ANALISIS RANTAI PASOKAN KOMODITAS ROTAN
(
SUPPLY CHAIN ANALYSIS OF RATTAN COMMODITIES
)
Banun Diyah Probowati1, Yandra Arkeman2
1
Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
2Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB
Abstract
Supply chain of raw rattan into raw materials ready to use should be shortened so as to suppress the price of raw materials. The aims of this research was to obtain the amount of supply allocations for the three regions of the four sources of rattan raw materials to change lanes. The results showed that the distribution of rattan supply chain consists of several actors are farmers / collectors wicker, rattan collectors, major collectors of local, inter-island traders, rattan exporter. Distribution costs from the rattan supply four areas namely rattan raw material suppliers West Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan and Sumatra to the main objectives of Cirebon, Surabaya and Jakarta. With the transportation’s methods in the form of VAM and MODI. The use of Linear Programming with the Lindo 6.1 software shows the same result that is equal to Rp 204,775,375,000.00 to the allocation of supply to the three regions of the four sources of raw materials are the same. Optimal allocation amount for the supply of rattan raw materials to Cirebon from West Nusa Tenggara 520 tons / month, from Sulawesi by 4910 tons / month, from Borneo by 2770 tons / month. Supply to Surabaya, from Sulawesi, amounting to 270 tons / month and from Borneo by 1330 tons / month. Supply rattan to Jakarta from Sumatra by 200 tons / month.
Key Words : Supply chain, rattan
Pendahuluan
Indonesia memiliki potensi produksi rotan yang cukup besar yaitu mencapai 696.000 ton per tahun. Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia sekarang ini yaitu sekitar 85%, dan negara produsen rotan lainnya berturut-turut malaysia (8,5%), Thailand (7,5%), Philipina (6,6%) dan sisanya diproduksi oleh negara-negara lain (Anonim, 1988 dalam Pramudiarto, 2006).. Luas areal hutan rotan Indonesia tinggal 1,34 juta hektare dengan jatah tebang tahunan (annual allowable cut/AAC) lestari sebanyak 210.064 ton rotan kering per tahun. Hutan ini tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua. Luas rotan budidaya hanya berkisar 48.000 hektare.
Ketersediaan bahan baku rotan di dalam negeri hanya sekitar 126.000 ton rotan kering. Rotan itu sebagian diekspor dalam bentuk asalan dan rotan setengah jadi, seperti rotan poles, core, fitrit, dan kulit. Ekspor bahan baku rotan pada 2010 mencapai 32.845 ton dengan nilai US$32,35 juta atau sekitar Rp 290 miliar. Ekspor industri pengolahan tinggal US$57 juta dengan kapasitas terpasang industri di bawah 30%. (AMKRI, 2011)
Penurunan kinerja ekspor industri mebel dan kerajinan rotan dimulai pada 2006, kinerja sektor ini mencapai US$344 juta, kemudian pada 2007 turun menjadi US$319 juta tahun 2008 turun lagi menjadi US$239 juta dan pada 2009 serta 2010 masing-masing turun menjadi US$168 juta dan US$138 juta dan Juni 2011, ekspor turun menjadi US$57 juta. (BPS, 2011)
Pengrajin rotan di wilayah Cirebon, memperoleh pasokan bahan baku dari pemasok melalui jalur dari Kalimantan atau Sulawesi kemudian ke Surabaya. Baru selanjutnya ke Cirebon. Jalur pasokan ini menjadikan harga bahan baku menjadi lebih tinggi. Rantai distribusi rotan mentah menjadi bahan baku siap pakai seharusnya dipersingkat sehingga dapat menekan harga bahan baku. Bila rantai distribusi benar-benar efisien, harga bahan baku sebenarnya dapat ditekan sekitar 20%. Salah satu rantai distribusi yang perlu dipersingkat yaitu rute kapal pengangkut rotan asalan. Rute yang dipakai seharusnya dari daerah penghasil rotan, yaitu Kalimantan atau Sulawesi, langsung ke Cirebon. Rute yang dipakai selama ini, yaitu melalui Surabaya, dianggap memboroskan biaya transportasi karena jarak yang ditempuh lebih jauh.
Pasokan bahan baku rotan juga tidak dapat lepas dari sistem distribusi pasokan bahan baku. Permasalahan-permasalahan inilah yang mendasari analisis terhadap rantai pasokan rotan di Indonesia. Bagaimana jalur rute supply pasokan bahan baku rotan dan kontribusi biaya transportasi pada rantai pasokan rotan ini juga menjadi suatu permasalahan yang pantas untuk dicermati. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jumlah alokasi pasokan untuk tiga wilayah dari empat sumber bahan baku rotan dengan skenario baru.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan mulai dari identifikasi jalur pasokan, pelaku dan lokasi supply bahan baku rotan mentah hingga rotan jadi. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif, penerapan metode transportasi dan linier programming. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif, analisis SWOT, penerapan metode transportasi dan linier programming dengan penggunaan software Lindo 6.1.
Hasil Dan Pembahasan
bawah ini. Jaringan rantai pasokan rotan pada gambar 1 menunjukkan adanya keterkaitan antara para pelaku dalam jaringan rantai pasokan rotan. Petani/pemungut rotan mentah mendistribusikan rotan tersebut kepada pengumpul. Biasanya dari beberapa kelompok petani/pemungut rotan diserahkan kepada pengumpul di wilayah tertentu. Pengumpul-pengumpul ini akan menyerahkan kepada pengumpul besar lokal di wilayah dalam pulau tersebut terutama di masing-masing pulau yaitu Kalimantan dan Sulawesi. Pengumpul besar lokal akan mendistribusikan rotan mentah ini langsung kepada pedagang antar pulau namun ada juga pengumpul besar lokal ini yang melakukan proses pengolahan rotan mentah terlebih dahulu baru mendistribusikan kepada pedagang antar pulau.
Distribusi rotan mentah di Pulau Jawa selanjutnya diterima oleh pemasok lokal. Pemasok lokal inilah yang langsung mendistribusikan rotan mentah maupun rotan setengah jadi kepada pengrajin rotan ataupun langsung ke industri besar penghasil barang jadi rotan. Pengrajin rotan merupakan pelaku dalam jaringan rantai pasokan rotan yang mengolah rotan mentah dan rotan setengah jadi hingga menjadi produk-produk berupa furnitur, barang kerajinan dan barang-barang ekspor lainnya. Beberapa pengrajin rotan merupakan pengrajin independen yang dapat langsung menjual produk hasil olahannya kepada konsumen domestik, namun beberapa pengrajin merupakan pemasok utama bahan baku untuk produk-produk ekspor industri rotan. Biasanya dilakukan dalam bentuk sub kontrak dengan industri besar penghasil barang jadi rotan.
Gambar 1. Jaringan Rantai Pasokan Rotan
Pemasok lokal Pemasok
lokal
Pengrajin rotan
Pemasok lokal
Industri Rotan
Eksportir Barang jadi Rotan
Pengrajin rotan Pengrajin rotan
Konsumen Domestik
Pengrajin rotan Pedagang
antar pulau Pengumpul besar lokal
Pengumpul
Pengumpul Pengumpul Pengumpul Petani/
pemungut rotan
Petani/ pemungut rotan
Petani/ pemungut rotan
Petani/ pemungut rotan
Gambar 2. Sumber Pasokan dan Pusat Permintaan Bahan Baku Rotan ke Cirebon Awal
Gambar 3. Sumber Pasokan dan Pusat Permintaan Bahan Baku Rotan Skenario
Analisis Distribusi dengan Model Transportasi
Persoalan transportasi yang ingin diselesaikan bermula dari persoalan distribusi pasokan dari sumber bahan baku rotan yang dipasok ke Cirebon melalui Surabaya, yang berdampak pada komponen harga bahan baku yang tinggi dalam biaya produksi. Dugaan semula, biaya yang diperlukan untuk penyediaan bahan baku akan dapat turun sebanyak 20% apabila pasokan bahan baku tersebut dari daerah sumber langsung menuju
skenario, ditunjukkan dengan semua pasokan bahan baku dari sumber asal bahan baku langsung didistribusikan ke wilayah-wilayah pusat permintaan pasokan bahan baku seperti Surabaya dan Cirebon. Oleh sebab itu diharapkan pasokan bahan baku seperti dari wilayah Sulawesi dan Kalimantan akan langsung menuju Cirebon.
Analisis terhadap jaringan distribusi tersebut dilakukan berdasarkan penyelesaian dengan menggunakan solusi optimal dari metode transportasi. Ada beberapa batasan
NTB
Sulawesi
Kalimantan
Sumatera
Surabaya Cirebon NTB
Kalimantan Sulawesi
Sumatera
Cirebon Industri Cirebon Surabaya
2. Pasokan rotan diasumsikan dalam jumlah yang tetap setiap bulan pada perhitungan. 3. Bahan baku rotan yang didistribusikan
diasumsikan memiliki kualitas dan jenis yang sama.
4. Jumlah persediaan pasokan bahan baku di daerah tujuan pasokan diasumsikan tidak ada.
5. Biaya transportasi pada rantai pasokan bahan baku ini disimbolkan dengan (Cij) dengan komponen biaya per ton bahan baku dari masing-masing sumber pasokan ke wilayah-wilayah tujuan pasokan terdapat pada tabel biaya transportasi
masing-masing sumber pasokan ke daerah tujuan.
6. Analisis biaya transportasi hanya dilakukan pada total supply bahan ke industri, karena total biaya supply bahan ke Industri ini merupakan salah satu komponen yang diduga memiliki pengaruh yang sangat besar pada keseluruhan total supply hingga ke konsumen.
Ketersediaan bahan baku rotan dihitung dari ketersediaan bahan baku dari beberapa wilayah asal bahan baku di Indonesia. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah potensi ketersediaan supply bahan baku dari beberapa wilayah tersebut ;
Tabel 1. Potensi Ketersediaan Bahan Baku
No Wilayah Asal Bahan Baku Ketersediaan Bahan Baku (Ton/Bulan)
Prosentase (%)
1 Pulau Sulawesi 361.000 51,80
2 Pulau Kalimantan 193.000 27,70
3 Pulau Sumatra 106.900 15,30
4 Nusa Tenggara Barat 36.000 5,20
Sumber data: Direktorat Bina Produksi Hutan diolah
Kemampuan supply bahan baku total dari semua sumber asal bahan baku tersebut sebesar 120.000 ton per tahun untuk pulau Jawa, sehingga rata-rata setiap bulan sebanyak 10.000 ton. Oleh sebab itu tabel 1 di atas digunakan sebagai dasar perhitungan kemampuan supply bahan baku dari masing-masing sumber asal pasokan bahan baku, dengan mengalikan masing-masing persentase ketersediaan bahan baku dengan total kemampuan supply bahan baku, sehingga diperoleh hasil sebagaimana tampak pada tabel 2 di bawah ini ;
Tabel 2. Kemampuan Supply Bahan Baku
No Wilayah Asal
Bahan Baku
Kemampuan Supply Bahan Baku
(Ton/bulan)
1 Pulau Sulawesi 5.180
2 Pulau Kalimantan 2.770
3 Pulau Sumatra 1.530
4 Nusa Tenggara
Barat 520
Alokasi pasokan bahan baku tersebut dikirimkan ke pusat-pusat permintaan bahan
baku dengan kebutuhan pasokan seperti tampak pada tabel 3:
Tabel 3. Kebutuhan Pasokan Bahan Baku Rotan
Total kebutuhan Pasokan 10.000
Pengiriman bahan baku berupa rotan mentah ini menggunakan truk langsung ke kapal, kecuali untuk wilayah pulau berdekatan seperti Pulau Sumatera ke Jakarta, Surabaya ke Pulau Madura, Pulau Jawa ke Bali serta NTB. Penggunaan truk dilakukan untuk perjalanan darat. Biaya pengiriman bahan baku ini cukup mahal. Biaya ini berpengaruh pada biaya pengadaan bahan baku bagi para pemilik industri rotan. Oleh sebab itu, rantai distribusi rotan diharapkan juga tidak terlalu panjang.
dengan kebutuhan masing-masing daerah pasokan terhadap sumber asal pasokan. Alokasi pasokan dari masing-masing daerah dapat diperkirakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah tersebut. Daerah tujuan pasokan rotan yang hanya wilayah Cirebon, Surabaya, dan Jakarta karena daerah-daerah ini merupakan gerbang masuknya rotan di Pulau Jawa dari pedagang antar pulau. Pemasok-pemasok lokal berada di wilayah-wilayah tersebut.
Variabel-variabel keputusan dalam rantai pasokan ini yaitu variabel keputusan jumlah alokasi pasokan yang disalurkan oleh masing-masing sumber pasokan i ke wilayah-wilayah tujuan pasokan j disimbolkan dengan Sij dengan i = 1,2,3, dan 4 dan j = 1,2, dan 3. Kendala-kendala yang ada dalam rantai pasokan ini adalah kemampuan supply bahan baku dari sumber pasokan dan kebutuhan pasokan bahan baku di masing-masing wilayah tujuan pasokan.
Kendala Pasokan
1. Kendala jumlah pasokan rotan dari NTB S11+S12 + S13 = P
2. Kendala jumlah pasokan rotan dari Sulawesi
S21+S22 + S23 = Q
3. Kendala Jumlah pasokan rotan dari Kalimantan
S31+S32 + S33 = R
4. Kendala Jumlah pasokan rotan dari Sumatera
S41+S42 + S43 = T
5. Kendala Kecukupan Kebutuhan pasokan rotan di Cirebon
S11+S21 + S31 + S41 = X
6. Kendala Kecukupan Kebutuhan pasokan rotan di Surabaya
S12+S22 + S32 + S42 = Y
7. Kendala Kecukupan Kebutuhan pasokan rotan di Jakarta
S13+S23 + S33 + S43 = Z 8. Kendala Nilai Positif
Sij > 0
P = Pasokan Rotan dari Sulawesi Q = Pasokan Rotan dari Kalimantan R = Pasokan Rotan dari Sumatera T = Pasokan Rotan dari NTB
X = Kebutuhan Pasokan Rotan di Cirebon Y= Kebutuhan Pasokan Rotan di Surabaya Z = Kebutuhan Pasokan Rotan di Jakarta
Tujuan model pasokan ini adalah untuk meminimumkan total biaya rantai pasokan. Namun, berdasarkan asumsi dan batasan di atas maka fungsi tujuannya menjadi meminimumkan total biaya pemasokan bahan baku dari sumber pasokan bahan baku ke daerah tujuan pasokan. Oleh sebab itu fungsi tujuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Analisis terhadap model pasokan rotan ini dilakukan dengan melalui hasil perhitungan menggunakan empat metode transportasi dengan menggunakan excell office sehingga
menunjukkan bahwa total biaya yang diperlukan untuk pasokan bahan baku dari empat sumber asal bahan baku ke tiga tujuan pasokan bahan baku sebanyak Minimize TC = 20037500 S11 + 20750000 S21 + 20750000 S31 + 21700000 S41
+ 20212500 S12 + 19287500 S22 + 20000000 S32 + 19525000 S42
tidak memperoleh pasokan dari NTB, Kalimantan dan Sumatera.
Hasil iterasi solusi optimal dengan menggunakan metode Vogel’s Aproximation Method menunjukkan bahwa total biaya yang diperlukan untuk pasokan bahan baku dari empat sumber asal bahan baku ke tiga tujuan pasokan bahan baku sebanyak Rp 204.775.375.000,00. Daerah Cirebon langsung memperoleh pasokan dari tiga wilayah sumber bahan baku kecuali dari Sumatera. Daerah Surabaya hanya dipasok dari Sulawesi dan Sumatera. Daerah Jakarta hanya memperoleh pasokan rotan dari Sumatera saja.
Hasil iterasi solusi optimal dengan menggunakan metode Stepping Stone menunjukkan bahwa total biaya yang diperlukan untuk pasokan bahan baku dari empat sumber asal bahan baku ke tiga tujuan pasokan bahan baku sebanyak Rp 204.967.750.000,00. Daerah Cirebon langsung memperoleh pasokan dari tiga wilayah sumber bahan baku kecuali dari Sumatera. Daerah Surabaya hanya dipasok dari Kalimantan dan Sumatera. Daerah Jakarta hanya memperoleh pasokan rotan dari Sumatera saja.
Hasil iterasi solusi optimal dengan menggunakan Modified Distribution Method menunjukkan bahwa total biaya yang diperlukan untuk pasokan bahan baku dari empat sumber asal bahan baku ke tiga tujuan pasokan bahan baku sebanyak Rp 204.775.375.000,00. Daerah Cirebon langsung memperoleh pasokan dari tiga wilayah sumber bahan baku kecuali dari Sumatera. Daerah Surabaya hanya dipasok dari Sulawesi dan Sumatera. Daerah Jakarta hanya memperoleh pasokan rotan dari Sumatera saja.
Penggunaan metode linier
programming juga dilakukan dengan menggunakan LINDO 6.1. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa solusi optimal diperoleh pada iterasi ke – 6 dengan total biaya yang diperlukan untuk pasokan bahan baku dari empat sumber asal bahan baku ke tiga tujuan pasokan bahan baku sebanyak Rp 204.775.375.000,00. Daerah Cirebon langsung memperoleh pasokan dari tiga wilayah sumber bahan baku kecuali dari Sumatera. Daerah Surabaya hanya dipasok dari Sulawesi dan Kalimantan. Daerah Jakarta hanya memperoleh pasokan rotan dari Sumatera saja.
Pasokan dari NTB ke Cirebon sebanyak 520 ton/bulan, dari Sulawesi ke
Cirebon sebanyak 4.910 ton/ bulan, dari Kalimantan ke Cirebon sebanyak 2.770 ton per bulan. Pasokan untuk wilayah Surabaya diperoleh dari Sulawesi 270 ton/bulan, dari Sumatera 1.330 ton per bulan. Wilayah Jakarta memperoleh pasokan dari Sumatera sebanyak 200 ton per bulan. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan LINDO 6.1 untuk programa linier ini hampir menyerupai hasil dengan menggunakan metode transportasi Modified Distribution. Oleh sebab itu, biaya supply bahan baku yang minimal dengan pemerataan distribusi dari empat sumber pasokan bahan baku setiap ton yaitu sebesar Rp. 204.775.375.000,00 setiap bulan.
Biaya ini cukup besar, sehingga untuk pengadaan bahan baku biasa dilakukan semaksimal mungkin untuk menghemat biaya pengadaan bahan baku. Hal inilah yang membuat harga barang jadi rotan cukup tinggi di pasaran ekspor. Hasil di atas dapat menggambarkan bahwa pasokan rotan dari berbagai sumber pasokan bahan baku apabila langsung menuju ke wilayah Cirebon memerlukan biaya yang lebih sedikit dibandingkan apabila semua pasokan ke wilayah Cirebon dipenuhi melalui Surabaya.
Hasil iterasi perhitungan di atas memang belum sempurna karena tidak dapat diterapkan pada kondisi yang berbeda mengingat ada beberapa asumsi yang mendasari. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis dengan menggunakan beberapa metode lain sehingga gambaran kondisi real rantai pasokan dalam agroindustri rotan di Indonesia dapat tergambar dengan jelas.
Kesimpulan
Sulawesi sebesar 4.910 ton/bulan, dari Kalimantan sebesar 2770 ton/ bulan. Pasokan ke Surabaya yaitu dari Sulawesi sebesar 270 ton/bulan, dari Kalimantan sebesar 1330 ton/bulan. Pasokan rotan ke Jakarta yaitu dari Sumatera sebesar 200 ton/ bulan.
Daftar Pustaka
Chang Y , Makatsoris H. 2000. Supply Chain Modeling Using Simulation. Int. J. of Simulation Vol 2 No.1 : 24-30.
Pramudiarto DB. 2006. Analisis Nilai Tambah dan Ketercukupan Pemanfaatan
Bahan Baku Rotan di Kabupaten Cirebon. Skripsi. Bogor : IPB.
Shimchi Levi D, Kaminsky P, Simchi Levi E. (2000). Designing and Managing The Supply Chain : Concepts, Strategies, and Case Studies. Singapore : Mc. Graw Hill.