• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah anggaran pendapatan dan belanja (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah anggaran pendapatan dan belanja (1)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah anggaran pendapatan

dan belanja negara (APBN)

D

I

S

U

S

U

N

OLEH

NAMA : INGGRIYANI

KELAS : XII. RAMIN

NIS/NISN : 2015050/0001230892

(2)

DAFTAR ISI

Cover

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah

C. Metode Penulisan

BAB II ANALISIS

A.

Pemangkasan Anggaran Pembelanjaan Negara Terhadap

Kementerian atau Lembaga

B.

Kedudukan Inpres Terhadap UU APBN-P Berdasarkan Asas

(Lex Superior Derogat Lex Inferior)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Pustaka

(3)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Presiden Joko Widodo meneken Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 tahun 2016 tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka pelaksanaan APBNP Tahun Anggaran 2016 pada 26 Agustus 2016.

Angka total penghematan atau pemotongan APBNP di 83 kementerian/lembaga sebanyak Rp 64,7 triliun. Kecuali empat lembaga negara tidak menjadi korban pemotongan anggaran yakni DPR, MPR, DPD dan Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Inpres itu melengkapi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 125/PMK.07/2016 tertanggal 16 Agustus 2016, yang berisi penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2016 di 169 daerah dengan total anggaran Rp19,4 triliun. Sejumlah kepala daerah terkejut dengan langkah pemerintah pusat dengan menunda penyaluran DAU ini. Pasalnya, pemerintah pusat tidak berkomunikasi terlebih dahulu ihwal penundaan tersebut. Pemotongan anggaran ini memiliki dua aspek sekaligus. Pertama penghematan atau pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah yang memiliki makna kontekstual di tengah situasi dan kondisi obyektif neraca APBN kita. Capaian target penerimaan negara yang jauh panggang dari api menjadi musabab langkah pemotongan tersebut dilakukan. Apalagi, dari sejumlah item obyek pemotongan dilakukan terhadap item belanja honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, langganan daya dan jasa, honorarium tim/kegiatan, biaya rapat, iklan dan lain sebagainya. Merujuk maksud, tujuan serta item yang dipotong, langkah tersebut secara substansial tepat dilakukan.

(4)

perundang-undangan yakni produk hukum yang lebih rendah tidak bisa mengeyampingkan produk hukum yang lebih tinggi (lex superior derogatlegi lex inferiori).

Di poin kedua inilah yang menjadi titik letak persoalan. Tindakan hukum presiden yang menerbitkan Inpres, secara praksis telah melakukan perubahan UU APBNP 2016. Padahal, secara konstitusional, kuasa legislasi berada di tangan DPR (Pasal 20 ayat (1) UUD 1945). Meskipun, dalam praktiknya, kuasa legislasi DPR tersebut tidak sepenuhnya juga mutlak di tangan DPR.

Bila merujuk Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, kekuasaan pengelolaan keuangan negara memang dimiliki sepenuhnya oleh presiden dalam kapasitasnya sebagai Kepala Pemerintahan. Secara substansi materi Inpres tersebut memang tepat, presiden dalam kapasitasnya sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara memberi arahan terhadap jajaran di pemerintahan untuk melakukan penghematan.

Sayangnya, kekuasaan pengelolaan keuangan negara itu tidaklah berdiri sendiri. Karena pada ketentuan berikutnya di Pasal 7 UU Keuangan Negara disebutkan kekuasaan pengelolaan keuangan negara yang dimiliki presiden dimaksudkan untuk mencapai tujuan bernegara.

Bagaimana tujuan negara itu agar tercapai? Di pasal 7 ayat (2) UU Keuangan Negara secara implisit disebutkan untuk mencapainya melalui penyusunan APBN di tingkat nasional dan APBD untuk tingkat daerah. Dengan kata lain, mekanisme penyusunan perundang-undangan melalui UU APBN menjadi satu-satunya cara untuk memastikan tujuan bernegara tersebut. Di konstitusi, ketentuan membahass UU APBN dilakukan secara bersama-sama Presiden dan DPR.

Penerbitan Inpres No. 8/2016 oleh Presiden Jokowi tertanggal 26 Agustus 2016 tentang penghematan anggaran ini sebenarnya juga pernah dilakukan oleh Presiden SBY melalui Inpres No 4/2014 tertanggal 19 Mei 2014 atau sebulan sebelum pengesahan APBN Perubahan tahun 2014.

(5)

Dalam Inpres No. 4 tahun 2014 yang diteken Presiden SBY saat itu, di diktum keempat disebutkan “Pelaksanaan pemotongan anggaran belanja dalam DIPA Kementerian/ Lembaga dilakukan setelah UU tentang APBN Perubahan Tahun Anggaran 2014 disahkan”.

Jelas di poin inilah perbedaan yang mencolok antara Inpres 4/2014 dan Inpres 8/2016. Di Inpres 8/2016 tidak terdapat diktum seperti yang tertuang dalam diktum keempat Inpres 4/2014. Di poin ini pula titik soalnya. Presiden Jokowi mengabaikan mekanisme perubahan UU yang harus dilakukan secara bersama-sama antara Presiden dan DPR.

Padahal, spirit konstitusi yang terkandung dari ketentuan pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah dalam penyusunan UU semata-mata sebagai upaya cheks and balances dalam pengelolaan negara yang merupakan ciri dari negara demokrasi. Di titik inilah, Presiden mengabaikan konstitusi dan spiritnya.

Secara normatif-prosedural, Inpres 8/2016 bermasalah. Kondisi ini harus diluruskan karena hal ini juga berpotensi menjadi persoalan hukum dan politik yang menggelinding secara bebas. Oleh karenanya, sebaiknya Istana legowo untuk menarik Inpres tersebut digantikan dengan pengusulan RUU APBNP 2016 tahap kedua, yang khusus memuat tentang proposal penghematan anggaran di 83 Kementerian/Lembaga (K/L) sebagaimana tertuang dalam Inpres 8/2016.

Upaya ini semata-mata untuk memastikan jalannya pemerintahan ini agar sesuai dengan rel konstitusi dan aturan perundang-undangan. Langkah ini juga untuk memastikan negara ini menganut prinsip demokrasi konstitusional.

Mekansime lainnya yang juga bisa ditempuh oleh warga negara terkait dengan Inpres 8/2016 ini dengan melakukan judicial review Inpres tersebut ke Mahkamah Agung (MA) untuk menguji apakah inpres tersebut melanggar UU atau tidak.

(6)

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasar pemaparan dari latar belakang diatas mengenai APBN-P 2016 dan terbitnya inpres nomor 8 tahun 2016 yang bertujuan merubah uu apbn-p.dalam inpres tersebut menjelaskan adanya pemotongan anggara pembelajaan negara khususnya terhadap kementrian/lembaga.Maka penulis menemukan identifikasi sebagai berikut:

Kemenrian/Lembaga mana sajakah yang dimaksud dalam pemotongan anggaran yang dijelaskan dalam inpres tersebut?

Bagaimana kedudukan INPRES TERHADAP UNDANG-UNDANG APBN-P,berdasarkan asas (lex superior derogat lex infarior)?

C. METODE PENULISAN

(7)

BAB.II ANALISIS

A. PEMANGAKASAN ANGGARAN PEMBELAJAAN NEGARA

TERHADAP KEMENTRIAN/LEMBAGA

Melalui Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tertanggal 26 Agustus 2016, Presiden Joko Widodo menginstruksikan 85 Kementerian/Lembaga (K/L) untuk melakukan langkah-langkah penghematan dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2016.

Dalam lampiran Inpres tersebut tertuang besaran penghematan dari masing-masing K/L, dimana penghematan terendah menjadi beban Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebesar Rp 2,744 miliar, sementara penghematan tertinggi dibebankan kepada Kementerian Pertahanan sebesar Rp 7,933 triliun. Hanya 3 dari 87 K/L yang tidak memperoleh penghematan APBN-P 2016, yaitu MPR RI, DPR RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Secara rinci K/L yang terkena penghematan anggaran pada APBN-P 2016 itu adalah: 1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rp 200 miliar;

2. Mahkamah Agung (MA) Rp 192,536 miliar; 3. Kejaksaan Agung Rp 18,032 miliar;

4. Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Rp 320,994 miliar; 5. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Rp 789,799 miliar; 6. Kementerian Luar Negeri Rp 700,811 miliar;

7. Kementerian Pertahanan Rp 7,933 triliun;

8. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Rp 550,908 miliar; 9. Kementerian Keuangan Rp 3,527 triliun;

10. Kementerian Pertanian Rp 5,938 triliun. 11. Kementerian Perindustrian Rp 854,778 miliar; 12. Kementerian ESDM Rp 3,916 triliun;

(8)

14. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 3,916 triliun; 15. Kementerian Kesehatan Rp 5,552 triliun;

16. Kementerian Agama Rp 1,405 triliun;

17. Kementerian Ketenagakerjaan Rp 488,070 miliar; 18. Kementerian Sosial;

19. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rp 871,727 miliar; 20. Kementerian Kelautan dan Perikanan Rp 3,059 triliun.

21, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rp 6,980 triliun; 22. Kemenko Polhukam Rp 27,495 miliar;

23. Kemenko Perekonomian Rp 49,999 miliar;

24; Kemenko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Rp 114,608 miliar; 25. Kementerian Pariwisata Rp 800 miliar;

26. Kementerian BUMN Rp 59,100 miliar; 27. Kemenristek dan Dikti Rp 1,358 triliun; 28. Kemenkop dan UKM Rp 47,235 miliar; 29. Kementerian PAN RB Rp 6,366 miliar;

30. Badan Intelijen Negara (BIN) Rp 228,495 miliar. 31. Lembaga Sandi Negara Rp 228,495 miliar; 32. Dewan Ketahanan Nasional Rp 14,117 miliar; 33. Badan Pusat Statistik Rp 14,117 miliar;

34. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Rp 224,266 miliar; 35. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Rp 311,015 miliar;

36. Perpustakaan Nasional RI Rp 184,570 miliar;

37. Kementerian Komunikasi dan Informatika Rp 193,315 miliar; 38. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Rp 2,959 triliun; 39. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rp 136,897 miliar; 40. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Rp 105,135 miliar. 41. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rp 17,500 miliar; 42. Badan Narkotika Nasional (BNN) Rp 459,400 miliar;

43. Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Rp 2,082 triliun;

(9)

45. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Rp 3,803 miliar; 46. Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Rp 31,056 miliar; 47. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rp 19,171 miliar;

48. Mahkamah Konstitusi (MK) Rp 10,849 miliar; 49. PPATK Rp 2,774 miliar;

50. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rp 17,674 miliar. 51. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Rp 11,503 miliar;

52. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi(BPPT) Rp 20,832 miliar; 53. Lemb aga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) R[ 38,292 miliar; 54. Badan Informasi Geospasial (BIG) Rp 16,884 miliar;

55. Badan Standardisasi Nasional (BSN) Rp 3,363 miliar; 56. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Rp 6,510 miliar; 57. Lembaga Administrasi Negara (LAN) Rp 4,137 miliar; 58. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Rp 12,673 miliar; 59. Badan Kepegawaian Negara (BKN) Rp 10,969 miliar;

60. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Rp 50 miliar. 61. Kementerian Perdagangan Rp 727,235 miliar;

62. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Rp 346,413 miliar; 63. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rp 13,001 miliar;

64. Komisi Yudisial Rp 3,873 miliar;

65. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rp 551,078 miliar;

66.Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Rp 52,537 miliar;

67. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Rp 20,197 miliar;

68. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Rp 39,063 miliar; 69. Badan SAR Nasional (Basarnas) Rp 55,973 miliar;

70. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Rp 20,997 miliar.

71. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu Rp 101,649 miliar; 72. Ombudsman Republik Indonesia Rp 9,012 miliar;

(10)

74. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Rp 49,613 miliar;

75. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rp 52,725 miliar; 76. Sekretariat Kabinet Rp 6,816 miliar;

77. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rp 19,891 miliar;

78. Lembaga Penyiaran Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Rp 76,911 miliar;

79. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) Rp 75,911 miliar; 80. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Rp 70,849 miliar.

(11)

B. KEDUKAN INPRES TERHADAP UU APBN-P BERDAASARKAAN ASAS (LEX SUPERIOR DEROGAT LEX INFERIOR)

Menurut Sudikno Mertokusumo Bahwa di dalam sistem perundang-undangandikenal dengan adanya hierarchie (kewerdaan atau urutan) Adanya peraturan perundang-undangan yang mempunyai tinggaktan yang tinggi,ada yang mempunyai tingkatan yang lebih rendah (UUD, UU, PP; Grondwet,Wet,A.M.V.B.,Ordonnantie,Regeringsverordening,Osamu Seiri,Os amu Kkirei,Syuurei,Koorei). Perudang-undangan suatu negara merupakan suatu atau konflik didalamnya. Peraturan perundang-undanganyang tingkatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi yang mengatur hal yang sama.Kalau sampai terjadi konflik,peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah:Peraturan perundang uandngyang lebih tinggilah yang akan didahulukan.Ini merupakan asas yang dikenal dengan adagium yang berbunyilex superior derogat legi inferiori[3].

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 100 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratur an Perundang-Undangan, keputusan presiden (Keppres) yang sifatnya mengatur harus dimaknai sebagai peraturan. Ini berarti bahwa keputusan presiden yang sifatnya mengatur dipersamakan dengan peraturan presiden (Perpres), yang mana peraturan presiden itu sendiri masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

(12)

Peraturan presiden (dulu keputusan presiden)merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen yang berbunyi sebagai berikut:

“Presiden Republik Indonesia memegan kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”

Sebagai pemegan kekuasaan pemerintahan tertinggi di Negara Republik Indonesia,Presiden adalah pemegan kekuasaan eksekutif dan sekaligus pegang kekuasaan legislative (bersama Dewan Perwakilan Rakyat).Hal ini bisa disimpulkan berdasarkan pendapat dari Jellinek yang mengatakan bahwa pemerintahan dalam arti formal mengandung kekuasaan mengatur(Verordnungsgewalt) dan kekuqasaan memutus(Entscheidungsgewalt),sedangkan pemerintah dalam arti materil mengandung unsur melaksanakan (das elementder regierung und das dervollziehung)

Dengan adanya kekuasaan pemerintahan tersebut,Presiden mempunyai kekuasan untuk mengatur segala sesuatu di Ngara Republik Indonesia.

Suatu keputusan presiden dapat merupakan peraturan secara langsung berdasarkan atribusi dari pasal 4 ayat (1) UUD 1945,keputusan presiden juga disebut keputusan yang mandiri.keputusan yang mandiri ini merupakan hak dari presiden selaku pemegan kekuasan tertinggi dalam pemerintahan.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 100 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratur an Perundang-Undangan, keputusan presiden (Keppres) yang sifatnya mengatur harus dimaknai sebagai peraturan. Ini berarti bahwa keputusan presiden yang sifatnya mengatur dipersamakan dengan peraturan presiden (Perpres), yang mana peraturan presiden itu sendiri masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, kita dapat melihat bahwa keputusan presiden ada yang bersifat mengatur dan ada yang bersifat selain mengatur (bersifat menetapkan sesuatu). Untuk penjelasan lebih lengkapnya simak di dalam artikel Perbedaan antara Keputusan Presiden dengan Peraturan Presiden.

(13)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Presiden dengan menerbitkan Inpres yang isinya secara konkret mengubah struktur anggaran belanja negara. Setidaknya sebanyak Rp64,7 triliun mengurangi struktur anggaran yang tertuang di UU APBN Perubahan 2016. Secara legal-prosedural, tindakan hukum presiden ini menjadi persoalan serius dalam hukum kenegaraan kita. Dengan kata lain, produk hukum Inpres mengubah produk hukum di atasnya yakni UU APBNP 2016 Inpres itu melengkapi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 125/PMK.07/2016 tertanggal 16 Agustus 2016, yang berisi penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2016 di 169 daerah dengan total anggaran Rp19,4 triliun. Sejumlah kepala daerah terkejut dengan langkah pemerintah pusat dengan menunda penyaluran DAU ini. Pasalnya, pemerintah pusat tidak berkomunikasi terlebih dahulu ihwal penundaan tersebut.

Pemotongan anggaran ini memiliki dua aspek sekaligus. Pertama penghematan atau pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah yang memiliki makna kontekstual di tengah situasi dan kondisi obyektif neraca APBN kita. Capaian target penerimaan negara yang jauh panggang dari api menjadi musabab langkah pemotongan tersebut dilakukan. Apalagi, dari sejumlah item obyek pemotongan dilakukan terhadap item belanja honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, langganan daya dan jasa, honorarium tim/kegiatan, biaya rapat, iklan dan lain sebagainya. Merujuk maksud, tujuan serta item yang dipotong, langkah tersebut secara substansial tepat dilakukan.

(14)

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, kita dapat melihat bahwa keputusan presiden ada yang bersifat mengatur dan ada yang bersifat selain mengatur (bersifat menetapkan sesuatu).

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 100 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratur an Perundang-Undangan, keputusan presiden (Keppres) yang sifatnya mengatur harus dimaknai sebagai peraturan. Ini berarti bahwa keputusan presiden yang sifatnya mengatur dipersamakan dengan peraturan presiden (Perpres), yang mana peraturan presiden itu sendiri masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, kita dapat melihat bahwa keputusan presiden ada yang bersifat mengatur dan ada yang bersifat selain mengatur (bersifat menetapkan sesuatu).

B. SARAN

Dalam penetap inpres nomor 8 tahun 2016 seharus presiden bersama kementian atau bersama lembaga Negara yang mempunyai wewenag dalam hal-hal yang berkaitan dengan inpres tersebut,duduk bersama untuk mencari jalan keluar.

(15)

Daftar Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta nikmat yang tiada terkira kepada hamba-Nya,

Dalam melakukan kegiatan administratif akademik, BAAK sudah didukung oleh sistem informasi akademik online, namun seiring dengan perkembangan IBI Darmajaya, jumlah

[r]

Berdasarkan jumlah responden sebanyak 348 KK warga permukiman kumuh ilegal di Surabaya Pusat setelah dilakukan analisisnya menggunakan Skala Likert dengan skor yang telah

Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan

Beberapa diataranya cukup baik untuk dipelajari misalnya, mineralisasi timah, logam langka dan logam dasar pada batuan granit di Sososrtolong dan Way Pubian, mineralisasi emas

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek antiplatelet pada madu dan propolis serta mengetahui perbandingan efektivitas antara aspirin dengan madu dan