• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sapi Pada masa Kering Kandang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sapi Pada masa Kering Kandang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL HEMATOLOGI SAPI PERAH FH (

Freisian Holstein)

PERIODE KERING KANDANG DI KUNAK CIBUNGBULANG

BOGOR

Deka Permana Putera1, Retno Wulansari2, RP Agus Lelana2 1Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 2Staf Pengajar Divisi Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT

Dry period in dairy cattle is a critical situation in herd health management. In this period, the physiological state should be in good condition to assure normal calving and delivery. To understand these critical levels of dry period of dairy cattle, hematological test was performed on eightteen dairy cattle at Kunak, Cibungbulang Bogor. The result showed that the average of erythrocytes count was 6.1 ± 1.03 x 106/µ l, hemoglobin concentration was 9.83 ± 1.54 g/dl, percentage of hematocrit was 30.77 ± 3.52%, MCV was 51.30 ± 7.47fl and MCHC was 31.88 ± 2.85%. Based on this finding we noted the presentages erythrocytes count, hemoglobin concentration and percentages of hematocrit of dairy cattle at Kunak Cibungbulang Bogor were tend to be lowed. We were also noted that three of animals had normocytic hypochromic anemia, two of animals had microcytic hypochromic anemia and one of animals had macrocytic hypochromic anemia.

Keywords: dry period, erythrocyte, hematocrit, hemoglobin.

PENDAHULUAN

(2)

2

Pemeriksaan hematologi yang sering digunakan untuk mengukur derajat kesehatan hewan adalah jumlah sel darah merah (eritrosit), profil kadar hemoglobin (Hb) dan persentase hematokrit (PCV) (Gerardo et al. 2009). Menurut Mohri et al. (2007), untuk menginterpretasi hasil pemeriksaan laboratorium dibutuhkan pengetahuan fisiologis darah dan parameter acuan darah normal.

Permasalah yang ada hingga saat ini belum banyak laporan mengenai gambaran darah sapi perah sehat pada periode kering kandang di Indonesia. Dengan alasan tersebut perlu dilakukan penelitian hematologi pada sapi perah FH pada periode kering kandang di Kunak Cibungbulang Bogor. Penelitian ini juga diharapkan untuk mendapatkan profil masalah anemia sapi perah di kawasan tersebut.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan bulan Juli s.d Agustus 2013 di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang, Bogor. Pemeriksaan sempel darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Hewan yang digunakan sebanyak 18 ekor sapi perah FH periode kering kandang milik 4 peternak di Kunak Cibungbulang Bogor. Pengambilan darah digunakan dalam penelitian ini antara lain syringe 10 ml, gelas objek, tabung vakum EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), mikroskop, alat penghitung (counter), tabung Sahli, tabung kapiler, alat sentrifuge, Micro Hematokrit Reader,

hemoglobinometer dan pipet tetes. Bahan yang digunakan antara lain sampel darah segar, alkohol 70%, aquades, cairan pengencer (Turk) dan HCl 0.1 N.

Persiapan Sampel Darah

Pengambilan darah dilakukan melalui vena Jugularis dan atau melalui vena

(3)

3

Perhitungan Jumlah Eritrosit

Sampel darah dihisap sampai dengan batas 0.5 menggunakan pipet pengencer. Ujung pipet dicelupkan ke dalam cairan pengencer (Turk) dan cairan tersebut dihisap sampi batas 101. Pipet diangkat, lalu ditutup ujungnya dengan jempol dan pangkalnya ditutup dengan jari tengah dengan kondisi pipet yang mendatar. Larutan dengan darah diratakan dan dicampur dengan membuat gerakan seperti angka 8. Setelah homogen sebagian larutan dibuang kira-kira 3-5 tetes. Kamar Hitung diambil dari kaca penutupnya, kaca penutup diletakkan diatas tanggul kamar hitung. Larutan diisikan kedalam kamar hitung dengan menyentuhkan ujung pipet pada tepi antara dataran kaca penutup, sehingga permukaan dataran terisi merata. Setelah itu dibaca dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x. Sel-sel yang menyentuh garis batas kedua dihitung, sisi lainnya (kanan dan bawah) tidak masuk perhitungan. Lima kotak yang biasa dihitung ialah empat kotak pojok dan satu kotak tengah. Hasil perhitungan akhir (jumlah total eritrosit), total eritrosit = n x 10.000, dengan n adalah jumlah seluruh sel dari lima kotak.

Perhitungan Nilai Hematokrit

Darah dihisap dengan tabung mikrokapiler, dengan menyentuhkan ujung tabung pada darah dan mengetuk-ngetuk ujung lainnya dengan telunjuk dimana posisi tabung hampir mendatar. Bagian ujung tabung dikosongkan kira-kira 1 cm. Bagian ujung lain dari tabung disumbat dengan alat penyumbat khusus. Tabung diletakan pada alat sentrifuge dengan bagian tak tersumbat mengarah ke pusat

sentrifuge. Sentrifuge dilakukan selama 10 menit dengan kecepatan 6500 rpm. Hasil sentrifugasi dibaca dengan menggunakan alat khusus (Micro Hematokrit Reader).

Perhitungan Kadar Hemoglobin

(4)

4

Perhitungan Indeks Eritrosit

Perhitungan MCV, MCH, dan MCHC dapat dilakukan dengan menggunakan rumus menurut (Schalm et al. 1975) sebagai berikut:

MCV=P V X

∑ R MCH=

Hb X

∑ R MCHC=

Hb X P V

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan mencari nilai rata-rata dan standar deviasi selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Eritrosit

Eritosit di dalam aliran darah mamalia merupakan sel-sel yang tidak berinti dan tidak bergerak (Schalm et al. 1975). Menurut Cowell (2004), parameter yang penting dalam pemeriksaan eritrosit sapi meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Penurunan salah satu dari ketiga parameter tersebut dapat menjadi indikasi anemia. Penelitian yang telah dilakukan pada sapi perah FH pada periode kering kandang menghasilkan gambaran eritrosit yang disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1 Rataan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH periode kering kandang

Parameter Kisaran nilai Rata-rata Nilai normal

Eritrosit (x 106/µl) 4.07-7.2 6.1 ± 1.03 5.00-10.00a

Hemoglobin (g/dl) 7-12 9.83 ± 1.54 8.00-15.00a

Hematokrit (%) 26-36 30.77 ± 3.52 24.00-46.00a aSumber : Gavan et al.(2010)

Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit pada 18 sapi perah FH periode kering kandang dapat dilihat pada gambar 1, dengan kisaran nilai antara 4.07-7.8x 106/µl. Terdapat beberapa sapi menunjukkan gambaran jumlah eritrosit berada dibawah nilai normal (5.0-10.0x 106/µl) yaitu pada sapi dengan nomor 5, 8 dan 18, dengan jumlah eritrosit masing masing sebesar 4.95, 4.90 dan 4.07x 106/µl. Sedangkan 15 ekor lainnya memiliki nilai yang berada dalam kisaran normal.

(5)

5

Gambar 1 Grafik jumlah eritrosit sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda menunjukan jumlah eritrosit normal)

Jumlah eritrosit dibawah nilai normal menunjukkan sapi mengalami anemia. Menurut Fransond (1993), anemia terjadi karena pembentukan darah yang kurang mencukupi karena gizi tidak baik termasuk adanya defisiensi zat besi, Cu, vitamin dan asam amino di dalam pakan dari sapi diperiode kering kandang. Dapat juga disebabkan karena pendarahan dari luka, parasit-parasit cacing (endoparasit) atau karena sel-sel darah merah tidak berhasil menjadi masak secara normal.

Pada proses pembentukan eritrosit dibutuhkan nutrien-nutrien esensial seperti vitamin B12 (Cyanocobalamin). Masing-masing molekul mengandung satu

atom Cobalt yang berfungsi dalam pendewasaan eritrosit. Cobalt merupakan bahan esensial untuk ruminansia dan dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam pembentukan vitamin B12 dalam rumen (Goff 2000). Mineral-mineral lainnya

yang dibutuhkan adalah tembaga untuk pembentukan molekul hemoglobin. Tembaga sangat esensial sebagai koenzim/katalisator dalam sintesa Hb. Faktor yang mempengaruhi kualitas eritrosit bukan saja jumlah sel-selnya tetapi juga kadar Hb, PCV, dan kadar konstituen darah lainnya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas eritrosit adalah umur, sex, gizi, kehamilan, laktasi, iklim, fase estrus, dan ketinggian lakasi (Ali et al. 2013). Bila pada ternak ruminansia terjadi defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan eritosit yang menimbulkan penyakit anemia. Anemia terjadi apabila jumlah sel-sel darah merah yang fungsional atau jumlah hemoglobin berkurang jauh di bawah normal.

Konsentrasi Hemoglobin

Sebagian besar sapi perah FH periode kering kandang dalam penelitian memiliki konsentrasi hemoglobin pada rentang normal (8.0-15.0 g/dl), dengan kisaran nilai antara 7.0-12.0 g/dl ditunjukkan pada gambar 2. Akan tetapi, ada satu ekor sapi yang memiliki konsentrasi hemoglobin dibawah normal, yaitu dengan konsentrasi hemoglobin sebesar 7.00 g/dl. Sapi yang memiliki nilai konsentrasi hemoglobin tersebut adalah sapi nomor 18 dimana pada sapi tersebut juga memiliki jumlah eritrosit yang berada dibawah jumlah normal, yaitu 4.07x 106/µl.

(6)

6

Nilai rataan konsentrasi Hb sapi perah FH periode kering kandang sebesar 9.83 ± 1.54 g/dl (Tabel 1). Menurut Gavan et al. (2010), nilai rataan tersebut berada pada rentang normal yaitu 8.0-15.0 g/dl.

Gambar 2 Grafik jumlah konsentrasi hemoglobin sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda menunjukan jumlah eritrosit normal)

Hemoglobin merupakan komponen utama penyusun eritrosit yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida (Price & Wilson 2006). Rendahnya hemoglobin diakibatkan oleh jumlah eritrosit yang rendah, karena hemoglobin merupakan komponen utama pengisi eritrosit (Guyton & Hall 1997). Faktor yang mempengaruhi derajat anemia selain jumlah eritrosit adalah konsentrasi hemoglobin yang berada dalam darah. Besarnya konsentrasi hemoglobin dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya nutrisi, ras, umur, waktu pengambilan sampel dan antikogulan yang dipakai dalam pengambilan sampel (Mbassa dan Poulsen 1993).

Nilai Hematokrit (PCV)

Gambar 3 menunjukkan pada 18 ekor sapi yang diperiksa mempunyai kisaran nilai hematokrit antara 26.00-36.00%. Terdapat sapi dengan nilai hematokrit normal rendah, yaitu sapi nomor 18 (26.00%). Kondisi pada sapi nomor 18 diikuti dengan dengan gambaran jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin yang juga rendah yaitu 4.07x 106/µl dan 7.00 g/dl. Hal ini

menunjukkan adanya korelasi antara ketiganya. Semakin rendah jumlah eritrosit maka nilai hematokrit dan konsentrasi hemoglobinnya juga rendah. Pada kondisi sapi dengan jumlah eritrosit rendah dan hematokrit normal rendah menunjukan bahwa kondisi sapi tersebut selain mengalami anemia juga mengalamia dehidrasi.

(7)

7 Rataan nilai hematokrit sapi perah FH periode kering kandang dapat dilihat pada tabel 1, yaitu 30.77 ± 3.52%. Menurut Gavan et al. (2010), nilai rataan tersebut berada pada rentang normal yaitu 24.00-46.00%.

Gambar 3 Grafik jumlah konsentrasi hematokrit sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda menunjukan jumlah eritrosit normal)

Perhitungan PCV (Packet cell volume) pada ternak-ternak sehat harus sebanding dengan jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin. Hematokrit dipergunakan untuk menghitung jumlah darah dan untuk mengecek jumlah sel darah merah. Nilai hematokrit merupakan salah satu unsur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat anemia selain jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin. Jumlah eritrosit yang rendah dan ukuran eritrosit yang kecil akan menyebabkan nilai hematokrit menjadi rendah (Colville & Bassert 2002). Duncan & Prase (1977) menyatakan nilai hematokrit akan menurun pada keadaan bunting, dan anemia.

Indeks Eritrosit

(8)

8

Tabel 2 Nilai MCV dan MCHC sapi perah kering kandang

No Sapi

Beberapa sapi memiliki nilai MCV normal ditunjukkan pada sapi nomor 6, 9 dan 15 dengan nilai 54.84 fl, 56.57 fl dan 52.17 fl. Ini diikuti dengan nilai MCHC pada sapi tersebut yang rendah yaitu dengan nilai 29.41%, 29.41% dan 29.41%. Sapi nomor 6, 9 dan 15 dapat dikatakan mengalami anemia normositik hipokromik. Anemia normositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit yang normal tetapi konsentrasi hemoglobin darah rendah (MCV normal, MCHC rendah). Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh defisiensi besi dan sintesis hemoglobin yang belum sempurna (Stockham & Scott 2008).

Sapi yang diteliti mengalami anemia mikrositik hipokromik, yaitu pada sapi nomor 3 dan 17. Dengan nilai MCV 36.00 dan 35.90 fl serta nilai MCHC 29.63 dan 28.57%. Anemia mikrositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit lebih kecil dari normal dengan konsentrasi hemoglobin lebih sedikit dari nomal (MCV dan MCHC rendah). Kejadian ini disebabkan oleh insufisiensi sintesis hem (besi) akibat defisiensi zat besi serta defisiensi pyridoxine (Stockham & Scott 2008). Menurut Abdulsalam & Daniel (2002), defisiensi besi dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi antara lain berupa penurunan daya tahan tubuh, penurunan aktivitas, dan perubahan tingkah laku.

(9)

9 Sapi nomor 18 menunjukkan nilai MCV dan MCHC masing-masing sebesar 63.88 fl dan 26.92% dapat dikatakan anemia makrositik hipokromik. Kenaikan nilai MCV dan penurunan MCHC yang mengindikasikan eritrosit berukuran lebih besar dari normal dan merupakan eritrosit muda karena pada eritrosit muda jumlah Hb lebih rendah. Menurut Stockham & Scott (2008) ini diakibatkan karena perdarahan yang berlebihan sehingga eritrosit muda (retikulosit) dilepas kedalam peredaran darah sebagai respon regeneratif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian pada 18 ekor sapi FH periode kering kandang menunjukkan profil eritrosit dengan jumlah eritrosit rendah pada sapi nomor 5, 8, dan 18. Sapi nomor 5 selain jumlah eritrosit yang rendah diikuti dengan konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit yang rendah. Hal ini mengindikasikan sapi tersebut mengalami anemia. Jumlah eritrosit yang rendah akan diikuti dengan jumlah hemoglobin yang rendah karena hemoglobin merupakan komponen penyusun eritrosit. Pada sapi nomor 8 menunjukkan jumlah eritrosit dan hematokrit rendah namun memperlihatkan konsentrasi hemoglobin normal. Hal ini dapat menandakan terjadinya kehilangan darah yang berakibat kekurangan darah pada sapi. Sapi nomor 18 menunjukkan eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit yang rendah. Ini terjadi ketika eritrosit yang bersirkulasi dalam darah adalah eritrosit muda dan berukuran besar. Dengan nilai MCV yang tinggi dan MCHC yang rendah, maka pada sapi tersebut dapat dikatakan mengalami anemia tipe regeneratif.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap delapan belas ekor sapi perah FH periode kering kandang terdapat tiga sapi yang mengalami anemia normositik hipokromik, dua sapi mikrositik hipokromik dan satu sapi yang mengalami anemia makrositik hipokromik dan terdapat beberapa sapi kekurangan besi (Fe).

Saran

Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap sapi perah pada periode kering kandang terutama pada periode transisi di Kunak Cibungbulang Bogor, dengan sampel yang lebih banyak dan pemeriksaan mengenai profil biokimiawi darah dan kondisi fisik hewan di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

(10)

10

Ali AS, Ismoyowati T, Indrasanti D. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap penambahan probiotik dalam ransum. J Ilmiah Peternakan. 1(3): 1001-1013.

Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. Missouri (US): Mosby.

Cowell RL. 2004. Veterinary Clinical Pathology Secrets. St. Louis (US): Elsevier Mosby.

Duncan JR, Prase KW. 1977. Veterinarv Laboratory Medicine. Clinical Patholoy Lowa (US): The Lowa state University Pr.

Ferguson JD. 2001. Nutrition and reproduction in dairy herds. Di dalam: Proc. 2001 Intermountain Nutrition Conf; Salt Lake City (US): University of Texas. hlm 65-82.

Frandsond RD. 1993. Anatomi dan Fisiologi ternak. Ed ke 4. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Găvan C, Retea C, Motorga V. 2010. Changes in the Hematological Profile of

Holstein Primiparous in Periparturient Period and in Early to Mid Lactation.

Scientific Papers: Animal Sciences and Biotechnologies, 43 (2): 244-246. Gerardo FQ, Stephen JL, Todd FD, Darven W, Ken EL, Robert MJ. 2009.

References limits for biochemical and hematological analytes of dairy cows one week beafor and one week after parturition. Can Vet J 50 (4): 383-388. Goff JP. 2000. Determining the mineral requirement of dairy cattle. In

Proceedings 11th Annual Florida Ruminant Nutrition Symposium. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]; Gainesville. Florida (US): University of FloridaPages 106-132.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia (US): Saunders Company.

Huyler MT, Kincaid RL, Dostal DF. 1999. Metabolic and yield responses of multiparous Holstein cows to prepartum rumen-undegradable protein. J Dairy Sci. 82:527–36.

Mbassa GK, Poulsen JS. 1993. Reference Range for Hematological Value in Landrace Goats. Small Rum Res.

Mohri M, Sharifi K, Eidi S. 2007. Hematological and serum biochemistry of holstein dairi calves: ages related changes and comparison with blood composition in adult. Res Vet Sci. 83: 30-39.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patophysiology Clinical Conceps of Disease Processes. Ed ke-4. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Schalm OW, Jain NC, Carrol EJ. 1975. Veteriner Haematology. Philadelphia (US): Saunders College.

Smith BI, Risco CA. 2005. Management of priparturient disorders in diary cattle.

Vet Clin North Am FoodAnim Pract. 21: 503-521.

Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Phatology.

Ed ke-2. State Avenue (US): Blackwell Publishing.

Gambar

Tabel 1  Rataan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH periode kering kandang
Gambar 1  Grafik jumlah eritrosit sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda        menunjukan jumlah eritrosit normal)
Gambar 2  Grafik jumlah konsentrasi hemoglobin sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda       menunjukan jumlah eritrosit normal)
Gambar 3  Grafik jumlah konsentrasi hematokrit sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda        menunjukan jumlah eritrosit normal)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dukungan emosional, orang tua sebagian besar jarang melakukan konsultasi dengan guru kelas terkait perkembangan belajar anaknya di sekolah. Orang tua sebagian besar

Alifatun Qoyyimah yang selalu ada untuk memberikan semangat, kritik dan saran bagi penulis, Nandya Diva Onawa dan Virginia Fadillah yang memperkenalkan penulis pada drama

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 65 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan serta untuk memenuhi kebutuhan informasi

Titer antibodi pada ayam minggu ke-2 setelah vaksinasi menunjukkan rataan titer antibodi sebesar 2 6.6 untuk kelompok vaksin dan 2 5.3 untuk kelompok tidak divaksin

Fenomena perubahan yang menonjol adalah didirikannya bangunan rumah tinggal di tengah-tengah perkebunan yang bersifat permanen dan modern seperti rumah tinggal di kota yang

Pengujian dilakukan untuk mengetahui performa underwater turbin generator, pengujian ini dilakukan pengambilan data dengan 5 lokasi titik pengujian yang berbeda

Ngunit di ko na matandaan dahil mayroon lamang akong 30 minuto patungo sa dulo ng airport kung saan naroon ang eroplano ko patungong Oslo.. Natatandaan kong malumanay at masaya ang

Terdapat pendapat lain yang mengaskan perlunya independensi akuntan publik, sebagaimana pendapat Quantadora (2008:3) juga menegaskan bahwa akuntan publik atau