbagai tempat di Jakarta dapat mengunjungi tapak tersebut.

(4)

5.1.3.2 Topografi

Secara umum keadaan topografi di dalam tapak adalah datar. Lereng berkisar antara 0-8% dengan ketinggian lebih dari 20 mdpl (diatas permukaan laut) jika dilihat berdasarkan kepekaannya terhadap erosi, tapak ini sangat kecil terkena dampak. Topografi seperti ini, cocok untuk dibangun sebagai tempat rekeasi. Permukaan yang datar dan kemiringan lereng yang relatif kecil dapat membuat pengunjung yang masuk akan merasa bosan ditambah lagi dengan bentuk hutan kota yang berbentuk persegi maka solusinya adalah dengan pembagian zonasi/ruang. Misalnya peletakan jalan setapak/jogging track yang dibuat berkelok-kelok. Setiap jenis tanaman mempunyai kisaran tumbuh terhadap tinggi tempat dari permukaan laut. Hal ini perlu diperhatikan untuk peletakan tanaman dalam tapak.

5.1.3.3 Geologi dan Tanah

Kesuburan dari tanah sangat perlu diperhatikan karena setiap jenis tanaman membutuhkan kesuburan yang berbeda-beda untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Berdasarkan peta tanah tinjau Propinsi Jawa Barat 1966 jenis tanah di dalam tapak adalah asosiasi latosol merah sampai coklat kemerahan, dan laterit air tanah, dengan bahan induk tuf volkan intermedier. Tanah latosol tidak memperlihatkan pembentukan tanah yang baru dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Latosol bersifat asam dengan kandungan bahan organik yang rendah sehingga kesuburan juga rendah. Tanah ini berstruktur granular dan drainasenya baik sehingga tanah ini berbahaya jika dibiarkan terbuka. Laterit air tanah memiliki sifat masam hingga agak asam (pH H20 6,0-7,5), zat organiknya rendah (1-4%), unsur hara dan permeabilitas jelek, dan kepekaan erosi kecil.

5.1.3.4 Iklim

Kondisi iklim di Kelurahan Srengseng Sawah dan sekitarnya pada Tahun 2007 yang terdiri dari curah hujan, temperatur udara maksimum dan temperatur minimum, kelembaban, penyinaran matahari, tekanan udara, arah angin dan kecepatan angin yang terangkum dalam (Tabel 12).

(5)

Tabel 12. Iklim, Curah hujan dan angin tahun 2007 Uraian Jumlah Rata-rata 1. Curah Hujan 2.691,6 224,3mm 2. Hari hujan 1.478 14 3. Temperatur udara 332,80 27,70 4. Temperature maksimum 396,20 33,10 5. Temperature minimum 287,20 23,90 6. Kelembaban udara 935% 78% 7. Penyinaran matahari 710% 59,2% 8. Tekanan udara 12.115,7mb 1.009,6mb 9. Arah angin - 270

10. Kecepatan angin - 3knot

Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)

  

Tingkat penyinaran yang tinggi melebihi 50%, maka dibutuhkan pembangunan hutan kota yang dapat menciptakan iklim mikro, karena pohon-pohon mampu menahan dan menyaring sinar matahari, menjinakkan arus angin , menguapkan air, mengurangi penguapan air tanah. Pohon-pohon juga dapat menahan butir-butir air hujan dan memperlambat jatuhnya air hujan. Sehingga daya infiltrasi tanah meningkat.

5.1.3.5 Vegetasi dan Satwa

Sebelum dijual kepada Pemerintah Daerah, RTH hanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai jalan pintas menuju jalan raya, dan tidak ada pemanfaatan lain. Tanaman yang ada di dalamnya didominasi oleh tanaman buah-buahan seperti pisang (Musa sp), pepaya (Carica papaya), rambutan (Nephelium lappaceum), mangga (mangivera indica) jambu, pete, jenggol dan semak liar. Satwa liar yang ada di dalam berdasarkan wawancara sebagian kecil adalah ular, kodok, dan beberapa jenis burung seperti tekukur, gereja, merpati, kutilang, perkutut,cici.

(6)

Gambar 6 Kondisi tapak RTH Kelurahan Srengseng Sawah

5.1.4 Masyarakat

Masyarakat memiliki latar belakang yang berbeda-beda yang berpengaruh terhadap persepsi, antara lain jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran, dan dalam persepsi terdapat preference (kesukaan). Berdasarkan Porteus (1977), preferensi adalah studi perilaku individu dapat digunakan oleh ahli lingkungan dan para disainer untuk menilai keinginan pengguna (user) terhadap suatu objek yang akan direncanakan,dengan melihat preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses perencanaan.

5.1.4.1 Karakteristik Responden

Masyarakat yang dipilih menjadi responden berjumlah 68 responden yang berasal dari 2(dua) kelurahan di Kecamatan Jakagarsa, Kotamadya Jakarta Selatan yaitu Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur. Responden yang dipilih adalah kepala keluarga yang mengetahui lokasi hutan kota yang akan dibangun dan juga berdasarkan jarak terdekat dari tempat tinggal responden. Berdasarkan jenis kelamin, responden terbanyak adalah laki-laki sebesar 83.82% hal ini dikarenakan responden yang dipilih adalah kepala keluarga. Berdasarkan data hasil kuesioner (Lampiran 3,Tabel 7) diketahui identitas responden masyarakat yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran. Komposisi responden terbanyak dapat dilihat pada Tabel 13.

(7)

Tabel 13 Komposisi Terbanyak dari Responden

5.1.4.2 Pengetahuan Responden

Pengetahuan merupakan salah satu parameter atau peubah yang ingin dilihat pengaruhnya dalam penelitian ini. Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasikan baik hasil pengamatan maupun pengalaman sehingga bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan. Pengetahuan masyarakat dinilai dengan mengajukan 12 pertanyaan yang dibagi menjadi 2 (dua) kriteria, yaitu pengetahuan tentang Ruang Terbuka Hijau dan pengetahuan tentang Hutan kota, untuk mengetahui sejauhmana pemahaman dan pengertian masyarakat tentang RTH dan hutan kota.

a. Pengetahuan Responden tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang Terbuka Hijau adalah Ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan yang berada di dalam kota yang lebih luas yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya seperti proteksi, rekreasi, estetika dan kegunaan khusus lainnya. Kemajuan pembangunan antara lain terlihat dari meningkatnya sarana prasarana di daerah perkotaan, seperti pembangunan gedung-gedung, jalur transportasi, penambahan jumlah penduduk. Pembanguan ini mengakibatkan semakin berkuranganya luasan RTH, yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan.

Isi dari kuesioner mencakup tentang pengertian RTH, fungsi, manfaat bagi manusia dan lingkungan, dan juga tentang penurunan luasan akibat pembangunan yang mengakibatkan penurunan luasan RTH. Secara umum, pengetahuan responden tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) termasuk dalam

No Latar Belakang Komposisi Terbanyak Jumlah

1 jenis kelamin Laki-laki 83,82 %

2 Umur 31-40 41,18%

3 Pendidikan SMU/sederajat 57,35 % 4 Pekerjaan lainnya/wiraswasta 30,88 % 5 Pendapatan 1,500.000 - 3.000.000 38,24 % 6 Pengeluaran 500.000 – 1,500.000 42,65 %

(8)

kategori pengetahuan tinggi sebanyak 88.24% dan pengetahuan sedang sebanyak 11.76%, sedangkan responden dengan pengetahuan rendah tidak ada (Tabel 10).

b. Pengetahuan Responden tentang Hutan Kota

Pembangunan hutan kota merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Bentuk-bentuk hutan kota antara lain jalur hijau, pemakaman, kebun binatang, kebun raya, pekarangan, yang berfungsi untuk meningkatkan keindahan, menurunkan suhu, sebagai tempat rekreasi, olahraga dan lainnya.

Isi dari kuesioner mencakup tentang bentuk, pembangunan dan pengelolaan hutan kota. Secara umum pengetahuan responden tentang hutan kota termasuk dalam kategori tinggi sebesar 91.18%, pengetahuan sedang 8.82%, sedangkan pengetahuan rendah tidak ada (Tabel 14).

Tabel 14 Pengetahuan responden tentang RTH dan Hutan Kota

Berdasarkan hasil kuesioner, pengetahuan responden tentang RTH dan hutan kota termasuk dalam kategori sedang sampai tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan responden menjawab pernyataan yang diajukan dan pemahaman responden yang cukup tinggi saat wawancara. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman responden tentang perubahan lingkungan yang dirasakan atau pengetahuan yang diperoleh dari berbagai media informasi sehingga mengerti dan sudah memahami akan pentingnya RTH.

c. Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Masyarakat tentang RTH

Hasil uji Chi Kuadrat dengan tingkat kepercayaan 95% (Tabel 14) diketahui bahwa hanya satu variabel yaitu umur yang memiliki nilai χ2hitung yang lebih besar dari χ2tabel. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan pengetahuan responden tentang RTH, sedangkan lima variabel lainnya dari karakteristik responden yaitu jenis kelamin, pendidikan,

Pengetahuan Jumlah % Jumlah % Rendah 0 0 0 0 Sedang 8 11.76 6 8.82 Tinggi 60 88.24 62 91.18 RTH Hutan Kota

(9)

pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran memiliki nilai χ2hitung yang lebih kecil dari χ2tabel. Hasil uji ini membuktikan bahwa tidak hubungan antara lima variabel yang diatas dengan pengetahuan responden tentang RTH.Dilihat dari pendidikan, pekerjaan dan pendapatan responden termasuk dalam golongan menengah. Sedangkan tingkat pengetahuan masyarakat mulai dari sedang-tinggi. Tabel 15 Hubungan antara karakteristik responden dengan Pengetahuan tentang

RTH

Latar

Belakang Pengetahuan masyarakat Df χ2hitung χ2tabel

Jenis

Kelamin tentang Ruang Terbuka 1 1,750 3,841

Umur Hijau 4 11,254 9,488

Pendidikan 3 1,840 7,815

Pekerjaan 5 2,066 11,07

Pendapatan 4 3,896 9,488

Pengeluaran 3 0,963 7,815

Berdasarkan Litterer (1984) dalam BRR-Kehutanan (2006) menyatakan bahwa pembentukan persepsi dimulai ketika seorang individu menerima informasi (stimuli yang diterima indera). Informasi ini mengalami proses pemilihan dan penyaringan yang diikuti dengan proses penutupan sehingga tersusun suatu kesatuan yang bermakna, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan untuk menjadi suatu persepsi seseorang terhadap sesuatu yang mendasari pola perilaku dan pola tindaknya. Siagian (1989) juga mengungkapkan bahwa secara umum persespsi seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1). diri orang yang bersangkutan ( sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman dan harapan); (2) sasaran persepsi (orang, benda atau peristiwa); (3) situasi (keadaan lingkungan).

Pengetahuan diperoleh bukan hanya dari pendidikan namun dapat diperoleh dari sumber lain, misalnya dari orang lain maupun suatu peristiwa tentang perubahan lingkungan yang dirasakan. Hal ini menjadi suatu pengalaman masa lampau dan adanya motivasi, keinginan dan harapan setelah melalui proses penyaringan maka akan membentuk persepsi seseorang. Sehingga pengetahuan responden yang dipengaruhi oleh usia tergolong sedang sampai tinggi karena pengalaman masa lampau.

(10)

Hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang RTH dengan umur ditunjukkan oleh Gambar 7. Semakin tua umurnya maka pengetahuan tentang RTH semakin tinggi, pada umur 51-60 Tahun semua responden memiliki pengetahuan tinggi, kecuali umur >60 Tahun pengetahuan sedang lebih banyak.

Gambar 7 Hubungan Pengetahuan tentang RTH dengan Umur Masyarakat

d. Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Pengetahuan tentang Hutan Kota

Hasil uji Chi-Kuadrat dengan tingkat kepercayaan 95% (Tabel 16) diketahui bahwa tidak ada hubungan antara latar belakang masyarakat dengan pengetahuan masyarakat tentang hutan kota. Artinya bahwa responden dengan jenis kelamin, umur yng berbeda, pendidikan, pekerjaan maupun pendapatan yang tinggi belum tentu memiliki pengetahuan yang tinggi juga.

Tabel 16 Hubungan antara karakteristik responden dengan Pengetahuan masyarakat tentang Hutan Kota

Latar Belakang

Pengetahuan

masyarakat Df χ2hitung χ2tabel Jenis

Kelamin tentang Hutan Kota 1 0.001 3.841

Umur 4 4.175 9.488

Pendidikan 3 0.645 7.815

Pekerjaan 5 3.056 11.07

Pendapatan 4 1.974 9.488

(11)

5.1.4.3 Permasalahan Tapak

Permasalahan dari masyarakat terhadap tapak ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam tapak dan adanya rumah yang membuang saluran airnya ke dalam tapak (Gambar 8). Hal ini terjadi dimungkinkan karena masyarakat yang tidak mengetahui tentang peruntukan lokasi tersebut, karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Hal ini diketahui dari hasil wawancara, hampir 95% tidak mengetahui peruntukan RTH tersebut. Namun masyarakat sangat antusias jika benar rencana pengembangan RTH tersebut menjadi hutan kota. Alasan lain mengapa masyarakat membuang sampah ke dalam lokasi tersebut adalah karena pemukiman penduduk disekitar tapak, yang dulunya jalur akses keluar masuk mereka melalui tapak kini harus memutar dari jalur lain yang lebih jauh.

(a) (b)

Gambar 8. Permasalahan tapak. (a) Sampah masyarakat; (b) saluran air yang dibuang ke dalam tapak

5.1.4.4 Harapan Responden

Berdasarkan hasil kuesioner responden, tentang harapan dan keinginan terhadap RTH, responden berharap tapak yang ada di Jl. Mohammad Kahfi II agar pemerintah segera merealisasikan menjadi hutan kota. Hutan kota yang memiliki kemampuan untuk menyerap air, mencegah banjir, menurunkan polusi, sebagai ciri khas kota, meningkatkan keindahan, kenyaman dan keamanan di sekitar kawasan. Responden juga berharap agar ditambahkan luasan hutan kota yang ada agar kualitas lingkungan semakin meningkat. Harapan lainnya adalah menjadikan hutan sebagai sarana pendidikan agar masyarakat semakin sadar akan pentingnya hutan kota.

(12)

5.1.4.5 Preferensi Responden

Berdasarkan hasil kuesioner keinginan responden terhadap keberadaan RTH, ciri khas hutan kota yang diinginkan serta peletakan fasilitas didalamnya yang dianalisis dengan skala nominal dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Preferensi responden dalam pembangunan hutan kota berdasarkan skala nominal

   

Berdasarkan hasil kuesioner (Lampiran 3, Tabel 8), preferensi responden terhadap fungsi, fasilitas, kegiatan dan jenis tanaman yang ada di dalam tapak yang ditentukan berdasarkan metode rangking. Metode ini digunakan untuk mengetahui perbedaan maupun persamaan dari keinginan masyarakat yang beragam terhadap pembangunan hutan kota. Pilihan utama yang dimasukkan ke dalam rancangan adalah rangking pertama dengan jumlah pilihan responden terbanyak dan kemudian diikuti dengan pilihan terbanyak kedua dan ketiga. dan menambahkan juga dari rangking kedua (Tabel 18).

f %

1 lahan kosong (di Jl Moh.Kahfi II) dibangun untuk

a. hutan kota 60 88,24

b. pusat perbelanjaan 2 2,94

c. Perumahan 2 2,94

d. lapangan bermain 4 5,88

2 ciri khas kota yang diinginkan

a. bentuk dan struktur bangunan 12 17,65

b. khas tanaman daerah 49 72,06

c. air mancur 7 10,29

d. patung/sculpture 0 0

3 penempatan tempat sampah

a. Tersebar 6 8,82 b. tersebar merata 48 70,59 c. Berjauhan 14 20,59 4 a. 0 0 b. Terang 56 82,35 c. 0 0 d. 12 17,65 5 a. 1 1,47 b. mencolok 11 16,18

c. tidak terlalu mencolok 49 72,06

d. 7 10,29

Referensi Responden

tidak mencolok

penerangan lampu yang diinginkan gelap/sedikit penerangan remang-remang sangat terang

warna fasilitas yang diinginkan sangat mencolok

(13)

Tabel 18 Preferensi responden dalam pembangunan hutan kota berdasarkan rangking

No Preferensi terhadap Hutan Kota

I II F % F %

1 penyimpanan cadangan air 24 35,29 19 27,94

ciri khas kota 14 20,59 7 10,29

untuk keindahan kota 12 17,65 13 19,12

tempat rekreasi dan olahraga 10 14,71 19 27,94

tempat tumbuhan berguna 8 11,76 10 14,71

2 kegiatan olahraga 39 57,35 8 11,76 tempat istirahat 15 22,06 24 35,29 tempat bermain 12 17,65 17 25,00 tempat berkumpul 2 2,94 19 27,94 3 jogging track 39 57,35 11 16,18 lapangan volli 13 19,12 29 42,65 ayunan anak 4 5,88 18 26,47 Perosotan 2 2,94 10 14,71 4 tempat sampah 29 42,65 18 26,47 bangku taman 17 25,00 17 25,00 lampu taman 12 17,65 23 33,82 Shelter 7 10,29 4 5,88 kamar mandi 3 4,41 7 10,29 5 Rumput 41 60,29 15 22,06 paving block 20 29,41 22 32,35 Tanah 5 7,35 15 22,06 Kerikil 2 2,94 16 23,53

6 tidak mudah tumbang 24 35,29 17 25,00

menghasilkan buah 17 25,00 7 10,29

bertajuk lebar 15 22,06 13 19,12

menghasilkan bunga 7 10,29 21 30,88

daun tidak mudah gugur 5 7,35 10 14,71

7 penyimpan cadangan air 28 41,18 16 23,53

mengurangi polusi 27 39,71 18 26,47 menambah keindahan. 7 10,29 17 25,00 menurunkan suhu 4 5,88 15 22,06 habitat satwa 2 2,94 1 1,47 8 tanaman berbunga 43 63,24 11 16,18 bambu/palem 9 13,24 11 16,18 Rumput 8 11,76 24 35,29 Perdu 5 7,35 20 29,41 Semak 3 4,41 2 2,94

(14)

5.2 Tipe Hutan Kota

Berdasarkan hasil kuesioner dan didukung RTRW Jakarta maka tipe hutan kota yang akan dibangun adalah tipe pemukiman dengan bentuk berupa taman karena lokasi ini tepat berada di tengah-tengah pemukiman. Sesuai dengan Dahlan (1992) menyatakan, hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Umumnya digunakan untuk olahraga, bersantai, dan bermain. Taman kota artinya adalah tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi yang tertentu yang indah.

5.3 Konsep Pengembangan Hutan Kota

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Kehutanan DKI Jakarta, selaku pengelola RTH yang ada di Jl.Moh. Kahfi II, diperoleh keterangan bahwa areal seluas ± 5470 m2 tersebut rencana pengembangnnya

adalah untuk areal hutan kota yang tujuannya adalah untuk menambah luasan RTH yang ada di Jakarta, selain itu juga sebagai tempat peresapan air dan tempat rekreasi bagi masyarakat setempat.

Diketahui luas RTH yang ada di Jakarta masih sangat jauh dari luas yang seharusnya, oleh karena itu pemerintah berusaha mengembalikan luasan RTH yang ada di Jakarta. Alasan dari fungsi utama hutan kota yang akan dirancang adalah sebagai tempat penyimpanan air karena sesuai dengan hasil kuesioner dan sesuai juga dengan RTRW DKI Jakarta, bahwa kawasan ini memang diperuntukkan sebagai daerah resapan air. Lokasi tapak tepat berada di tengah-tengah pemukiman masyarkat sehingga hutan kota yang akan dibangun sangat cocok untuk menciptakan iklim kota yang bersih dan segar, baik untuk berolahraga santai, sekedar beristirahat maupun untuk bermain.

Pembangunan hutan kota ini dapat menjawab permasalahan yang

diutarakan oleh Dahlan (1992), bahwa anggapan hutan kota hanya bisa dibangun pada lokasi yang cukup luas dan mengelompok, hanya dibangun dalam kota, dengan harga yang mahal dan adanya konflik peruntukan lahan. Tapak ini dibangun hanya pada luasan 5700 m2 tidak berada di pusat kota, dan masyarakat setuju yang artinya tidak ada konflik dalam peruntukan lahan.

(15)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Kehutanan yang menangani RTH ini menyatakan bahwa RTH ini akan ditanami dengan jenis-jenis pohon seperti sawo kecik, kamboja, menteng, sirsak, sawo, gandaria, buni, duku, jambu mede, manggis, kecapi, mahoni dan jambu batu, dan tetap mempertahankan tanaman existing. Dan menambah beberapa fasilitas seperti jogging track, injakan pijak refleksi, play ground, gazebo, shelter senam, ruang penjaga, bangku taman, tempat sampah dan lampu taman.

Konsep pengembangan hutan kota yang akan dirancang untuk penelitian ini adalah hutan kota tipe pemukiman dengan fungsi utama sebagai penyimpanan cadangan air fungsi lainnya adalah sebagai sarana olahraga, mampu meningkatkan estetika dan kualitas lingkungan. Tipe ini dipilih karena lokasi tapak tepat berada di dalam pemukiman penduduk, dengan lokasi tapak berdasarkan RTRW sebagai penyimpanan cadangan air sehingga dengan intensitas penggunaan tapak terbatas. Masyarakat juga mengharapkan hutan kota yang bisa menjadi sarana untuk pendidikan untuk mewujudkannya, disetiap areal jenis pohon akan diletakkan papan interpretasi yang berisi nama lokal, nama latin dan syarat tumbuh tanaman.

Berdasarkan penyediaan RTH, maka dengan luas 5700 m2 maka luas ini dapat melayani ±15.000 jiwa. Sehingga untuk mewujudkannya dalam perancangan banyak tanaman yang tidak dipertahankan dan jenis tanaman yang dipilih tidak sama dengan rencana tanaman dari Dinas Kehutanan. Hasil inventarisasi di lapangan maka kondisi existing dalam tapak terlihat pada Gambar 9, dengan jenis tanaman antara lain:

(16)

45   

(17)

5.4 Konsep Kon fungsi dan untuk memb 5.4.1 Konse Kon dua zona, y zona semi i sebagai tem peneduh/ p lapangan y berbentuk disediakan dilengkapi j 5.4.2 Konse Kon hutan kota d hidup pada tanah liat d dan kelemb p Perancang nsep merupa estetika. Ko bangun huta ep Ruang/zo

nsep tata rua yaitu zona s intensif yang mpat penyim engarah. Ak yang berump lingkaran m sarana unt juga dengan Gam ep tata hija

nsep tata hij dalam Dahla a dataran ren dengan tingk bapan udara 7 gan akan ide un onsep dasar an kota yang onasi ang meliputi emi intensif g didibagi b mpanan cadan ktifitas di da put. Zona k merupakan tuk menunj n bangku tam mbar 10 Pem u ijau yang d an (1992) ya ndah dibawa kat kesubura 70-78%. ntuk mewuj perancangan g akomodatif pembagian f dan zona i berdasarkan ngan air, tan alam zona in kedua adalah area denga ang kegiata man dan temp

mbagian zon dikembangka aitu cocok de ah ketinggia an yang ren ujudkan tapa n RTH di J f, nyaman da ruang-ruang intensif (Gam fungsi tanam naman pengh ni relatif sed h zona inte an aktifitas an bermain pat sampah. nasi hutan ko an sesuai de engan syarat an 0-1000 m ndah - cukup ak sehingga l Moh Kahf an estetik. g yang terba mbar 9). Te man ditiap r hasil buah d dang yaitu h ensif, yaitu tinggi, di bagi anak ota engan syara t edapisnya y mdpl, dapat h p subur, suh a memiliki fi II adalah agi menjadi erdapat tiga ruang yaitu dan sebagai hanya pada zona yang dalamnya k-anak dan at tanaman yaitu dapat hidup pada hu 25-270C

(18)

Jenis-jenis lokal dipilih adalah tanaman yang umum ditanam pada hutan kota di Jakarta dengan alasan mudah dalam memperoleh bibit, melestarikan tanaman lokal, mudah dalam pemeliharaan, kompatibel dengan tanaman lain dan dapat mendukung indentitas kota, tidak berbahaya bagi manusia. Sebagian tanaman yang ada di dalam tapak tetap dipertahankan untuk mengoptimalkan fungsi kawasan sesuai dengan hasil kuesioner dan RTRW DKI Jakarta sehingga jumlah pohon ditambah. Sebagian besar tanaman existing tidak dipertahankan dengan alasan untuk mengurangi tingkat gangguan dan keamanan.

Secara ekologis vegetasi yang dipilih berfungsi sebagai penyimpanan air, menghasilkan O2, mengurangi polusi udara, menciptakan iklim mikro, pengarah dan peneduh. Sedangkan secara arsitektur adalah tanaman yang memiliki tajuk, bentuk, bunga dan buah yang indah.

5.4.3 Konsep Peletakan Tanaman

Peletakan tanaman di dalam tapak disesuaikan dengan kondisi, bentuk tapak, lingkungan, jenis dan fungsi tanaman. Jenis tanaman yang dipilih sudah kompatibel dengan tanaman lainnya, penanaman disesuaikan dengan kebutuhan tanaman akan cahaya, dan juga tanaman yang dipilih tidak ada yang mengandung zat yang beracun atau penghasil serbuk yang dapat membahayakan tanaman disekelilingnya atau mengganggu kesehatan manusia. Agar tidak terjadi persaingan setiap jenis tanaman dalam memperoleh zat hara maka diatur dalam penentuan jarak tanam antara sejenis ataupun beda jenis.

Bagian paling luar, dekat dengan gerbang masuk, berfungsi sebagai penyerap polusi. Masuk kebagian dalam di sebelah kiri dipilih jenis-jenis palem, perdu dan semak yang berfungsi untuk meningkatkan estetika hutan kota yang dirancang. Bagian tepi jenis yang ditanami adalah yang berfungsi sebagai pengarah/peneduh. Bentuk hutan kota yang berbentuk persegi sehingga untuk menambah estetika maka di setiap sudut ditanam jenis tanaman dengan tajuk yang lebar. Tanaman penghasil buah diletakkan di zona semi intesif yang tidak jauh dari pintu gerbang adalah karena di dalamnya terdapat jenis tanaman yang berfungsi sebagai ciri khas kota. Tanaman penyimpanan cadangan air diletakkan dibagian dalam hutan kota pada zona intensif. Peletakan ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas pemanfaatan oleh masyarakat.

(19)

5.5 Disain/rancangan Hutan Kota

Tipe rancangan yang dihasilkan adalah hutan kota pemukiman yang mampu meningkatkan kualitas lingkungan, sesuai dengan harapan masyarakat dan tetap memperhatikan estetika lingkungan. Diharapkan masyarakat semakin mengenal alam dan lingkungan yang berarti berfungsi sebagai sarana pendidikan serta adanya usaha untuk menjaga lingkungan. Jenis tanaman yang ada di dalam tapak serta jumlah pohon dan jarak tanam (Tabel 18) dan secara keseluruhan penempatan tanaman dan fasilitasnya yang digambar dalam bentuk 2 dimensi dapat dilihat pada Gambar 12.

Tabel 19. Jenis dan Jumlah Vegetasi

Nama Lokal Nama Latin Jumlah Jarak Tanam Pohon

Angsana Pterocarpus indicus 12 pohon 5x5 m Bunga kupu-kupu Bauhinia purpurea 8 pohon 3x3 m Bungur Lagerstroemia speciosa 15 pohon 5x5 m Cemara Laut Casuarina equisetifolia 21 pohon 4x4 m Glodogan tiang Polyathea longifolia 10 pohon 1,5x1,5m Karet Kebo Ficus elastica 5 pohon 8x8 m Kecapi Sandoricum koetjape 11 pohon 5x5 m Kenanga Cananga odorata 7 pohon 5x5 m Manggis Garcinia mangostana 13 pohon 4x4 m Menteng Baccauria racemosa 10 pohon 5x5 m Rambutan Nephelium lappaceum 3 pohon 6x6 m Sapu tangan Maniltoa grandiflora 8 pohon 5x5 m Tembesu Fragraea fragrans 12 pohon 6x6 m

Perdu

Bougenville Bougenvillea sp 4 pohon 2x2 m Dahlia Dahlia juarezii 6 pohon 2x2 m Kaca piring Gardenia augusta 6 pohon 2x2 m Kembang Sepatu Hibiscus rosa-sinensis 7 pohon 2x2 m Hanjuang Cordyline terminalis 10 pohon 1x1 m

Semak

Jengger ayam Celosia cristata 17 kelompok 0,5x0,5 m Lidah mertua Sanseiviera 9 tanaman 1x1 m Soka Ixora coccinea 7 kelompok 0,5x0,5 m

Palem

Palem bismarck Bismarckia nobilis 3 pohon 2x2 m Palem botol hyopphorbe lagenicaulis 4 pohon 2x2 m Palem Ravenia Ravenia sp 8 pohon 2x2 m

Rumput

(20)

49 

(21)

Elemen pembentuk dari desain suatu hutan kota adalah softscape dan hardscape. Softscape adalah elemen desain lanskap berupa tanaman hidup. Seperti rumput, semak, perdu dan pohon, sedangkan hardscape adalah elemen desain lanskap selain tanaman atau benda mati seperti bangku taman, tempat sampah, lampu taman atau berbagai fasilitas bermain.

Perancangan dalam penelitian ini dimulai dari peletakan tanaman setelah mendapatkan daftar tanaman yang akan digunakan. Daftar tanaman diperoleh dari hasil kuesioner responden dan pemilihan jenisnya disesuaikan dengan kondisi biofisik tapak. Terdapat beberapa jenis fungsi tanaman yang dipilih seperti tanaman penyimpanan cadangan air, mengurangi polusi, penghasil tanaman berbuah, peneduh, pengarah ciri khas kota, dan menciptakan keindahan dan memiliki ketinggian dan tajuk yang bervariasi ( Lampiran 4).

Peletakan di dalam tapak disesuaikan dengan bentuk dan fungsi tanaman, yang dimulai dari gerbang masuk. Pintu masuk yang didisain sesuai dengan tipe bangunan khas betawi (Gambar 12). Mulai dari pintu masuk dibangun jogging track yang terbuat dari paving block yang fungsinya untuk menunjang kegiatan olahraga, yaitu jogging ataupun jalan santai, bentuk dari jogging track ini adalah membulat mengelilingi hutan kota. Sebelah kiri dan kanan tapak terlihat tanaman hanjuang, lidah mertua dan glodogan tiang. Alasan penempatan jenis tanaman ini di dekat pintu gerbang adalah karena fungsi tanaman ini mampu mengurangi polusi. Berdasarkan Dahlan (1992) Glodogan tiang memiliki kemampuan menyerap timbal, walaupun rendah namun jenis tanaman ini tidak peka terhadap pencemar udara. Menurut Grace ( 2007) lidah mertua adalah jenis tanaman yang mampu mengurangi polusi dan dapat tumbuh di dalam maupun luar ruangan, dan berdasarkan Sudarmono (1997) jenis tanaman hanjuang mampu mereduksi polutan.

Letak tapak yang tepat berada di tepi jalan raya dan hanya memiliki satu jalur, dengan intensitas kepadatan kendaraan bermotor yang cukup banyak, Hal ini mungkin bisa menjadi alasan mengapa masyarakat menginginkan jenis tanaman yang mampu mengurangi polusi. Batas antara tapak dan masyarakat terlihat jelas dari tembok permbatas yang dibangun oleh Dinas Kehutanan, sehingga pintu untuk keluar-masuk hanya ada satu. Tembok tetap dipertahankan

(22)

dalam perancangan agar keamanan hutan kota tetap terjaga karena letaknya di tengah pemukiman.

Gambar 12 Disain Gerbang Masuk (tanpa skala)

Memasuki area selanjutnya pada sebelah kiri deretan hanjuang akan ditemukan di kiri dan kanan jalan setapak jenis-jenis palem, alasan penempatan tanaman ini adalah karena berfungsi sebagai penambah keindahan. Jenis palem yang digunakan adalah palem botol, palem Bismarck, dan palem ravenia.

Jalan setapak yang mengarah kesebelah kanan akan ditemukan disetiap tepi deretan Bauhinia purpurea, angsana (Pterocarpus indicus), Kenanga (Cananga odorata) dan bunga Sapu tangan (Maniltoa grandiflora) yang ditanam mengelilingi tapak. Berdasarkan Anonim (2002) jenis tanaman bunga kupu-kupu berfungsi sebagai pengarah sedangkan jenis tanaman kenanga, angsana, bunga sapu tangan berfungsi sebagai pohon peneduh dan juga dapat sebagai habitat satwa. Alasan penempatan tanaman ini disetiap tepi adalah sebagai penutup tembok batas tapak untuk menambah kesan sebagai hutan kota. Tinggi tajuk dari spesies yang dipilih minimal lebih dari 7 m sehingga tidak menghalangi atau mengganggu kegiatan seperti berjalan kaki ataupun olahraga di dalam hutan kota (Gambar 13).

(23)

Gambar 13 Detail tinggi minimal pohon

Bagian tengah tapak dibagi menjadi tiga ruang yaitu zona yaitu untuk tanaman berbuah dan tanaman yang berfungsi menyimpan air dalam pemanfaatannya termasuk semi intensif. Sedangkan zona yang ketiga adalah zona bermain dengan intensitas penggunaan yang maksimal. Alasan penempatan lokasi di bagian depan untuk tanaman berbuah adalah karena di dalam ditempatkan jenis tanaman yang berfungsi sebagai identits kota. Tanaman tersebut adalah Menteng (Baccaurea racemosa) Kecapi (Sandoricum koetjape). Tanaman berbuah lain yang dipilih adalah Manggis (Garcinia mangosta) dan Rambutan (Nephelium lappaceum).

Sesuai dengan fungsi utama hutan kota yang diinginkan responden dan juga RTRW DKI Jakarta fungsinya adalah sebagai tempat penyimpanan cadangan air. Hasil ini menunjukkan bahwa permasalahan air, sudah menjadi permasalahan utama di dua kelurahan ini. Bagian paling ujung dalam yaitu ruang untuk tanaman penyimpan air dipilih jenis tanaman yang memiliki daya evapotranspirasi yang rendah.

Dahlan (1992) menambahkan daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah, sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah,sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam dan menjadi air infliltrasi dan air tanah. Sehingga hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air akan mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik. Menurut Maman (1976) dalam

(24)

Dahlan (1992) jenis tanaman yang memiliki evapotranspirasi yang rendah antara lain adalah Tembesu, Bungur, Karet kebo, Manggis dan Cemara laut.

Peletakan Tembesu (Fragrea fragrans) dan Bungur (Lagerstroemia speciosa), diletakkan dalam satu ruang, Tanaman lainnya adalah Cemara laut (Casuarina equisetifolia) yang diletakkan di seberang jalan setapak yang menuju zona bermain. Tanaman lain yang juga berfungsi sebagai penyimpanan cadangan air diletakkan disetiap sudut tapak ditanami dengan jenis karet kebo (Ficus elastica). Alasan penempatan karena ukuran tajuknya yang besar dan juga untuk menutup tiap sudut agar tidak terkesan menyudut dan lebih indah (dapat dilihat pada Gambar 14. Sedangkan Manggis diletakkan di dalam zona tanaman berbuah dengan alasan tanaman ini berfungsi menghasilkan buah dan menghindari intensitas penggunaan tapak yang berlebih di zona penyimpanan cadangan air.

Gambar 14 Detail penanaman Ficus elastica ditiap sudut

Pemilihan untuk jenis tanaman lain, responden memilih jenis tanaman perdu, semak dan rumput yang berfungsi untuk meningkatkan keindahan dan estetika. Jenis Bougenville dan kembang sepatu peletakannya di dalam tapak pada ruang setelah tanaman palem, jenis ini difungsikan juga sebagai pengisi dan pengarah. Sedangkan kaca piring dan dahlia diletakkan di dalam zona penyimpanan cadangan air berfungsi juga sebagai pengisi.

Meskipun dari hasil kuesioner, pilihan semak terdapat pada urutan terakhir namun karena semak banyak yang memiliki bunga yang indah maka

(25)

jenis ini dimasukkan ke dalam perancangan. Tanaman jengger ayam digunakan sebagai pembatas yang ditanam mengelilingi zona bermain. Sedangkan soka diletakkan di sepanjang jalan tapak menuju zona bermain dengan fungsi sebagai pengarah untuk masuk ke dalam zona bermain. Jenis rumput yang dipilih adalah rumput peking (Zossia grass) dan rumput gajah (Axonopus compressus). Suryandari (2007) menyatakan Beberapa jenis rumput yang tahan injak biasanya berfungsi sebagai lantai dalam desain lanskap.  Keuntungan menggunakan rumput salah satunya adalah optimalnya resapan air hujan ke dalam tanah. Bilah rumput juga dapat menyerap gelombang panas dan cahaya sinar matahari sebagai bahan fotosintesis sehingga tidak silau dan mengurangi efek pemanasan global. Rumput juga menyediakan habitat bagi serangga kecil seperti jangkrik dan cacing sehingga tanah semakin subur. Serangga kecil juga berguna untuk keseimbangan ekosistem sehingga mengurangi ancaman hama dan penyakit pada tanaman yang lebih besar.

Tepat di tengah hutan kota dalam zona pemanfaatan digunakan untuk menunjang kegiatan bermain. Area yang cukup luas dan terbuka sehingga anak-anak dapat lebih leluasa dan aman karena alas bermain adalah rumput. Fasilitas di dalamnya adalah bangku taman, tempat sampah, perosotan anak dan ayunan.

Hardscape atau elemen non tanaman sebagai pengisi di dalam suatu lanskap. Hardscape yang digunakan dalam tapak adalah tempat sampah, bangku taman, dan lampu taman, paving block sebagai jalan setapak, sarana bermain yaitu perosotan dan ayunan (Tabel 20). Ilustrasi dari fasilitas yang ada dimasukkan di dalam tapak dapat dilihat pada gambar 15.

Tabel 20. Fasilitas dalam Tapak

No Fasilitas Bahan Dasar Peletakan dalam Tapak Keterangan

1 Tempat sampah sintetis/plastik setiap belokan, dipisahkan sampah organik

zona bermain dan non organik

2 Bangku taman semen dibawah pohon peneduh, terbuat dari semen agar zona bermain lebih kuat dan tahan lama 3 Lampu Taman lampu neon setiap belokan, Pencahayaan merkuri memiliki

zona bermain warna putih dingin, dan sangat baik untuk pencahayaan tanaman hidup 4 Paving block semen ditengah tapak/pembatas jalan setapak,joging track

antar ruang pemisah antar ruang

5 Perosotan plastik dan besi zona bermain terbuat dari besi agar lebih kokoh 6 Ayunan kayu dan besi zona bermain fungsi atap agar terhindar

(26)

Sumber: disain pribadi Sumber: Koleksi pribadi ayunan anak perosotan anak

Sumber: images.google.co.id Sumber: www.itrademarket.com Tempat sampah lampu taman

Sumber: www.authorn.ltd.uk Sumber:www. image62.webshots.com Paving block Bangku taman

Referensi

Dokumen terkait

A. Warna dasar tanda pemasangan merah.. B = Adalah pemeriksaan 12 bulan sekali sesuai dengan ketentuan pasal 13. *) = Pada alat pemadam api ringan dan jenis botol yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pemberian metanol 50% per oral terhadap jumlah nekrosis neuron pada putamen tikus Wistar dan

Kegiatan ini dititikberatkan pada analisis sebaran luasan bekas kebakaran hutan dan lahan, dan tumpang susun hasil analisis tersebut dengan peta-peta tematik

BTS (Base Transceiver Station) menangani interface radio ke mobile station (Handphone) yang digunakan oleh pelanggan BTS adalah merupakan perangkat radio yang terdiri atas

Enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri endofit selain berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen, protease dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk melakukan

Jika awak kapal dapat mengidentifikasi titik masukknya air laut ke dalam tangki ballast kapal dan melakukan tindakan penambalan terhadap kerusakan tersebut,

Berdasarkan pada hasil survei di 97 Departemen Gawat Darurat di Rumah Sakit Swasta menunjukan bahwa 8% tenaga ahli radiologi tidak tersedia pada malam hari, 82% menggunakan

Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin