• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTUALISASI PRINSIP HUKUM PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP DALAM KEBIJAKAN PERUBAHAN PERUNTUKAN, FUNGSI, DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AKTUALISASI PRINSIP HUKUM PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP DALAM KEBIJAKAN PERUBAHAN PERUNTUKAN, FUNGSI, DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

AKTUALISASI PRINSIP HUKUM PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN

HIDUP DALAM KEBIJAKAN PERUBAHAN PERUNTUKAN, FUNGSI, DAN

PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Iskandar

Fakult as Hukum Universit as Bengkulu E-mail: sut t aniskandar@yahoo. com

Abst ract

Thi s ar t i cl e ar e i nt ended t o descr i be t he t hi r t een pr i nci pl es of envi r onment conser vat ion l aw i n sust ai nabl e f or est management as an i nst r ument of pr event ion of f or est damage. In t he r eal i zat i on, al most al l of t he pr i nci pl es ar e not appl i ed or not be t he basi s of consi der at ion, ei t her by t he Mi ni st r y of For est r y, r el evant sect or mini st r ies, and l ocal gover nment s in est abl i shi ng t he concer vat ion pol i cies. Thi s makes t he i mpl ement at ion of pol i cies t o use, changes i n t he f unct ion, and use (per mission t o bor r ow t o use) t he f or est r esist of vi ol at ions and i r r egul ar it i es. Ther ef or e, it needs t o be devel oped (i us const it uendum per spect i ve) t he pr i nci pl e of envi r onment al l aw as a gener al pr i nci pl es, whi ch has t he nat ur e of f or ce and l ead t o t he devel opment of l eader shi p char act er of t he deci sion maker s.

Key wor ds: Act ual i zat i on, Pr i nci pl es of Law, Conser vat i on, Envi r onment Funct ions, For est .

Abst rak

Tulisan ini dimaksudkan unt uk menj elaskan t ent ang t iga belas prinsip hukum pelest arian f ungsi lingkungan hidup dalam pengelolaan kawasan hut an berkelanj ut an sebagai inst rumen pencegahan kerusakan kawasan hut an. Dalam realisasinya, hampir semua prinsip t idak dit erapkan at au t idak dij adikan dasar pert imbangan, baik oleh Kement erian Kehut anan, kement erian sekt or t erkait , maupun pemerint ah daerah dalam menet apkan kebij akan perubahan perunt ukan, perubahan f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an. Hal ini menj adikan pelaksanaan kebij akan perubahan perunt ukan, perubahan f ungsi, dan penggunaan (izin pinj am pakai) kawasan hut an sarat dengan pelanggaran dan penyimpangan. Oleh karena it u, perlu dikembangkan (per spekt i f i us const i t uendum) prinsip hukum lingkungan sebagai asas umum (gener al pr i nci pl es), yang lebih memiliki sif at memaksa dan mengarah pada pembangunan karakt er kepemimpinan para pengambil keput usan.

Kat a kunci: Akt ualisasi, Prinsip Hukum, Pelest arian, Fungsi Lingkungan, Kawasan Hut an.

Pendahuluan

Pasal 19 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan menyebut kan bahwa ist ilah alih f ungsi adalah perubahan perunt ukan dan f ungsi kawasan hut an; perubahan perun-t ukan kawasan huperun-t an, perun-t erj adi melalui proses t ukar-menukar kawasan hut an dan pelepasan kawasan hut an. Alih f ungsi kawasan hut an, yang t erj adi melalui perubahan perunt ukan ka-wasan hut an t erf okus unt uk mendukung kepen-t ingan di luar kehukepen-t anan (perkepen-t anian, perkebun-an, t ransmigrasi, pengembangan wilayah, dan non kehut anan lainnya). Alih f ungsi kawasan hut an dapat pula melalui perubahan f ungsi

hu-t an namun hu-t idak mengurangi luas kawasan hut an, misalnya unt uk t uj uan pembangunan ke-hut anan (konservasi kawasan ke-hut an alam/ t a-naman, hut an pendidikan/ penelit ian).1

1 Perubahan perunt ukan hut an l indung dan hut an

(2)

Kerusakan kawasan hut an disebabkan oleh beberapa f akt or. Salah sat u f akt or yang menarik unt uk dikaj i yait u persoalan perubahan (alih) kawasan hut an. Perubahan kawasan hu-t an dapahu-t berupa perubahan perunhu-t ukan yaihu-t u dalam bent uk t ukar-menukar kawasan hut an dan pelepasan kawasan hut an, unt uk kepen-t ingan perkebunan, permukiman kepen-t ransmigrasi, indust ri, perumahan, perkant oran dan sebagai-nya. Perubahan f ungsi kawasan hut an yait u me-ngubah f ungsi kawasan hut an unt uk kepent ing-an di luar biding-ang kehut ing-aning-an. Selain it u ada bent uk lainnya yait u penggunaan kawasan hu-t an yang dikenal dengan ishu-t ilah izin pinj am pakai kawasan hut an.

Pada dasarnya kawasan hut an dapat di manf aat kan dengan t et ap memperhat ikan sif at , karakt erist ik, dan kerent anannya, sert a t idak di benarkan mengubah suat u kawasan hut an yang memiliki f ungsi perlindungan, dan harus dilaku-kan kaj ian yang mendalam sert a komperhensif . Dalam pemanf aat an kawasan hut an harus dise-suaikan dengan f ungsi pokoknya yait u f ungsi konservasi, lindung dan produksi. Kesesuaian ket iga f ungsi t ersebut sangat dinamis dan yang paling pent ing yait u agar dalam pemanf aat an-nya harus t et ap sinergi. Meski secara normat if , konversi at au perubahan kawasan hut an dimak-sud t idak dilarang oleh undang-undang, namun unt uk menj aga kualit as lingkungan, sej auh mungkin dihindari t erj adinya konversi/ perubah-an t erhadap hut perubah-an alam yperubah-ang masih produkt if , guna menghindari kerusakan kawasan hut an.

Namun, yang t erj adi, kebij akan perubah-an perunt ukperubah-an, perubahperubah-an f ungsi, dperubah-an penggu-naan (izin pinj am pakai) kawasan hut an, sarat dengan pelanggaran dan penyimpangan baik yang bersif at prosedural maupun subst ansial, dan t idak diakt uali-sasikannya prinsip hukum pelest arian f ungsi lingkungan hidup. Kebij akan demikian ini diyakini penulis menj adi salah sat u f akt or penyebab kerusakan kawasan hut an. Saat ini dan pada masa yang akan dat ang, kecenderungan t erhadap t unt ut an perubahan perunt ukan, perubahan f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an unt uk keperluan di luar f ungsi

Uni versit as Tuj uh Bel as Agust us, Edi si Okt ober 2004, hl m. 91-107

kehut anan akan senant iasa t erj adi, seiring de-ngan dinamika pembangunan nasional, peruba-han sosial, dan kemaj uan t eknologi. Kecende-rungan ini, bila t idak diikut i dengan kebij akan yang baik, akan mempercepat laj u kerusakan kawasan hut an di Indonesia.2

Mencermat i hal t ersebut , maka t ulisan ini dimaksudkan unt uk menj elaskan t ent ang akt ualisasi prinsip hukum pelest arian f ungsi lingkungan hidup dalam kebij akan alih perun-t ukan, alih f ungsi dan pinj am pakai kawasan hut an dalam pengelolaan kawasan hut an ber-kelanj ut an dan perspekt if pengembangan prin-sip hukum pelest arian f ungsi lingkungan hidup sebagai asas umum dalam kebij akan pengelo-laan kawasan hut an berkelanj ut an di Indonesia.

Pembahasan

Aktualisasi Prinsip Hukum Pelest arian Fungsi Lingkungan Hidup Sebagai Inst rumen Pence-gahan Kerusakan Kawasan Hut an Dalam Kebi-j akan Perubahan Perunt ukan, Fungsi, dan Penggunaan Kawasan Hut an

Pada hakekat nya, pengelolaan dan at au konservasi sumber daya alam bukan hanya ber-art i pelest arian dan perlindungan semat a, akan t et api j uga pemanf aat annya secara bij aksana sesuai dengan prinsip/ asas dan norma hukum yang berlaku.3 Berdasarkan hasil kaj ian t erha-dap prinsip hukum pelest arian f ungsi lingkung-an hidup ylingkung-ang diakt ualisasiklingkung-an dalam berbagai ket ent uan t erkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dapat diiden-t if ikasi sebanyak 24 prinsip hukum pelesdiiden-t arian f ungsi lingkungan hidup.4 Di ant aranya t erdapat 13 prinsip yang sangat relevan dij adikan per-t imbangan dalam kebij akan perubahan perun-t ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan huperun-t an,

2 Yusdirman Yusuf , “ Hukum Lingkungan Ver sus

Pembangunan Nasional ” , Jur nal Respubl i ca, Fakul t as Hukum Univer sit as Lancang Kuning Pekanbaru, Vol . 4 (1), 2004, hl m. 97

3 Lihat August P Sil aen, “ Pel est ari an Fungsi Hut an dan

Lingkungan Hi dup Dal am per spekt if Hukum Lingkungan” , Maj al ah Il mi ah Vi si Uni versit as HKBP Nomenssen Medan, Vol . 16 (3), 2008, hl m. 575-594

4

(3)

agar dapat dicegah t erj adinya kerusakan ka-wasan hut an.5 Prinsip dimaksud di ant aranya: prinsip keadilan; prinsip akses pada inf ormasi; prinsip part isipasi publik; prinsip kehat i-hat ian; prinsip perlindungan keanekaragaman hayat i; prinsip t indakan pencegahan; prinsip int erna-lisasi biaya lingkungan; prinsip daya dukung lingkungan; prinsip keut uhan; prinsip ket erpa-duan; prinsip keseimbangan; prinsip j aminan kepast ian hukum at as st at us kawasan hut an; prinsip penanggulangan dan penegakan hukum, baik prevent if maupun represif secara t egas dan konsist en.

Berdasarkan hasil kaj ian t erhadap akt ua-lisasi prinsip hukum pelest arian f ungsi lingkung-an hidup dimaksud, pada kenyat alingkung-annya belum sepenuhnya diakt ualisasikan dalam kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an. Berbagai bent uk perizinan t er-kait dengan kebij akan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an yang diberikan ke-pada perusahaan besar, ke-pada sekt or perkebun-an dperkebun-an pert ambperkebun-angperkebun-an,6 sert a kebij akan peruba-han kawasan unt uk kepent ingan sekt or t ransmi-grasi, belum menerapkan prinsip pelest arian f ungsi lingkungan hidup, karena f akt anya masih banyak penyimpangan dan pelanggaran yang t erj adi, baik dilihat dari aspek kewenangan, prosedur maupun subst ansinya.

Prinsip hukum pelest arian f ungsi ling-kungan hidup dimaksud seharusnya dapat men-j adi inst rumen dalam rangka pencegahan ke-rusakan kawasan hut an, apabila para pengambil keput usan t aat asas dan konsist en menerapkan

5 Ibi d. , hl m. 241.

6

Sepert i di ant ar anya: PT. Freeport Indonesi a di Papua, PT. Kar i mun Granit di Kepul auan Ri au, PT. Inco Tbk di Sul awesi Sel at an, Sul awesi Tengah, Sul awesi Tenggara, PT. Arut min Indonesia dan PT. Indocement Tunggal Perkasa (ITP) Tbk. , di Kal imant an Sel at an, PT. Indominco Mandir i di Kal imant an Timur, PT. Aneka Tambang di Mal uku Ut ara, PT. Nat ar ang Mining di Mal uku Ut ar a dan PT. Nusa Hal mahera Miner al s di Mal uku Ut ara. Perusahaan l ainnya, yai t u PT. Kal i mant an Surya Kencana, PT. Asmin Koal indo Tuhup, PT. Pel sart Tambang Kencana di Kal imant an Sel at an, PT. Int er ex Sacra Raya di Kal i mant an Ti mur dan Kal imant an Sel at an, PT. Weda Bay Nickel di Mal uku Ut ara, PT. Gag Nikel di Papua, PT. Sorik-mas Mi ning di Sumat erra Ut ara, PT. Aneka Tambang di Sul awesi Tenggara, PT Riau Andal an Pul p and Paper (RAPP) dan PT Indah Ki at Pul p and Paper (IKPP) di Riau, dan masih banyak l agi perusahan besar l ainnya, l ihat i bi d. , hl m. 249.

prinsip dimaksud sebagai acuan dalam penet ap-an kebij akap-an dap-an at au pengambilap-an keput us-annya. Berikut ini diuraikan secara ringkas im-plement asi dari 13 (t iga belas) prinsip dimaksud.7

Prinsip Keadilan (T he Principles of Just ice) Prinsip keadilan mengandung makna bah-wa dalam menet apkan kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an harus memperhat ikan aspek keadilan, baik keadilan unt uk generasi saat ini maupun keadilan pada generasi yang akan dat ang, t er-masuk di dalamnya keadilan secara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Pada kenyat aan-nya, dari hasil kaj ian t erhadap kebij akan pe-rubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an yang dilakukan selama ini, be-lum menerapkan prinsip keadilan, baik oleh para pengambil keput usan di t ingkat pusat mau pun di daerah.8 Keadilan dimaksud, baik secara ekonomi, sosial maupun keadilan bagi lingkung-an hidup.9 Hal ini t erlihat dalam kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan pengguna-an dimaksud ypengguna-ang secara ekonomi hpengguna-anya meng-unt ungkan pihak pengusaha at au perusahaan yang memiliki modal besar, t erut ama di sekt or perkebunan dan pert ambangan. Sasaran kebi-j akan ini t idak menyent uh kepent ingan ekono-mi masyarakat , t erut ama masyarakat yang ber-ada di dalam dan di sekit ar kawasan hut an yang di alih f ungsikan, sehingga masyarakat merasa-kan ada ket idakadilan dalam pemanf aat an eko-nomi dari kawasan hut an yang berada di sekit ar at au di wilayah t empat t inggalnya.

Kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an yang diberikan

7 Ibi d. , hl m 294.

8 Bandingkan dengan Dade Angga, “ Kemit r aan Pemerint ah,

Masyarakat Dan Swast a Dal am Pembangunan: Suat u St udi Tent ang Kasus Kemit raan Sekt or Kehut anan Di Kabupat en Pasuruan, Jur nal Apl i kasi Manaj emen Jurusan Manaj e-men Uni versit as Br awij aya, Vol . 4 (3), 2006, hl m. 395-402; Lihat Ri dwan, “ Memuncul kan Karakt er Hukum Progresi f Dari Asas-Asas Umum Pemer int ahan Yang Baik Sol usi Pencar ian dan Penemuan Keadil an Subst ant ive” , Jur nal Hukum Pr o Just i t i a, Program St udi Il mu Hukum Uni versit as Kat hol ik Parahyangan, Vol . 26 (2), 2008, hl m. 163-177

9

(4)

kepada perusahaan besar berimplikasi pada t i-dak t erj amin pemerat aan kesempat an berusaha yang berkeadilan. Penguasaan lahan perkebun-an pada kelompok usaha besar, dikhawat irkperkebun-an menimbulkan kont ra produkt if dengan t uj uan pert umbuhan ekonomi yang berkeadilan yang hendak dicapai, t erut ama dalam usaha menum-buhkan usaha perkebunan dan pert ambangan rakyat . Hal ini karena pemegang hak guna usa-ha (HGU) perkebunan dan kuasa pert ambangan besar kurang memiliki insent if unt uk mengelola arealnya secara ef isien dan lest ari, sehingga menyebabkan sebagian besar sumber daya la-han menj adi t idak t ermanf aat kan secara opt i-mal. Kondisi di lapangan memperlihat kan bah-wa ada kecenderungan pengusaha menelant ar-kan lahan yang t elah mendapat ar-kan izin.

Kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an, yang seharus-nya lebih mengut amakan f ungsi lindung dan f ungsi konservasi dengan cara memperluas luas-an kawasluas-an lindung dluas-an kawasluas-an konservasi at au paling t idak mempert ahankan keberadaan f ungsi lindung, f ungsi perlindungan set empat , dan f ungsi penyangga kehidupan pada masing-masing kawasan hut an, akan t et api yang t erj adi j ust ru kebij akan perubahan f ungsi yang t erj adi lebih banyak dalam bent uk penurunan st at us dari kawasan lindung at au konservasi menj adi kawasan budi daya, sehingga t ahap berikut nya dapat dilakukan perubahan perunt ukan, apakah melalui t ukar-menukar at au melalui pelepasan kawasan hut an.10

Meski perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an dilakukan unt uk memenuhi t unt ut an dinamika pembangunan

10

Perubahan perunt ukan kaw asan hut an dengan cara t ukar-menukar kawasan dal am pel aksanaannya sel ain t er dapat penyi mpangan at au pel anggar an t erhadap ket ent uan yang bersif at subst ant ive, j uga mengenyampi ngkan pr in-si p hukum pel est ar ian f ungin-si l ingkungan hidup t erhadap keberadaan kawasan Taman Nasional , kaw asan Cagar Al am yang seharusnya di pert ahankan. Prosedur penet ap-an kebij akap-an t ap-anpa mel al ui kaj iap-an yap-ang mendal am t er-ut ama dari aspek l ingkungan hi dup, dengan mudahnya dil akukan perubahan f ungsi kaw asan, dar i kawasan Ta-man Nasional dan at au kawasan Cagar Al am diubah men-j adi kawasan Hut an Produksi (HPT/ HPK), l al u kemudian dapat di manf aat kan sesuai dengan kepent i ngan yang dikehendaki, dengan car a pel epasan kawasan hut an dan at au t ukar-menukar kawasan hut an, l i hat : Ibi d. , hl m 249.

nasional dengan berlandaskan pada opt imalisasi dist ribusi f ungsi, namun keadilan bagi kepen-t ingan masyarakakepen-t dan keadilan bagi keleskepen-t ari-an lingkungari-an hidup, harus t et ap dikedepari-an- dikedepan-kan, sehingga manf aat kawasan hut an dapat berkelanj ut an, karena keberadaan kawasan hu-t an dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional t et ap t erj aga. Dengan demikian kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an dapat mencermin-kan keadilan baik unt uk generasi saat ini maupun generasi yang akan dat ang.

Prinsip Akses pada Informasi (T he Principles of Access t o Informat ion)

Dat a yang penulis peroleh dari Kement e-rian Kehut anan, menurut penulis belum meru-pakan dat a yang riil at au dat a yang sesungguh-nya. Hal ini t erbukt i dari j umlah luas kawasan hut an yang t idak pernah dit emukan angka yang sama pada set iap kali proses penet apannya. Lemahnya dat a dan inf ormasi kehut anan ini t idak hanya menyangkut luas kawasan hut an, t api j uga menyangut banyak aspek dari kehu-t anan. Dengan melihakehu-t kenyakehu-t aan ini, Menkehu-t eri Kehut anan memandang perlu memint a bant uan kepada gubernur di seluruh Indonesia, dengan mengeluarkan kebij akan dekonsent rasi melalui Perat uran Ment eri Kehut anan Republik Indone-sia Nomor: P. 7/ Menhut -II/ 2010, t anggal 26 Ja-nuari 2010, Tent ang Pelimpahan Sebagian Urus-an Pemerint ahUrus-an (dekonsent rasi) BidUrus-ang Kehu-t anan Tahun 2010 Kepada 33 Gubernur Peme-rint ah Provinsi Selaku Wakil PemePeme-rint ah.11

Selain pelimpahan wewenang kepada 33 gubernur yang sebagian besar t erkait dengan urusan pendat aan bidang kehut anan, pada t anggal 25 Pebruari 2010, Ment eri Kehut anan memint a para gubernur (kepala daerah) seluruh Indonesia menyampaikan laporan penggunaan kawasan hut an unt uk kegiat an nonkehut anan di wilayah masing-masing. Surat Edaran Ment eri

11 Sebagai sal ah sat u cont oh, penul is kemukakan urusan

(5)

Kehut anan disampaikan kepada sebanyak 26 gubernur, yang diberi wakt u dua bulan unt uk menginvent arisir berapa luas kawasan hut an yang sudah digunakan unt uk kebun/ t ambang at au kegiat an lain, t anpa izin pelepasan kawa-san dari Kement erian Kehut anan.12

Ment eri Kehut anan dalam surat edaran-nya, memint a gubernur menginvent arisir dat a penggunaan kawasan hut an unt uk kepent ingan nonkehut anan, sepert i kebun sawit , t ambang, t ambak, pembangunan sarana prasarana (perumahan dan lain lain), dan penerbit an sert if -ikat , t ermasuk penerbit an HGU pada kawasan hut an t anpa izin dari Ment eri Kehut anan. Dalam wakt u dua bulan, hasil invent arisir kawasan dan langkah penegakan hukum yang sudah diambil di daerah it u harus disampaikan kepada Ment eri Kehut anan dengan t embusan kepada Ket ua KPK, Jaksa Agung, Kapolri, dan Ment eri Negara Lingkungan Hidup.13 Namun, sampai dengan bu-lan Mei 2010 pada saat penulis melakukan penelit ian, laporan dari para gubernur dimak-sud belum ada, sehingga belum dapat diket ahui dat a/ inf ormasi sebagaimana maksud dikeluar-kannya surat edaran Ment eri Kehut anan.

Prinsip akses inf ormasi bagi masyarakat at as kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an merupakan persoalan f undament al yang harus dibenahi, agar masyarakat pada umumnya dan masya-rakat yang berada di dalam dan di sekit ar ka-wasan hut an dimaksud, dapat t urut berperan akt if dalam pengelolaan kawasan hut an.14

12

Surat Edaran Ment er i Kehut anan Nomor: S. 95/ Menhut -IV/ 2010, t anggal 25 Pebruar i 2010.

13 Sebel umnya, Ment eri Kehut anan, sudah t erl ebi h dahul u

mel akukan upaya penert i ban penggunaan kaw asan hut an yang t ak prosedural , dengan mel akukan invest igasi dan operasi penert iban regul er di Sumat er a, Ri au, dan Kal i-mant an. Di Sumat era Ut ara di t emukan 16 perusahaan yang mel anggar ket ent uan Undang-undang Nomor: 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan. Ber dasarkan hasil inves-t igasi di Kal imaninves-t an Tengah, Kemeninves-t erian Kehuinves-t anan menginvent ari sir t er dapat 960. 000 ha kawasan hut an yang di ubah perunt ukannnya unt uk usaha nonkehut anan t anpa izin pel epasan, t ukar- menukar at aupun izin pinj am pakai kawasan hut an dar i Ment eri Kahut anan. Sel ain it u di Kal i mant an Ti mur sudah diket ahui sebanyak 150 perusahaan mel akukan per ambahan kawasan.

14

Lihat Masduki, “ Masyarakat Ter buka Dan Kebebasan Mengakses Inf ormasi, Agenda Pember dayaan Masyar akat Sipil Rezi m SBY-Kal l a” , Maj al ah Il mi ah Uni si a, Univer-sit as Isl am Indonesia Yogyakart a, Vol . 28 (55), 2005, hl m. 60-70

lain akses at as inf ormasi, j uga akses masyara-kat t erhadap pemanf aat an kawasan hut an ha-rus diat ur t idak hanya yang berkait an dengan pemanf aat an hut an hak t et api j uga akses ma-syarakat t erhadap pemanf aat an kawasan hut an (hut an negara).

Penulis berharap prinsip akses t erhadap inf ormasi khususnya t erkait dengan kebij akan perubahan kawasan hut an, akan dapat t erwu-j ud dan dit erapkan, sehingga dat a dan inf orma-si dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat dan pihak yang berkepent ingan, khususnya kebij akan perubahan kawasan hut an. Terlebih lagi set elah dikeluarkannya Perat uran Ment eri Kehut anan Republik Indonesia Nomor: P. 02/ Menhut -II/ 2010 Tent ang Sist em Inf ormasi t anan. Dalam Pasal 5 perat uan Ment eri Kehu-t anan ini disebuKehu-t kan bahwa penyelenggaraan sist em inf ormasi kehut anan meliput i berbagai j enis dat a dan inf ormasi kehut anan. Dat a ka-wasan dan pot ensi hut an ant ara lain meliput i: luas kawasan hut an dan perairan; t at a bat as kawasan hut an; luas kawasan hut an yang t elah dit et apkan; luas dan let ak perubahan f ungsi dan perunt ukan kawasan hut an; luas dan let ak kesat uan pengelolaan hut an; pot ensi hasil hu-t an kayu; pohu-t ensi hasil huhu-t an bukan kayu; luas areal yang t ert ut up dan t idak t ert ut up hut an; luas dan let ak areal penggunaan kawasan hu-t an; j enis f lora dan f auna yang dilindungi; gangguan keamanan hut an; lokasi dan luas are-al kebakaran hut an; dan perlindungan hut an.

Prinsip Partisipasi Publik (The Principles of Public Part icipat ion)

(6)

kepen-t ingan dalam proses perencanaan dan pengam-bilan keput usan sangat lah urgen.15

Terdapat beberapa akt or at au pihak yang berkepent ingan yang dapat t erlibat , j ika meng-inginkan pengelolaan kawasan hut an secara berkelanj ut an. Pihak t ersebut yait u masyara-kat lokal dan inst it usinya, birokrat dan birokrasi pemerint ahannya, pengusaha dan perusahaan-nya, ilmuwan at au para ahli dan lembaganya (perguruan t inggi) dan kalangan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat ) yang memiliki perhat ian pada persoalan ini. Jika sebuah kebij akan da-pat melibat kan lebih banyak pihak yang berke-pent ingan baik dalam perumusan kebij akan maupun penerapannya, maka kebij akan at au keput usan t ersebut dapat dit erima oleh semua pihak, dan mampu mengakomodasikan berbagai kepent ingan yang ada.

Kement erian Kehut anan dan pemerint a-han di daerah yang memiliki f ungsi pelayanan publik dan berperan dominan dalam pengam-bilan keput usan pengelolaan kawasan hut an harus dapat menempat kan pada posisi net ral di ant ara berbagai kepent ingan yang ada. Peme-rint ah t idak diperbolehkan sebagai alat unt uk mencapai t uj uan dari kelompok kepent ingan t ert ent u, melainkan diabdikan bagi kebaikan publik, khususnya dalam menj alankan misi menyej aht erakan rakyat . Dalam kont eks ini, Kement erian Kehut anan dan pemerint ahan di daerah merupakan alat unt uk memperj uangkan kepent ingan, t et api kepent ingan it u merupakan kepent ingan bersama dari kelompok kepent ing-an ying-ang ada secara adil. Perlu dihindari dalam mencapai t uj uan pengembangan usaha perke-bunan dan at au pert ambangan at au usaha lain-nya dengan memanf aat kan kawasan hut an me-rupakan sat u kelompok kepent ingan yang men-dominasi, sehingga berakibat merugikan kelom-pok kepent ingan lainnya.

Prinsip Kehati-hat ian (T he Precaut ionary

Principles)

15 Jenny Rat na Sumi nar, “ Komunikasi dan Perl uasan

Part isipasi Publ ik Dal am Pembangunan” , Gover nance: Si ner gi Masyar akat , Swast a dan Pemer i nt ah Yang Ber keadi l an, Pusat Penel i t i an Kebi j akan Publ i k Dan Pengembangan Wi l ayah Uni ver si t as Padj adj ar an, Vol . 3 (9) t ahun 2007, hl m. 15

Pada kenyat aannya prinsip kehat i-hat ian ini j uga belum sepenuhnya dit erapkan dalam kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an. Dalam banyak ka-sus perubahan perunt ukan, f ungsi, dan peng-gunaan kawasan hut an, t elah dit erbit kan ber-bagai izin t anpa diikut i dengan persyarat an yang dit ent ukan oleh perat uran perundang-un-dangan t erkait . Misalnya kewaj iban unt uk me-nyusun AMDAL, adanya kaj ian oleh Tim Terpa-du, adanya rekomendasi sebagai bent uk perse-t uj uan dari DPR. Demikian j uga kewaj iban un-t uk menyediakan areal sebagai pengganun-t i ka-wasan yang dilakukan alih f ungsi. Persyarat an dan kewaj iban belum dipenuhi, akan t et api izin t elah dikeluarkan, dan yang lebih memprihat in-kan lagi, bahin-kan izin dari Ment eri Kehut anan belum dikeluarkan namun kawasan hut an sudah dimanf aat kan unt uk berbagai kepent ingan.

Belum dit erapkannya prinsip kehat hat i-an j uga t erlihat dari kebij aki-an at au keput usi-an izin dan at au perset uj uan prinsip t elah dike-luarkan oleh Kement erian Kehut anan, HGU oleh BPN, izin lokasi oleh pemerint ah daerah. Kebij akan at au keput usan dikeluarkan dengan t idak mempert imbangkan f ungsi lindung, f ungsi perlindungan set empat , f ungsi penyangga kehi-dupan, f ungsi perlindungan keanekaragaman hayat i dari kawasan hut an t ert ent u yang dimo-honkan unt uk dilepas, dit ukar, diubah f ungsi dan at au diberi izin pinj am pakai unt uk ber-bagai kepent ingan. Tidak dipert imbangkannya f ungsi t ersebut karena keput usan dit et apkan t anpa didasarkan dat a yang lengkap, akurat dan kondisi riil dari suat u kawasan hut an yang dimohon t ersebut . Selain it u, keput usan diam-bil hanya didasarkan at as inf ormasi sepihak dari pemohon, t anpa diikut i pemeriksaan f isik di la-pangan. Apabila demikian f akt anya, maka da-pat diperkirakan apa yang akan t erj adi dengan keberlanj ut an kawasan hut an dengan segala dampak negat if nya.

Prinsip Perlindungan Keanekaragaman Hayat i (Biodiversit y Concervat ion Principles)

(7)

hut an, sama halnya dengan prinsip kehat i-hat ian, yait u belum dit erapkan dengan sepe-nuhnya, karena pada kenyat aannya dalam ke-bij akan perubahan kawasan hut an, dapat j uga dilakukan pada kawasan konservasi. Padahal apabila memperhat ikan ket ent uan Undang-un-dang Nomor 5 t ahun 1990 t ent ang Konservasi Sumber Daya Alam Hayat i dan Ekosist emnya, dan ket ent uan Keput usan Presiden Nomor: 32 Tahun 1990 t ent ang Pengelolaan Kawasan Lin-dung, Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1994 Tent ang Pengesahan Unit ed Nat ions Convent ion On Biol ogi cal Di ver si t y (Konvensi Perserikat an Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Ha-yat i), Undang-undang Nomor 21 Tahun 2004 Tent ang Pengesahan Car t agena Pr ot ocol On Bi osaf et y To The Convent i on On Biol ogi cal Di -ver sit y (Prot okol Cart agena Tent ang Keamanan Hayat i At as Konvensi Tent ang Keanekaragaman Hayat i), sangat lah j elas bahwa ket ent uan t er-sebut sangat mengedepankan prinsip perlindu-ngan keanekaragaman hayat i. Namun dalam kenyat aan, lazimnya para pengambil keput usan di negeri ini cenderung berpikir sekt oral dan parsial, akibat nya luaran dari berbagai kebij a-kannya pun t idak mempert imbangkan berbagai aspek dan ket ent uan t erkait , t ermasuk dalam kebij akan perubahan kawasan hut an. Prinsip perlindungan t erhadap keanekaragaman hayat i dapat di kesampingkan oleh kepent ingan eko-nomi j angka pendek.16

Prinsip Tindakan Pencegahan (T he Principles of Precaut ion/ Prevention Act ion)

Penerapan prinsip t indakan pencegahan ini, j uga belum t erlaksana dengan baik, karena pada kenyat aannya dalam kebij akan perubahan kawasan hut an, inst rumen pencegahan kerusak-an kawaskerusak-an hut kerusak-an sepert i kaj ikerusak-an lingkungkerusak-an hidup st rat egis (KLHS), AMDAL, aspek t at a ruang, perizinan yang sah, senant iasa di kesam-pingkan, dalam art i inst rumen t ersebut t idak dij adikan norma pemerint ahan (best uur nor -men) oleh pengambil keput usan. Namun

16

Okid Parama Ast ir in, “ Permasal ahan Pengel ol aan Keane-karagaman Hayat i Di Indonesi a” , Bi odi ver si t as: Jour nal of Bi ol ogi cal Di ver si t y, Jurusan Biol ogi Univer sit as Sebel as Maret ,Vol . 1 (1), 2000, hl m. 36-40

kian, melihat paradigma kebij akan Kement e-rian Kehut anan saat ini, ada kecenderungan t erj adi perubahan ke arah unt uk menerapkan prinsip pencegahan. Hal ini t erlihat dari ba-nyaknya usulan unt uk dilakukannya perubahan t erhadap kawasan hut an, masih dilakukan pengkaj ian oleh Tim Terpadu, dan sampai saat ini proses pengkaj ian dimaksud masih t erus berlangsung. Berdasarkan ket ent uan Pasal 5 Perat uran Pemerint ah Nomor: 10 Tahun 2010 t ent ang Tat a Cara Perubahan Perunt ukan dan Fungsi Kawasan Hut an, disebut kan bahwa Men-t eri KehuMen-t anan hanya dapaMen-t memberikan perse-t uj uan dengan berdasarkan hasil kaj ian dari Tim Terpadu. Ket ent uan Pasal 5 ini sebenarnya merupakan salah sat u bent uk dari penerapan prinsip pencegahan, namun dalam implement asinya sebelum Peraimplement uran Pemerinimplement ah ini di -keluarkan, meski sudah diat ur dalam Pasal 19 (1) Undang-undang Nomor: 41 Tahun 1999 t en-t ang Kehuen-t anan, kinerj a Tim Terpadu belum di lakukan dengan baik dan dif asilit asi sebagai-mana mest inya.

Prinsip Int ernalisasi Biaya Lingkungan (T he Principles of Int ernalizat ion of Environmen-t al CosEnvironmen-t s)

Prinsip int ernalisasi biaya lingkungan me-ngandung makna bahwa dalam kebij akan pe-rubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an, harus sudah diperhit ungkan kemungkinan t imbulnya dampak negat if , baik t erhadap kawasan hut an, aspek sosial maupun lingkungan hidup. Oleh karena it u, dalam ke-bij akan perubahan kawasan hut an dimaksud, ada kewaj iban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha at as biaya sosial dan lingkungan hidup, guna mengat asi dampak negat if yang mungkin t erj adi. Bagi pengusaha sudah seharusnya mem-perhitungkan biaya kerusakan hut an at au kawasan hut an yang diusahakannya, agar dalam peman-faat annya dapat berkelanj ut an.

Prinsip Daya Dukung Lingkungan (The Prin-ciples of Environment al Capacity)

(8)

ini belum sepenuhnya dit erapkan. Hal ini t er-lihat dari belum dij adikannya AMDAL sebagai syarat dalam mengeluarkan perizinan di bidang kehut anan, padahal AMDAL waj ib dilakukan t er-hadap set iap kegiat an yang diperkirakan mem-punyai dampak besar dan pent ing t erhadap lingkungan. Apabila dari kaj ian AMDAL menun-j ukkan hasil yang posit ip, izin kegiat an dapat diberikan, it upun set elah persyarat an lainnya yang dit ent ukan oleh perat uran perundangan dipenuhi. Pada kenyat aannya, perizinan yang t erkait dengan pemanf aat an kawasan hut an t elah dikeluarkan, bahkan kegiat an operasional t elah berlangsung, t anpa dilakukan st udi AMDAL t erlebih dahulu at au dilakukan st udi AMDAL set elah kegiat an berj alan. Dengan demikian hasil st udi AMDAL menj adi kehilangan makna, karena st udi AMDAL hanya dianggap f ormalit as belaka.

Mengingat dampak yang mungkin t erj adi sement ara keberadaan hut an lindung semakin t erbat as, maka proses perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an t erut a-ma yang memiliki f ungsi lindung unt uk kegiat an nonkehut anan harus melalui t ahapan yang ket aket dengan berbagai perket imbangan dan melibaket -kan berbagai kepent ingan st akehol der. Perlu dipert imbangkan j uga suat u bent uk pengelola-an hut pengelola-an lindung t pengelola-anpa harus mengubah f ungsi hut an t ersebut . Saat ini t erbuka kesempat an

Car bon Tr adi ng melalui mekanisme pembangu-nan bersih, cl ean development mechani sm

(CDM) berdasarkan Prot okol Kyot o pembangu-nan nasional t et ap dapat berlanj ut . Sumber pendanaan pembangunan dari perdagangan karbon ini memberikan peluang menj ual hut an t anpa menebang pohon, sehingga pembangunan dapat berkelanj ut an dan amanat generasi men-dat ang unt uk mewariskan sumber daya hut an lest ari dapat t erwuj ud.

Prinsip Keut uhan (T he Principles of Whole-ness/ Holist ic)

Prinsip keut uhan ini j uga belum dit erap-kan sepenuhnya dalam kebij aerap-kan perubahan perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an. Hal ini t erlihat dari kebij akan yang t idak mempert imbangkan seluruh aspek kepent ingan

t erkait , karena keput usan cenderung diput us-kan secara sepihak, t anpa melihat aspek bio-f isik lingkungan, sosial dan budaya masyarakat . Prinsip keut uhan t erkait dengan perubahan kawasan hut an ini seharusnya t ercermin dalam skala analisis yang meliput i kebun, t ambang, ekosist em, ekoregion, para pemangku kepen-t ingan, dan kebij akan yang dibukepen-t uhkan dalam memahami aspek kesej aht eraan masyarakat , konservasi, keadilan, dan dampak pot ensial da-ri akt ivit as manusia. Dalam pda-rinsip keut uhan ini haruslah mengut amakan harmoni dari konser-vasi, keadilan dan kesej aht eraan masyarakat . Int erdependensi di ant ara ket iga aspek t ersebut harus di ekspresikan dalam perencanaan, pe-laksanaan, monit oring, evaluasi dan ref leksi pengelolaan kawasan hut an.

Prinsip Ket erpaduan (T he Principles of Int e-grat ion)

(9)

memper-t imbangkan dampak negamemper-t if dari aspek sosial dan lingkungan hidup yang akan t erj adi.17

Selain it u, kebij akan perubahan perun-t ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan huperun-t an selama ini t idak t erencana dengan baik, aki-bat nya sulit unt uk diket ahui sudah berapa ba-nyak luasan kawasan hut an dan pada kawasan hut an apa saj a, sert a berapa lagi luasan suat u kawasan hut an yang t ersisa, set elah dilakukan t ukar-menukar, pelepasan, at aupun pinj am pa-kai t idak dapat diket ahui secara past i, bahkan t idak j arang t erj adi t umpang t indih, seharusnya kebij akan perubahan dilakukan pada kawasan hut an produksi, t ernyat a j ust ru masuk dalam wilayah kawasan hut an lindung at au kawasan hut an konservasi.

Prinsip Keseimbangan (T he Principles of Ba-lances)

Prinsip keseimbangan ini dalam imple-ment asinya belum dit ransf ormasikan dalam kebij akan perubahan perunt ukan, f ungi, dan penggunaan kawasan hut an. Hal ini dapat di-cermat i dari kerusakan kawasan hut an yang t erj adi selama ini. Akar permasalahan dari kerusakan kawasan hut an t ersebut yait u karena adanya ket idakseimbangan dalam pemanf aat an ket iga f ungsi di at as. Fakt or ekonomi menj adi f akt or paling mendominasi pengelolaan hut an bahkan t erkadang t anpa menghiraukan kedua f akt or lainnya yait u sosial budaya dan lingkung-an hidup. Konsep pemlingkung-anf aat lingkung-an hut lingkung-an seimblingkung-ang dan dinamis t idak dij alankan sebagaimana mes-t inya. Seimbang dapames-t diarmes-t ikan bahwa dalam pengelolaan kawasan hut an, ket iga f ungsi me-mainkan peranannya dengan t idak mengganggu f ungsi masing-masing. Dinamis mengacu kepada sebuah pert umbuhan at au gerakan ke arah pe-rubahan posit if .18 Namun pada kenyat aannya bukan konsep dinamis yang diperj uangkan, pe-ngelolaan kawasan hut an sepert inya j alan di

17 Lihat I Wayan Parsa, “ Beberapa Kendal a Dal am

Penegak-an Hukum LingkungPenegak-an” , Maj al ah Il mu Hukum Ker t ha Pat r i ka, Fakul t as Hukum Univer si t as Udayana, Vol . 21 (67), 1997, hl m. 23-27

18

Lihat mengenai f il osof i penegakan hukum l ingkungan dal am Ferdi, “ Peranan Fil saf at Hukum Dal am Penegakan Hukum Lingkungan Indonesi a” , Jur nal Il mu Penget ahuan Dan Teknol ogi Uni versit as 17 Agust us 1945 Jakart a, Vol . 6 (2), 2002, hl m. 55-57

t empat (st at is) bahkan menunj ukkan perubahan ke arah negat if . Dat a menunj ukkan bahwa laj u def orest asi (kerusakan hut an alam) mencapai lebih dari 2 j ut a ha per t ahun.

Prinsip Jaminan Kepast ian Hukum t erhadap St at us Kawasan Hut an (T he Principles of Le-gal Cert ainty over t he St at us of Forest Areas)

Suat u kawasan hut an yang t elah dit et ap-kan st at us hukumnya sebagai kawasan dengan f ungsi ut amanya f ungsi lindung, f ungsi konser-vasi, dan f ungsi produksi, maka harus t et ap dipert ahankan st at us hukum dari f ungsi dimak-sud. Set elah dit et apkan st at us hukumnya seba-gai suat u kawasan hut an t ert ent u, t idak lagi dengan mudah mengubah st at us t ersebut set iap saat dengan berbagai alasan. Kepast ian hukum at as st at us kawasan hut an ini pent ing, karena dengan st at us hukum yang past i akan menj adi inst rumen ut ama dalam proses perlindungan dan pengelolaan suat u kawasan hut an. Tanpa adanya kepast ian hukum at as suat u kawasan hut an, maka akan berdampak pada lemahnya perlindungan dan t ermasuk dalam pengelolaan suat u kawasan hut an.19 Fakt a di lapangan t ernyat a banyak kawasan hut an yang dimanf aat -kan t idak sesuai dengan st at usnya, sehingga kondisi t ersebut mendorong pemerint ah daerah unt uk menyet uj ui usulan alih f ungsi kawasan hut an.

Prinsip Penegakan Hukum, Baik Preventif maupun Represif secara Tegas dan Konsist en (T he Principles of Prevention and Law Enfor-cement , bot h Prevent ive and Repressive Firmly and Consist ent ly)

Pada kenyat aannya, prinsip ini belum di-t erapkan dalam kebij akan perubahan perundi-t uk-an, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an se-lama ini. Penegakan hukum prevent if baik be-rupa penerapan ket ent uan persyarat an yang t elah dit et apkan oleh perat uran peundang-un-dangan dalam proses perizinan seringkali

19

(10)

laikan oleh pengambil keput usan dan pelaku usaha. Demikian j uga pengawasan dan evaluasi pasca pemberian izin, hampir t idak pernah dilakukan secara opt imal oleh pemerint ah de-ngan berbagai alasan yang dianggap sebagai kendala baik t eknis maupun administ rat if . Pe-negakan hukum represif j uga t idak opt imal di-t egakkan, sehingga pelanggaran dan penyim-pangan di lapenyim-pangan t erus t erj adi t anpa dapat dihent ikan, j uga dengan berbagai alasan, yang pada int inya hukum administ rasi dan at au hu-kum pidana lingkungan t idak dapat dit egakkan.

Perspektif Pengembangan Prinsip Hukum Pe-lest arian Fungsi Lingkungan Hidup sebagai Asas Umum dalam Kebij akan Pengelolaan Ka-wasan Hut an Berkelanj ut an

Ket igabelas prinsip t ersebut di at as, t er-nyat a belum dapat menj adi inst rumen pence-gahan kerusakan kawasan hut an. Kondisi ini menurut penulis disebabkan oleh beberapa hal.

Per t ama, prinsip hukum pelest arian f ungsi ling-kungan hidup sebagaimana t erakt ualisasikan dalam berbagai regulasi yang t erkait dengan bidang kehut anan belum dij adikan acuan dalam penet apan kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi dan penggunaan kawasan hut an; kedua,

para pengambil keput usan ada kecenderungan t idak mengindahkan regulasi yang ada dalam penet apan perubahan perunt ukan, f ungsi dan penggunaan kawasan hut an; ket i ga, para peng-ambil keput usan cenderung t idak memahami perat uran perundang-undangan kehut anan dan perat uran yang t erkait bidang kehut anan dengan baik, akibat nya makna f ilosof i yang t er-kandung dari konsiderans “ menimbang” suat u perat uran t idak t erakt ualisasikan dalam pene-t apan suapene-t u kebij akan dan apene-t au pemberian sua-t u kepusua-t usan izin; keempat , penet apan peru-bahan perunt ukan, f ungsi dan penggunaan ka-wasan hut an, dilakukan oleh pej abat yang t idak memiliki kewenangan (gubernur/ bupat i/ wali-kot a/ kepala dinas); at au t erdapat pelanggaran kewenangan; kel i ma, penet apan kebij akan pe-rubahan perunt ukan, f ungsi dan penggunaan kawasan hut an, dilakukan t idak sesuai dengan prosedur yang benar dan obj ekt if , misalnya da-lam hal KLHS, AMDAL; keenam, penet apan

pe-rubahan perunt ukan, f ungsi dan penggunaan kawasan hut an, dilakukan t idak sesuai dengan subst ansi dari perubahan kawasan hut an, misal-nya t erhadap kawasan hut an yang sudah j elas mempunyai f ungsi lindung dan berdasarkan ke-t enke-t uan yang berlaku ke-t idak diperbolehkan di ubah perunt ukan, f ungsi, dan penggunaannya, namun t et ap diberikan izin pemanf aat annya.

Unt uk it u menurut penulis perlu dikem-bangkan prinsip pelest arian f ungsi lingkungan hidup lainnya,20 yang lebih memiliki sif at me-maksa dalam penaat an dan penegakan hukum lingkungan. Prinsip pelest arian f ungsi lingkung-an hidup dimaksud sebagai asas umum (gener al pr i nci pl es) diharapkan dapat mengubah pola pikir (mi ndset) dan menj adi paradigma sert a menj adi dokt rin yang diakt ualisasikan baik da-lam rangka pengat uran maupun dada-lam penet ap-an kebij akap-an pengelolaap-an kawasap-an hut ap-an ke depan (i us const i t uendum), dengan pemaknaan yang lebih luas unt uk menumbuh kembangkan kembali nilai kebangsaan, sekaligus sebagai upaya membangun karakt er (char act er bui l d-i ng) bangsa dalam set iap pengambilan keput us-an pembus-angunus-an, t ermasuk dalam pengelolaus-an kawasan hut an. Ada 4 (empat ) prinsip pelest a-rian f ungsi lingkungan hidup yang menurut pe-nulis pat ut dikembangkan sebagai asas umum (gener al pr i nci pl es) ke depan (i us const it uen-dum). Per t ama, prinsip perusak hut an memba-yar (t he dest r oyer f or est pays pr i nci pl es);

kedua, prinsip t anggungj awab negara,

20 Mocht ar Kusumaat madj a menyat akan bahw a ket er t i ban

dan ket er at ur an dal am usaha pembangunan dan pembaharuan memang di ingi nkan, bahkan mut l ak perl u, dan hukum dal am art i norma diharapkan dapat mengar ahkan kegi at an manusia kearah yang dikehendaki ol eh pembangunan dan pembaharuan. Ol eh karena it u, maka diperl ukan sarana berupa perat uran hukum yang berbent uk t i dak t ert ul i s (pr insi p at au asas umum) yang sesuai dengan hukum yang hidup dal am masyar akat . Lihat : Mocht ar Kusumaat madj a, 2002, Konsep-konsep Hukum Dal am Pembangunan, Bandung: Al umni , hl m. 88. Sel ain it u, bil a dikaj i l ebih j auh, Teori hukum pemba-ngunanmemakai kerangka acuan pada pandangan hi dup (way of l i ve) masyar akat sert a bangsa Indonesia ber-dasarkan asas Pancasil a yang bersif at kekel uargaan, maka t erhadap asas at au prinsi p, l embaga dan nor ma at au kai dah, rel at if sudah mer upakan di mensi yang mel i put i st r uct ur e (st rukt ur), cul t ur e (kul t ur) dan subs-t ance (subst ansi). Li hat : Lawrence W. Friedman, 1984, Amer i can Law: An i nval uabl e gui de t o t he many f aces of t he l aw, and how i t af f ect s our dai l y our dai l y l i ves,

(11)

rint ah, dunia usaha, masyarakat , dan individu (t he pr i nci pl es of st at e r esponsi bi l it y, gover nment s, busi nesses, communi t ies and indi vi -dual s); ket i ga, prinsip Wawasan Kebangsaan dan Ket ahanan Nasional (t he pr i nci pl es of na-t i onal i na-t y and nana-t i onal def ense insi ghna-t s); ke-empat, prinsip kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa, dan bernegara (t he pr i nci pl es of peace i n t he l i f e of soci et y, na-t i on, and sna-t ana-t e). Masing-masing dari keempat prinsip sebagai asas umum t ersebut dapat dideskripsikan di bawah ini.

Prinsip Perusak Hut an Membayar (T he Des-t royer ForesDes-t Pays Principles)

Prinsip ini mengandung makna bahwa da-lam hal kebij akan perubahan perunt ukan, f ung-si dan penggunaan kawasan hut an menimbulkan dampak negat if yang membahayakan dan at au menimbulkan kerugian bagi kehidupan mahluk hidup dan lingkungan hidup, maka kepada para pelaku dalam pengelolaan dan pengusahaan kawasan hut an, dapat dikenakan kewaj iban un-t uk membayar aun-t as seun-t iap kerugian dan keru-sakan yang dit imbulkan. Kewaj iban membayar kerugian akibat kerusakan hut an, baik sebagai akibat dari suat u kebij akan pengelolaan san hut an t ermasuk kebij akan perubahan kawa-san hut an, maupun sebagai akibat dari pengu-sahaan hut an yang t idak mempert imbangkan nilai et ika, moral dan norma at au kaidah hukum yang berlaku di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Selain it u, t he dest r oyer pays pr i nci pl es

ini, menurut penulis j uga dapat dit erapkan pada set iap hasil produk yang menggunakan bahan baku dari hasil hut an alam t erut ama ka-yu. Paling t idak ada dua sasaran yang dit uj u, yait u: pert ama, bagi pengusaha at au produsen yang memperoleh izin pemanf aat an hasil hut an alam kayu, akan ekst ra hat i-hat i dan t idak ber-sif at eksploit at if dalam pemanf aat an hasil hut an alam kayu. Semakin besar j umlah hasil kayu yang dimanf aat kan/ dipanen, maka akan semakin besar pula kemungkinan dampak keru-sakan yang akan t erj adi, dan oleh karenanya dapat dikenakan kewaj iban membayar yang lebih besar, begit u pula sebaliknya. Kedua,

ba-gi konsumen, t erut ama yang memperoleh man-f aat secara langsung dari hasil kayu hut an alam dan at au hasil produksi dari kayu yang berasal dari hut an alam, dapat j uga dikenakan kewa-j iban membayar, karena sudah ikut andil di da-lam f akt or penyebab kerusakan hut an dan at au kawasan hut an yait u t ingginya permint aan t er-hadap produksi hasil hut an akan mendorong produsen unt uk memperbesar kapasit as produk-sinya.

Penerapan prinsip t he dest r oyer pays pr i nci pl es ini, dapat dipast ikan akan dit ent ang baik oleh pengusaha/ produsen maupun konsu-men. Tet api apabila baik pengusaha/ produsen maupun konsumen mau menyadari, bahwa sebenarnya prinsip ini sebagai sebuah konsep mengaj ak kepada upaya pengelolaan dan pe-manf aat an hut an maupun kawasan hut an seca-ra berkelanj ut an. Dengan haseca-rapan agar hut an dan kawasan hut an dengan segala f ungsinya t idak hanya dapat dinikmat i manf aat nya oleh generasi saat ini t api j uga bagi generasi yang akan dat ang, t ermasuk kemungkinan musibah dan bencana yang akan t imbul dari kerusakan yang t erj adi. Masyarakat pengusaha dan masya-rakat pengguna haruslah memiliki kearif an (wisdom) dan rasa prihat in at as kerusakan hu-t an dan kawasan huhu-t an, serhu-t a rasa malu unhu-t uk berprilaku merusak. Sif at arif dibut uhkan unt uk memunculkan penaat an t erhadap et ika, moral, dan norma hukum. Sif at prihat in akan menum-buhkan pengendalian diri, sehingga t idak ber-t indak mengikuber-t i keinginan dan naf su semaber-t a. Sif at malu akan menumbuhkan t anggungj awab at as set iap perbuat an pelanggaran dan penyim-pangan yang dilakukan.

(12)

i-dak dapat dihit ung nilai kerugian t ersebut , hanya saj a dalam menghit ung t ingkat kerugian t idak boleh spekulat if dan perkiraan at au es-t imasi yang es-t erlalu j auh. Apabila diruj uk Pro-t ocol KyoPro-t o, penghiPro-t ungan Pro-t ingkaPro-t kerugian dapat diekuivalenkan dengan seberapa banyak suat u luasan kawasan hut an dapat menyerap gas karbon, dan hal ini dapat dinilai secara nominal, sehingga dapat dikompensasikan at as kerusakan hut an dan at au kawasan hut an yang t erj adi, dan hal ini menj adi kewaj iban yang harus dibayar oleh perusak hut an at au kawasan hut an.

Menurut penulis penerapan prinsip peru-sak hut an membayar (t he dest r oyer f or est pays pr i nci pl es) dan krit eria sebagai indikat or pene-rapannya cukup mendesak unt uk diimplemen-t asikan, mengingadiimplemen-t kerusakan hudiimplemen-t an dan adiimplemen-t au kawasan hut an di Indonesia saat ini sudah sam-pai pada sit uasi yang mengkhawat irkan kesela-mat an manusia Indonesia khususnya dan masya-rakat dunia pada umumnya. Unt uk it u diharap-kan prinsip ini dapat diakt ualisasidiharap-kan dalam regulasi baik di t ingkat pusat maupun daerah, sehingga dapat menj adi norma hukum posit ip yang memiliki kekuat an berlaku dan memaksa bagi pihak yang dit uj u oleh ket ent uan ini.

Prinsip Tanggungj awab Negara, Pemerint ah, Dunia Usaha, Masyarakat , dan Individu (T he Principles of St at e Responsibilit y, Govern-ment s, Businesses, Communit ies and Indivi-duals)

Prinsip ini pat ut unt uk dikembangkan mengingat dalam pengelolaan kawasan hut an saat ini, rasa t anggungj awab dari seluruh kom-ponen bangsa (negara, pemerint ah, dunia usa-ha, masyarakat , dan individu), nampak mulai lunt ur dan t erdegradasi oleh berbagai kepent i-ngan yang bersif at pragmat is, kepent ii-ngan ekonomi sesaat , kepent ingan kelompok dan individu. Tanggung j awab unt uk menj aga ke-berlanj ut an dari kawasan hut an sangat rendah. Negara t elah menyerahkan pengelolaan sumber daya alam t ermasuk hut an kepada pemerint ah. Kebij akan Pemerint ah dalam pengelolaan po-t ensi sumber daya alam po-t ermasuk hupo-t an dilaku-kan secara opt imal agar dapat menghasildilaku-kan

sumber perdanaan bagi pembangunan. Kondisi dunia usaha yang ada selama ini lebih berorien-t asi pada keunberorien-t ungan yang sebesar-besarnya bagi kepent ingan pemilik perusahaan dan ke-lompoknya. Masyarakat dan individu j uga se-akan t idak mau ket inggalan unt uk ikut sert a mengambil bagiannya, yait u dengan ikut mem-buka dan merambah kawasan hut an, baik de-ngan izin at aupun t anpa izin.

Unt uk it u, menurut penulis sangat perlu dikembangkan prinsip t anggung j awab ini, agar dapat dilakukan reorient asi kembali t erhadap sikap t anggung j awab para pengambil keput us-an selama ini. Prinsip ini mengus-andung makna bahwa semua pihak yait u negara, pemerint ah, dunia usaha, masyarakat , dan individu, harus memiliki rasa t anggung j awab dalam melindu-ngi dan mengelola kawasan hut an. Terlebih lagi dalam kebij akan perubahan kawasan hut an, meskipun negara dan pemerint ah memiliki ke-wenangan unt uk mengubah perunt ukan, f ungsi, dan penggunaan kawasan hut an, t idak berart i dalam pelaksanaan kewenangan t ersebut dapat dilakukan semena-mena, t anpa mengindahkan prinsip hukum pelest arian f ungsi lingkungan hi-dup. Demikian pula dunia usaha, masyarakat dan individu, yang diberi hak unt uk mendapat -kan manf aat dari suat u kawasan hut an, harus bert anggungj awab unt uk melindungi dan me-ngelolanya dengan baik, yait u dengan memper-hat ikan nilai et ika, moral, norma at au kaidah hukum yang berlaku. Tanggung j awab yang di-maksudkan dalam prinsip ini, t ermasuk upaya penanggulangan dan rehabilit asi yang harus di-lakukan, manakala t erj adi dampak negat if berupa kerusakan kawasan hut an dan bencana lingkungan yang t erj adi sebagai akibat dari kebij akan dan at au pemanf aat annya.

Prinsip Wawasan Kebangsaan dan Ket ahanan Nasional (The Principles of Nat ionality and Nat ional Defense Insight s)

(13)

penggu-naannya (pinj am pakai) at au t idak. Art inya pa-ra pengambil keput usan harus memiliki wawas-an kebwawas-angsawawas-an dwawas-an ket ahwawas-anwawas-an nasional, sehing-ga dalam pensehing-gambilan suat u keput usan dan at au t idak mengambil suat u keput usan didasar-kan at as at au mempert imbangdidasar-kan kepent ingan bangsa, bukan at as kepent ingan pribadi at au pun kelompok, apalagi at as kepent ingan pribadi dari pej abat pengambil keput usan. Oleh karena it u menurut penulis, prinsip ini sangat pent ing dan harus menj adi landasan dalam set iap pe-ngambilan keput usan oleh set iap pemimpin di Republik ini.

Prinsip ini mengandung makna bahwa da-sar pemikiran wawasan kebangsaan dapat dit in-j au berdasarkan f alsaf ah Pancasila, aspek kewi-layahan nusant ara, aspek sosial budaya bangsa Indonesia, dan aspek kesej arahan, sehingga wawasan kebangsaan menj adi landasan visional bangsa Indonesia, dalam rangka mewuj udkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.21 Keadilan dan kemak-muran t ersebut diupayakan perwuj udannya melalui pembangunan di berbagai bidang, yait u dengan mengelola pot ensi sumber daya alam yang dimiliki secara arif dan bij ak, t ermasuk kebij akan dalam mengelola kawasan hut an. Oleh karena wawasan kebangsaan merupakan wawasan nasional, maka set iap kebij akan da-lam pengelolaan kawasan hut an harus dilandasi oleh f aham wawasan kebangsaan.

Mengadopsi pemikiran Talcot t Parsons22 mengenai t eori sist em, wawasan kebangsaan dapat dipandang sebagai suat u f alsaf ah hidup yang berada pada t at aran sub-sist em budaya. Dalam t at aran ini wawasan kebangsaan dipan-dang sebagai ‘way of l i f e’ at au merupakan kerangka/ pet a penget ahuan yang mendorong t erwuj udnya t ingkah laku dan digunakan seba-gai acuan bagi seseorang unt uk menghadapi

21 Wawasan kebangsaan mer upakan j iwa, cit a-cit a, at au

f al saf ah hidup yang t i dak l ahir dengan sendir inya, yang merupakan hasil konst r uksi dar i real i t as sosial dan pol it ik (soci al l y and pol i t i cal l y const r uct ed), Bennedict Ander-son, Imagi ned Communi t y: r ef l ect i ons on t he Or i gi n and Spr ead of Nat i onal i sm, dal am Ot ho H. Hadi, Nat i on and Char act er Bui l di ng Mel al ui Pemahaman Wawasan Ke-bangsaan, Bappenas, t t . , hl m. 2.

22

Parsons, Tal cot t . Towar d a Gener al Theor y of Act i on, dal am Ot ho H. Hadi , i bi d. , hl m. 5.

dan mengint erpret asi lingkungannya. Jelaslah, bahwa wawasan kebangsaan t umbuh sesuai pe-ngalaman yang dialami oleh seseorang, dan pengalaman merupakan akumulasi dari proses t at aran sist em lainnya, yakni sub-sist em sosial, sub-sist em ekonomi, dan sub-sist em polit ik. Pada t at aran sub-sist em sosial berlangsung sua-t u proses insua-t eraksi sosial yang menghasilkan ko-hesi sosial yang kuat , hubungan ant ar individu, ant ar kelompok dalam masyarakat yang harmo-nis. Int egrasi dalam sist em sosial yang t erj adi sangat mewarnai dan mempengaruhi bagaimana sist em budaya (ideologi/ f alsaf ah/ pandanngan hidup) dapat bekerj a dengan semest inya.

Sub-sist em ekonomi dan sub-sist em poli-t ik mempunyai kaipoli-t an yang sangapoli-t erapoli-t . Ada yang mengat akan bahwa paham kebangsaan Indonesia t idak menempat kan bangsa Indonesia di at as bangsa lain, t et api menghargai harkat dan mart abat kemanusiaan sert a hak dan ke-waj iban manusia. Paham kebangsaan berakar pada asas kedaulat an yang berada di t angan rakyat . Oleh karena it u, paham kebangsaan se-sungguhnya merupakan paham demokrasi yang memiliki cit a-cit a keadilan sosial, bersumber pada rasa keadilan dan menghendaki kesej ah-t eraan bagi seluruh rakyaah-t .

(14)

kawas-an hut kawas-an, pendekat kawas-an kesej aht erakawas-an dkawas-an ke-amanan sangat lah relevan unt uk dit erapkan. Art inya kebij akan perubahan kawasan hut an, harus mengant arkan rakyat Indonesia kepada kesej aht eraan dan t erhindar dari berbagai an-caman dan hambat an dari pihak yang hanya akan mengambil manf aat dari pot ensi kekayaan sumber daya hut an Indonesia.23

Prinsip Kedamaian dalam Kehidupan Ber-masyarakat , Berbangsa, dan Bernegara (T he Principles of Peace in t he Life of Societ y, Nat ion, and St at e)

Prinsip ini t erkandung makna bahwa da-lam kebij akan perubahan perunt ukan, f ungsi dan penggunaan kawasan hut an harus dihindari kemungkinan t imbulnya konf lik, baik konf lik secara vert ikal maupun konf lik horizont al. Oleh karena it u, sebelum dit et apkannya keput usan t ent ang perubahan at as suat u kawasan hut an, harus melibat kan pihak berkepent ingan yang t erkait . Suat u keput usan yang baik dan sah yait u suat u keput usan yang memenuhi syarat f ormal dan syarat mat erial. Indikat ornya yait u keput usan t ersebut memiliki bent uk hukum yang j elas dan dikeluarkan sesuai dengan kewe-nangan, prosedur dan subst ansi dari keput usan t ersebut . Apabila syarat f ormal dan mat erial t elah t erpenuhi berart i sesuai dengan asas keabsahan (r echmat ighei d), maka dapat dihin-dari t erj adinya konf lik dalam kebij akan peruba-han kawasan hut an. Dengan demikian kedamai-an dalam kehidupkedamai-an bermasyarakat , berbkedamai-angsa dan bernegara akan dapat t erwuj ud.

Saat ini konf lik di sekt or kehut anan cukup kompleks, art inya banyak pihak yang t erlibat dan t erkait . Konf lik dapat t erj adi ant ara pihak masyarakat dengan pihak pemerint ah (sebagai pengelola kawasan hut an dan hut an), ant ara pihak masyarakat dengan pihak pengusaha, ser-t a pihak pemerinser-t ah dengan pihak pengusaha. Secara umum, konf lik ini menggambarkan sem-rawut nya penat aan pemanf aat an kawasan hu-t an. Secara khusus konf lik menggambarkan

23

Lihat Iskandar, 2009, Pendi di kan Pancasi l a dan Kewar ganegar aan, Modul , Pol t ekpos, Bandung, hl m. 28. , l ihat j uga Pengant ar Kew ar ganegar aan, ht t p: / / ocw. gunadar ma. ac. i d/ cour se.

sepsi dan pengelolaan kehut anan yang t idak baik. Art inya, dalam pengelolaan hut an ada ket idakseimbangan keunt ungan at au manf aat dari set iap pihak yang t erlibat dan t erkait . Da-lam t at aran prakt is di lapangan, dapat dilihat dari konsepsi dan prakt ik pengelolaan yang didasarkan kepent ingan “ ekonomi-polit ik” yang dominan. Siapa yang kuat “ modal dan kuasa” maka akan dapat mendominasi dan menang.

Salah sat u penyebab konf lik di bidang ke-hut anan, yang mendapat perhat ian sangat mi-nim yait u masalah t at a bat as ant ara kawasan hut an dan non kawasan hut an. Persoalannya t idak hanya selesai pada t unt asnya pemet aan t at a bat as hut an, t api pada penent uan t at a bat as yang baik sebagaimana dalam perat uran dengan melibat kan berbagai pihak (bukan sepihak). Hal ini guna menghindari t erj adinya t umpang t indih klaim dari berbagai pihak. Unt uk it u perlu dilakukan kaj ian yang cukup mendalam mengenai t at a bat as kawasan hut an dan non kawasan hut an ini. Hasil penat aan ba-t as dipublikasikan dengan baik, sehingga me-ngenai t at a bat as menj adi penget ahuan publik luas, t idak hanya penget ahuan para pemegang kekuasaan, karena hal ini kecenderungannya akan t erj adi penyalah-gunaan wewenang.

Urgensi dari prinsip kedamaian ini menu-rut penulis sangat relevan dengan t uj uan dari kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, yait u unt uk mencapai masyarakat yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia. Suat u masyarakat yang adil dan makmur t idak akan pernah t erwuj ud, t anpa adanya kedamaian da-lam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara. Oleh karena it u, apapun kebij akan yang dit et apkan oleh pemerint ah, hendaknya prinsip kedamaian harus dij adikan pert imba-ngan, konf lik sekecil apapun yang mungkin t im-bul dari suat u kebij akan haruslah dihindari, ka-rena kebij akan yang dit et apkan t ersebut pada akhirnya j uga t idak akan dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.

(15)

eko-nomi dan sosial. Prinsip saling ket ergant ungan ini yang harus diadopsi dan dit erj emahkan dalam t at aran prakt is dalam kebij akan peruba-han kawasan hut an, baik kebij akan t ukar-me-nukar, pelepasan, perubahan f ungsi, maupun pinj am pakai kawasan hut an.

Penut up Simpulan

Terdapat t iga belas prinsip hukum peles-t arian f ungsi lingkungan hidup dalam pengelo-laan kawasan hut an berkelanj ut an (Gener al Pr i nci pl es of t he For est Ar ea Sust ai nabl e Mana-gement), sebagai inst rumen pencegahan keru-sakan kawasan hut an, yait u: prinsip keadilan, prinsip akses pada inf ormasi, prinsip part isipasi publik, prinsip kehat i-hat ian, prinsip perlindu-ngan keanekaragaman hayat i, prinsip t indakan pencegahan, prinsip int ernalisasi biaya lingku-ngan, prinsip daya dukung lingkulingku-ngan, prinsip keut uhan, prinsip ket erpaduan, prinsip keseim-bangan, prinsip j aminan kepast ian hukum at as st at us kawasan hut an, prinsip penanggulangan dan penegakan hukum, baik prevent if maupun represif secara t egas dan konsist en. Hampir se-mua prinsip t idak dit erapkan at au t idak dij adi-kan dasar pert imbangan, baik oleh Kement erian Kehut anan, kement erian sekt or t erkait , mau pun pemerint ah daerah dalam kebij akan peru-bahan perunt ukan, peruperu-bahan f ungsi, dan peng-gunaan kawasan hut an selama ini. Tidak dit e-rapkannya prinsip hukum sebagai asas umum (gener al pr i nci pl es) membukt ikan bahwa kebi-j akan pengelolaan kawasan hut an belum di arahkan bagi kesej aht eraan masyarakat dengan sasaran pengelolaan dari aspek sosial budaya, ekonomi, dan pelest arian f ungsi lingkungan hidup dalam proporsi yang seimbang.

Perlu dikembangkan (per spekt i f i us cons-t i cons-t uendum) prinsip hukum lingkungan sebagai asas umum (gener al pr inci pl es), yang lebih me-miliki sif at memaksa dan mengarah pada pem-bangunan karakt er kepemimpinan para peng-ambil keput usan. Prinsip dimaksud yait u prinsip perusak hut an membayar (t he dest r oyer f or est pays pr i nci pl es); prinsip t anggungj awab negara, pemerint ah, dunia usaha, masyarakat , dan indi-vidu (pr i nci pl es of st at e r esponsi bi l it y, gover

n-ment s, busi nesses, communi t i es and i ndivi du-al s); prinsip wawasan kebangsaan dan ket ahan-an nasional (t he pr inci pl es of nat ional it y and nat ional def ense i nsi ght s); dan prinsip keda-maian dalam kehidupan bermasyarakat , ber-bangsa, dan bernegara (t he pr i nci pl es of peace i n t he l i f e of soci et y, nat ion, and st at e). Ke-empat prinsip hukum dimaksud sebagai asas umum, diharapkan dapat mengubah mi ndset para pengambil keput usan, kemudian menj adi paradigma yang diikut i oleh para pemangku kepent ingan. Lebih j auh diharapkan prinsip di-maksud dapat menj adi dokt rin at au salah sat u sumber hukum sebagai solusi unt uk mengat asi permasalahan kerusakan kawasan hut an, baik oleh pembent uk undang-undang, pemerint ah, aparat penegak hukum, dan pelaku usaha, sert a masyarakat pada umumnya.

Daft ar Pust aka

Angga, Dade. “ Kemit raan Pemerint ah, Masyara-kat Dan Swast a Dalam Pembangunan: Suat u St udi Tent ang Kasus Kemit raan Sek-t or KehuSek-t anan Di KabupaSek-t en Pasuruan” .

Jur nal Apl i kasi Manaj emen, Vol. 4 (3), 2006. Jurusan Manaj emen Universit as Brawij aya;

Ast irin, Okid Parama. “ Permasalahan Pengelo-laan Keanekaragaman Hayat i Di Indone-sia” . Bi odiver sit as: Jour nal of Bi ologi cal Di ver si t y, Vol. 1 (1), 2000. Jurusan Biolo-gi Universit as Sebelas Maret ;

Fahmi, Sudi. “ Problemat ika Hukum dalam Bi-dang Kehut anan” . Jur nal Respubl i ca, Vol. 6 (1), 2006. Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning Pekanbaru;

Ferdi. “ Peranan Filsaf at Hukum Dalam Pene-gakan Hukum Lingkungan Indonesia” ;

Jur nal Il mu Penget ahuan dan Teknol ogi

Vol. 6 (2), 2002. Jakart a: Universit as 17 Agust us 1945;

Friedman, Lawrence W. 1984. Amer i can Law: An Inval uabl e Gui de t o t he Many Faces of t he Law, and How i t Af f ect s Our Dai l y Li ves. New York: W. W. Nort on & Com-pany;

(16)

Iskandar. 2009. Pendi di kan Pancasi l a dan Ke-war ganegar aan. Modul. Bandung: Polt ek-pos;

---. 2011. Per ubahan Per unt ukan, Fungsi , dan Penggunaan Kawasan Hut an Dit i nj au Dar i Pr i nsi p Hukum Pelest ar i an Fungsi Li ngkungan Hi dup Dal am Pengelol aan Kawasan Hut an Ber kel anj ut an. Disert asi. Bandung: Unpad;

Kusumaat madj a, Mocht ar. 2002. Konsep-konsep Hukum Dal am Pembangunan. Bandung: Alumni;

Lisdiyono, Edy. “ Penyimpangan Kebij akan Alih Fungsi Lahan Dalam Pelest arian Lingku-ngan Hidup” . Maj al ah Il mi ah Hukum dan Di nami ka Masyar akat, Edisi Okt ober 2004. FHUniversit as Tuj uh Belas Agust us;

Masduki; “ Masyarakat Terbuka Dan Kebebasan Mengakses Inf ormasi, Agenda Pemberda-yaan Masyarakat Sipil Rezim SBY-Kalla” .

Maj al ah Il mi ah Uni si a, Vol. 28 (55), 2005. Yogyakart a: Universit as Islam Indonesia; Parsa, Wayan. “ Beberapa Kendala dalam

Pene-gakan Hukum Lingkungan” . Maj al ah Il mu Hukum Ker t ha Pat r i ka Vol. 21 (67), 1997.

Fakult as Hukum Universit as Udayana;

Ridwan. “ Memunculkan Karakt er Hukum Pro-gresif dari Asas-Asas Umum Pemerint ahan Yang Baik Solusi Pencarian dan Penemuan Keadilan Subst ant ive” . Jur nal Hukum Pr o Just i t i a, Vol. 26 (2), 2008. Fakult as Hukum Universit as Kat holik Parahyangan; Silaen, August P. “ Pelest arian Fungsi Hut an dan Lingkungan Hidup Dalam perspekt if Hu-kum Lingkungan” . Maj al ah Il mi ah Vi si

Vol. 16 (3), 2008. Universit as HKBP No-menssen Medan;

Suminar, Jenny Rat na. “ Komunikasi dan Per-luasan Part isipasi Publik dalam Pemba-ngunan” . Gover nance: Si ner gi Masyar a-kat , Swast a dan Pemer i nt ah Yang Ber ke-adi l an, Vol. 3 (9) t ahun 2007. Pusat Pene-lit ian Kebij akan Publik Dan Pengem-bangan Wilayah Universit as Padj adj aran; Ts, Abdul Bari. “ Keanekaragaman Hayat i Dalam

Pembangunan” . Dut a Ri mba: Maj al ah Bu-l anan Per um Per hut ani Jakar t a, Vol/ 2 (197-198), 1996;

Referensi

Dokumen terkait

Mengolah pepaya menjadi tape merupakan salah satu usaha dalam mengadakan makanan yang unik dan menarik untuk menjadikan banyak orang ingin mengkonsumsinya1.

Mengingat pentingnya masalah program promosi melalui personal selling dan image perusahaan dalam mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen pada AUTO 2000 Bandung,

(3) In the event of the termination of employment as mentioned under subsection (1), the worker/labourer shall be entitled to compensation pay for her/his entitlements according

Kata benda (nomina) adalah kata-kata yang merujuk pada pada bentuk suatu benda, bentuk benda itu sendiri dapat bersifat abstrak ataupun konkret.dalam bahasa Indonesia kata benda

Rekomendasi yang dapat diberikan untuk Bank Muamalat Syariah dalam menerapkan manajemen resiko kredit dan derivative yang digunakan menggunakan derivative SWAP sudah sangat

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, penelitian ini menggunakan dua macam metode; kuantitatif sebagai metode utama dengan menggunakan skala (skala perilaku

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan yang telah masuk dalam Daftar Pendek untuk paket pekerjaan tersebut di atas, sebagai kelanjutan proses pemilihan kami mengundang

Pihak lain yang bukan direktur utama/pimpinan perusahan/pengurus koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain