BAB II
KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Konsep
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa konsep, yaitu: a. Novel b.
Unsur intrinsik sastra c. Tokoh.
2.1.1 Novel
Kata Novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “Sebuah kisah,
sepotong berita”. Novel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Suatu
karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan sifat dan watak
setiap pelaku. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks
dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal. Biasanya
novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih
mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian penggarapan unsur-unsur
intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, gaya bahasa, nilai, tokoh dan
penokohan. Dengan catatan, ditekankan aspek tertentu dari unsur intrinsik
tersebut.
Novelet atau novela merupakan bentuk antara novel dan cerpen. Bentuk
antara ini bisa ditinjau baik dari panjang tulisan, kekompleksan masalah,
penggarapan unsur-unsur intrinsiknya, maupun peristiwa yang diceritakan. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia (1996:694), novela diartikan sebagai kisahan prosa
tidak sepanjang novel, jangkauannya biasanya terbatas pada satu peristiwa, satu
keadaan, dan satu titik tikaian.
Novel sebagai hasil cipta sastra, dari satu sisi dapat berfungsi sebagai
cermin dari masyarakatnya. Novel dapat disebut sebagai alat perekam kehidupan
masyarakat pada suatu waktu, pada suatu tempat. Novel juga merupakan salah
satu produk sastra yang memegang peranan penting di dalam memberikan
berbagai kemungkinan dalam menyikapi kehidupan.
Novel juga merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan bersifat
naratif ; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis.
2.1.2 Unsur Intrinsik Sastra
Unsur intrinsik adalah unsur yang dikuasai oleh sistem dirinya sendiri
yang sekaligus merupakan strukturnya, sehingga unsur intrinsik sastra merupakan
suatu kesatuan yang padat. Setiap unsur di dalamnya terikat dengan unsur-unsur
lain untuk membentuk suatu jaringan struktur yang padat. Ini tentu saja hanya
terlihat pada karya-karya yang berhasil. Adapun Unsur-unsur yang termasuk di
dalam unsur intrinsik ini adalah: karakter atau penokohan, tema, latar, alur, sudut
pandang dan amanat
2.1.2.1 Karakter atau Penokohan
Penokohan merupakan suatu bagian penting dalam membangun sebuah
cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungi untuk memainkan cerita, tetapi
juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Semakin
pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang.
(Jakob Sumardjo dalam Fananie, 2000: 87) .
Konflik-konflik yang terdapat dalam suatu cerita yang mendasari
terjalinnya suatu plot, pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari tokoh-tokohnya,
baik yang bersifat protagonis maupun antagonis.
2.1.2.2 Tema
Tema adalah ide sebuah cerita yang ingin disampaikan kepada pembaca,
pokok permasalahan yang ditampilkan dalam suatu karya sastra atau
permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun karya sastra.
Tema novel bisanya bersumber dari konflik kehidupan manusia seharí-hari, antara
lain kisah cinta, kepahlawanan, peperangan, dan persahabatan.
Menurut Tasrif (dalam Barried, 1985 : 62), “Cerita harus mempunyai
tema atau dasar.” Dasar inilah yang paling penting dari seluruh cerita karena suatu
cerita yang tidak mempunyai dasar tidak ada artinya sama sekali. Dasar ini adalah
tujuan cerita. Novel mempunyai tema yang bekerja sama dengan unsur-unsur lain
dalam penyampaian amanat.
2.1.2.3 Latar
Latar atau Setting adalah latar belakang fisik, tempat dan waktu dalam
suatu cerita. Latar atau setting terbagi atas tiga bagian, yaitu latar tempat, latar
waktu, dan latar suasana. Latar tempat menjelaskan tempat terjadinya peristiwa
dalam novel, latar waktu mendeskripsikan kapan peristiwa terjadi, dan latar
Menurut Wellek (dalam Baried, 1985: 210) “Latar adalah lingkungan.”
Memahami latar dalam sebuah novel tidak lepas dari lingkungan pengarang pada
waktu itu.
2.1.2.4 Alur
Pengertian alur dalam novel adalah rangkain cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan rangkaian peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang
dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Montage dan Henshaw ( dalam
Aminuddin, 2005:84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam alur suatu
cerita dapat tersususun dalam beberapa tahapan yaitu:
1. Dalam tahapan exposition, yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang
tempat tejadi peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang yang
mendukung cerita
2. Dalam tahapan inciting force, yakni tahap ketika timbul kekuatan,
kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku
3. Dalam tahapan rising action, yakni situasi panas karena pelaku-pelaku
dalam cerita mulai berkonflik
4. Dalam tahapan crisis, yakni situasi sudah semakin panas dan para pelaku
sudah diberi gambaran oleh pengarangnya
5. Dalam tahapan climax, yakni situasi puncak ketika konflik berada pada
kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar
6. Dalam tahapan falling action, yakni kadar konflik sudah menurun
sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju
conclusion atau penyelesaian cerita
2.1.2.5 Sudut Pandang
Sudut pandang adalah Bagaimana cara novel tersebut diceritakan. Saleh
Saad (dalam Barried, 1985 : 82 ) ada lima macam pencerita dalam novel yaitu:
a. Orang Pertama Tunggal
Sudut Pandang orang pertama tunggal yaitu menceritakan dengan
melibatkan diri sendiri ini biasanya ditandai dengan kata “Aku”. Dalam sudut
pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku
yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik,
hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat
kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa,
tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di
samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan
diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ”aku” menjadi tokoh utama (first
person central).
b.Sudut Pandang Orang Kedua Tunggal
Sudut pandang orang ke dua tunggal yaitu dengan menceritakan tanpa
melibatakan diri sendiri diluar dari cerita biasanya ditandai dengan menggunakan
Sudut pandang orang ketiga tunggal yaitu menceritakan dengan
melibatakan diri sendiri dan orang lain biasanya ditandai dengan pemakaian kata
“ Kami”
b. Sudut pandang orang ketiga tunggal
Menuturkan cerita tidak hanya sebagai seorang pengamat, tetapi berusaha
juga menyelam ke dalam cerita
c. Pencampuran antara 1dan 4
Suatu cara yang melaksanakan cakapan batin
2.1.2.6 Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
penulis melalui novelnya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara
implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah
laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat
pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran,
peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan
utama cerita.
2.1.2 Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan
sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan
menampilkan tokoh disebut penokohan ( Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 142).
watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan
disebut perwatakan.
Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat dibedakan
atas
a. Tokoh primer yakni tokoh utama
b. Tokoh sekunder yakni tokoh yang merupakan tokoh bawahan
c. Tokoh komplementer yakni tokoh tambahan (Sudjiman dalam
Siswanto, 2005:143).
Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan atas
tokoh dinamis dan statis. Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat
dibedakan atas tokoh yang mempunyai karakter sederhana dan kompleks
(Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 143). Tokoh dinamis adalah tokoh yang
kepribadiaanya selalu berkembang. Sebagai contoh tokoh Henry Pu Yi yang
semula rendah hati tetapi karena terpengaruh akan kekuasaan di dalam kerajaan
yang akhirnya membuatnya menjadi seorang yang angkuh tetapi tokoh Henry Pu
Yi menjadi rendah hati kembali setelah menyadari bahwa dengan keangkuhannya
dia tidak akan bisa hidup dengan kondisi kehidupannya yang sudah tidak menjadi
kaisar. Tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian tetap. Contoh
tokoh Henry Pu Yi yang semula memiliki watak curiga sampai diakhir cerita pun
akan tetap seorang yang berwatak curiga. Tokoh yang mempunyai karakter
sederhana adalah tokoh yang mempunyai karakter seragam atau tunggal. Tokoh
yang mempunyai watak yang kompleks adalah tokoh yang mempunyai
masyarakat dikenal sebagai orang yang penuh curiga, ambisius, dan egois.
Ternyata ia juga menjadi seorang yang sangat mencintai leluhurnya dan sangat
ingin mempertahankan pemerintahan tetap dalam bentuk monarki sehingga
menjadikannya seorang yang ambisius, egois dan penuh curiga. Henry Pu Yi
semata-mata memiliki karakter demikian membuktikan betapa ia sangat mencintai
kerajaan dan menghormati leluhurnya. Sukada (dalam Siswanto, 2005: 143)
merangkum keempat pembagian di atas menjadi tokoh datar (flat character),
yakni tokoh yang sederhana dan bersifat statis, dan tokoh bulat (round character),
yakni tokoh yang memiliki kekompleksan watak dan bersifat dinamis.
Dilihat dari watak yang dimiliki tokoh, dapat dibedakan atas tokoh
protagonis dan tokoh antagonis (Aminuddin dalam Siswanto, 2005:143). Tokoh
protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya. Biasanya, watak
tokoh semacam ini adalah tokoh yang baik dan positif, seperti dermawan, jujur,
rendah hati, pembela, cerdik, pandai, mandiri dan setia kawan. Dalam kehidupan
sehari-hari, jarang ada orang yang mempunyai watak yang seluruhnya baik. Selain
kebaikan orang mempunyai kelemahan. Oleh karena itu, ada juga watak
protagonis yang menggambarkan dua sisi kepribadian yang berbeda. Sebagai
contoh, tokoh Henry Pu Yi dikenal dengan watak yang ambisius. Henry Pu Yi
memang ambisius namun dia memiliki watak ambisius karena dia sangat
mencintai warisan leluhurnya sehingga bersikeras untuk mempertahankannya.
Contoh lainnya watak Henry Pu Yi yang penuh dengan kecurigaan. Henry Pu Yi
menjadi sangant pencuriga dikarenakan intrik politik dan banyaknya kecurangan
pembacanya. Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang buruk dan
negatif, seperti pembenci, pencuriga, pemarah, angkuh, jahil dan nakal.
Boulton (Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 144) mengungkapakan
bahwa:
“Cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam, menampilkan tokoh yang hanya hidup di alam mimpi, tokoh yang memiliki semangat perjuangan dalam hidupnya, tokoh yang memiliki cara hidup yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri sendiri.”
Ada beberapa cara memahami watak tokoh. Cara itu adalah melalui (1)
tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya (2) gambaran yang diberikan
pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya
berpakaian (3) menunjukkan bagaimana perilakunya (4) melihat bagaimana tokoh
itu berbicara tentang dirinya sendiri (5) memahami bagaiman jalan pikirannya (6)
melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya (7) melihat tokoh lain
berbincang dengannya (8) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh lain itu memberi
reaksi terhadapnya (9) dan melihat bagaimana tokoh itu mereaksi tokoh yang lain
(Aminuddin dalam Siswanto, 2005:80-81).
Saleh Saad (dalam Baried, 1985:74) mengatakan, “ Bahwa soal tokoh erat
sekali hubungannya dengan peristiwa-peristiwa”. Penggambaran kronologis tokoh
oleh Lubis (dalam Baried,1985:75) Secara kronolis mula-mula tokoh utama mulai
titik peristiwa A. Kemudian melalui berbagai perkembangan dia bergerak ke titik
peristiwa B, C, dan akhirnya sampai di titik peristiwa Z. Penampilan tokoh utama
itu ada yang didahului dengan penceritaan tentang orang-orang yang
orang-orang yang menurunkannya pun juga termasuk hebat. Dengan demikian,
Pembaca diajak untuk meyakini bahwa tokoh utama memang sudah pada
tempatnya apabila memiliki sifat-sifat kebaikan dan kesaktian.
Tokoh, watak, dan penokohan tidak bisa berdiri sendiri dalam cerita
rekaan. Ia selalu berhubungan dengan unsur-unsur pembangun cerita, seperti gaya
bahasa, sudut pandang, suasana, latar, nilai, amanat, dan tema cerita.
2.2 Kajian Pustaka
Novel The Last Emperor yang merupakan autobiografi Henry Pu Yi ini
difokuskan pada seorang tokoh utama yaitu Henry Pu Yi. Setelah diterbitkan pada
bulan Maret 2010 Paul Kramer menganalisis sifat dan karakter serta perjalanan
hidup Henry Pu Yi, sejak Henry Pu Yi dinobatkan menjadi seorang kaisar pada
tanggal 13 november 1908 malam, saat itu usia Henry Pu Yi masih 2 tahun.
Sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti novel ini sebelumnya
hanya ada beberapa yang meneliti tokoh utamanya lewat filmnya yang lebih dulu
terbit pada tahun 2009. Ada beberapa penelitian yang juga meneliti novel dengan
penelitianan yang difokuskan pada penokohannya tetapi diteliti dengan
pendekatan yang berbeda dan dengan novel yang berbeda pula yakni:
[1.]崔向东.东方主义视角下的《末代皇帝》.东南传播,2009.
Cui Xiandong yang meneliti tokoh utama kaisar Henry Pu Yi lewat film
“The Last Emperor” pada tahun 2009
Jia Lina Lanzhou University College of The Arts. Penelitian ini
menganalisis dari segi musikalnya lewat film “The Last Emperor” pada tahun
2009.
[3] 朱守云.[J].绝命于鸦片的末代皇后婉容.文史精华, 2009.
Shouyun Zhu meneliti tentang “Maharani Terakhir” Ibu suri Tzu Shi yang
mengangkat Henry Pu Yi menjadi kaisar di Cina yang pada tahun 2009
meninggal karena bunuh diri berdasarkan sejarah.
Ada juga beberapa penelitian yang meneliti dari sudut penokohan dalam
novel lain seperti:
[4] Umi Fauziah Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian “An Analysis of Main
Characters In Stephenie Meyer’s Novel: New Moon”. Fokus penelitian pada
Karakter tokoh utama di dalam novel tersebut. Novel tersebut menceritakan
tentang tokoh-tokoh yang mempunyai ciri-ciri dan sifat yang berbeda-beda.
Metode yang digunakan peneliti dalam menganalisis tokoh utama di dalam novel
tersebut adalah metode penelitian kepustakaan yaitu dengan membaca beberapa
buku tatan bahasa inggris sebagai bahan referensi atau sebagai sebagai rujukan
yang mendukung untuk judul tersebut.
[5] Verawati Ratu Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitiannya “Perilaku
Menyimpang Tokoh Utama dalam Novel Gerhana Kembar Karya Clara NG”:
Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Penulis meneliti dari segi
penokohannya dalam novel The Last Emperor sedangkan peneliti sebelumnya
meneliti tokoh utama dalam film The Last Emperor dan meneliti tokoh utama
dalam novel yang berbeda.
2.3 Landasan Teori
Landasan teori yang dipergunakan penulis dalam menganalisis tokoh
utama dalm novel The Last Emperor adalah teori strukturalis medan psikoanalisis
oleh Sigmund Freud. Kehadiran teori sutrukturalisme dalam penelitian sastra,
sering dipandang sebagai teori atau pendekatan. Hal ini pun tidak salah, karena
baik pendekatan maupun teori saling melengkapi dalam penelitian sastra.
Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi pandang apa yang akan diungkap
melalui karya sastra sedangkan teori adalah pisau analisisnya.
Strukturalis pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang
terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Dalam
pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang saling terkait satu
sama lain. Kodrat struktur itu akan bermakna apabila dihubungkan dengan
struktur lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehingga
pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antar unsur secara keseluruhan.
Keseluruhan akan lebih berarti dibanding bagian atau fragmen struktur.
Penelitian struktural lebih objektif karena hanya berdasarkan sastra itu
antar unsur pembangun teks sastra. Penekanan strukturalis adalah memandang
karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara obyektif yaitu
menekankan aspek intrinsik karya sastra. Keindahan teks sastra bergantung
penggunaan bahasa yang khas dan relasi antar unsur yang mapan. Unsur-unsur itu
tidak jauh berbeda dengan sebuah“artefak” (benda seni) yang bermakna. Artefak
tersebut terdiri dari unsur dalam teks seperti ide, tema, plot, latar, watak, tokoh,
gaya bahasa, dan sebagainya yang jalin menjalin rapi. Jalinan antar unsur tersebut
akan membentuk makna yang utuh pada sebuah teks. Itulah sebabnya
(Aminuddin dalam Endraswara Suwari, 2008: 52) mengungkapkan penelitian
struktur internal karya sastra merupakan the ontological structure of the work of
art. Dari sini tampak bahwa karya sastra merupakan: organized whole has various
constituente, unsur-unsur pemadu dalam totalitas itu memiliki stratifikasi
hubungan tertentu. Analisis strukturalisme biasanya mengandalkan paham
posivistik yaitu berdasarkan tekstual. Peneliti membangun yang handal, kemudian
diterapkan untuk menganalisis teks. Metode positivistik ini biasanya juga sering
digunakan oleh kaum formalis, yang mempercayai teks sebagai studi utama.
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud
sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia tiga penerapan: 1) suatu
metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai
perilaku manusia, dan 3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit pskologis atau
emosional. Dalam bukunya The Ego and The Id (1923), Sigmund Freud (dalam
Susanto Dwi, 2012: 61) membagi struktur kepribadian manusia itu secara
kronologis adalah id, ego, dan superego. Struktur ini dalam kelompok topografi
superego merupakan tingkat kesadaran manusia. Id dianggap sebagai struktur
kepribadian manusia yang tertua yang ada sejak manusia dilahirkan. Id ini
diturunkan secara genetik dan berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat
biologis. Id menjadi satu sumber energi pada manusia. Id sendiri bersifat kacau,
artinya bahwa mekanisme dari Id ini tanpa aturan, tidak mengenal nilai-nilai
moralitas dan tidak bisa membedakan antara benar dan salah. Ia bekerja atas
keinginan kesenangan dan tidak senang. Id sendiri bekerja dengan dua cara yakni
secara refleksi dan melalui proses primer. Sebagai contoh bila seseorang lapr atau
bayi lapar, dia akan mencari air susu ibunya ataupun ketika menginjak api, maka
orang langsung menghindar. Kerja semacam ini disebut dengan kerja refleks.
Namun, refleks ini tidak selalu mampu menahan ketegangan sehingga manusia
memerlukan satu citra yang ideal dari objek yang ingin diraihnya atau objek
pemuasan bayangan dan dianggap sebagai primer yang di irikan tidak masuk akal
atau tidak logis, tidak dapat membedakan yang khayal dan realitas. Manusia
dalam proses hidupmemerlukan kebutuhan untuk mampu membedakan antara
yang khayal dan yang bukan khayal sehingga terbentuklah kepribadian yang
selanjutnya, yakni ego.
Ego merupakan bagian dari kepribadian yang harus patuh terhadap id
dalam mencari realitas yang id butuhkan sebagai peredam dari ketegangan –
ketegangan. Atas asumsi ini dapat dikatakan bahwa ego telah dapat membedakan
yang khayal dan yang bukan khayal. Dia mampu meredam ketegangan dengan
batas tertentu karena ego itu bekerja pada prinsip realitas. Dengan
mempertahankan prinsip realita itu ego dapat meredam pemuasan kebutuhan
mencari pemusan yang lain sesuai dengan prinsip-prinsip sosial, lingkungan, dan
hati nurani. Ego juga menggunakan pikiran secara rasional dalm menentukan
kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Superego secara sederhana dapat diartikan sebagai representasi dari
berbagai nilai dan hukum- hukum satu masyarakat dalam mana individu tersebut
berada disitu. Superego diperoleh seseorang ketika masih kecil melalui proses
pendidikan, sosialisasi, perintah, dan laranganataupun hukuman. Bila tahap
oidipal dilakukan dengan baik, maka superego seseorang itu dapat terbentuk
dengan baik pula. Sigmund Freud membagi superego ini menjadi dua bentuk
yakni ego ideal dan hati nurani. Hukuman dan larangan yang diberikan pada
waktu kecil mampu membentuk hati nurani seseorang. Ego ideal merupakan
wujud dari sosialisasi waktu kecil; melalui pujian dan berbagai hadiah yang
diberikan atas berbagai tindakan yang dianggap baik oleh lingkungan, terutama
keluarga. Superego ini menjadi satu landasan seseorang dalam melakukan