• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG DAN TANTANGAN UMKM BIDANG PERCET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELUANG DAN TANTANGAN UMKM BIDANG PERCET"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

1

PELUANG DAN TANTANGAN UMKM BIDANG PERCETAKAN

DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Nandani Eka Mustopa1, Arus Reka Prasetia2

1. Mahasiswi FDKV Universitas Widyatama Jalan Cikutra 204A, Bandung nandaniekamustopa@gmail.com

2. Universitas Widyatama Jalan Cikutra 204A, Bandung reka.prasetia@widyatama.ac.id

ABSTRAK

Pemberdayaan UMKM berbasis ekonomi kreatif pada bidang bisnis percetakan atau industri grafika di Indonesia perlu dikembangkan secara cepat, tepat, dan berkesinambungan, dalam

rangka mengimplementasikan ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) yang akan berlangsung pada tahun 2015 ini, karena berbagai pertimbangan strategis dari setiap negara anggota yang memiliki keunggulan kompetitif berbeda, serta untuk menghadapi berbagai peluang dan tantangan dalam proses pelaksanaan MEA tersebut. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metodologi penelitian kualitatif, proses interaksi komunikasi yang mendalam, serta pendekatan induktif dalam pengungkapan fakta dan analisis data. UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), khususnya pada bisnis percetakan atau industri grafika, seiring dengan perkembangan teknologi yang sekarang semakin berkembang di Indonesia, belum tentu dapat bertahan dari gelombang globalisasi, terutama setelah era MEA berjalan, karena tekanan persaingan industri yang sangat ketat, terutama dalam kualitas, layanan, dan harga. Globalisasi (MEA) dapat merontokkan pondasi-pondasi UMKM dengan sangat cepat, karena psikologi pasar masyarakat Indonesia masih lebih senang terhadap produk-produk impor yang memiliki kualitas bagus dan harga kompetitif.

Kata kunci: pemberdayaan UMKM, MEA 2015, industri grafika, keunggulan kompetitif

1.

PENDAHULUAN

Negara-negara Association of Southeast

Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah

organisasigeo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus1967, berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai yaitu semua negara di Asia Tenggara (kecuali Timor Leste dan Papua Nugini). Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan November.[1]

Gambar 1. Logo ASEAN [2]

(2)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

2

Blok perdagangan bebas Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagangan bebas antara Negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC).

Blok perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan

negara-negara anggota ASEAN untuk

memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. Dalam mendirikan blok perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.

Blok perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Pada saat yang sama, blok perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.[3]

Permasalahan yang muncul adalah kekhawatiran terhadap ekonomi pasar bebas juga menjadi hal yang menakutkan bagi para pengusaha Indonesia, ditengah lemahnya daya saing industri lokal, lemahnya proteksi negara terhadap industri-industri lokal,

ditakutkan mampu menggerus potensi pengusaha lokal dan beberapa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masih kekurangan dalam berbagai aspek ekonomi. Selain itu secara ekonomi, Indonesia tidak lebih baik dari Singapura, Malaysia, Thailand ataupun Myanmar.

Kondisi perekonomian dalam negeri saat ini yang kurang stabil, sebagai dampak dari gelombang perekonomian dunia yang kurang sehat, khususnya industri grafika, dalam menghadapi blok perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, diprediksi akan terjadi bentuk persaingan secara terbuka memperebutkan pangsa pasar di antara negara-negara ASEAN. Kemampuan bisnis industri grafika Indonesia untuk dapat bersaing dengan sesama anggota ASEAN akan sangat bergantung pada kemampuan industri ini dalam menyelesaikan dan membenahi berbagai permasalahan yang masih menjadi tugas penting industri grafika dalam negeri.[4]

Tujuan tulisan ini adalah mengungkapkan permasalahan dan menggali berbagai informasi penting yang berkaitan dengan pemberdayaan UMKM berbasis ekonomi kreatif pada bidang bisnis percetakan atau industri grafika di Indonesia, dalam rangka menghadapi ASEAN Economic Community

(AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai berlangsung pada tahun 2015 ini. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan sejauhmana politik pasar bebas MEA mampu memberikan peluang positif dan dampak negatif bagi pembangunan ekonomi Indonesia serta pengaruhnya bagi bisnis percetakan atau industri grafika di Indonesia.

2.

MODEL, ANALISIS, DESAIN,

DAN IMPLEMENTASI

(3)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

3

2.1.

Percetakan atau Industri

Grafika

Masyarakat banyak yang tidak menyadari bahwa industri grafika sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, mulai dari lahir hingga ketika tutup usia, bahkan dapat dikatakan majunya peradaban manusia adalah setelah manusia mengenal produk grafika berupa tulisan. Namun begitu, masyarakat pada umumnya menganggap industri grafika hanya terbatas pada industri percetakan. Padahal, industri grafika meliputi segala sesuatu yang mengalami proses cetak, mulai dari buku hingga pengemasan (packaging).

Gambar 3. Mesin Cetak Offset [5]

Percetakan mempunyai catatan sejarahnya sendiri. Sejarah dunia menuliskan informasi tanggal dari gambar dinding gua yang berumur lebih dari 30.000 tahun. Pada tahun 2500 sebelum masehi, suku bangsa Mesir telah mengukir hieroglyphics pada batu. Akan tetapi, percetakan yang diketahui sekarang oleh peradaban manusia, tidak ditemukan hingga lebih dari sekitar 500 tahun yang lalu.

Orang Tiongkok membuat banyak

penemuan, mereka menemukan kertas di abad pertama dan moveable type yang terbuat dari tanah liat sekitar abad ke-11. Orang Korea pertama kali membuat

moveable type dari perunggu pada

pertengahan abad ke-13, tetapi tidak diketahui adanya hubungan antara penemuan awal orang Asia dan penemuan percetakan di Eropa pada abad ke-15.[6]

Di Eropa, sebelum percetakan ditemukan, semua informasi yang tercatat ditulis dengan tangan. Buku-buku dengan hati-hati disalin oleh ahli tulis (scribes) ternama yang sering menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan satu jilid buku. Metode ini begitu lambat dan mahal, serta hanya sedikit orang yang memiliki kesempatan atau kemampuan untuk membaca karya yang telah selesai dibuat.

Percetakan pertama kali ditemukan untuk mempermudah penduplikasian Injil. Jika sebelumnya ditulis dengan tangan di ruang

scriptoria, maka sejak zaman renaisans,

manusia mulai berpikir untuk mempercepat proses ini lewat produksi massal.

Gambar 4. Mesin Cetak Tahun 1811 [7]

Teknik cetak yang pertama kali dikenal manusia dimulai dari Kota Mainz, Jerman pada tahun 1440, yang merupakan sentra kerajinan uang logam terkenal saat itu. Pertama kali metode cetak ini dikenalkan secara terbuka oleh Johannes Gutenberg dengan menemukan metode cetak huruf tunggal yang diukirkan pada balok kayu, dan kemudian berkembang, dimana Johannes Gutenberg terinspirasi pada uang logam yang digesekkan dengan arang ke atas kertas. Relief uang logam menimbulkan ide untuk membuat permukaan dengan tinggi bervariasi.

Gambar 5. Johannes Gutenberg [8]

(4)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

4

zaman pemerintahan Belanda pada tahun

1809 dengan nama "Lands Drukkerij". Seperti halnya di negara-negara lain, maksud didirikannnya Perusahaan Umum Percetakan Negara (Government Printing

Office) adalah untuk mencetak dokumen

negara penting, yang pada waktu itu bertugas untuk mencetak "State Gazette". Di Indonesia, State Gazette disebut “Berita Negara” dan “Lembaran Negara” beserta

tambahannya.

Hampir semua negara di dunia mempunyai institusi pencetakan negara yang tugas utamanya adalah mencetak dokumen negara, khususnya Berita Negara. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Perum Percetakan Negara mendapatkan tugas antara lain untuk mencetak ORI (Uang Republik Indonesia) dan mendapatkan tugas untuk melaksanakan pembuatan Berita Negara (State Gazeete) Republik Indonesia yang pertama kalinya dan sekarang disebut

dengan nama “Berita Negara”.

Dalam perjalanannya, hidup perusahaan ini selalu mengikuti sejarah bangsa Indonesia. Sedangkan pencetakan uang, saat ini telah dilakukan oleh Perum Peruri. Sebelum namanya berubah menjadi Percetakan Negara Republik Indonesia (1950), Perum PNRI ini telah mengalami beberapa kali perubahan nama. Pada tahun 1942, namanya adalah "Gunseikanbu Inatsu Koja” (GIK).

Kemudian, pada tahun 1945 berubah lagi menjadi Percetakan Republik Indonesia (PRI). Melalui sebuah Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1991, PNRI menjadi sebuah Perusahaan Umum (Perum) milik negara, yang mengemban fungsi, baik sebagai pendukung pembangunan nasional (agent of

development) maupun sebagai unit ekonomi

(profit center).

Saat ini, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 133 Tahun 2000 Pasal 7, maksud dan tujuan perusahaan adalah turut serta melaksanakan dan menunjang kebijakan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional dengan cara mengadakan usaha di bidang percetakan, dan jasa grafika lainnya serta multimedia.

Perum PNRI tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang cetakan yang berisi dokumen resmi negara seperti State Gazette dan produk informasi

yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dan, saat ini sesuai dengan perkembangan pemasaran dan manajemen, Perum PNRI melayani juga produk percetakan umum yang diterima dari BUMN, swasta, maupun masyarakat luas pada umumnya.

Perkembangan industri cetak mencetak terus berkembang dari mulai tahun 1992, dimana teknologi computer to film (CTF) masuk ke Indonesia. Awalnya hanya percetakan-percetakan besar saja yang memilikinya. Pada tahun 1995, percetakan-percetakan menengah dan kecil mulai mengadopsi. Hingga tahun 1997, penggunaan CTF bisa dibilang sudah merata.

Mulai tahun 2000, setelah masuknya teknologi computer to plate (CTP) mulai menggeser CTF dan ikut berdampak pada menurunnya bisnis repro. Sampai sekarang kurang lebih terdapat 70 mesin CTP di Indonesia. Dulu, merek-merek yang terkenal untuk mesin ini adalah Heidelberg dan

AGFA. Sekarang sudah mulai banyak merek baru, seperti Screen, Scitex dan Basys Print.

Gambar 6.Computer to Plate (CTP) [9]

Saat ini, percetakan besar di Indonesia sudah mulai mengadopsi teknologi computer to

press berupa direct imaging (memakai

master) dan computer to print (tanpa

master) yang banyak menggunakan

teknologi mesin digital printing. Salah satu mesin cetak yang terkenal di kelas ini adalah

HP Indigo. Bahkan, percetakan-percetakan

kini sudah melengkapi peralatannya tidak hanya untuk urusan pre-press, tapi juga post

press (proses finishing seperti cutting,

binding, folding, stiching, embossing, dan

lain-lain), sehingga percetakan menjadi bisnis one-stop service yang makin berkembang.

(5)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

5

jumlah banyak dengan menggunakan acuan

dari objek aslinya. Gagasan mencetak diilhami oleh kejadian alam, misalnya telapak kaki membekaskan jejak di tanah yang lembut, tangan yang dilumuri cairan berwarna membekas di permukaan benda yang dipegang.

Kebutuhan untuk mencetak didasari oleh kebutuhan akan penyebaran informasi secara luas, maka industri percetakan merupakan industri jasa yang tepat, yaitu sebuah proses industri untuk memproduksi secara massal tulisan dan gambar, terutama dengan tinta di atas kertas menggunakan sebuah mesin cetak. Proses kerja pra cetak modern era

desktop publishing terdiri dari konsep desain

(sketsa, format ukuran, warna, font, image) dengan input data (teks, foto, ilustrasi, dan lain-lain), proses data, dan image setter

(proofing). Selanjutnya, proses teknologi cetak yang sekarang masih digunakan disebut juga final artwork, yakni era komputer dengan pembuatan film repro sebagai alat transfer image dari aslinya untuk diteruskan ke plat atau proses plate

making, dan terakhir proses cetak dengan

mesin.

Banyak buku, koran, brosur, flyer dan majalah sekarang ini biasanya dicetak dengan menggunakan teknik percetakan

offset. Image yang akan dicetak, dicetak di atas film, lalu ditransfer ke plat cetak.

Warna-warna didapatkan dengan

menimpakan beberapa pola warna dari setiap plat offset sekaligus. Teknik percetakan umum lainnya termasuk cetak relief, sablon, rotogravure, dan percetakan berbasis digital, seperti pita jarum, inkjet, dan laser. Dikenal pula teknik cetak poly

untuk pemberian kesan emas dan perak ke atas permukaan dan cetak emboss untuk memberikan kesan menonjol kepada kertas.

2.2.

UMKM (Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah)

Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) merupakan bagian integral dalam pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam pembangunan bidang ekonomi, secara eksplisit amandemen UUD 1945 telah

menekankan implementasi azas

kekeluargaan (pasal 33 ayat 1) dan penyelenggaraan perekonomian nasional

yang berdasar atas demokrasi ekonomi (pasal 33 ayat 4).

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), ayat 1, pengertian UMKM sebagai berikut:[10]

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung, dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Berdasarkan kekayaan dan hasil penjualan, menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, pasal 6, kriteria usaha mikro yaitu:[10]

1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Kriteria usaha kecil sebagai berikut:

1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

(6)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

6

Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima

ratus juta rupiah).

Sedangkan, kriteria usaha menengah sebagai berikut:

1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk industri rumah tangga memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 1 sampai 4 orang, usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki tenaga kerja sebanyak 20 sampai dengan 99 orang (Susanti, 2009:68).

Jumlah UMKM terus meningkat dari tahun ke tahun, berikut akan disajikan tabel mengenai perkembangan UMKM dari tahun 2008-2012.[11]

Tabel 1. Perkembangan UMKM 2008-2012 [11]

Tahun

Jumlah UMKM (Unit)

Jumlah Tenaga Kerja

(Orang)

2008 51.409.612 94.024.278

2009 52.764.603 96.211.332

2010 53.823.732 99.401.775

2011 55.206.444 101.722.458

2012 56.534.592 107.657.509

Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor, termasuk industri, perdagangan, dan jasa yang mengalami stagnasi bahkan sampai terhenti aktivitasnya pada tahun 1998. Namun, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat bertahan dan berhasil menjadi pemulih perekonomian di tengah keterpurukan akibat

krisis moneter pada berbagai sektor ekonomi.

Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang dan konsisten dalam perekonomian nasional. UMKM menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif. UMKM merupakan usaha yang bersifat padat karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian (keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit, serta teknologi yang digunakan cenderung sederhana. UMKM masih tetap memegang peranan penting dalam perbaikan perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB).

Kementerian Koperasi dan UMKM, pada tahun 2012 menyebutkan, bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berkembang saat ini terbagi menjadi beberapa kategori yaitu pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, listrik, gas, air bersih, perdagangan, hotel, restoran, jasa-jasa swasta, dan industri pengolahan, yang salah satunya mencakup industri kreatif.

Ekonomi kreatif adalah sebuah konsep di era ekonomi baru yang lebih mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama. Konsep ini biasanya akan didukung dengan keberadaan industri kreatif yang menjadi pengejawantahannya. Seiring berjalannya waktu, perkembangan ekonomi sampai pada taraf ekonomi kreatif, setelah beberapa waktu sebelumnya, dunia dihadapi dengan konsep ekonomi informasi yang mana informasi menjadi hal yang utama dalam pengembangan ekonomi.

(7)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif berkembang cukup pesat melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sedangkan dari sisi teknologi yaitu sederhana, madya dan modern dengan berbagai jenis produk cetak. Berdasarkan data tahun 2014 dari Kementerian Perdagangan, pada saat ini ada kurang lebih 37.250 percetakan berskala kecil hingga menengah, ditambah sekitar kurang lebih 67.500 unit usaha rumah tangga atau mikro di seluruh Indonesia.

Data lain pada tahun 2014 menyebutkan terdapat 1.528 perusahaan yang berskala kecil dan menengah dengan kapasitas total 329.613 juta m2, ekspor sebesar 12.482,99

juta ton, sedangkan impor sebesar 3.212,58 juta ton. Industri percetakan atau grafika mempunyai utilitas yang baik sebesar 65%. Penyebaran lokasi industri percetakan terdapat di seluruh wilayah Indonesia yaitu Sumatera 16%, Jawa 77%, Kalimantan 2%, Bali dan Kawasan Timur Indonesia sekitar 5%.

Perkembangan teknologi digital publishing

akan mendorong perubahan tuntutan pasar dengan memperlihatkan segala sesuatu yang dimungkinkan secara teknologi. Suatu contoh buku dalam ukuran efisiensi tidak lagi dituntut harus dicetak 2000 eksemplar, tetapi dengan digital publishing dapat dicetak 10 eksemplar saja. Berbicara mengenai pasar, maka persaingan yang demikian ketat dewasa ini menuntut daya saing yang kuat. Tuntutan pasar akan mendorong dan menciptakan inovasi baru dengan cara menciptakan produk clan aplikasi baru yang menggunakan teknologi yang ada maupun yang baru.

Pengembangan produk yang ada maupun produk baru dalam industri grafika menjadi penting artinya. Produk tersebut dapat pula berbentuk produk jasa. Penciptaan produk-produk baru tersebut membutuhkan suatu proses penelitian dan pengembangan yang cukup teruji yang memungkinkan bahwa produk barus tersebut akan layak dipasarkan. Strategi diferensiasi produk akan berperan dalam kondisi seperti ini.

Para praktisi pada industri grafika secara umum di kota-kota besar dapat dikatakan

cukup dan mampu mengikuti perkembangan teknologi yang berlangsung saat ini. Hal ini dapat dilihat dan banyaknya peserta dari Indonesia jika ada pameran percetakan, yang dilaksanakan baik didalam negeri seperti

FGD Expo atau di luar negeri seperti Drupa,

China Print, dan sebagainya.

2.3.

Analisis Kondisi Percetakan di

berbagai Negara ASEAN

Perkembangan teknologi dan informasi merata di berbagai negara, perbedaannya hanyalah waktu penyebarannya. Begitu juga

dengan teknologi cetak yang

perkembangannya pesat diberbagai negara-negara ASEAN pada khususnya.

Industri grafika di dalam suatu negara merupakan bagian cukup penting di dalam industri kreatif sekaligus menjadi industri yang sangat strategis. Kemajuan suatu bangsa, dapat diindikasikan pula oleh adanya kemajuan industri grafika dengan ditandai semakin banyak dan beragamnya barang cetakan yang diproduksi dan dengan kualitas yang tinggi. Semakin banyak dan beragamnya masyarakat mengkonsumsi informasi melalui barang cetakan, juga merupakan indikasi dan tolok ukur kemajuan intelektualitas masyarakat, meningkatnya sosial ekonominya, yang akhirnya tuntutan akan kuantitas dan kualitas barang cetakan juga meningkat.[12]

2.4.

Analisis Kondisi Percetakan di

Indonesia

Industri percetakan di Indonesia terus mengalami pertumbuhan hingga akhir tahun 2012 ini. Sejak tahun 2010, jumlah perusahaan bidang Grafika di Indonesia diperkirakan telah mencapai 35000 perusahaan. Peningkatan ini juga didukung melalui data impor mesin cetak industri grafika yang naik 40% di tahun 2011 ini menjadi US$392 juta dibandingkan dengan impor pada 2010 yang hanya US$280 juta. Meningkatnya pertumbuhan industri percetakan ini tentu juga meningkatkan persaingan antar perusahaan. Tidak hanya bersaing untuk mendapatkan konsumen, mereka juga bersaing untuk mendapatkan teknologi terbaru untuk memberikan kapasitas produksi yang lebih besar, kualitas yang lebih baik, dan mempermudah kinerja karyawannya.

(8)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

8

tidak ada. Melihat hal ini, tentu membuat

konsumen menjadi sensitif terhadap harga. Untuk itu, rencana pemecahan masalah yaitu dengan memberikan suatu strategi khusus yang sesuai dengan keadaan perusahaan agar perusahaan dapat terus bersaing dengan banyaknya pemain dalam industri ini.

Manajemen adalah pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya organisasi. Dari definisi manajemen tersebut, maka terdapat empat macam fungsi manajemen yang dapat dimiliki oleh suatu perusahaan, yaitu: fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pengarahan (actuating), dan fungsi pengendalian (controlling).[13]

2.5.

Analisis Kondisi Internal dan

Eksternal Bisnis Percetakan

Kondisi internal di dalam perusahaan tentu saja untuk melalui proses mencetak yang telah disebutkan sebelumnya harus mempertimbangkan berbagai aspek karena jasa (services) merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, begitu juga yang terjadi dengan perusahaan percetakan. Kondisi ini selalu memperhatikan berbagai isu-isu strategik pemasaran jasa yang terdiri dari penentuan segmen pasar/sasaran, konsep jasa, strategis operasi, dan sistem penyajian jasa. Keempat elemen visi strategis ini sudah seharusnya dijalankan secara integratif bersama tiga elemen-elemen berikut, yakni posisi

(positioning), peningkatan nilai atau

penekanan ongkos, dan integrasi strategi/jasa.[14]

Kotler (1997:476) merumuskan, jasa sebagai

“Setiap tindakan atau unjuk kerja yang

ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk

fisik”.[15]

Pengertian di atas telah merujuk kepada bagaimana perusahaan percetakan kecil yang hanya menangani jasa cetak saja, hanya menyediakan mesin-mesin cetak dan operator cetaknya tanpa adanya proses sebelumnya, misalnya proses pra cetak, desain, atau persediaan barang cetaknya.

[15][16] Karena biasanya percetakan semacam

ini mengerjakan cetak-mencetak namun bahan telah disediakan oleh konsumen, konsumen telah memesan sebelumnya pada perusahaan lain, bahan kertas ataupun proses desain pada plat cetak yang telah siap naik cetak, dan masalahnya adalah pendapatan dari ini tidak setara dengan jumlah cetakan yang sedikit, yang mengakibatkan pemborosan cat, kemudian bisa adanya kegagalan cetak, permasalahan waktu yang sering diabaikan konsumen (selalu ingin beres cepat), dan lain sebagainya.

Berbeda masalahnya dengan percetakan yang sudah menengah, dari mulai proses awal desain, bahan plat atau kertas sampai tahapan akhir cetak juga finishing dilakukan di tempat yang sama, maka percetakan ini bisa mendapatkan keuntungan dari berbagai proses yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya di atas.

Hasil survey yang dipublikasikan sebuah jurnal menunjukkan, hingga tahun 2014 Asia masih menguasai kurang lebih 40% Pasar Industri Percetakan Dunia. Diperkirakan angka ini akan meningkat menjadi 45% pada tahun 2016. Hal ini tidak terlepas dari krisis keuangan global yang berdampak besar pada kolapsnya industri percetakan di Amerika Serikat dan Eropa, sehingga kegiatan industri ini akan bergeser ke Asia. Hingga tahun 2014, pasar industri dunia mencapai US $900 miliar. Pada 2016, persentase itu diperkirakan akan meningkat sebesar 10%.[17]

Industri percetakan di Indonesia bahkan saat ini lebih kompetitif dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1990-an hingga awal 2000-an. Percetakan skala kecil saja tahun 2014 di Jakarta sudah mencapai 9.000 unit. Dari total seluruh industri jasa percetakan di tanah air mencapai sekitar 77% yang lebih besar terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dan pada 2016 pasar percetakan atau industri grafika Indonesia diperkirakan akan tumbuh hingga 45%.[17]

(9)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

9

dari tingginya konsumsi kertas dan

peningkatan kapasitas industri pulp nasional. Pada tahun 2014, konsumsi kertas mengalami kenaikan sebesar 17% jika dibanding tahun sebelumnya, yakni dari12 jutaton menjadi 14 juta ton.[18]

3.

HASIL DAN DISKUSI

Analisis pada percetakan jasa di daerah, terutama pada perusahaan percetakan yang berada di kecamatan-kecaman di Jawa Barat, sangat memerlukan perhatian dari pemerintah bilamana usaha ini tidak ingi tutup atau bangkrut. Percetakan yang berada di daerah seperti ini masih bersifat usaha mikro, dengan hanya mempunyai beberapa mesin cetak kecil dan beberapa operator cetak, dimana target pasarnya hanya secara geografis saja, berada di sekitar kecamatan tersebut, serta yang menjadi target penggunanya hanya orang-orang biasa yang masih mempertimbangkan bahwa biaya ongkos cetak ke kota akan lebih mahal, maka seringkali memilih yang lebih dekat dan ekonomis.

Usaha percetakan pada daerah kecamatan seperti ini menurut para pemilik usaha tersebut masih bisa menghindari adanya gempuran politik pasar bebas MEA, karena lingkungan masyarakat yang masih kurang akan pengetahuan teknologi, sehingga memungkinkan untuk menjadi target pasar percetakan ini (Endang Mustopa).

Usaha percetakan pada kota-kota besar di Indonesia masih relatif aman, terutama yang telah menjalankan strategi pemasaran secara tepat. Ancaman yang akan ditimbulkan dengan era MEA relatif bisa diminimalisir bilamana para praktisi pada bidang industri grafika ini memiliki kesadaran mengenai pentingnya pelayanan yang paripurna kepada seluruh pelanggan.

3.1. Perkembangan Industri

Percetakan ASEAN di Masa

Datang

Zaman yang semakin canggih membuat

electronic books (e-books) atau buku

elektronik semakin populer di masyarakat. Hal tersebut membuat perusahaan percetakan dan penerbitan di Eropa dan Amerika Serikat, yang sebelumnya hanya membuat buku dalam bentuk cetak, mulai bersaing dalam pasar tersebut. Di Asia,

pasar e-books relatif masih sepi, dikarenakan perusahaan percetakan dan penerbitan besar di kawasan ini masih banyak berfokus dalam penjualan buku dalam bentuk cetak.[19]

Kondisi zaman saat ini dimana keberadaan

gadget yang semakin mudah didapat dengan

harga terjangkau, khususnya di Asia Tenggara, membuat harga e-books

diprediksi akan turun. Hal tersebut diperkirakan akan melecut pertumbuhan keberadaan dan penjualan e-books di kawasan Asia Tenggara.[19] Fenomena

maraknya e-books ini sudah seharusnya menjadi perhatian perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri grafika, karena pangsa pasarnya yang diprediksi akan semakin luas.

4.

KESIMPULAN

Dari berbagai pernyataan di atas, sudah dapat dilihat bagaimana perkembangan industri percetakan yang semakin kompetitif. Ini menunjukkan bahwa peluang bisnis di industri grafika atau percetakan masih sangat menggiurkan, bahkan diprediksi tidak akan pernah mati, sekalipun era MEA telah berlangsung. Pernyataan ini menggambarkan bahwa selama manusia masih melakukan kegiatan, maka peluang

order cetak akan selalu ada. Misalnya dari kegiatan bisnis dan usaha promosi, mereka tidak cuma cukup menggunakan media

online saja.

Bahkan beberapa praktisi industri percetakan berpendapat, bahwa meskipun penetrasi internet di negara Indonesia sudah sedemikian luas, tetapi geliat bisnis koran, buku, majalah, dan sebagainya masih sangat tinggi. Dengan kata lain, sedahsyat apapun kemajuan teknologi online, industri percetakan di tanah air tak akan mati.

Namun ini tetap saja sangat bergantung dari pengelolaannya, jikalau salah atau kurang tepat dalam melakukan operasional miss

management atau mungkin perusahaan tak

memiliki customer satisfaction yang brilian, strategi pemasaran yang tepat, serta tidak up to date pada teknologi dan informasi, maka sebuah kebangkrutan bisa saja akan menyambangi pengusaha pada bidang percetakan atau grafika.

(10)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

10

adalah kecepatan, efisiensi, dan ketepatan

waktu pengerjaan, serta kualitas produk yang dihasilkan. Untuk itu, praktisi usaha jasa atau bisnis percetakan ini dituntut untuk menanamkan investasi yang sungguh sangat besar, khususnya dalam pengadaan mesin cetak yang sesuai dengan harapan pelanggan. Maka, tidak mengherankan seluruh praktisi usaha di bidang ini sekarang berlomba-lomba memamerkan mesin-mesin andalan mereka yang dapat menghasilkan cetakan yang berkualitas dengan harga yang sangat kompetitif. Tapi, tak selamanya yang memiliki modal besar akan bertahan lama dalam industri ini.

5.

DAFTAR PUSTAKA

Tulisan ini telah memperoleh bahan kajian secara lengkap dari beberapa literatur utama di bawah ini, yakni:

[1]. Bagus., 2011, “Pengertian Asean”,

Menghadapi MEA 2015: Tingkatkan

Efisiensi Kerja”, tersedia pada

http://www.indonesiaprintmedia.com/p endapat.html,

diakses pada tanggal 13 Maret 2015 Pukul 09.30 WIB (GMT +7).

[5]. Dharmawijaya., 2011, “Tiga Karakter

Penentu Kwalitas Cetak Offset”,

Sekilas Industri Grafika”, tersedia pada

http://duniacetakgrafika.blogspot.com/ Percetakan di Dunia”, tersedia pada

https://fahmihabiby.wordpress.com/cat egory/sejarah-percetakan/,

diakses pada tanggal 13 Maret 2015 Pukul 10.00 WIB (GTM +7).

[7]. Life Like Water, 2012, “Ayo Mengenal

Lebih Dekat Sejarah Mesin Cetak”,

[8]. Paper Discovery Center, 2010, “Johann

Gutenberg”, tersedia pada

Republik Indonesia, 2008, “Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah

[11].Darisandi, Roby., 2014, “Pengembangan Koperasi & Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai Perwujudan Kedaulatan Ekonomi Indonesia”, tersedia pada

https://www.academia.edu/9802622/Pengemba ngan_Koperasi_dan_UMKM_sebagai_Perwuj udan_Kedaulatan_Ekonomi_Nasional,

diakses pada tanggal 2 Februari 2015 Pukul 14.10 WIB (GMT +7).

[12].Print Media Indonesia., 2014, “Dibalik Maraknya Perkembangan Teknologi

(11)

Seminar Nasional Strategi Indonesia Kreatif Universitas Widyatama Bandung 19 Maret 2015

11

[13].Wiranata, Buyung., Bambang Haryadi.,

2013, “Pengelolaan dan Pengembangan

Bisnis Percetakan Pada PT. Uital

Offset Printing”, tersedia pada

http://download.portalgaruda.org/articl e.php?article=193823&val=6509&title =PENGELOLAAN%20DAN%20PEN GEMBANGAN%20BISNIS%20PERC ETAKAN%20PADA%20PT.%20UBI TAL%20OFFSET%20PRINTING,

diakses pada tanggal 13 Maret 2015 Pukul 10.20 WIB (GMT +7).

[14].Arifin, Koko K., 2006, “Sangkil

Merintis Usaha Percetakan Sablon”,

Yrama Yudha, Bandung.

[15].Pollard, Michael., 1993, “Johann Gutenberg (Kisah tentang Penemuan Mesin Cetak dan Bagaimana Teknologi

Percetakan Menyebarluaskan

Pengetahuan Tanpa Batas)”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [16].Tetsu, Yura Hyde., 2011, “Rahasia

Bisnis Percetakan di Indonesia”, Billix Multimedia, Jakarta.

[17].Hidayat, Barkah., 2012, “Akankah Industri Percetakan Bakal Musnah?”, tersedia pada

https://penjilatbuku.wordpress.com/201 3/10/20/akankah-industri-percetakan-bakal-musnah/,

diakses pada tanggal 10 Februari 2015 Pukul 08.15 WIB (GMT +7).

[18].Kertamukti, Rama Ahmad., 2011,

“Perkembangan Teknologi Digital Printing”, tersedia pada

http://ramakerta.blogspot.com/2008/06/ perkembangan-teknologi-digital-printing.html,

diakses pada tanggal 8 Februari 2015 Pukul 19.40 WIB (GMT +7).

[19].Duke, Peter., 2012, “Developments in

Digital Publishing in ASEAN”, Asian

Publishing Network, tersedia pada

http://www.asianpublishing.net/index.p hp?developments-in-digital-publishing-in-asean#.VQgL3zGUfzE,

Gambar

Gambar 1. Logo ASEAN [2]
Gambar 4. Mesin Cetak Tahun 1811 [7]
Gambar 6. Computer to Plate (CTP) [9]
Tabel 1. Perkembangan UMKM 2008-2012 [11]

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dikemukakan meliputi data perbe- daan skor total tes pemahaman awal konsep genetika, data kelompok konsep genetika yang banyak tidak dapat dijawab

Keputusan Bapak Abdul Khodir untuk membuat grup tersendiri m Grup Kenthongan Dalan Laras adalah salah satu grup kesenian kenthongan yang ada di desa Kaesugihan,

Hasil ini relevan dengan penelitian Susilo (2013) bahwa siswa dengan kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi yang paling baik dari pada siswa yang mempunyai kemandirian

Berdasarkan surat edaran Bawaslu Republik Indonesia Nomor 0075/K.Bawaslu/HM.00/III/2020 tentang Pelayanan Informasi Pada Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota

. Komputer mmiliki kemampuan dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan dengan sangat cepat. Hal tersebut menyebabkan komputer sering dijadikan sarana untuk melakukan kegiatan

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai MSE yang terkecil adalah model GSTAR(1;3) dengan menggunakan matriks bobot biner sehingga model yang terbaik untuk data set 3

Kecelakaan pesawat ulang-alik Challenger terjadi pada 28 Januari 1986 ketika pesawat ulang-alik Challenger pecah setelah 73 detik penerbangan, yang menyebabkan

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa di dalam meningkatkan produktivitas memerlukan sikap mental yang baik dari pegawai, disamping itu peningkatan produktivitas