• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Perekonomian Masa Pra aksara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Perekonomian Masa Pra aksara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA PRAAKSARA

ARTIKEL

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Sejarah Perekonomian

yang dibina oleh Bapak Aditya Nugroho Widiadi, S. Pd., M.Pd.

Oleh :

Ardi Neo Sandi (130731615698)

Intan Febri Layyinah (130731615706)

M. Erik Nizamul Karim (130731607256)

Trias Ulul Himmah (130731616743)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN SEJARAH PRODI PENDIDIKAN SEJARAH

(2)

KONDISI KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA PRAAKSARA

Ardi Neo Sandi, Intan Febri Layyinah, Muhammad Erik Nizamul Karim, Trias Ulul Himmah1

Jurusan Sejarah

Abstrak

Pola kehidupan manusia masa Praaksara mengalami begitu banyak macam, tergantung dengan pembabakan masanya. Pada mulanya mereka mengawali kehidupan dengan sangat bergantung dengan alam dan juga alam mengambil peran penting dari adanya perkembangan yang signifikan. Adanya kehidupan sosial dan budaya yang pada nantinya menghasilkan sebuah sistem ekonomi. Sistem perekonomian pada masa Praaksara tidak banyak macamnya mengingat kehidupan manusia kala masa Praksara masih primitif dan bergantung alam sehingga adanya perekonomian masih sederhana, yakni berupa barter.

Kata Kunci : Masa Praaksara, Sistem Perekonomian, Perekonomian Barter, Primitif.

Makhluk hidup merupakan komponen yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan dunia, mereka adalah manusia, binatang, dan tumbuhan. Manusia dipandang dari sudut pandang ilmu hayati memiliki banyak sekali persamaan dengan binatang yakni terdapat dalam golongan mammalia atau menyusui2. Pemberian nama manusia kera pada fosil manusia yang ditemukan pertama memperkuat adanya argumen bahwa dalam kurun waktu 3–5 juta tahun lalu hingga masa sekarang ini, manusia telah banyak mengalami evolusi. Berubahnya manusia pertama yang setengah kera hingga seutuhnya menjadi manusia seperti sekarang ini tak lantas berubah dengan sendirinya. Faktor lingkungan atau alam menjadi pengaruh utama dari perubahan itu sendiri.

Lamanya jangka dari masa evolusi manusia setengah kera tersebut menjadi manusia terdapat banyak sekali hal yang ditinggalkan yang dapat diteliti pada

1 Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah Angkatan 2013, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang.

(3)

masa modern ini. Hasil penemuan itu pula dapat dikaji dan digambarkan mengenai kehidupan masa manusia 3 jutaan yang lalu. Para ilmuan

mengelompokkan manusia purba 3 jutaan lalu menjadi masa Praaksara atau masa sebelum dikenalnya tulisan.

Masa Praaksara ini pula masih dibagi berdasarkan kebudayaan yang berbeda yakni meliputi masa Paleolithikum, Mesolithikum, Neolithikum dan Logam. Penamaan itu berdasarkan dari hasil temuan yang sebagian besar terbuat dari batu, sehingga dikenal dengan zaman batu namun dikelompokkan menjadi zaman batu tua, pertengahan dan muda. Setiap peralihan dari zaman tersebut banyak terdapat perkembangan dari pola kehidupan mereka. Perkembangan yang disimpulkan berasal dari bukti-bukti temuan berupa alat-alat atau perlengkapan yang biasa mereka gunakan sebagai membantu kegiatan sehari-hari. Semakin muda umur manusia purba maka semakin maju pula perkembangannya. Alat-alat yang digunakan semakin disempurnakan yakni dengan diasah dan telah

dihaluskan agar lebih mempermudah kerja mereka, terutama dalam hal berburu, meramu hingga nantinya bercocok tanam3.

Perkembangan pola kehidupan mereka mencakup mengenai keadaan sosial-budaya mereka, hingga nanti pada masa holocen manusia telah mengenal mengenai sistem perekonomian. Sistem perekonomian ini tentu bersifat

sederhana. Adanya faktor penunjang dengan dilakukannya sistem perekonomian yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Setiap wilayah memiliki potensi alam masing-masing yang berbeda-beda satu sama lain tergantung pada kondisi alamnya. Sistem perekonomian ini pula didukung dengan telah dibuatnya perahu dan rakit yang digunakan sebagai alat pengangkut pada saat sistem perekonomian pertama yang sederhana yankni barter dilakukan.

Penambahan anggota hingga membentuk sebuah desa atau dusun kecil juga telah menciptakan industri-industri lokal yang telah mampu membuat peralatan dan kerajinan tangan. Apalagi ditambah dengan manusia masa holocen

yang telah mengenal sistem kepercayaan, hal ini menyebabkan adanya beberapa benda yang disimpan karena dianggap memiliki nilai magis tertentu dan

digunakan pada saat diadakan upacara.

(4)

1. Masa Paleolithikum

Pola kehidupan manusia pada masa ini biasa dikenal dengan sebutan kehidupam kala plestosen. Hasil penemuan dan penelitian mengenai temuan alat-alat manusia di masa inipun tak begitu banyak dan kompleks. Hal tersebut dikarenakan kehidupan masa ini sangat sederhana dan masih sangat awal, sehingga perkembangan dari segi kehidupan masih belum terlihat. Alasan lain bahwa masa inilah yang dijadikan sebagai awal dari masa manusia praaksara yakni ditemukannya sebuah fosil yang diduga memiliki kerangka tahun yang paling tua dibandingkan dengan penemuan lainnya.

Selain kehidupan yang masih awal dan sederhana, manusia masa plestosen menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya bergantung dengan alam. Manusia kala plestosen pula memiliki pola kehidupan yang berpindah-pindah (nomaden) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menyesuaikan lingkungan sekitarnya. Jumlah anggota dalam kelompok masih tergolong sedikit agar memudahkan saat berpindah ketempat yang baru dengan angka kematian lebih tinggi daripada kelahiran terutama bagi kanak-kanak. Hal tersebut dikarenakan hidup pada kala tersebut sulit4.

Menurut para ahli, dimungkinkan bahwa telah ada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yakni laki-laki sebagai yang memburu hewan buruan terutama saat akan memburu hewan yang berukuran cukup besar. Sedangkan perempuan mengumpulkan bahan makanan dalam jarak dekat seperti hewan-hewan kecil, buah-buahan, biji-bijian dan umbi-umbian.

Penjabaran mengenai kehidupan sosial manusia pada masa

Paleolithikum atau zaman batu tertua tersebut, dapat diketahui bila kehidupan mereka begitu bergantung dengan alam. Pola kehidupan juga nomaden atau berpindah-pindah sehingga adanya penyebaran budaya masih minimal karena mereka harus selalu menyesuaikan diri dengan tempat baru mereka, ditambah lagi dengan kondisi alam yang sulit sehingga angka harapan hidup minimal yang menjadikan pertumbuhan tak begitu tinggi.

Menilik lebih lanjut lagi, masa manusia purba Paleolithikum ini berlangsung selama kurang lebih 3 juta tahun. Hasil penemuan para ahli pula peralatan yang dipakai sehari-hari masih kasar atau dibuat ala kadarnya saja sesuai dengan keperluan semata. Inilah yang menjadikan peralatan atau

(5)

alat peninggalan manusia masa berburu terkesan masih kasar dan belum diasah. Selanjutnya yakni mengenai kegiatan ekonomis masih sangat tergantung dengan alam sehingga masih belum ditemukan kegiatan perekonomian. Karena pemenuhan kebutuhan hidup mereka, mereka mengambil dan mendapatkannya langsung dari alam5.

2. Masa Mesolithikum

Ketersediaan makanan dari alam dan jumlah binatang yang digunakan sebagai makanan memiliki pengaruh yang besar terhadap cara hidup manusia di zaman mesolitik. Mereka hidup dengan pola semi nomaden dan memiliki pola tempat tinggal di goa dekat dengan sumber air yang terdapat binantang yang dapat dimakan. Bila dirasa sumber makanan telah habis, mereka akan berpindah mencari tempat tinggal yang baru. Untuk keberlangsungan hidupnya mereka berburu hewan dan mengumpulkan makanan disekitar mereka, seperti umbian. Mereka juga dapat membedakan jenis umbi-umbian yang dapat dimakan6.

Gua-gua yang ditempati manusia untuk bertempat tinggal dinamakan dengan “abris sous roche”, yang merupakan perwujudannya seperti ceruk di dalam batu karang yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berlindung dari hujan dan panas matahari7. Keputusan manusia pra aksara untuk tinggal menetap dilatarbelakangi dengan berkurangnya intensitas berburu binatang yang mereka lakukan. Gua-gua yang dijadikan tempat tinggal biasanya dekat dengan sungai sebagai sumber air bagi kehidupan mereka, selain itu juga dekat dengan lahan yang mereka gunakan untuk bercocok tanam.

Manusia pra aksara tidak hanya tinggal di gua-gua, tetapi juga terdapat manusia yang hidup di tepi pantai. Soekmono menyatakan bahwa “bekas-bekas rumah menunjukkan telah adanya penduduk pantai yang tinggal dalam rumah-rumah bertonggak”8. Terdapat bangunan di atas tiang yang kecil berbentuk kebulat-bulatan yang atapnya dari daun-daunan pada zaman mesolitik9. Rumah di atas tiang ini kemungkinan berada di tepi pantai atau di hutan yang dekat dengan sumber air dan banyak sumber makanan. Atapnya

5 Ibid (hlm. 29). 6 Ibid (hlm. 180).

(6)

yang terbuat dari daun karena pada zaman dahulu cara kehidupannya memang masih sederhana belum mengenal desain rumah yang kuat seperti pada

sekarang ini.

Bagi beberapa manusia yang tempat hidupnya di tepi pantai melakukan perburuan ikan dan kerang yang digunakan sebagai makanan. Populasi yang berdiam di tepi pantai mencari makan di laut dan muara sungai. Selain ikan, kerang merupakan sumber makanan yang utama, meskipun tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan darat mereka makan juga10. Berarti selain berburu di perairan, mereka juga melakukan perburuan terhadap hewan di darat dalam hutan yang ukuran badannya lebih besar dari ikan di sungai.

Jika kerang dimanfaatkan sebagai makanan, maka bagian cangkangnya yang keras tidak dapat dikonsumsi. Ada yang langsung di buang, tetapi ada juga cangkang kerang yang diubah menjadi alat-alat untuk membantu

mempermudah pekerjaan manusia pada zaman mesolitik. Kegiatan memakan kerang terus-menerus dilakukan, maka sisa-sisa kulit atau cangkang kerang dan siput perlahan-lahan akan tertumpuk menjadi sebuah gundukan.

Soekmono menyatakan “kulit-kulit siput dan kerang yang dibuang itu selama waktu yang bertahun-tahun, mungkin ratusan atau ribuan tahun, akhirnya menjelmakan bukit kerang yang beberapa meter tinggi (ada yang tujuh meter) dan lebar itu. Bukit-bukit inilah yang dinamakan

(kjokkenmoddinger)”11. Sampah kulit kerang dan cangkang hewan laut yang terlalu lama tertumpuk menjadi gundukan-gundukan dan akan bertambah tinggi, jumlahnya perlahan-lahan akan bertambah sehingga akan terbentuknya bukit kerang yang banyak.

Menurut Soekmono, kjokkenmoddinger yang berarti sampah dapur dari bahasa Denmark disebutnya sebagai sampah-sampah dapur karena kulit-kulit kerang dan siput tersebut dianggap sebagai sisa makanan (makanan sekarang umumnya dihasilkan dari dapur)12. Masa mesolitik sudah terdapat manusia yang melakukan usaha bertani yang dilakukan secara sederhana. Mereka belum membajak tanah dan belum bisa sistem bertani dengan menanam biji.

10 Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Prasejarah di Indonesia (Jilid I). Jakarta: Balai Pustaka (hlm. 151).

(7)

Mereka menaman tumbuhan dengan cara mengambil bagian tumbuhan untuk ditanam kembali (vegetatif).

Cara bertani manusia pada zaman mesolithikum yakni dikerjakan dengan amat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah menurut keadaan kesuburan tanah. Hutan yang akan dijadikan tanah pertanian dirambah dahulu dengan sistem tebas-bakar (slash and burn). Mereka menanam umbi-umbian seperti keladi sebab mereka belum mengenal cara menanam biji-bijian. Mereka sudah menanam satu jenis padi liar yang didapatkan dari hutan dan kemudian mengetam dengan mempergunakan pisau-pisau batu yang tajam. Setelah musim panen selesai, lahan pertanian yang sederhana itu akan ditinggalkannya.

Masa mesolithik telah ada usaha untuk menjinakkan hewan liar (domestikasi) yang akan dijadikan ternak ataupun peliharaan terbukti dari adanya penemuan gigi anjing di Gua Cakondo Sulawesi Selatan Hawkes13. Penemuan tersebut merupakan bukti tentang upaya untuk menjinakkan binatang tersebut. Juga pada masa telah ditemukan api yang berguna demi kelangsungan hidup mereka. Anjing dipelihara karena merupakan binatang yang dapat menolong manusia ketika berburu di dalam hutan dan dapat digunakan untuk menjaga tempat tinggal.

Api yang dikenal sejak kala Plestosen, memegang peran penting dalam kehidupan gua. Api bermanfaat untuk pemanas tubuh dan menghalau hewan buas di malam hari, di samping untuk memasak makanan. Kebudayaan pada zaman mesolitik atau masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut masih terdapat kemiripan dengan zaman paleolitik tetapi budayanya sudah mengalami kemajuan dan perkembangan. Terbukti dari sudah adanya pola hidup yang menetap, mengenal kegiatan penguburan manusia yang meninggal, usaha untuk menghaluskan alat meskipun belum terlalu halus, dan adanya usaha untuk mengolah tanah untuk lahan pertanian. Manusia

paleolitikum masih rendah sekali tingkat peradabannya. Hidupnya

mengembara sebagai pemburu, penangkap ikan, dan pengumpul bahan-bahan makanan, seperti buah-buahan, jenis-jenis ubi, keladi, dan bahan makanan

(8)

lainnya. Jadi sebanyak-banyaknya hanya mengumpulkan saja makanan apa yang ia dapati dari alam14.

Cara hidup pada masa mesolitikum masih dipengaruhi oleh cara hidup sebelumnya. Faktor-faktor alam seperti iklim, kesuburan tanah dan keadaan fauna amat berpengaruh dan menentukan hidup mereka sehari-hari. Hidup mereka masih sepenuhnya tergantung pada alam. Dalam hidup yang sepenuhnya tergantung pada alam tersebut, mereka juga menunjukkan keinginan untuk bertempat tinggal. Tempat yang mereka tinggali adalah gua-gua alam (caves) atau di gua-gua payung atau ceruk (rock-shelters) walaupun tidak menetap15.

Berdasarkan temuan-temuan artefak pada masa mesolitikum ini, tampaklah kelanjutan tradisi alat-alat batu dan tulang. Dibuatnya alat-alat dari batu dan tulang menghasilkan kapak genggam Sumatra dan kapak pendek di beberapa wilayah, sedangkan alat serpih-bilah boleh dikatakan sebagai pelengkap alat-alat utama. Alat yang dibuat tidak hanya alat dari batu, tulang, tanduk, dan kulit kerang, tetapi juga ada kemungkinan mereka sudah membuat alat-alat dari pepohonan yang ada. Misalnya bambu, karena bambu bisa dijadikan lancipan untuk sudip dan lainnya. Selain itu untuk tempat makanan bambu bisa digunakan sebagai wadah apabila dianyam.

Penemuan api dan perkembangan teknologi pertanian merupakan proses pembarun yang memberntuk dasar budaya. Hal ini mungkin karena selain mendatangkan tanda awal kehidupan sosial, juga melahirkan teknologi lainnya yang berhubungan16. Artinya di sini, mereka akan berpikir apa saja yang bisa dilakukan untuk membuat makanan dengan menggunakan perapian.

3. Masa Neolithikum

Berbeda halnya pada zaman sebelumnya yakni Mesolithikum, pada masa Neolithikum ini telah terdapat perkembangan masyarakat terutama dari segi perekonomian, hal tersebut merupakan kelanjutan dari adanya kemajuan masyarakat di bidang sosial-budaya. Manusia pendukung pada masa ini yakni

14 Soekmono, R. 1981. Pengantar Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Kanisius (hlm. 40). 15 Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Prasejarah di Indonesia (Jilid I). Jakarta: Balai Pustaka (hlm. 180).

(9)

Homo Erectus. Salah satu contoh adanya kemajuan bahwa mereka telah berbudaya dan memiliki kemajuan yakni mereka telah memilih hidup menetap atau tak berpindah-pindah (sedenter). Berbeda halnya dengan masa

sebelumnya bahwa mereka masih memiliki pola hidup semi nomaden (separuh menetap dan separuh berpindah). Pola kehidupan semi nomaden ini bercirikan mereka telah mulai bertempat tinggal di gua-gua dekat dengan mata air yakni sungai, namun ketika makanan dan hewan disekitar mereka dikira telah habis maka mereka akan berpindah dan mencari tempat tinggal baru lagi17.

Adanya tempat tinggal yang menetap ini membuktikan bahwa jumlah dari anggota dari setiap kelompok kian bertambah dan bertambah tak hanya terdiri satu keluarga saja seperti pada masa Paleolithikum dan juga

Mesolithikum. Tak hanya memilih tempat tinggal yang dekat dengan sumber mata air, diteliki satu persatu bahwa mereka juga memilih tempat tinggal yang agak tinggi dan bukit-bukit kecil yang dikelilingi sungai atau jurang serta dipagar hutan. Tujuannya yakni perlindungan diri dari serangan-serangan musuh maupun hewan buas. Manusia pada zaman ini pula telah berfikir untuk melindungi diri mereka, terbukti dari dibuatnya tanggul-tanggul dan parit-parit pertahanan disekitar tempat tinggal mereka.

Kembali lagi pada kehidupan sosial manusia masa bercocok tanam, dimungkinkan bahwa perkembangan anggota dalam sebuah golongan kian bertambah. Sistem sosial berupa desa atau dukuh diperkirakan sudah terbentuk. Hal tersebut menjadi informasi penting bahwa pertumbuhan penduduk kian pesat. Golongan-golongan yang terdiri dari beberapa keluarga berumpul menjadi satu dan bertempat tinggal dalam satu wilayah yang nantinya membentuk sebuah desa kecil yang didiami bersama oleh manusia masa bercocok tanam.

Jenis tanaman pada saat bercocok tanam sebagian besar adalah tumbuhan liar, namun juga ada beberapa tanaman yang memang sengaja ditanam untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Penjinakan hewan kerbau sebagai hewan ternak, babi liar sebagai hewan buruan dan juga anjing liar untuk membantu mereka saat berburu di hutan.

(10)

Semakin banyaknya anggota dalam suku, menyebabkan kian

bertambahnya pula keperluan sehari-hari. Adanya pembagian kerja pada masa ini lebih kompleks, yakni kaum pria yang mencari hewan buruan sedangkan kaum wanita berperan sebagai mengumpulkan makanan, mengolahnya dan mereka juga bercocok tanam dengan teknik sederhana. Meski demikian ada masanya pula dimana alam tidak menyediakan kebutuhan manusia pada manusia bercocok tanam. Inilah pendorong mereka melakukan perpindahan dan juga sebagai penanda dengan berkembangnya kehidupan baru dengan membuka lahan baru pada manusia masa ini. Lahan kian hari kian menyempit, bertolak belakang dengan manusianya yang bertambah banyak. Pada tempat-tempat tertentu menjadi sebuah lahan tandus karena alamnya yang berbatu sehingga mulai dibukalah industri-industri lokal dalam pembuatan alat-alat kerja untuk kepentingan sehari-hari

Berdasarkan perkembangan diatas dapat ditarik benang merah

bagaimana asal-usul kegiatan perekonomian yang bergantung dari kehidupan sosial mereka sendiri. Diperkirakan bahwa sistem perekonomian yang pertama mereka kenal adalah sistem barter. Barang-barang yang dipertukarkan dengan jarak yang jauh itu sebagian besar diangkut melalui jalur sungai, laut dan juga beberapa melalui darat, seperti yang telah disebut sebelumnya bahwa semakin banyaknya anggota dalam sebuah desa membuat kian meningkatnya

kebutuhan hidup mereka. Bila ditelaah manusia masa bercocok tanam telah banyak melakukan hubungan dengan manusia di desa lain yang berada ditempat berbeda karena telah adanya sistem bertukar barang (barter). Didukung dengan keahlian manusia bercocok tanam yang telah mampu membuat perahu dan rakit. Pembuatan perahu dilakukan dengan menebang pohon dan menguliti kulitnya dengan hasil yakni sebuah perahu bercardik18. Kemajuan dalam pembuatan perahu berperan penting dalam proses barter, yakni dari segi pengangkutan barang maupun sebagai barang yang ditukarkan. Adapun barang yang digunakan dalam barter yakni barang hasil bercocok tanam, karena setiap desa memiliki hasil bercocok tanam yang berbeda-beda tergantung pada kondisi kesuburan tanah dan lokasi

(11)

geografisnya. Lalu ada barang dari hasil kerajinan tangan yakni gerabah, beliung, dan perhiasan karena pada masa tersebut manusia telah berbudaya dan telah mampu membuat sebuah kesenian yang bernilai tinggi. Perlu juga diketahui bahwa manusia pada masa bercocok tanam ini telah mengenal sistem kepercayaan, sehingga beberapa benda seperti kapak dan pacul hanya dibuat sekali pakai yakni untuk upacara atau seperti beberapa jenis batu yang mereka simpan untuk dijadikan jimat19. Garam dan ikan laut tentu berasal dari golongan manusia yang bertempat di wilayah didekat laut dan ditukarkan kepada manusia desa pedalaman yang membutuhkan.

4. Masa Logam

Prasejarah memasuki zaman yang terakhir yaitu Zaman Logam atau Masa Perundagian. Pergantian dari zaman batu ke jaman logam tidak secara mendadak, tetapi berangsur-berangsur dan sedikit demi sedikit. Memasuki zaman logam, berarti logam telah dikenal orang dan digunakan sebagai alat-alat untuk keperluan hidup. Keterampilan membuat alat-alat-alat-alat dari logam tentunya menumbuhkan pekerjaan baru yang berbeda ketika menggunakan bahan batu. Logam harus dilebur supaya dapat dibentuk menjadi alat-alat kebutuhan hidup. Teknik pembuatannya disebut a cire perdue20. Asia tenggara

tidak mengenal jaman tembaga, karena setelah neolithikum langsung meningkat ke jaman perunggu (perunggu adalah campuran timah putih dan tembaga). Kepandaian mempergunakan bahan baru tentu saja disertai dengan cara bekerja yang baru. Logam tidak dapat dipukul-pukul atau dipecah seperti batu untuk mendapat alat yang dikehendaki, lagi pula logam bukan merupakan bahan yang telah tersedia seperti batu. Logam harus dilebur terlebih dahulu dari bijihnya untuk dapat dipergunakan, leburan logam tersebut kemudian dicetak21.

Hasil kebudayaan terpenting dari kebudayaan perunggu adalah Kapak Corong dan Nekara. Kapak corong merupakan kapak yang bagian atasnya berlubang, berbentuk corong yang digunakan untuk memasukkan tangkai kayu. Nekara merupakan benda perunggu peninggalan prasejarah berupa

19 Soekmono, R. 1981. Pengantar Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Kanisius (hlm. 52). 20 Asmito. 1988. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (hlm. 15).

(12)

berumbung berlekuk yang bagian tengah sisi atapnya tertutup22. Benda-benda peninggalan prasejarah tentu memiliki arti dan makna yang dapat dijadikan gambaran tentang kondisi sosial, politik, dan religius pada masa tersebut. Hiasan-hiasan dalam nekara sangat penting karena mengandung gambaran berharga tentang kehidupan dan kebudayaan yang ada pada masa sebelum dihasilkan peninggalan berupa tulisan23.

Kehidupan manusia prasejarah memiliki pola kehidupan yang sangat sederhana, kegiatannya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berburu dan meramu atau mengumpulkan makanan. Keputusan untuk berburu dan mengumpulkan makanan dilakukan karena melihat iklim, kesuburan tanah, dan binatang buruan yang melimpah (Akhru, 2013). Binatang yang banyak terdapat di hutan maupun ikan-ikan yang banyak ditemukan di sungai membuat manusia prasejarah berburu, untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan dihari-hari berikutnya, hasil buruan yang didapat disimpan dan dikumpulkan. Berburu dan meramu merupakan sistem pencaharian yang paling tua dan sebagian kecil masih digunakan sampai sekarang.

Mata pencaharian selanjutnya mengikuti dari tingkat kemajuan otak manusia yang berdampak pada keinginan untuk memiliki kemajuan taraf hidup yang lebih baik. Manusia prasejarah kemudian mengenal sistem bercocok tanam tingkat sederhana, ketika sistem bertani ini dipilih, manusia sudah hidup menetap dan tidak berpindah-pindah. Bercocok tanam dipilih karena daerah pinggir sungai yang subur dan berpotensi untuk ditanami, serta memiliki sistem irigasi yang baik. Manusia prasejarah menempati gua-gua yang ada dan mulai berusaha memenuhi kebutuhan hidup tidak hanya dengan bercocok tanam, tetapi juga dengan beternak dengan cara menjinakkan

binatang atau domestikasi binatang. Peternakan sangat berkembang pada masa Neolithikum karena manusia sudah hidup menetap dalam sebuah kelompok (Akhru, 2013). Peternakan sangat bermanfaat karena binatang yang diternak bisa menghasilkan susu, daging, kulitnya bisa dipakai untuk penutup tubuh dari kedinginan, dan tenaga binatang ternak dapat dipakai untuk membajak tanah untuk bercocok tanam.

22 Asmito. 1988. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (hlm. 16).

(13)

Pemikiran manusia dari masa ke masa semakin maju, maka manusia mulai berfikir untuk mencari alat tukar untuk memenuhi kebutuhan yang tidak ia punya. Alat tukar yang dipakai pada masa prasejarah yakni sistem barter. Sistem barter merupakan penukaran barang tertentu yang ditukar dengan barang yang mungkin nilainya lebih besar atau lebih kecil, sistem barter mulai ditemukan pada masa Neolitikum dan Zaman Logam (Akhru, 2013). Sistem barter inilah yang menjadi cikal bakal dari sistem tukar menukar dengan menggunakan uang untuk membeli barang.

DAFTAR RUJUKAN

Akhiru. 2013. Sistem Ekonomi dan Sistem Mata Pencaharian Hidup

( http://akhiru.wordpress.com/2013/12/11/sistem-ekonomi-sistem-mata-pencaharian- hidup/).

Asmito. 1988. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Brahmantyo, G. 1998. Perwara Sejarah. Malang: IKIP Malang.

Soekmono, R. 1981. Pengantar Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Kanisius. Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia:

Referensi

Dokumen terkait

7 TAHUN 2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DILINGKUNGAN POLRI.

Dengan demikian, apabila semasa hidupnya seorang pewaris membuat suatu wasiat atau hibah kepada pihak ketiga, yang telah melanggar bagian mutlak ahli waris legitimaris,

masyarakat sangat mengetahui dampak penambangan pasir ilegal terhadap kesehatan dan 50% masyarakat memahami bagaimana pemanfaatan sungai dengan baik dan benar. Dari

The last algorithm in doc2vec is modeled after the word2vec skip-gram model, with one exception-- instead of using the focus word as the input, we will now take the document ID as

Lampbrush chromosome merupakan suatu struktur dekondensasi kromosom yang dapat ditemukan pada sel gamet berbagai jenis hewan (pada tahap diplonema dari Meosis

Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah penelitian ini membahas tentang kendala penggunaan e-banking, sedangkan penelitian yangakan

“Masalah Takwil Sebagai Metodologi Penafsiran Al- Qur´an”, dalam Budhy Munawar-Rachman, (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah.. Makhlu>f, Muhammad

Pendeteksian pada penelitian ini juga dapat menghasilkan jumlah clusters yang lebih sedikit dengan akurasi RI yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil