BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nama Muhammadiyah,mengandung pengertian sebagai kelompok orang yang
berusaha mengidentifikasikan dirinya atau membangsakan dirinya sebagai pengikut,
penerus dan pelanjut perjuangan dakwah Rasul dalam mengembangkan tata
kehidupan masyarakat. Dengan demikian Muhammadiyah dimaksudkan sebagai
organisasi yang gerak perjuangannya ditujukan untuk mengembangkan suatu tata
kehidupan masyarakat sebagaimana dikehendaki Islam. Usaha-usaha dilakukan
berdasarkan yang telah dicontohkan Rasulullah Muhammad saw.1
Sebagai gerakan modernist Islam, Muhammadiyah mencoba memperkenalkan
pembaharuan pemikiran lewat ijtihat dan berupaya memerangi bid’ah, takhyul, dan
khufarat (perilaku menyimpang dari ajaran Al-Quran dan Hadist).2
1
Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan Dan Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1990. Hal 4-5
Gerakan
pembaharuan dalam Islam disebut juga Gerakan Modern atau gerakan reformasi.
Gerakan tersebut adalah gerakan yang dilakukan untuk menyesuaikan faham-faham
keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Dengan upaya pembaharuan itu para pemimpin
Islam berharap agar umat Islam dapat terbebas dari ketertinggalannya, bahkan dapat
mencapai kemajuan setaraf dengan bangsa-bangsa lain.
2
Gerakan pembaharuan seperti ini memang terjadi di sepanjang perjalanan
sejarah islam. Adapun pembagian perkembangan dalam sejarah Islam yaitu Periode
Klasik (650-1250 M), Periode Pertengahan (1250-1800 M) dan Periode Modern
(yang dimulai tahun 1800 M).3
Dari sekian banyak pembaharuan dalam ajaran Islam, gerakan Muhammadiyah
yang lahir di Indonesia adalah salah satu yang terbesar dilihat dari kenyataan
besarnya jumlah anggota gerakan ini, yang terbesar tidak saja di Indonesia tapi juga
menembus Singapura, Malaysia, Penang serta luasnya bidang pelayanan yang
digarap: sekolah, rumah sakit, poliklinik, rumah yatim dan lain-lain. Jadi pada
kesimpulannya bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan reformasi Islam yang
terkuat yang ada di kalangan Islam Asia Tenggara, bahkan mungkin di seluruh
dunia.
Dari periode – periode tersebut, ada beberapa contoh
dari pembaharuan dalam ajaran Islam yaitu : Mutaffarika di Turki, Wahabia di
Arabia, Muhammadiyah di Indonesia dan masih banyak lagi yang lainnya.
4
Pembaharuan Islam yang ditawarkan Muhammadiyah adalah Islam yang
sistematik, yaitu Islam yang ajarannya merupakan kesatuan dari akidah, akhlak,
ibadah, dan muamalah. Islam yang bercorak demikian itu adalah hasil dari
pemahaman agama yang berdasarkan pada Alquran dan Sunnah.5
Disini Muhammadiyah sendiri menyebut dirinya sebagai gerakan Islam dan
dakwah amar makruf nahi munkar, yang berakidah Islam dan bersumber pada
3
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka Harapan, 1995. hal 18
4
Weinata Sairin, Op.cit, hal 18 5
Alquran dan sunnah.6 Dakwah dalam hal mengajak, menyeru dan mendorong bangsa
Indonesia supaya bangkit dari keterpurukan demi membangun kembali seluruh
tatanan masyarakat melaui agama Islam. Karena Islam memang merupakan agama
dakwah.7
Organisasi Muhammadiyah sendiri didirikan pada tanggal 18 November 1912
(18 Dzulhijjah 1330) oleh K.H.A Dahlan di Yogyakarta.8 Menurut Solichin Salam,
seorang yang banyak menulis tentang Muhammadiyah, menyebutkan adanya faktor
intern dan faktor ekstern yang mendorong lahirnya gerakan Muhammadiyah. Namun,
dengan mengacu pada berbagai pandangan tokoh Islam, maka dapatlah disimpulkan
bahwa sebenarnya ada tiga faktor utama yang menyebabkan lahirnya gerakan
pembaharuan Muhammadiyah, yaitu: Kondisi Islam di Jawa, Pengaruh gerakan
modernisasi Islam di Timur Tengah, dan Politik Islam Pemerintah Belanda.9
Selain sebagai gerakan pembaharuan dan pemurnian pemikiran keislaman,
Muhammadiyah juga disebut sebagai gerakan sosial keagamaan, yang pada dasarnya
adalah sebuah lembaga yang lahir dalam lingkungan budaya dunia ketiga. Rakyat
dunia ketiga pada umumnya ditandai oleh adanya tiga tantangan, yaitu kemiskinan,
kebodohan dan keterbelakangan. Agama Islam adalah agama yang dianut oleh
mayoritas rakyat Indonesia, tetapi pada kenyatannya sebagian besar dari mereka
6
Ibid, hal 2 7
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media,2004. hal 15 8
Sri Waryanti, Seno, Indriani, Sejarah Perkembangan Muhammadiyah di Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2005. Hal 8-9
9
hidup dalam kemiskinan dan tidak mempunyai lembaga-lembaga modern dalam hal
pendanaan, meskipun kondisi umat Islam adalah kelompok mayoritas.10
Perbaikan mutu pendidikan adalah langkah merubah pola pemikiran, cara
berbuat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kodisi umat Islam yang
selalu berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan tampaknya telah menempatkan
Islam sebagai agama yang belum dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai yang
diinginkan.
Dengan jumlah anggota dan partisipasinya yang boleh dikatakan cukup besar
Muhammadiyah perlu memantapkan jati dirinya secara prima agar berbagai tantangan
dapat diubah menjadi peluang. Mengubah tantangan menjadi peluang adalah makna
dari sebuah gerakan pembaharuan. Peluang-peluang sejenis hendaklah dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan agama, bangsa dan Negara
serta dijadikan tulang punggung menghadapi tantangan.
Kebangkitan ilmu dan amal di kalangan Muhammadiyah khususnya di abad
kelima belas Hijriah diharapkan mampu memandang dan menatap realitas sosial
secara tajam dan dapat memperhitungkan karakteristik secara tepat. Keberadaan
kaum intelektual yang berwawasan luas untuk menerjemahkan ajaran-ajaran dasar
Islam ke dalam kehidupan nyata sangat dibutuhkan sehingga pemurnian ajaran Islam
kedalam kehidupan keseharian bukan merupakan sebuah keniscayaan.
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam di Indonesia lahir atas
dorongan kondisi-kondisi yang hadir dan mengelilingi dunia Islam Indonesia pada
permulaan abad ke-20, antara lain kondisi sosial-politik, kultural dan keagamaan.
10
Deliar Noer agaknya cukup tepat dalam memformulasikan kondisi itu, ketika dia
menulis :
Kira-kira pada pergantian abad ini banyak orang Islam Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak mungkin berkompetisi dengan kekuatan-kekuatan yang menentang dari pihak Kolonialisme Belanda, penetrasi Kristen dan perjuangan untuk maju di bagian-bagian lain Asia apabila mereka terus melanjutkan kegiatan dengan cara-cara tradisional dalam menegakkan Islam. Mereka mulai menyadari perlunya perubahan-perubahan, apakah ini dengan menggali mutiara-mutiara Islam dari masa lalu yang telah memberi kesanggupan kepada kawan-kawan mereka seagama di Abad Tengah untuk mengatasi barat dalam ilmu pengetahuan serta dalam memperluas daerah pengaruh atau mempergunakan metode-metode baru yang telah di bawa ke Indonesia oleh kekuasaan Kolonial serta pihak misi Kristen.
Pengamatan Noer yang cermat sebagaimana diungkap dalam kutipan di atas
mungkin bisa dijadikan semacam dalil utama tentang sebab-sebab munculnya
gerakan pembaharuan, yang terjadi di kalangan Islam Indonesia.11
Setelah beberapa tahun berdiri, barulah Muahammadiyah mengembangkan
sayapnya ke daerah-daerah lain diluar pulau Jawa. Untuk wilayah Sumatera, yang
menjadi sentral pengembang Muhammadiyah adalah Sumatera Barat. Dari Sumatera
Barat kemudian disebar kader-kader Muhammadiyah ke berbagai pelosok Sumatera,
11
seperti ke Sumatera Selatan, Bengkulu, Tapanuli, Sumatera Timur, termasuk juga ke
daerah Aceh, bahkan ke Kalimantan dan Sulawesi.12
Di Aceh sendiri, khususnya Kuta Raja (sekarang Banda Aceh) sudah muncul
gagasan-gagasan tentang Muhammadiyah pada tahun 1923. Orang yang pertama
memperkenalkan Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam ialah
Djaja-Soekarta. Beliau adalah seorang pegawai Pemerintah Belanda asal Sunda yang selalu
ditugaskan oleh pemerintah untuk berkunjung ke daerah-daerah guna melakukan
pemantauan dan pemeriksaan. Djaja-Soekarta menyampaikan gagasan-gagasan
Muhammadiyah pertama kalinya di musholla yang terletak di pinggiran jalan Seutui,
Banda Aceh. Namun, meskipun gagasan-gagasan Muhammadiyah telah mulai
disemaikan sejak tahun 1923, secara resmi Muhammadiyah baru berdiri pada tahun
1927 di Banda Aceh. Jumlah anggotanya yang resmi terdaftar pada saat itu adalah
102 orang laki-laki dan 52 orang perempuan. Dan pada akhir tahun 1932 jumlah
anggota organisasi ini menjadi 191 orang laki-laki dan 132 orang perempuan, yang
anggota tersebut pada umumnya adalah orang-orang yang berdinas dalam
pemerintahan yang terdiri dari para perantau Minangkabau dan Jawa.13
Di Aceh sendiri, khususnya Banda Aceh pada awal dilancarkannya
pembaharuan ini, ada tiga aspek yang menjadi sasaran pembaharuan Muhammadiyah
tersebut, yaitu sosial kemasyarakatan, pendidikan dan paham keagamaan.
Kehadiran Muhammadiyah di Aceh tidaklah disambut dengan tangan terbuka.
Hal ini adalah wajar-wajar saja, karena Muhammadiyah ingin menembus kejumudan,
12
Sri Waryanti, Seno, Indriani. Op.cit, hal 9 13
khufarat dan bid;ah yang telah terbentuk dan terbentang selama berabad-abad. Berbagai macam kenduri seperti kenduri sawah, kenduri laut, kenduri 100 hari dan
kenduri dirumah orang kematian, pembacaan qunut pada salat subuh dan sebagainya
merupakan objek kritikan dari da’i Muhammadiyah.14
Dalam kurun waktu yang cukup lama perkembangan Muhammadiyah di Aceh
telah diwarnai oleh suatu fenomena yang menarik untuk dikaji. Fenomena tersebut
dimulai pada dekade tahun 1930-an dimana gerakan selain bergerak di bidang sosial
kemasyarakatan, pendidikan, keagamaan juga pada gerakan politik yang jika dikaji
lebih lanjut ternyata berawal dari tataran gagasan dan visi ke-Islaman dan
kemanusiaan yang cukup tajam seiring dengan situasi saat ini.15
Selama ini kebanyakan orang menyadari pengaruh Muhammadiyah di Aceh
hanya mencakupi bidang agama saja, maka disini penulis ingin lebih menjelaskan
tentang besarnya pengaruh Muhammadiyah pada awal abad 19 dan akhir abad 20 di
Aceh yang meliputi berbagai aspek, seperti faham keagamaan, pendidikan, sosial, dan
politik telah membawa pengaruh besar pada perkembangan masyarakat Aceh secara
luas dana Banda Aceh khususnya. Skop waktu penelitian ini diawali pada tahun 1927
karena tahun tersebut merupakan awal berdirinya Muhammadiyah di Aceh secara
resmi. Adapun tahun 1942 sebagai batasan akhir dari penelitian ini dikarenakan pada
tahun ini merupakan akhir masa pemerintahan Belanda di Aceh. Dan dari awal
berdirinya tersebut sampai akhir pemerintahan Belanda di Aceh, banyak terjadi
14
M. Hasan Su’ud, “Kontribusi Gerakan Muhammadiyah Bagi Pembangunan Daerah Istimewa Aceh”, dalam Zamroni dkk, Muhammadiyah Dalam Perspektif Cendikiawan Aceh. (Banda Aceh: Gua Hira’, 1995) hal 153
15
pergerakan-pergerakan berbau politik dan pertumbuhan pendidikan di Aceh yang
turut di pengaruhi oleh Muhammadiyah dan juga melibatkan
cendikiawan-cendikiawan Aceh yang secara langsung terjun dalam organisasi Muhammadiyah.
Maka dari itu, sebagai suatu gerakan pembaharuan Islam yang besar yang lahir
di Indonesia, Muhammadiyah tidak bisa di pandang sebelah mata. Namun, kelahiran
Muhammadiyah harus kita mengerti adalah sebagai wujud nyata respon umat Islam
terhadap masalah-masalah sosial, pendidikan, keagamaan dan politis yang
menyelimuti bangsa Indonesia pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu landasan yang digunakan untuk mengetahui
hal-hal apa saja yang akan di bahas dan menjadi akar permasalahan dalam sebuah
penelitian. Berdasarkan latar belakang diatas untuk mempermudah menghasilkan
penelitian yang objektif, maka perlu diberikan batasan masalah terhadap penelitian
tentang “Perkembangan Muhammadiyah di Banda Aceh” untuk itu dibuatlah pokok
permasalahan yang kemudian dirangkum dalam beberapa pertanyaan, antara lain :
1. Bagaimana perkembangan pergerakan Muhammadiyah di Banda Aceh sejak
munculnya pada tahun 1923, resmi berdirinya 1927, awal perkembangan 1938,
sampai dengan tahun 1942, terutama yang menyangkut dalam usaha dibidang
sosial, pendidikan, politik dan faham keagamaan?
2. Apa yang menjadi andil Muhammadiyah dalam pembangunan masyarakat di
3. Apakah usaha Muhammadiyah untuk mendapat sambutan baik dari masyarakat
maupun pemerintah Banda Aceh?
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Di dalam sebuah penelitian tentunya memiliki suatu tujuan dan manfaat dari
penelitian yang dilakukan. Sehingga sedikit banyaknya dapat menjawab mengapa
penelitian tersebut dilakukan. Dalam prosesnya penelitian bertujuan untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Sehingga harus relevan dengan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian penulis.
1. Untuk mengetahui perkembangan pergerakan Muhammadiyah di Banda Aceh
sejak muculnya pada tahun 1923, resmi berdirinya 1927, awal perkembangan
1938, sampai dengan tahun 1942, terutama yang menyangkut dalam usaha
dibidang sosial, pendidikan, politik dan paham kegamaan.
2. Untuk mengetahui andil Muhammadiyah dalam pembangunan masyarakat di
Banda Aceh.
3. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah tersebut
mendapat sambutan baik dari masyarakat maupun pemerintah Banda Aceh.
Sehubungan dengan penulisan dan penelitian yang dilakukan oleh penulis maka
manfaat dari tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Guna memberikan tambahan pengetahuan dalam rangka pengembangan Ilmu
Sejarah, khususnya yang berkaitan dengan sejarah Muhammadiyah di Banda
2. Menambah wawasan masyarakat Aceh, khususnya Banda Aceh tentang
Muhammadiyah dan mengisi syariat Islam di Aceh melalui ilmu-ilmu yang
dikembangkan oleh gerakan Muhammadiyah.
3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan umum tentang sejarah
perkembangan Muhammadiyah di Banda Aceh.
5. Tinjauan Pustaka
Dalam penyelesaian penelitian ini tentunya dibutuhkan buku-buku yang
berhubungan dengan penelitian tentang Muhammadiyah dan perkembangannya di
Aceh, khususnya Banda Aceh. Ada beberapa buku yang digunakan sebagai tinjauan
pustaka untuk mendekatkan konsep-konsep teori yang diajukan dalam penelitian ini
dan diharapkan mampu mendekatkan dengan pokok permasalahan yang ada. Dalam
hal ini, buku yang digunakan antara lain, Weinata Sairin dalam bukunya “Gerakan
Pembaharuan Muhammadiyah”, (1995). Sri Waryani, Seno, Indriani dalam buku “Sejarah Perkembangan Muhammadiyah di Aceh”, (2005). Syaifullah dalam
bukunya “Gerak Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi”, (1995). Dan Moh. Ali
Aziz dalam bukunya “Ilmu Dakwah”, (2004).
Wienata Sairin dalam bukunya “Gerakan Pembaharuan
Muhammadiyah”,(1995). Menjelaskan tentang sebab-sebab gambaran umum lahirnya gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Selain itu, buku ini juga menjelaskan
pemikiran-pemikiran K.H.A. Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah serta
pengaruhnya bagi gerakan Muhammadiyah dan juga partisipasi Muhammadiyah
Sri Waryani, Seno, Indriani dalam buku “Sejarah Perkembangan Muhammadiyah di Aceh”, (2005). Buku ini menjelaskan tentang masuknya Muhammadiyah di Aceh dan perkembangan organisasi itu sendiri di aceh. Dalam
buku ini juga diterangkan bagaimana system organisasi yang di kembangkan
Muhammadiya di Aceh serta sejauh mana Organisasi Muhammadiyah berkiprah di
Aceh sejak masuknya tahun 1923 yang diresmikan tahun 1927 sampai
berkembangnya tahun 1938.
Syaifullah dalam bukunya “Gerak Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi”,
(1995). Juga menjelaskan tentang latar belakang lahirnya Muhammadiyah dan gerak
perilaku Muhammadiyah dalam percaturan politik Indonesia, termasuk juga
didalamnya kontribusi Muhammadiyah dalam bidang politik di Indonesia dan
kecendrungan corak politik Islam yang dianut Muhammadiyah dalam kurun waktu
tahun 1945-1959, yaitu menjelang Republik Indonesia merdeka sampai akhir
demokrasi liberal.
Moh. Ali Aziz dalam bukunya “Ilmu Dakwah”, (2004). Menerangkan tentang
proses-proses perjalanan dalam penyebaran agama Islam, yaitu melalui jalan yang
disebut “Dakwah” (penyampaian agama Islam keepada orang lain dengan cara
bijaksana untuk tercitanya individu dan masyarakat yang menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan).16 Buku ini juga
menjelaskan makna dan cara penyebaran Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
16
6. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu hal penting yang tidak terpisahkan dari suatu
petunjuk teknis. Dalam rangka menuliskan sebuah peristiwa bersejarah ini penulis
menggunakan metode sejarah. Metode sejarah dapat diartikan sebagai proses menguji
dan menganalis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat
dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu dapat menjadi kisah sejarah
yang dapat dipercaya.17
Langkah-langkah dalam penelitian sejarah tersebut adalah:
1. Heuristik yaitu langkah awal untuk mengumpulkan sumberyang terkait
dengan objek penelitian penulis. Dalam hal ini penulis menggunakan metode
library research (studi kepustakaan) yaitu mengumpulkan berbagai sumber tertulis seperti buku, skripsi (belum diterbitkan), makalah dan sumber-sumber
lainnya yang dianggap penting. Sebagian sumber buku, penulis dapatkan di
perpustakaan wilayah Banda Aceh (PUSWIL), Pusat Dokumentasi dan Arsip
Aceh (PDIA), Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Banda
Aceh dan juga perpustakaan Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA).
Penelitian ini tidak menggunakan sumber lisan seperti wawancara, karena
penelitian ini berkisar sekitar abad 19 dan awal abad ke-20.
2. Kritik sumber (verifikasi), yaitu proses yang dilakukan peneliti untuk mencari
nilai kebenaran data sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh keaslian sumber yang telah
17
dikumpulkan.Dimana dalam pendekatan intern yang harus dilakukan yakni
menelaah dan memferifikasi kebenaran isi atau fakta sumber baik yang
bersifat tulisan (buku, artikel, laporan, dan arsip). Kritik ektstern yang
dilakukan dengan cara memverifikasi untuk menentukan keaslian sumber.
Hal ini dilaksanakan agar penulis dapat menghasilkan suatu tulisan yang
benar – benar objektif yang berasal dari data-data yang terjaga keasliannya
dan keobjektifannya tanpa ada unsur subjektifitas yang mempengaruhi hasil
penulisan.
3. Interpretasi, yaitu tahap dimana peneliti berusaha untuk menghubungkan
data-data yang didapatkan dilapangan dengan fakta yang ada. Sehingga diharapkan
data tersebut menjadi data yang objektif.
4. Historiografi, merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil
penelitian sejarah yang dilakukan. Penulisan hasil penelitian sejarah
hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses
penelitian, sejak dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya
(penarikan kesimpulan). Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan dapat
dinilai apakah penelitiannya berlangung sesuai dengan prosedur yang
digunakannya tepat atau tidak, apakah sumber dan data yang mendukung
penarikan kesimpulannya memiliki validitas yang memadai atau tidak, dan
lain sebagainya. Jadi dengan penulisan sejarah itu akan dapat ditentukan mutu