• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Perkembangan Muhammadiyah dI Banda Aceh (1923-1943)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Perkembangan Muhammadiyah dI Banda Aceh (1923-1943)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nama Muhammadiyah,mengandung pengertian sebagai kelompok orang yang

berusaha mengidentifikasikan dirinya atau membangsakan dirinya sebagai pengikut,

penerus dan pelanjut perjuangan dakwah Rasul dalam mengembangkan tata

kehidupan masyarakat. Dengan demikian Muhammadiyah dimaksudkan sebagai

organisasi yang gerak perjuangannya ditujukan untuk mengembangkan suatu tata

kehidupan masyarakat sebagaimana dikehendaki Islam. Usaha-usaha dilakukan

berdasarkan yang telah dicontohkan Rasulullah Muhammad saw.1

Sebagai gerakan modernist Islam, Muhammadiyah mencoba memperkenalkan

pembaharuan pemikiran lewat ijtihat dan berupaya memerangi bid’ah, takhyul, dan

khufarat (perilaku menyimpang dari ajaran Al-Quran dan Hadist).2

1

Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan Dan Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1990. Hal 4-5

Gerakan

pembaharuan dalam Islam disebut juga Gerakan Modern atau gerakan reformasi.

Gerakan tersebut adalah gerakan yang dilakukan untuk menyesuaikan faham-faham

keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi modern. Dengan upaya pembaharuan itu para pemimpin

Islam berharap agar umat Islam dapat terbebas dari ketertinggalannya, bahkan dapat

mencapai kemajuan setaraf dengan bangsa-bangsa lain.

2

(2)

Gerakan pembaharuan seperti ini memang terjadi di sepanjang perjalanan

sejarah islam. Adapun pembagian perkembangan dalam sejarah Islam yaitu Periode

Klasik (650-1250 M), Periode Pertengahan (1250-1800 M) dan Periode Modern

(yang dimulai tahun 1800 M).3

Dari sekian banyak pembaharuan dalam ajaran Islam, gerakan Muhammadiyah

yang lahir di Indonesia adalah salah satu yang terbesar dilihat dari kenyataan

besarnya jumlah anggota gerakan ini, yang terbesar tidak saja di Indonesia tapi juga

menembus Singapura, Malaysia, Penang serta luasnya bidang pelayanan yang

digarap: sekolah, rumah sakit, poliklinik, rumah yatim dan lain-lain. Jadi pada

kesimpulannya bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan reformasi Islam yang

terkuat yang ada di kalangan Islam Asia Tenggara, bahkan mungkin di seluruh

dunia.

Dari periode – periode tersebut, ada beberapa contoh

dari pembaharuan dalam ajaran Islam yaitu : Mutaffarika di Turki, Wahabia di

Arabia, Muhammadiyah di Indonesia dan masih banyak lagi yang lainnya.

4

Pembaharuan Islam yang ditawarkan Muhammadiyah adalah Islam yang

sistematik, yaitu Islam yang ajarannya merupakan kesatuan dari akidah, akhlak,

ibadah, dan muamalah. Islam yang bercorak demikian itu adalah hasil dari

pemahaman agama yang berdasarkan pada Alquran dan Sunnah.5

Disini Muhammadiyah sendiri menyebut dirinya sebagai gerakan Islam dan

dakwah amar makruf nahi munkar, yang berakidah Islam dan bersumber pada

3

Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka Harapan, 1995. hal 18

4

Weinata Sairin, Op.cit, hal 18 5

(3)

Alquran dan sunnah.6 Dakwah dalam hal mengajak, menyeru dan mendorong bangsa

Indonesia supaya bangkit dari keterpurukan demi membangun kembali seluruh

tatanan masyarakat melaui agama Islam. Karena Islam memang merupakan agama

dakwah.7

Organisasi Muhammadiyah sendiri didirikan pada tanggal 18 November 1912

(18 Dzulhijjah 1330) oleh K.H.A Dahlan di Yogyakarta.8 Menurut Solichin Salam,

seorang yang banyak menulis tentang Muhammadiyah, menyebutkan adanya faktor

intern dan faktor ekstern yang mendorong lahirnya gerakan Muhammadiyah. Namun,

dengan mengacu pada berbagai pandangan tokoh Islam, maka dapatlah disimpulkan

bahwa sebenarnya ada tiga faktor utama yang menyebabkan lahirnya gerakan

pembaharuan Muhammadiyah, yaitu: Kondisi Islam di Jawa, Pengaruh gerakan

modernisasi Islam di Timur Tengah, dan Politik Islam Pemerintah Belanda.9

Selain sebagai gerakan pembaharuan dan pemurnian pemikiran keislaman,

Muhammadiyah juga disebut sebagai gerakan sosial keagamaan, yang pada dasarnya

adalah sebuah lembaga yang lahir dalam lingkungan budaya dunia ketiga. Rakyat

dunia ketiga pada umumnya ditandai oleh adanya tiga tantangan, yaitu kemiskinan,

kebodohan dan keterbelakangan. Agama Islam adalah agama yang dianut oleh

mayoritas rakyat Indonesia, tetapi pada kenyatannya sebagian besar dari mereka

6

Ibid, hal 2 7

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media,2004. hal 15 8

Sri Waryanti, Seno, Indriani, Sejarah Perkembangan Muhammadiyah di Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2005. Hal 8-9

9

(4)

hidup dalam kemiskinan dan tidak mempunyai lembaga-lembaga modern dalam hal

pendanaan, meskipun kondisi umat Islam adalah kelompok mayoritas.10

Perbaikan mutu pendidikan adalah langkah merubah pola pemikiran, cara

berbuat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kodisi umat Islam yang

selalu berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan tampaknya telah menempatkan

Islam sebagai agama yang belum dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai yang

diinginkan.

Dengan jumlah anggota dan partisipasinya yang boleh dikatakan cukup besar

Muhammadiyah perlu memantapkan jati dirinya secara prima agar berbagai tantangan

dapat diubah menjadi peluang. Mengubah tantangan menjadi peluang adalah makna

dari sebuah gerakan pembaharuan. Peluang-peluang sejenis hendaklah dapat

dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan agama, bangsa dan Negara

serta dijadikan tulang punggung menghadapi tantangan.

Kebangkitan ilmu dan amal di kalangan Muhammadiyah khususnya di abad

kelima belas Hijriah diharapkan mampu memandang dan menatap realitas sosial

secara tajam dan dapat memperhitungkan karakteristik secara tepat. Keberadaan

kaum intelektual yang berwawasan luas untuk menerjemahkan ajaran-ajaran dasar

Islam ke dalam kehidupan nyata sangat dibutuhkan sehingga pemurnian ajaran Islam

kedalam kehidupan keseharian bukan merupakan sebuah keniscayaan.

Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam di Indonesia lahir atas

dorongan kondisi-kondisi yang hadir dan mengelilingi dunia Islam Indonesia pada

permulaan abad ke-20, antara lain kondisi sosial-politik, kultural dan keagamaan.

10

(5)

Deliar Noer agaknya cukup tepat dalam memformulasikan kondisi itu, ketika dia

menulis :

Kira-kira pada pergantian abad ini banyak orang Islam Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak mungkin berkompetisi dengan kekuatan-kekuatan yang menentang dari pihak Kolonialisme Belanda, penetrasi Kristen dan perjuangan untuk maju di bagian-bagian lain Asia apabila mereka terus melanjutkan kegiatan dengan cara-cara tradisional dalam menegakkan Islam. Mereka mulai menyadari perlunya perubahan-perubahan, apakah ini dengan menggali mutiara-mutiara Islam dari masa lalu yang telah memberi kesanggupan kepada kawan-kawan mereka seagama di Abad Tengah untuk mengatasi barat dalam ilmu pengetahuan serta dalam memperluas daerah pengaruh atau mempergunakan metode-metode baru yang telah di bawa ke Indonesia oleh kekuasaan Kolonial serta pihak misi Kristen.

Pengamatan Noer yang cermat sebagaimana diungkap dalam kutipan di atas

mungkin bisa dijadikan semacam dalil utama tentang sebab-sebab munculnya

gerakan pembaharuan, yang terjadi di kalangan Islam Indonesia.11

Setelah beberapa tahun berdiri, barulah Muahammadiyah mengembangkan

sayapnya ke daerah-daerah lain diluar pulau Jawa. Untuk wilayah Sumatera, yang

menjadi sentral pengembang Muhammadiyah adalah Sumatera Barat. Dari Sumatera

Barat kemudian disebar kader-kader Muhammadiyah ke berbagai pelosok Sumatera,

11

(6)

seperti ke Sumatera Selatan, Bengkulu, Tapanuli, Sumatera Timur, termasuk juga ke

daerah Aceh, bahkan ke Kalimantan dan Sulawesi.12

Di Aceh sendiri, khususnya Kuta Raja (sekarang Banda Aceh) sudah muncul

gagasan-gagasan tentang Muhammadiyah pada tahun 1923. Orang yang pertama

memperkenalkan Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam ialah

Djaja-Soekarta. Beliau adalah seorang pegawai Pemerintah Belanda asal Sunda yang selalu

ditugaskan oleh pemerintah untuk berkunjung ke daerah-daerah guna melakukan

pemantauan dan pemeriksaan. Djaja-Soekarta menyampaikan gagasan-gagasan

Muhammadiyah pertama kalinya di musholla yang terletak di pinggiran jalan Seutui,

Banda Aceh. Namun, meskipun gagasan-gagasan Muhammadiyah telah mulai

disemaikan sejak tahun 1923, secara resmi Muhammadiyah baru berdiri pada tahun

1927 di Banda Aceh. Jumlah anggotanya yang resmi terdaftar pada saat itu adalah

102 orang laki-laki dan 52 orang perempuan. Dan pada akhir tahun 1932 jumlah

anggota organisasi ini menjadi 191 orang laki-laki dan 132 orang perempuan, yang

anggota tersebut pada umumnya adalah orang-orang yang berdinas dalam

pemerintahan yang terdiri dari para perantau Minangkabau dan Jawa.13

Di Aceh sendiri, khususnya Banda Aceh pada awal dilancarkannya

pembaharuan ini, ada tiga aspek yang menjadi sasaran pembaharuan Muhammadiyah

tersebut, yaitu sosial kemasyarakatan, pendidikan dan paham keagamaan.

Kehadiran Muhammadiyah di Aceh tidaklah disambut dengan tangan terbuka.

Hal ini adalah wajar-wajar saja, karena Muhammadiyah ingin menembus kejumudan,

12

Sri Waryanti, Seno, Indriani. Op.cit, hal 9 13

(7)

khufarat dan bid;ah yang telah terbentuk dan terbentang selama berabad-abad. Berbagai macam kenduri seperti kenduri sawah, kenduri laut, kenduri 100 hari dan

kenduri dirumah orang kematian, pembacaan qunut pada salat subuh dan sebagainya

merupakan objek kritikan dari da’i Muhammadiyah.14

Dalam kurun waktu yang cukup lama perkembangan Muhammadiyah di Aceh

telah diwarnai oleh suatu fenomena yang menarik untuk dikaji. Fenomena tersebut

dimulai pada dekade tahun 1930-an dimana gerakan selain bergerak di bidang sosial

kemasyarakatan, pendidikan, keagamaan juga pada gerakan politik yang jika dikaji

lebih lanjut ternyata berawal dari tataran gagasan dan visi ke-Islaman dan

kemanusiaan yang cukup tajam seiring dengan situasi saat ini.15

Selama ini kebanyakan orang menyadari pengaruh Muhammadiyah di Aceh

hanya mencakupi bidang agama saja, maka disini penulis ingin lebih menjelaskan

tentang besarnya pengaruh Muhammadiyah pada awal abad 19 dan akhir abad 20 di

Aceh yang meliputi berbagai aspek, seperti faham keagamaan, pendidikan, sosial, dan

politik telah membawa pengaruh besar pada perkembangan masyarakat Aceh secara

luas dana Banda Aceh khususnya. Skop waktu penelitian ini diawali pada tahun 1927

karena tahun tersebut merupakan awal berdirinya Muhammadiyah di Aceh secara

resmi. Adapun tahun 1942 sebagai batasan akhir dari penelitian ini dikarenakan pada

tahun ini merupakan akhir masa pemerintahan Belanda di Aceh. Dan dari awal

berdirinya tersebut sampai akhir pemerintahan Belanda di Aceh, banyak terjadi

14

M. Hasan Su’ud, “Kontribusi Gerakan Muhammadiyah Bagi Pembangunan Daerah Istimewa Aceh”, dalam Zamroni dkk, Muhammadiyah Dalam Perspektif Cendikiawan Aceh. (Banda Aceh: Gua Hira’, 1995) hal 153

15

(8)

pergerakan-pergerakan berbau politik dan pertumbuhan pendidikan di Aceh yang

turut di pengaruhi oleh Muhammadiyah dan juga melibatkan

cendikiawan-cendikiawan Aceh yang secara langsung terjun dalam organisasi Muhammadiyah.

Maka dari itu, sebagai suatu gerakan pembaharuan Islam yang besar yang lahir

di Indonesia, Muhammadiyah tidak bisa di pandang sebelah mata. Namun, kelahiran

Muhammadiyah harus kita mengerti adalah sebagai wujud nyata respon umat Islam

terhadap masalah-masalah sosial, pendidikan, keagamaan dan politis yang

menyelimuti bangsa Indonesia pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu landasan yang digunakan untuk mengetahui

hal-hal apa saja yang akan di bahas dan menjadi akar permasalahan dalam sebuah

penelitian. Berdasarkan latar belakang diatas untuk mempermudah menghasilkan

penelitian yang objektif, maka perlu diberikan batasan masalah terhadap penelitian

tentang “Perkembangan Muhammadiyah di Banda Aceh” untuk itu dibuatlah pokok

permasalahan yang kemudian dirangkum dalam beberapa pertanyaan, antara lain :

1. Bagaimana perkembangan pergerakan Muhammadiyah di Banda Aceh sejak

munculnya pada tahun 1923, resmi berdirinya 1927, awal perkembangan 1938,

sampai dengan tahun 1942, terutama yang menyangkut dalam usaha dibidang

sosial, pendidikan, politik dan faham keagamaan?

2. Apa yang menjadi andil Muhammadiyah dalam pembangunan masyarakat di

(9)

3. Apakah usaha Muhammadiyah untuk mendapat sambutan baik dari masyarakat

maupun pemerintah Banda Aceh?

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Di dalam sebuah penelitian tentunya memiliki suatu tujuan dan manfaat dari

penelitian yang dilakukan. Sehingga sedikit banyaknya dapat menjawab mengapa

penelitian tersebut dilakukan. Dalam prosesnya penelitian bertujuan untuk menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Sehingga harus relevan dengan

masalah yang akan dibahas dalam penelitian penulis.

1. Untuk mengetahui perkembangan pergerakan Muhammadiyah di Banda Aceh

sejak muculnya pada tahun 1923, resmi berdirinya 1927, awal perkembangan

1938, sampai dengan tahun 1942, terutama yang menyangkut dalam usaha

dibidang sosial, pendidikan, politik dan paham kegamaan.

2. Untuk mengetahui andil Muhammadiyah dalam pembangunan masyarakat di

Banda Aceh.

3. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah tersebut

mendapat sambutan baik dari masyarakat maupun pemerintah Banda Aceh.

Sehubungan dengan penulisan dan penelitian yang dilakukan oleh penulis maka

manfaat dari tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Guna memberikan tambahan pengetahuan dalam rangka pengembangan Ilmu

Sejarah, khususnya yang berkaitan dengan sejarah Muhammadiyah di Banda

(10)

2. Menambah wawasan masyarakat Aceh, khususnya Banda Aceh tentang

Muhammadiyah dan mengisi syariat Islam di Aceh melalui ilmu-ilmu yang

dikembangkan oleh gerakan Muhammadiyah.

3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan umum tentang sejarah

perkembangan Muhammadiyah di Banda Aceh.

5. Tinjauan Pustaka

Dalam penyelesaian penelitian ini tentunya dibutuhkan buku-buku yang

berhubungan dengan penelitian tentang Muhammadiyah dan perkembangannya di

Aceh, khususnya Banda Aceh. Ada beberapa buku yang digunakan sebagai tinjauan

pustaka untuk mendekatkan konsep-konsep teori yang diajukan dalam penelitian ini

dan diharapkan mampu mendekatkan dengan pokok permasalahan yang ada. Dalam

hal ini, buku yang digunakan antara lain, Weinata Sairin dalam bukunya “Gerakan

Pembaharuan Muhammadiyah”, (1995). Sri Waryani, Seno, Indriani dalam buku “Sejarah Perkembangan Muhammadiyah di Aceh”, (2005). Syaifullah dalam

bukunya “Gerak Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi”, (1995). Dan Moh. Ali

Aziz dalam bukunya “Ilmu Dakwah”, (2004).

Wienata Sairin dalam bukunya “Gerakan Pembaharuan

Muhammadiyah”,(1995). Menjelaskan tentang sebab-sebab gambaran umum lahirnya gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Selain itu, buku ini juga menjelaskan

pemikiran-pemikiran K.H.A. Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah serta

pengaruhnya bagi gerakan Muhammadiyah dan juga partisipasi Muhammadiyah

(11)

Sri Waryani, Seno, Indriani dalam buku “Sejarah Perkembangan Muhammadiyah di Aceh”, (2005). Buku ini menjelaskan tentang masuknya Muhammadiyah di Aceh dan perkembangan organisasi itu sendiri di aceh. Dalam

buku ini juga diterangkan bagaimana system organisasi yang di kembangkan

Muhammadiya di Aceh serta sejauh mana Organisasi Muhammadiyah berkiprah di

Aceh sejak masuknya tahun 1923 yang diresmikan tahun 1927 sampai

berkembangnya tahun 1938.

Syaifullah dalam bukunya “Gerak Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi”,

(1995). Juga menjelaskan tentang latar belakang lahirnya Muhammadiyah dan gerak

perilaku Muhammadiyah dalam percaturan politik Indonesia, termasuk juga

didalamnya kontribusi Muhammadiyah dalam bidang politik di Indonesia dan

kecendrungan corak politik Islam yang dianut Muhammadiyah dalam kurun waktu

tahun 1945-1959, yaitu menjelang Republik Indonesia merdeka sampai akhir

demokrasi liberal.

Moh. Ali Aziz dalam bukunya “Ilmu Dakwah”, (2004). Menerangkan tentang

proses-proses perjalanan dalam penyebaran agama Islam, yaitu melalui jalan yang

disebut “Dakwah” (penyampaian agama Islam keepada orang lain dengan cara

bijaksana untuk tercitanya individu dan masyarakat yang menghayati dan

mengamalkan ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan).16 Buku ini juga

menjelaskan makna dan cara penyebaran Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.

16

(12)

6. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu hal penting yang tidak terpisahkan dari suatu

petunjuk teknis. Dalam rangka menuliskan sebuah peristiwa bersejarah ini penulis

menggunakan metode sejarah. Metode sejarah dapat diartikan sebagai proses menguji

dan menganalis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat

dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu dapat menjadi kisah sejarah

yang dapat dipercaya.17

Langkah-langkah dalam penelitian sejarah tersebut adalah:

1. Heuristik yaitu langkah awal untuk mengumpulkan sumberyang terkait

dengan objek penelitian penulis. Dalam hal ini penulis menggunakan metode

library research (studi kepustakaan) yaitu mengumpulkan berbagai sumber tertulis seperti buku, skripsi (belum diterbitkan), makalah dan sumber-sumber

lainnya yang dianggap penting. Sebagian sumber buku, penulis dapatkan di

perpustakaan wilayah Banda Aceh (PUSWIL), Pusat Dokumentasi dan Arsip

Aceh (PDIA), Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Banda

Aceh dan juga perpustakaan Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA).

Penelitian ini tidak menggunakan sumber lisan seperti wawancara, karena

penelitian ini berkisar sekitar abad 19 dan awal abad ke-20.

2. Kritik sumber (verifikasi), yaitu proses yang dilakukan peneliti untuk mencari

nilai kebenaran data sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Hal ini

dilakukan untuk memperoleh keaslian sumber yang telah

17

(13)

dikumpulkan.Dimana dalam pendekatan intern yang harus dilakukan yakni

menelaah dan memferifikasi kebenaran isi atau fakta sumber baik yang

bersifat tulisan (buku, artikel, laporan, dan arsip). Kritik ektstern yang

dilakukan dengan cara memverifikasi untuk menentukan keaslian sumber.

Hal ini dilaksanakan agar penulis dapat menghasilkan suatu tulisan yang

benar – benar objektif yang berasal dari data-data yang terjaga keasliannya

dan keobjektifannya tanpa ada unsur subjektifitas yang mempengaruhi hasil

penulisan.

3. Interpretasi, yaitu tahap dimana peneliti berusaha untuk menghubungkan

data-data yang didapatkan dilapangan dengan fakta yang ada. Sehingga diharapkan

data tersebut menjadi data yang objektif.

4. Historiografi, merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil

penelitian sejarah yang dilakukan. Penulisan hasil penelitian sejarah

hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses

penelitian, sejak dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya

(penarikan kesimpulan). Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan dapat

dinilai apakah penelitiannya berlangung sesuai dengan prosedur yang

digunakannya tepat atau tidak, apakah sumber dan data yang mendukung

penarikan kesimpulannya memiliki validitas yang memadai atau tidak, dan

lain sebagainya. Jadi dengan penulisan sejarah itu akan dapat ditentukan mutu

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pertumbuhan excess baggagee charge dengan pendapatan perusahaan pada Maskapai Garuda Indonesia rute

(2) Penulis juga akan melakukan penelitian kualitatif dengan metode wawancara secara mendalam pada peserta didik, pengajar, serta Majelis Jemaat yang aktif dalam program

akhirya saja, dan kalau lebih dari 2 orang, hanya nama akhir pen ulis ulis pertama yang dicantumkan dlikuti dengan dkk atau. pertama yang dicantumkan dlikuti dengan

Berdasarkan dari hasil penelitian bulan Oktober 2019, maka disimpulkan efisiensi kerja alat optimum untuk alat gali muat adalah 73,0 %, alat angkut 68 % dan produktivitas

Berdasarkan uraian tersebut, analisa peneliti bahwa pada klien isolasi sosial dengan skizofrenia tentu akan menunjukkan peningkatan kemampuan dalam melakukan sosialisasi yang

Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat dalam pikiran pelanggan melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan akan mampu membangun merek produknya, dengan demikian

Warna kulit buah jeruk hasil degreening selama penyimpanan mengalami kenaikan nilai CCI yang menunjukkan bahwa kulit jeruk hasil degreening mengalami degradasi warna

Penelitian ini berjudul “Makna Hanabi dalam Lagu Jepang”. Judul ini dipilih sebagai topik penelitian karena dalam lagu-lagu Jepang sering ditemukan penggambaran