• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dalam penelitian ini menggunakan beberapa konsep, yaitu: a. Novel b. Unsur intrinsik sastra c. Tokoh. - Analisis Tokoh Utama dalam Novel The Last Emperor Autobigrafi Henry Pu Yi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dalam penelitian ini menggunakan beberapa konsep, yaitu: a. Novel b. Unsur intrinsik sastra c. Tokoh. - Analisis Tokoh Utama dalam Novel The Last Emperor Autobigrafi Henry Pu Yi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa konsep, yaitu: a. Novel b.

Unsur intrinsik sastra c. Tokoh.

2.1.1 Novel

Kata Novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “Sebuah kisah,

sepotong berita”. Novel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Suatu

karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan

seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan sifat dan watak

setiap pelaku. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks

dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal. Biasanya

novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih

mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian penggarapan unsur-unsur

intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, gaya bahasa, nilai, tokoh dan

penokohan. Dengan catatan, ditekankan aspek tertentu dari unsur intrinsik

tersebut.

Novelet atau novela merupakan bentuk antara novel dan cerpen. Bentuk

antara ini bisa ditinjau baik dari panjang tulisan, kekompleksan masalah,

penggarapan unsur-unsur intrinsiknya, maupun peristiwa yang diceritakan. Dalam

Kamus Bahasa Indonesia (1996:694), novela diartikan sebagai kisahan prosa

(2)

tidak sepanjang novel, jangkauannya biasanya terbatas pada satu peristiwa, satu

keadaan, dan satu titik tikaian.

Novel sebagai hasil cipta sastra, dari satu sisi dapat berfungsi sebagai

cermin dari masyarakatnya. Novel dapat disebut sebagai alat perekam kehidupan

masyarakat pada suatu waktu, pada suatu tempat. Novel juga merupakan salah

satu produk sastra yang memegang peranan penting di dalam memberikan

berbagai kemungkinan dalam menyikapi kehidupan.

Novel juga merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan bersifat

naratif ; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis.

2.1.2 Unsur Intrinsik Sastra

Unsur intrinsik adalah unsur yang dikuasai oleh sistem dirinya sendiri

yang sekaligus merupakan strukturnya, sehingga unsur intrinsik sastra merupakan

suatu kesatuan yang padat. Setiap unsur di dalamnya terikat dengan unsur-unsur

lain untuk membentuk suatu jaringan struktur yang padat. Ini tentu saja hanya

terlihat pada karya-karya yang berhasil. Adapun Unsur-unsur yang termasuk di

dalam unsur intrinsik ini adalah: karakter atau penokohan, tema, latar, alur, sudut

pandang dan amanat

2.1.2.1 Karakter atau Penokohan

Penokohan merupakan suatu bagian penting dalam membangun sebuah

cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungi untuk memainkan cerita, tetapi

juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Semakin

(3)

pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang.

(Jakob Sumardjo dalam Fananie, 2000: 87) .

Konflik-konflik yang terdapat dalam suatu cerita yang mendasari

terjalinnya suatu plot, pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari tokoh-tokohnya,

baik yang bersifat protagonis maupun antagonis.

2.1.2.2 Tema

Tema adalah ide sebuah cerita yang ingin disampaikan kepada pembaca,

pokok permasalahan yang ditampilkan dalam suatu karya sastra atau

permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun karya sastra.

Tema novel bisanya bersumber dari konflik kehidupan manusia seharí-hari, antara

lain kisah cinta, kepahlawanan, peperangan, dan persahabatan.

Menurut Tasrif (dalam Barried, 1985 : 62), “Cerita harus mempunyai

tema atau dasar.” Dasar inilah yang paling penting dari seluruh cerita karena suatu

cerita yang tidak mempunyai dasar tidak ada artinya sama sekali. Dasar ini adalah

tujuan cerita. Novel mempunyai tema yang bekerja sama dengan unsur-unsur lain

dalam penyampaian amanat.

2.1.2.3 Latar

Latar atau Setting adalah latar belakang fisik, tempat dan waktu dalam

suatu cerita. Latar atau setting terbagi atas tiga bagian, yaitu latar tempat, latar

waktu, dan latar suasana. Latar tempat menjelaskan tempat terjadinya peristiwa

dalam novel, latar waktu mendeskripsikan kapan peristiwa terjadi, dan latar

(4)

Menurut Wellek (dalam Baried, 1985: 210) “Latar adalah lingkungan.”

Memahami latar dalam sebuah novel tidak lepas dari lingkungan pengarang pada

waktu itu.

2.1.2.4 Alur

Pengertian alur dalam novel adalah rangkain cerita yang dibentuk oleh

tahapan-tahapan rangkaian peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang

dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Montage dan Henshaw ( dalam

Aminuddin, 2005:84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam alur suatu

cerita dapat tersususun dalam beberapa tahapan yaitu:

1. Dalam tahapan exposition, yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang

tempat tejadi peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang yang

mendukung cerita

2. Dalam tahapan inciting force, yakni tahap ketika timbul kekuatan,

kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku

3. Dalam tahapan rising action, yakni situasi panas karena pelaku-pelaku

dalam cerita mulai berkonflik

4. Dalam tahapan crisis, yakni situasi sudah semakin panas dan para pelaku

sudah diberi gambaran oleh pengarangnya

5. Dalam tahapan climax, yakni situasi puncak ketika konflik berada pada

kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar

(5)

6. Dalam tahapan falling action, yakni kadar konflik sudah menurun

sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju

conclusion atau penyelesaian cerita

2.1.2.5 Sudut Pandang

Sudut pandang adalah Bagaimana cara novel tersebut diceritakan. Saleh

Saad (dalam Barried, 1985 : 82 ) ada lima macam pencerita dalam novel yaitu:

a. Orang Pertama Tunggal

Sudut Pandang orang pertama tunggal yaitu menceritakan dengan

melibatkan diri sendiri ini biasanya ditandai dengan kata “Aku”. Dalam sudut

pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku

yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik,

hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat

kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa,

tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di

samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan

diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ”aku” menjadi tokoh utama (first

person central).

b.Sudut Pandang Orang Kedua Tunggal

Sudut pandang orang ke dua tunggal yaitu dengan menceritakan tanpa

melibatakan diri sendiri diluar dari cerita biasanya ditandai dengan menggunakan

(6)

Sudut pandang orang ketiga tunggal yaitu menceritakan dengan

melibatakan diri sendiri dan orang lain biasanya ditandai dengan pemakaian kata

“ Kami”

b. Sudut pandang orang ketiga tunggal

Menuturkan cerita tidak hanya sebagai seorang pengamat, tetapi berusaha

juga menyelam ke dalam cerita

c. Pencampuran antara 1dan 4

Suatu cara yang melaksanakan cakapan batin

2.1.2.6 Amanat

Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh

penulis melalui novelnya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara

implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah

laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat

pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran,

peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan

utama cerita.

2.1.2 Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan

sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan

menampilkan tokoh disebut penokohan ( Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 142).

(7)

watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan

disebut perwatakan.

Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat dibedakan

atas

a. Tokoh primer yakni tokoh utama

b. Tokoh sekunder yakni tokoh yang merupakan tokoh bawahan

c. Tokoh komplementer yakni tokoh tambahan (Sudjiman dalam

Siswanto, 2005:143).

Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan atas

tokoh dinamis dan statis. Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat

dibedakan atas tokoh yang mempunyai karakter sederhana dan kompleks

(Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 143). Tokoh dinamis adalah tokoh yang

kepribadiaanya selalu berkembang. Sebagai contoh tokoh Henry Pu Yi yang

semula rendah hati tetapi karena terpengaruh akan kekuasaan di dalam kerajaan

yang akhirnya membuatnya menjadi seorang yang angkuh tetapi tokoh Henry Pu

Yi menjadi rendah hati kembali setelah menyadari bahwa dengan keangkuhannya

dia tidak akan bisa hidup dengan kondisi kehidupannya yang sudah tidak menjadi

kaisar. Tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian tetap. Contoh

tokoh Henry Pu Yi yang semula memiliki watak curiga sampai diakhir cerita pun

akan tetap seorang yang berwatak curiga. Tokoh yang mempunyai karakter

sederhana adalah tokoh yang mempunyai karakter seragam atau tunggal. Tokoh

yang mempunyai watak yang kompleks adalah tokoh yang mempunyai

(8)

masyarakat dikenal sebagai orang yang penuh curiga, ambisius, dan egois.

Ternyata ia juga menjadi seorang yang sangat mencintai leluhurnya dan sangat

ingin mempertahankan pemerintahan tetap dalam bentuk monarki sehingga

menjadikannya seorang yang ambisius, egois dan penuh curiga. Henry Pu Yi

semata-mata memiliki karakter demikian membuktikan betapa ia sangat mencintai

kerajaan dan menghormati leluhurnya. Sukada (dalam Siswanto, 2005: 143)

merangkum keempat pembagian di atas menjadi tokoh datar (flat character),

yakni tokoh yang sederhana dan bersifat statis, dan tokoh bulat (round character),

yakni tokoh yang memiliki kekompleksan watak dan bersifat dinamis.

Dilihat dari watak yang dimiliki tokoh, dapat dibedakan atas tokoh

protagonis dan tokoh antagonis (Aminuddin dalam Siswanto, 2005:143). Tokoh

protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya. Biasanya, watak

tokoh semacam ini adalah tokoh yang baik dan positif, seperti dermawan, jujur,

rendah hati, pembela, cerdik, pandai, mandiri dan setia kawan. Dalam kehidupan

sehari-hari, jarang ada orang yang mempunyai watak yang seluruhnya baik. Selain

kebaikan orang mempunyai kelemahan. Oleh karena itu, ada juga watak

protagonis yang menggambarkan dua sisi kepribadian yang berbeda. Sebagai

contoh, tokoh Henry Pu Yi dikenal dengan watak yang ambisius. Henry Pu Yi

memang ambisius namun dia memiliki watak ambisius karena dia sangat

mencintai warisan leluhurnya sehingga bersikeras untuk mempertahankannya.

Contoh lainnya watak Henry Pu Yi yang penuh dengan kecurigaan. Henry Pu Yi

menjadi sangant pencuriga dikarenakan intrik politik dan banyaknya kecurangan

(9)

pembacanya. Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang buruk dan

negatif, seperti pembenci, pencuriga, pemarah, angkuh, jahil dan nakal.

Boulton (Aminuddin dalam Siswanto, 2005: 144) mengungkapakan

bahwa:

“Cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam, menampilkan tokoh yang hanya hidup di alam mimpi, tokoh yang memiliki semangat perjuangan dalam hidupnya, tokoh yang memiliki cara hidup yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri sendiri.”

Ada beberapa cara memahami watak tokoh. Cara itu adalah melalui (1)

tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya (2) gambaran yang diberikan

pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya

berpakaian (3) menunjukkan bagaimana perilakunya (4) melihat bagaimana tokoh

itu berbicara tentang dirinya sendiri (5) memahami bagaiman jalan pikirannya (6)

melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya (7) melihat tokoh lain

berbincang dengannya (8) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh lain itu memberi

reaksi terhadapnya (9) dan melihat bagaimana tokoh itu mereaksi tokoh yang lain

(Aminuddin dalam Siswanto, 2005:80-81).

Saleh Saad (dalam Baried, 1985:74) mengatakan, “ Bahwa soal tokoh erat

sekali hubungannya dengan peristiwa-peristiwa”. Penggambaran kronologis tokoh

oleh Lubis (dalam Baried,1985:75) Secara kronolis mula-mula tokoh utama mulai

titik peristiwa A. Kemudian melalui berbagai perkembangan dia bergerak ke titik

peristiwa B, C, dan akhirnya sampai di titik peristiwa Z. Penampilan tokoh utama

itu ada yang didahului dengan penceritaan tentang orang-orang yang

(10)

orang-orang yang menurunkannya pun juga termasuk hebat. Dengan demikian,

Pembaca diajak untuk meyakini bahwa tokoh utama memang sudah pada

tempatnya apabila memiliki sifat-sifat kebaikan dan kesaktian.

Tokoh, watak, dan penokohan tidak bisa berdiri sendiri dalam cerita

rekaan. Ia selalu berhubungan dengan unsur-unsur pembangun cerita, seperti gaya

bahasa, sudut pandang, suasana, latar, nilai, amanat, dan tema cerita.

2.2 Kajian Pustaka

Novel The Last Emperor yang merupakan autobiografi Henry Pu Yi ini

difokuskan pada seorang tokoh utama yaitu Henry Pu Yi. Setelah diterbitkan pada

bulan Maret 2010 Paul Kramer menganalisis sifat dan karakter serta perjalanan

hidup Henry Pu Yi, sejak Henry Pu Yi dinobatkan menjadi seorang kaisar pada

tanggal 13 november 1908 malam, saat itu usia Henry Pu Yi masih 2 tahun.

Sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti novel ini sebelumnya

hanya ada beberapa yang meneliti tokoh utamanya lewat filmnya yang lebih dulu

terbit pada tahun 2009. Ada beberapa penelitian yang juga meneliti novel dengan

penelitianan yang difokuskan pada penokohannya tetapi diteliti dengan

pendekatan yang berbeda dan dengan novel yang berbeda pula yakni:

[1.]崔向东.东方主义视角下的《末代皇帝》.东南传播,2009.

Cui Xiandong yang meneliti tokoh utama kaisar Henry Pu Yi lewat film

“The Last Emperor” pada tahun 2009

(11)

Jia Lina Lanzhou University College of The Arts. Penelitian ini

menganalisis dari segi musikalnya lewat film “The Last Emperor” pada tahun

2009.

[3] 朱守云.[J].绝命于鸦片的末代皇后婉容.文史精华, 2009.

Shouyun Zhu meneliti tentang “Maharani Terakhir” Ibu suri Tzu Shi yang

mengangkat Henry Pu Yi menjadi kaisar di Cina yang pada tahun 2009

meninggal karena bunuh diri berdasarkan sejarah.

Ada juga beberapa penelitian yang meneliti dari sudut penokohan dalam

novel lain seperti:

[4] Umi Fauziah Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian “An Analysis of Main

Characters In Stephenie Meyer’s Novel: New Moon”. Fokus penelitian pada

Karakter tokoh utama di dalam novel tersebut. Novel tersebut menceritakan

tentang tokoh-tokoh yang mempunyai ciri-ciri dan sifat yang berbeda-beda.

Metode yang digunakan peneliti dalam menganalisis tokoh utama di dalam novel

tersebut adalah metode penelitian kepustakaan yaitu dengan membaca beberapa

buku tatan bahasa inggris sebagai bahan referensi atau sebagai sebagai rujukan

yang mendukung untuk judul tersebut.

[5] Verawati Ratu Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitiannya “Perilaku

Menyimpang Tokoh Utama dalam Novel Gerhana Kembar Karya Clara NG”:

(12)

Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Penulis meneliti dari segi

penokohannya dalam novel The Last Emperor sedangkan peneliti sebelumnya

meneliti tokoh utama dalam film The Last Emperor dan meneliti tokoh utama

dalam novel yang berbeda.

2.3 Landasan Teori

Landasan teori yang dipergunakan penulis dalam menganalisis tokoh

utama dalm novel The Last Emperor adalah teori strukturalis medan psikoanalisis

oleh Sigmund Freud. Kehadiran teori sutrukturalisme dalam penelitian sastra,

sering dipandang sebagai teori atau pendekatan. Hal ini pun tidak salah, karena

baik pendekatan maupun teori saling melengkapi dalam penelitian sastra.

Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi pandang apa yang akan diungkap

melalui karya sastra sedangkan teori adalah pisau analisisnya.

Strukturalis pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang

terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Dalam

pandangan ini karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang saling terkait satu

sama lain. Kodrat struktur itu akan bermakna apabila dihubungkan dengan

struktur lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehingga

pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antar unsur secara keseluruhan.

Keseluruhan akan lebih berarti dibanding bagian atau fragmen struktur.

Penelitian struktural lebih objektif karena hanya berdasarkan sastra itu

(13)

antar unsur pembangun teks sastra. Penekanan strukturalis adalah memandang

karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara obyektif yaitu

menekankan aspek intrinsik karya sastra. Keindahan teks sastra bergantung

penggunaan bahasa yang khas dan relasi antar unsur yang mapan. Unsur-unsur itu

tidak jauh berbeda dengan sebuah“artefak” (benda seni) yang bermakna. Artefak

tersebut terdiri dari unsur dalam teks seperti ide, tema, plot, latar, watak, tokoh,

gaya bahasa, dan sebagainya yang jalin menjalin rapi. Jalinan antar unsur tersebut

akan membentuk makna yang utuh pada sebuah teks. Itulah sebabnya

(Aminuddin dalam Endraswara Suwari, 2008: 52) mengungkapkan penelitian

struktur internal karya sastra merupakan the ontological structure of the work of

art. Dari sini tampak bahwa karya sastra merupakan: organized whole has various

constituente, unsur-unsur pemadu dalam totalitas itu memiliki stratifikasi

hubungan tertentu. Analisis strukturalisme biasanya mengandalkan paham

posivistik yaitu berdasarkan tekstual. Peneliti membangun yang handal, kemudian

diterapkan untuk menganalisis teks. Metode positivistik ini biasanya juga sering

digunakan oleh kaum formalis, yang mempercayai teks sebagai studi utama.

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud

sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia tiga penerapan: 1) suatu

metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai

perilaku manusia, dan 3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit pskologis atau

emosional. Dalam bukunya The Ego and The Id (1923), Sigmund Freud (dalam

Susanto Dwi, 2012: 61) membagi struktur kepribadian manusia itu secara

kronologis adalah id, ego, dan superego. Struktur ini dalam kelompok topografi

(14)

superego merupakan tingkat kesadaran manusia. Id dianggap sebagai struktur

kepribadian manusia yang tertua yang ada sejak manusia dilahirkan. Id ini

diturunkan secara genetik dan berkaitan dengan dorongan-dorongan yang bersifat

biologis. Id menjadi satu sumber energi pada manusia. Id sendiri bersifat kacau,

artinya bahwa mekanisme dari Id ini tanpa aturan, tidak mengenal nilai-nilai

moralitas dan tidak bisa membedakan antara benar dan salah. Ia bekerja atas

keinginan kesenangan dan tidak senang. Id sendiri bekerja dengan dua cara yakni

secara refleksi dan melalui proses primer. Sebagai contoh bila seseorang lapr atau

bayi lapar, dia akan mencari air susu ibunya ataupun ketika menginjak api, maka

orang langsung menghindar. Kerja semacam ini disebut dengan kerja refleks.

Namun, refleks ini tidak selalu mampu menahan ketegangan sehingga manusia

memerlukan satu citra yang ideal dari objek yang ingin diraihnya atau objek

pemuasan bayangan dan dianggap sebagai primer yang di irikan tidak masuk akal

atau tidak logis, tidak dapat membedakan yang khayal dan realitas. Manusia

dalam proses hidupmemerlukan kebutuhan untuk mampu membedakan antara

yang khayal dan yang bukan khayal sehingga terbentuklah kepribadian yang

selanjutnya, yakni ego.

Ego merupakan bagian dari kepribadian yang harus patuh terhadap id

dalam mencari realitas yang id butuhkan sebagai peredam dari ketegangan –

ketegangan. Atas asumsi ini dapat dikatakan bahwa ego telah dapat membedakan

yang khayal dan yang bukan khayal. Dia mampu meredam ketegangan dengan

batas tertentu karena ego itu bekerja pada prinsip realitas. Dengan

mempertahankan prinsip realita itu ego dapat meredam pemuasan kebutuhan

(15)

mencari pemusan yang lain sesuai dengan prinsip-prinsip sosial, lingkungan, dan

hati nurani. Ego juga menggunakan pikiran secara rasional dalm menentukan

kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Superego secara sederhana dapat diartikan sebagai representasi dari

berbagai nilai dan hukum- hukum satu masyarakat dalam mana individu tersebut

berada disitu. Superego diperoleh seseorang ketika masih kecil melalui proses

pendidikan, sosialisasi, perintah, dan laranganataupun hukuman. Bila tahap

oidipal dilakukan dengan baik, maka superego seseorang itu dapat terbentuk

dengan baik pula. Sigmund Freud membagi superego ini menjadi dua bentuk

yakni ego ideal dan hati nurani. Hukuman dan larangan yang diberikan pada

waktu kecil mampu membentuk hati nurani seseorang. Ego ideal merupakan

wujud dari sosialisasi waktu kecil; melalui pujian dan berbagai hadiah yang

diberikan atas berbagai tindakan yang dianggap baik oleh lingkungan, terutama

keluarga. Superego ini menjadi satu landasan seseorang dalam melakukan

Referensi

Dokumen terkait