• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat Film tentang logika Derrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Filsafat Film tentang logika Derrida"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

DERRIDA FILMIK

(Menonton Derrida dalam Layar Filsafat Film)

Oleh:

(2)

FILSAFAT FILM

Ada perdebatan tentang teori film dan filsafat film

Keterarahan film menjadi bukan lagi sekedar

teori, karena tiap aktivitas teoritis (film), bila

semakin tinggi dan abstrak, dengan sendirinya

menjadi filosofis (menjadi fils.film)

Fils. Film yang dimaksud di sini: “interaksi timbal

balik antara filsafat dan fenomena film:

bagaimana film merangsang pemikiran-pemikiran

di bidang filsafat, dan sebaliknya, bagaimana

(3)

FILSAFAT FILM DALAM

TATAPAN PARA FILSUF

1.

Henri Bergson

2.

Gilles Deleuze

3.

Jean-Luc Nancy

4.

Jacques Rancière

5.

Giorgio Agamben

6.

Alain Badiou

7.

Slavoj Žižek

8.

Jacques Derrida

Gagasan tentang Filsafat Film dari ke-7 Filsuf ini, saya mengelaborasi dari tulisan Bambang Sugiarto berjudul Film dan

Hakikatnya dari buku “Untuk Apa Seni?”

(2003) diedit Bambang Sugiarto, terbitan Pustaka Matahari: Bandung, hlm. 328-340

Gagasan filsafat film Derrida, saya temukan dalam Film Derrida dan tulisan Louise Burchill dengan judul Jacques Derrida serta tulisan Rusdiarti, Suma Riella. 2007. “Wajah Dekonstruksi atau

(4)

Henri Bergson (1859-1941)

 Pengajar di Collége de France

(bid.kultural)

 Film berkait erat dengan evolusi, gerak &

waktu

 Evolusi, bagi Bergson adalah gerak

kreatif dari dalam (inner becoming of things)

 Film dibentuk melalui proses asosiasi

dan adisi

 Semesta materi: kumpulan imaji

(aggregate of images)

 Film mencerminkan sinematografi dalam

diri manusia

(5)

Gilles Deleuze (1925-1995)

 Deleuze: seorang “Bergsonian” dalam

locus filsafat film

 Pemikiran pokok tentang Film ada dalam

2 buku: Cinema 1 dan Cinema 2

 Setiap materi: imaji, kesadaran, & gerak.  Cermin memandang kita (berbeda

dengan Lacan, cermin “seolah-olah” memandang kita A-A1 )

 Sinema bukanlah representasi (imitasi

realitas), melainkan realitas itu sendiri (presentasi)

 Gerakan-gerakan dalam sinema itu real

(6)

Jean-Luc Nancy (1940- )

 Sinema adalah jawaban atas

persoalan mendasar: filsafat itu sebenarnya harus dipahami

sebagai apa?

 Bagi Nancy, filsafat pada

dasarnya “sinematik”, oleh sebab ia memahami filsafat dari sisi

imaji & problem presentasi

 Sinema metafisik: dengan

mengalami sinema, khususnya sinema-evidensi, manusia

(penonton) memahami hakikat Ada (Being)

(7)

Jacques Rancière (1940- )

Rancière menulis film dalam rangka

merumuskan pandangan khasnya tentang estetika

 Bukunya tentang sinema: Film Fables  Sinema & dunia cerita adalah bagai

kebenaran dan kebohongan

 Sinema: permainan imaji; permainan

oposisi antara bentuk & materi, subjek & objek, kesadaran & ketaksadaran; antara pasivitas mata kamera &

kemampuan menangkap aneka gerakan tanpa batas, yang membentuk drama dengan intensitas tanpa tanding

 Daya tarik film terletak pada proses

negoisasi dialektis (tanpa akhir) yang sifatnya bermain atau yang

diistilahkannya sebagai a uto-ludic-process

(8)

Giorgio Agamben (1942- )

Giorgio Agamben adalah filsuf Italia

dalam bidang politik dan seni

 Perenungan di bidang sinema tertuang

dalam esai: Notes on Gestures; Difference and Repetion: On Guy

Debord’s Film; The Six Most Beautiful Minutes in the History of Sinema.

 Kekuatan sinema: reformulasi

terus-menerus atas hakikat dan status imaji, reprentasi & simbol

 Agamben mempersoalkan antara imaji

& gestur.

 Unsur sinema, bagi Agamben: gestur

bukan imaji

 Sinema gestural mengembalikan kita

pada dunia makna yang sesungguhnya (dimensi mesianik sekaligus dimensi etis & p0litik)

(9)

Alain Badiou (1937- )

 Filsuf dari Universitas Paris VIII

 Kebenaran adalah jamak dan tampil

dalam event dengan berkomitmen pada

fidelity

 Ada 4 field of truth: politik, sains, cinta

dan seni

 Sinema terletak pada seni.

 Badiou mengistilahkan ada dua: seni

yang cenderung tidak murni & seni murni

 Sinema baru: menampilkan kebenaran

(seni) murni bila melakukan visitasi

atau kritik imanen

 Sinema baru yang murni perlu

dbersihkan dari privileged operator

(dunia tontonan)

 “Kebenaran” sinematik: idea tentang

sinema itu sendiri yang dimurnikan dari genre pasar, logika representasional

kapitalis, & segala anggapan baku tentang sinema

(10)

Slavoj Žižek (1949- )

 Filsuf Slovenia yang terpengaruh pandangan

Lacan dan Marx

 Subjek adalah § (subjek yag dicoret, artinya

subjek yang terbelah karena ada void dan

lack)

 Langgam pemikiran Žižek tentang film

berpola oxymoron (dialektika non Hegelian) seperti dalam film The Paralax View (1974) karya Allan J. Pakula

 Inti kajian film ala Žižek tersirat dalam film

tentang dia sendiri yang dibuat Sophie Fiennes, “The Pervert’s Guide to

Cinema” (2006). Kata kunci: pervert

(perversi): penyimpangan

 Perversi dalam arti Lacanian, yaitu yang

menyimpang dalam film adalah saat kita menonton film, subjek mengidentifikasi tatapannya dengan tatapan pihak lain; suatu momen pergeseran posisi subjektif dalam permainan antar tatapan (gazes) yang diartikulasikan dalam teks sinematik

(11)

Jacques Derrida dan

Filsafat Film

Sekarang kita menukik pada filsafat

film menurut Derrida dalam Film

Derrida

(2002) karya Kirby Dick &

Amy Ziering Kofman

Ada dua (2) poin bahasan:

1.

Isi Film

(12)

FILM DERRIDA

Jacques Derrida: keturunan Yahudi yang lahir di

El-Biar (Aljazair) pada 15 Juli 1930.

Derrida belajar di ENS (École Normal Supériure)

Judul tesis doktoralnya: “The Time of a Thesis:

Punctuations”

Derrida adalah “nihilis dan obskur” (mengaburkan

pemahaman tentang

fiksi

dan

fakta

). Sebutan ini

berasal dari beberapa guru besar Universitas

Cambridge di tahun 1992 saat menolak

Honoris

Causa

pada Derrida)

(13)

Tentang Berpikir dan

Berfilsafat

“Berpikir” dan

“Berfilsafat”

(14)

Juktaposisi Derrida

Filsafat Film

dan

Juktaposisi

“Saya sedang

menonton

“[saya yang

menonton]”

yaitu tontonan

tentang “[saya

yang

(15)

KECURIGAAN DERRIDA PADA

LAYAR KAMERA

Kecurigaan Derrida bisa diamati dari

percakapannya dengan Amy Ziering Kofman

saat di hall New York University, South Africa,

and his family home berikut:

“I have nothing to say about love,” Derrida responds to his interviewer call to discuss the topic. “At least pose a question. I can’t examine ‘love’ just like that.” “Could you explain,” she responds, “why this topic has concerned philosophers for centuries?” A

(16)

FILM BIOGRAFIS

(KECURIGAAN)

“Derrida,” tulis Rusdiarti (2007: 47),

“menciptakan

difference

. Mengapa? Karena di

dalam biografi, Derrida mempertanyakan

masalah:

(1) otoritas penulis: “siapa penulis biografi?”

Kofman & Amy membuat film tentang Derrida, dgn cara Derrida, & untuk Derrida. Sedangkan Derrida menyatakan bahwa film itu sepenuhnya berada dalam kekuasaan Kofman & Amy.

(2) keutuhan teks

Film “Derrida” memilih utk tidak menampilkan sosok Derrida sebagai

sebuah teks yang utuh, jelas, & mudah teridentifikasi. Melalui film ini, Kirby & Dick mendekonstruksi wajah Derrida dalam beberapa potongan, lalu

menyusunnya kembali menjadi wajah Derrida yang sesuai dengan pemahaman mereka

(17)

FILSAFAT FILM DERRIDA

Menurut Rusdiarti (2007: 44-48), kajian film

menggunakan gagasan Derrida dalam berbagai

tingkatan, yaitu: (1) film adalah

l’ecriture

atau

tulisan; (2) film adalah teks; (3) dekonstruksi Derrida

digunakan sebagai sebuah semangat untuk menolak

pemusatan makna dan monopoli interpretasi

Film “Derrida”: sebuah biografi yang berciri

cinema

vérité

?

Derrida menjawab, “semuanya bohong. Saya

sebenarnya tidak seperti ini”

Film: rangkaian representasi-representasi yang tidak

(18)

FILSAFAT FILM DERRIDA

Louis Burchill (2009: 165) menuliskan bahwa

Derrida first declares he himself to be a

ghost

Pernyataan ini mirip dengan yang tertulis di

www.derridathemovie.com

, bahwa hingga

akhir tahun 70-an, Derrida mencitrakan

dirinya sebagai filsuf yang sulit dipahami, sulit

ditemui, dan termasuk kategori misterius.

Namun, Derrida berubah di tahun 80-an,

(19)

DERRIDA AND THE (SPECTRAL)

SCENE OF SINEMA

Sinema: “logic of spectrality”

Sinema hadir dalam visible-invisible yang

jejaknya menandai kehadiran dari

ketidakhadiran.

When filmed and aware of the images’

vocation to be reproduced in one’s absence,

one is haunted in advance by one’s future

death such that, even before magically

“re-appering” on the screen, one is already

(20)

PANCINGAN DISKUSI

Film, apakah bisa disebut sebagai

dekonstruksi imaji atau sebaliknya?

Mengapa kita perlu memelajari

filsafat film?

Bagaimana mengaktualkan filsafat

(21)

SUMBER BACAAN

Burchill, Louise. 2009. “Jacques Derrida” dalam buku “Film, Theory and Philosophy, The Key Thinkers”, edited by Felicity Colman. 2009. McGill-Queen’s University Press, Montreal & Kingston-Ithaca, page 164-178

Dahana, Radhar Panca. “Salam dari Derrida, Jacques”, Tempo, 18-24 Oktober 2004

Derrida, Jacques. 1967. Of Grammatology. Baltimore: John Hopkins University Press

Fayyadl, Muhammad. 2005. “Derrida. Yogyakarta: LKIS Rusdiarti, Suma Riella. 2007. “Wajah Dekonstruksi atau

Dekonstruksi Wajah?” dalam Basis No. 11-12, tahun ke-56 November-Desember

Sugiarto, Bambang. 2003. “Film dan Hakikatnya”, dari buku “Untuk Apa Seni?” (2003) diedit Bambang Sugiarto. Bandung: Pustaka Matahari, hlm. 328-340

Referensi

Dokumen terkait