P E L A N G I
1. Latar Belakang
Apakah Anda pernah menyadari bahwa pelangi merupakan fenomena alam yang terjadi dengan proses fisika yang sangat menarik untuk dipelajari. Maka, di sini akan di jelaskan bagaimana paoses terjadinya pelangi itu. Pelangi merupakan suatu busur spektrum besar yang terjadi karena pembiasan cahaya matahari oleh butir-butir air. Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi berupa cahaya beraneka warna saling sejajar yang tampak di langit atau medium lainnya. Di langit, pelangi tampak sebagai busur cahaya dengan ujungnya mengarah pada horizon pada suatu saat hujan ringan. Pelangi juga dapat dilihat di sekitar air terjun yang deras, biasanya fenomena ini terjadi ketika udara sangat panas tetapi hujan turun rintik-rintik. Kita dapat melihat jelas fenomena ini, jika kita berdiri membelakangi cahaya matahari.
Pelangi dapat pula terbentuk karena udara berkabut atau berembun. Dalam ilmu fisika, pelangi dapat dijelaskan sebagai sebuah peristiwa pembiasan alam. Pembiasan merupakan proses diuraikannya satu warna tertentu menjadi beberapa warna lainnya (disebut juga spektrum warna), melalui suatu media/ medium tertentu pula.
Pada pelangi, proses berurainya warna terjadi ketika cahaya matahari yang berwarna putih terurai menjadi spektrum warna melalui media air hujan. Adapun spektrum warna yang terjadi terdiri atas warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Fenomena pelangi dapat pula terjadi di sekitar air terjun. Percikan air di sekitar air terjun menjadi media untuk menguraikan warna dari cahaya matahari yang bersinar.
2. Rumusan Masalah
3. Proses Terjadinya Pelangi
Pada pembahasan proses terjadinya pelangi ditinjau dari materi fisika yaitu optik atau cahaya. Beberapa konsep fisika yang berhubungan dengan proses terjadinya pelangi antara lain pembiasan, pemantulan, dispersi cahaya dan spektrum gelombang elektromagnetik yang diwujudkan berupa warna cahaya pada pelangi.
Syarat-syarat terjadinya pembiasan cahaya ialah cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya dan cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas.
A. Indeks Bias Cahaya
Pembiasan cahaya dapat terjadi karena terdapat perbedaan laju cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat.
Menurut Christian Huygens (1629-1695):
“Perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat dinamakan indeks bias.”
B. Pembiasan Cahaya Pada Prisma
Bahan bening yang dibatas oleh dua bidang permukaan yang bersudut disebut prisma. Tetesan air hujan merupakan salah satu benda yang dihasilkan oleh alam, namun memiliki sifat seperti prisma. Maksudnya jika sebuah cahaya menembus tetesan air, maka cahaya tersebut akan dibiaskan.
1. Pemantulan Cahaya
cahaya mengenai permukaan yang tidak rata, seperti kertas atau batu. Pemantulan sinar adalah peristiwa terjadinya perubahan arah rambat cahaya ke sisi yang berbeda. Hal yang menarik dan harus dicatat bahwa pembiasan dan pemantulan merupakan manifestasi dari satu hukum yang disebut Fermat's Principle, yang menyatakan cahaya mencapai yang sampai ke mata telah diteruskan jauh dari sumbernya. Grafik sinar pada peristiwa pemantulan dan pembiasan dapat ditunjukkan pada gambar 3.
2. Dispersi Cahaya
Dispersi cahaya merupakan gejala penyebaran gelombang ketika menjalar melalui celah sempit atau tepi tajam suatu benda. Seberkas cahaya polikromatik jika melalui prisma akan mengalami proses penguraian warna cahaya menjadi warna-warna monokromatik. Dispersi cahaya terjadi jika ukuran celah lebih kecil dari panjang gelombang yang melaluinya.
xcx Sumber Cahaya N
xcx
Sudut datang Sudut pantul
Gambar 3.Pemantulan Sempurna
Gambar 2. Dispersi cahaya pada prisma
Seberkas cahaya polikromatik diarahkan ke prisma. Cahaya tersebut kemudian terurai menjadi cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Tiap-tiap cahaya mempunyai sudut deviasi yang berbeda. Selisih antara sudut deviasi untuk cahaya ungu dan merah disebut sudut dispersi. Besar sudut dispersi dapat dituliskan sebagai berikut:
Φ = δu - δm = (nu – nm)β ...2. Keterangan:
Φ = sudut dispersi
nu = indeks bias sinar ungu
nm = indeks bias sinar merah
δu = deviasi sinar ungu
δm=deviasi sinar merah 3. Hukum Snellius
Pada sekitar tahun 1621, ilmuan Belanda bernama Willebrord Snell melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang dengan sudut bias.
a. Hukum Snellius terhadap Pemantulan Cahaya
1. Sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datar
2. Sudut datang sama dengan sudut pantul
b. Hukum Snellius terhadap Pembiasan Cahaya
Sumber Cahaya sudut bias berdasarkan Hukum Snellius:
sin(α)=ksin(β)
Akan dibuktikan bahwa jarak terpendek antara matahari dan pengamat pada saat berlaku sin(α)=ksin(β)
Bukti: Misalkan
α : sudut datang
β : sudut bias
Medium A : medium yang kerapatannya renggang, misalkan udara.
Medium B : medium yang kerapatannya lebih rapat dari medium A, misalkan air.
V1 : kecepatan cahaya dalam medium A
V2 : kecepatan cahaya dalam medium B
D1 : jarak yang ditempuh saat cahaya berada di medium A
D2 : jarak yang ditempuh saat cahaya berada di medium B
Perhatikan gambar, berikut.
Dari gambar diperoleh:
Karena cahaya matahari memiliki kecepatan yang berbeda saat berada di medium yang berbeda, maka jarak terpendek antara matahari dan pengamat dapat dinyatakan sebagai:
D1
V1
+D2
V2
Untuk mendapatkan sudut deviasi yang minimum pada sinar datang, maka kita konstruksikan
¿ x
√
b2+x2Subtitusikan nilai D1
'
dan D2
' pada persamaan (5), sehingga
diperoleh:
Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh:
d−x
√
a2+(d−x)2=sinα , dan ditulis sebagaix−d
√
a2+(d−x)2=−sinα(7)Dari persamaan (3) dan (4), diperoleh:
x
√
b2+x2=sinβ(8)Subtitusikan persamaan (7) dan (8) ke persamaan (6), diperoleh:
Warna
terlihat, disebut invisible light. Alat paling sederhana yang sering dipakai untuk menguraikan warna putih adalah prisma kaca. Sebuah prisma kaca menguraikan cahaya putih yang datang menjadi komponen-komponen cahayanya.
Difinisi pertama tentang pelangi oleh Aristoteles. Pada masa hidupnya (384-322 tahun sebelum masehi) Aristoteles menyebutkan bahwa pelangi adalah refleksi cahaya matahari yang dipantulkan awan.Selanjutnya definisi pelangi dari Aristoteles disempurnakan oleh Alexander dari Aphrodisias. Pada tahun 200 masehi, dia menemukan perbedaan warna langit yang di dalam lengkung pelangi, dan di luar lengkung pelangi. Menurut dia, langit di dalam lengkung lebih gelap dibanding yang di luar lengkung. Wilayah langit yang gelap ini pun kemudian dinamai Lingkaran Gelap Alexander.
Pada masa yang berbeda pengertian pelangi menurut Roger Bacon pada tahun 1266 bahwa posisi pelangi berada di sudut 42 derajat. Selanjutnya Di tahun 1304 seorang pendeta dari Jerman, Theodore Freiberg meyakini bahwa setiap hujan di awan punya pelangi sendiri. Dia buktikan hipotesisnya ini dengan pantulan cahaya matahari saat terjadi pelangi di botol melingkar.
Ahli fisika Newton pada tahun 1666 mendifinisikan pelangi selanjutnya perbedaan warna pelangi terjadi karena perbedaan panjang gelombang cahaya matahari yang dipantulkan oleh awan. Dia juga berhasil menemukan ukuran ketebalan pelangi, yakni 2 derajat 15 menit.
Pelangi merupakan satu-satunya gelombang elektromagnetik yang dapat oleh lihat mata manusia. Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi sacara alamiah dalam atmosfir bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan.
Jika ada cahaya matahari yang bersinar setelah hujan berhenti, maka cahaya tersebut akan menembus tetesan air hujan di udara. Udara dan tetesan air hujan memiliki kerapatan yang berbeda, sehingga ketika cahaya matahari merambat dari udara ke tetesan air hujan akan mengalami pembelokkan arah rambat cahaya (pembiasan cahaya).
Gambar 6. Pembiasan Pelangi
Warna-warna monokromatik yang keluar dari tetesan air hujan mempunyai panjang gelombang yang berada dalam rentang 400 – 700 nm. Pada rentang 400 – 700 nm, gelombang cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia ialah gelombang yang mempunyai gradasi warna merah sampai ungu. Gradasi warna tersebut diasumsikan sebagai warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Susunan gradasi warna tersebut kita namakan sebagai pelangi. Ketika kita melihat warna-warna ini pada pelangi, kita akan melihatnya tersusun dengan dengan merah di paling atas dan warna ungu di paling bawah. Skema terjadinya pelangi dapat ditunjukkan pada gambar 7 danpembentukan pelangipertama secara keseluruhan dapat ditunjukkan pada gambar .
Saat kita melihat pelangi, daerah di bawah pelangi akan terlihat lebih terang jika dibandingkan dengan daerah lainnya di sekitar pelangi. Daerah yang terlihat lebih terang tersebut dinamakan daerah terang pelangi. Ada dua hal yang menyebabkan daerah terang pelangi terlihat lebih terang dibandingkan daerah lainnya, yaitu yang pertama adalah cahaya matahari yang masuk ke tetesan air hujan yang menimbulkan pelangi pertama mempunyai intensitas cahaya
Gambar 8. Proses Fisis Pelangi Pertama
matahari yang paling besar. Alasan kedua, pada proses pembentukan pelangi pertama, saat berada dalam tetesan air hujan, cahaya matahari hanya mengalami satu kali proses pemantulan cahaya, sehingga energi yang terserap oleh tetesan air hujan masih cukup banyak. Proses terjadinya pelangi melalui pembiasan, pemantulan dan dispersi cahaya secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar Ilustrasi Sudut Pelangi
Rumus Umum yang Digunakan: A. Hukum Pemantulan:
Sudut datang sama dengan sudut pantul.
B. Persamaan Snellius: sinα = k sin β
Berikut merupakan ilustrasi cahaya yang menembus tetesan air hujan mengalami dua kali proses pembiasan, satu kali pemantulan dan satu kali dispersi cahaya.
12 Keterangan:
α : sudut datang sinar matahari
β : sudut bias
T(α) : sudut deviasi
Keterangan : α = sudut datang β = sudut bias
Penguraian secara matematis dalam pembentukan pelangi pertama:
Perhatikan ∆ BCD
(α−β)+
(
180°−2β)
+γ=180°γ=180°−180°+2β−α+β
γ=3β−α
γ+θ=180° ( Sudut Berpelurus ) (1) Subtitusikan nilai γ pada persamaan (1)
(3β−α)+θ=180°
θ=180°+α−3β
Perhatikan ∆ ADE
θ+ф+(α−β)=180°
Subitusikan nilai θ , maka didapat:
(
180°+α−3β
)
+ф+α−β=180°ф=180°−180°
−α+3β−α+β
ф=4β−2α
ф=4β−2α
T(α)=180°−4β+2α
ф+T(α)=180° ( Sudut Berpelurus ) (2)
Subtitusikan nilai ф pada persamaan (2)
(4β−2α)+T(α)=180°
Kedua ruas diturunkan terhadap α
cos(α)=kcos(β)dβ
Subtitusikan persamaan (4) ke persamaan (3), diperoleh:
dT
dα=2−4
(
cosα
kcosβ
)
Berdasarkan prinsip aproksimasi linear deret Taylor terhadap fungsi,
T(α)≈ T
(
α0)
+T'
(
α0) (
α−α0)
Karena (α - αo) nilainya kecil (mendekati nol), maka T’(αo) (α - αo) dapat diabaikan, sehingga T(α) ≈ T(αo).
0=dT
dα=2−
4 cos
(
α0)
kcos
(
β0)
(5)Dengan mensubtitusikan
Sehingga diperoleh rumus untuk sudut datang dan sudut bias
A. Sudut pelangi untuk warna merah
Diketahui indeks bias untuk warna merah (k)=1, 33141 . Substitusikan nilai k ke persamaan α0 dan β0
α0=sin−1
(
√
1 3(
4−k2
)
)
Sehingga didapat α0=59,50290393°
β0=sin−1
(
sinα0k
)
Sehingga didapat β0=40, 3289244
°
B. Sudut pelangi untuk warna jingga
Diketahui indeks bias untuk warna jingga (k)=1,33322 . Substitusikan nilai k ke persamaan α0dan β0
α0=sin−1
(
√
1 3(
4−k2
)
)
Sehingga didapat α0=59,39768806
°
Jadi, sudut pelangi untuk warna jingga adalah 42, 04612576°
C. Sudut pelangi untuk warna kuning
Diketahui indeks bias untuk warna kuning (k)=1,33462 . Substitusikan nilai k ke persamaan α0dan β0
α0=sin−1
(
√
1 3(
4−k2
)
)
Sehingga didapat α0=59,31635351°
T(α)=138, 1568892°
Jadi, sudut pelangi untuk warna kuning adalah 41, 84311078°
D. Sudut pelangi untuk warna hijau
Diketahui indeks bias untuk warna hijau (k)=1,33659 . Substitusikan nilai k ke persamaan α0dan β0
α0=sin−1
(
√
1 3(
4−k2
)
)
Sehingga didapat α0=59, 20197269°
β0=sin
Jadi, sudut pelangi untuk warna hijau adalah 41, 5589081°
E. Sudut pelangi untuk warna biru
Diketahui indeks bias untuk warna biru (k)=1,34055 . Substitusikan nilai k ke persamaan α0 dan β0
α0=sin−1
(
√
1 3(
4−k2
)
)
Sehingga didapat α0=58, 97228442
β0=sin
Jadi, sudut pelangi untuk warna biru adalah 40, 99275588°
F. Sudut pelangi untuk warna nila
Diketahui indeks bias untuk warna nila (k)=1,34235 . Substitusikan nilai k ke persamaan α0dan β0
Sehingga didapat β0=39, 61840454
°
Jadi, sudut pelangi untuk warna nila adalah 40, 7376577°
Diketahui indeks bias untuk warna ungu (k)=1,34451 . Substitusikan nilai k ke persamaan berikut
α0=sin−1
(
√
1 3(
4−k2
)
)
Sehingga didapat α0=58,74289375°
β0=sin−1
(
sinα0k
)
Sehingga didapat β0=39, 4797895
°
Perhatikan,
T(α)=180°+2α−4β
Dengan mensubstitusikan α0 dan β0 diperoleh :
T(α)=139, 5666295° Karena
ф=180°−T(α)
Maka:
ф=180°−139,5666295°=40, 4333705°
Jadi, sudut pelangi untuk warna ungu adalah 40, 4333705°
Sudut pelangi dari masing-masing warna tersebut disajikan dalam tabel 2.
5. Bentuk Pelangi
Sebenarnya, bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran, atau bagian dari lingkaran, itu terjadi karena
Gambar Ilustrasi Bentuk Pelangi Garis Horizontal Bumi
pelangi terpotong oleh horison bumi, atau objek lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit.
Pelangi terjadi akibat pembiasan cahaya pada sudut 40°−42° . Karena sudut pembiasan tetap, maka letak terjadinya warna pelangi selalu tetap dari pusat cahaya, sehingga jari-jarinya juga tetap, kalau jari-jari nya tetap konstan dari satu pusat atau titik, kita akan mendapatkan lingkaran. Kalau lingkarannya kita potong, kita selalu dapat bagian lingkaran yang melengkung.
Untuk dapat melihat pelangi, kita harus mempunyai sudut deviasi sebesar 138° , ini menyebabkan kita akan mempunyai sudut pelangi sebesar 42° . Sudut pelangi merupakan sudut yang terbentuk antara axis dan titik puncak pelangi. Axis merupakan garis yang menghubungkan matahari dan pengamat.
Gambar Sifat Konvergen Mata Manusia
Saat memandang sebuah objek, mata manusia bersifat konvergen atau menyebar. Pandangan mata kita saat melihat sebuah objek dapat diilustrasikan sebagai sebuah kerucut yang memiliki titik puncak pada mata kita, seperti tampak pada gambar. Kemiringan kerucut yang terbentuk dipengaruhi oleh posisi matahari. Sebagian alas kerucut tidak dapat kita lihat karena berada di bawah garis horizontal bumi, sedangkan sebagian lainnya terlihat sebagai busur atau biasa kita sebut sebagai pelangi. Selain itu,bila dilihat dari gambar dibawah ini,grafik tersebut menunjukkan bahwa setiap sudut dari pembiasan dan pemantulansinar memiliki frekuensi berbeda terhadapwarna dan panjangnya, sehingga membentuk kurva.
Sedangkan, posisi relatif pelangi terhadap pengamat dan matahari dapat juga dijelaskan. Posisi matahari pengamat dan pelangi akan selalu dalam satu axis, di mana matahari akan selalu berada di belakang pengamat. Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan garis horizontal bumi.