• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanian Organik (2) SDA Pertanian SDA Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pertanian Organik (2) SDA Pertanian SDA Pertanian"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pertanian Organik, Potensi dan Kendalanya

Pola pertanian organik semakin mendominasi wacana bidang pertanian dewasa ini. Praktek pertanian yang pada dasarnya tidak jauh beda dengan model pertanian tradisional warisan nenek moyang kita, namun sudah puluhan tahun banyak ditinggalkan petani karena kehadiran revolusi hijau, kini semakin populer, diakui potensinya, dan dianjurkan oleh banyak kalangan. Pengakuan dan anjuran tersebut didasari dengan beberapa pertimbangan, mulai dari aspek nilai tambah secara ekonomi, aspek kualitas bahan konsumsi untuk kesehatan jangka panjang tubuh manusia, aspek penyelamatan dan kelestarian lingkungan (environmentally friendly and farming sustainability), hingga aspek ideologis yang oleh banyak kalangan ingin diperjuangkan.

Keunggulan nilai tambah ekonomi tersebut, atau harga premiun yang menjanjikan petani, tentu saja bisa dikembangkan menjadi alternatif jalan untuk mendongkrak penghidupan petani kecil. Harapanya, peluang tersebut bisa menjadi cara tambahan untuk membantu mengetaskan petani kecil dari belenggu kemiskinan. Namun demikian, untuk mengajak atau mendorong mereka beralih ke pertanian cara organik, tidaklah semudah yang kita bayangkan. Ada beberapa kendala atau tantangan serius yang bisa kita ketengahkan dalam tulisan ini.

Pertama, adanya mitos bahwa pertanian organik sulit dilakukan, rumit juga syarat tehnologi baru, dan memerlukan banyak resources dalam pelaksanaannya. Seperti penuturan Sutarman, Kaur Perencanaan Desa Giritirto, Kec. Purwosari, Kab. Gunungkidul, yang pernah mencoba mengaplikasikan sistem pertanian organik lahan basah di persawahannya.

(2)

Ketiga, adanya kendala pemasaran produk organik, karena produk organik masih berharga mahal (premium), sehingga memiliki segmen pasar khusus, dan jaringannya masih dikuasai oleh pelaku bisnis bermodal besar, sehingga para petani kecil merasa kesulitan untuk mendapatkan akses pasar yang luas. Ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan Pak Putut, seorang petani pemula yang sendang merintis pertanian organik untuk sayur-sayuran dan buah-buahan berusia pendek seperti lombok, tomat, timun, melon, dan semangka, yang mengelola lahan persawahan di leren Timur Gunung Lawu, Jawa Timur.

Belum lagi, produk-produk pertanian organik seringkali penampilan fisiknya juga tidak sebagus produk-produk non-organik. Tidak digunakannya pupuk dan pestisida kimiawi seringkali membuat tampilan tanaman organik terkesan kurang sehat atau tidak se-subur yang non-organik, dan juga rentan terhadap serangan hama, sehingga terkadang ‘wajahnya’ bopeng dan ada cacatnya. Nah, penampilan yang kalah ‘kinclong’ seperti itu juga sering menjadi kendala pemasaran produk pertanian organik.

Keempat, belum adanya dukungan yang lebih nyata dan meluas dari pemerintah. Terutama dalam bentuk kampanye yang massive dan terus-menerus perihal pertanian organik, mulai dari pentingnya beralih ke makanan organik bagi masyarakat hingga bagaimana cara mengelola pertanian dan industri produk pertanian organik. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan akses informasi tentang potensi dan peta pasar, fasilitasi untuk promosi dan pameran, serta fasilitasi lahirnya kelembagaan pelaku pertanian organik, dan pelatihan-pelatian yang intensif bagi masyarakat bawah (petani kecil).

Perihal kelembagaan, petani kita sebenarnya telah paham dan memiliki cukup banyak variasi organisasi yang berbasis pertanian yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun demikian, kapasitas mereka tetap perlu didongkrak dan dibangun kembali, dilengkapi dengan pengetahuan atau tehnologi baru, melalui bermacan training yang biayanya sepenuhnya ditanggung oleh anggaran pemerintah. Pelatihan-pelatihan yang intensif dilengkapai dengan kegiatan-kegiatan studi-banding yang relavan akan memudahkan gerak kemajuan pertanian ekologis tersebut.

Kelima, belum adanya regulasi (terutama di Indonesia) dan badan sertifikasi yang terjamin kredibilitasnya, sehingga bisa melahirkan trust antara produsen dan konsumen, yang pada gilirannya akan menopang berkembangnya bisnis pertanian dan produk organik.

(3)

untung, semua mendapatkan bagiannya secara adil. Dengan demikian, produsen (terutama petani kecil/buruh) bisa mengenyam keuntungan yang sesungguhnya. Tidak hanya sekedar memberikan subsidi ‘derma’ kepada para pemodal besar yang menguasai distribusi dan pemasaran produk pertanian, seperti yang selalu terjadi hingga sekarang ini. Sehingga gagasan tinggi untuk menjadikan model pertanian organik sebagai salah satu cara tambahan untuk mengatasi kemiskinan petani kecil, bisa diwujudkan.

Sedangkan perihal sertifikasi, sudah semestinya pemerintah juga memberikan subsidi dan dukungan sepenuhnya, sehingga ada kemudahan bagi petani kecil untuk mendapatkan sertifikasi untuk produk-produknya. Harapanya, selain prosenya mudah biaya administrasinya juga relatif terjangkau bagi produsen (petani) kecil, sehingga ada kemudahan sekaligus motivasi kuat dikalangan petani kecil untuk mengembangkan usahanya.

Mengulang kembali apa yang telah sedikit disinggung di awal tulisan ini, bahwa model pertanian organik sangatlah menarik dan bisa menjadi terobosan alternatif untuk mengurangi beberapa masalah yang dihadapi masyarakat luas dewasa ini. Keunggulan-keunggulan dan potensi besar yang dimiliki pertanian organik bisa dielaborasi lebih lanjut seperti berikut ini.

Meningkatkan pendapatan petani kecil. Pertanian organik sangat potensial untuk mengatasi rendahnya pendapatan petani kecil, mengingat produk pertanian organik lebih diminati kelas menengah, yang nota bene memiliki daya beli untuk produk-produk dengan banderol premiun (seperti produk organik) dan punya kesadaran yang relatif tinggi dalam hal kesehatan dan isu lingkungan. Meskipun, peran tengkulak atau distributor seringkali menggagalkan potensi pendapatan petani kecil tersebut. Di sini, peran negara seharusnya bekerja untuk menjamin tegaknya transaksi ‘fair’ yang bisa memberikan harapan petani kecil untuk mengamankan nilai lebih hasil produksinya.

Menyerap lebih banyak tenaga kerja. Layaknya pola pertanian tradisional, perlakuan khusus terhadap komoditi tanaman organik merupakan pekerjaan yang padat karya, sehingga sistem pertanian tersebut bisa menyerap lebih banyak ternaga kerja dibandingkan dengan pola konvensional. Karakteristik tersebut, tentu saja sangat sesuai dengan situasi dan kondisi Indonesia yang memiliki angka penganggurang sangat tinggi.

(4)

Mengurangi pencemaran lingkungan. Selama ini sistem pertanian yang konvensional, yang modern dan bukan yang ekologis, sejak era 60-an ketika revolusi hijau mulai diperkenalkan telah terbukti mampu mendongkrak hasil panen petani. Namun demikian, sistem yang ditopang dengan kebijakan pemerintah Orde Baru yang populer dengan istilah ‘Panca Usaha Tani’ tersebut, terbukti telah memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan keberlanjutan usaha pertanian itu sendiri.

Sistem Panca Usaha Tani, menekankan pada cara pengolahan tanah yang intensif, penyemaian bibit yang unggul, aplikasi pupuk sintetis (bukan organik), sistem irigasi yang maksimal, serta pengendalian hama tanaman secara serentak atau menyeluruh dengan pestisida sintetis (kimiawi), sehingga terjadi exploitasi tanah dan air yang berlebihan, juga pencemaran tanah dan air yang tidak hanya berbahaya bagi kehidupan biota sekitarnya (ekosistim setempat), tapi juga mengancam kesehatan jangka panjang manusia. Karena pestisida dan pupuk kimiawi terbukti meninggalkan residu di dalam produk pertanian yang dihasilkan. Dan, bisa tertimbun dalam tubuh siapapun yang mengkonsumsi produk tersebut.

Turut berperan dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Seperti kita tahu bahwa kesehatan manusia berkaitan erat dengan apa yang mereka makan dan bagaimana kualitas lingkungan mereka. Dengan adanya bahan pangan organik, asumsinya apa yang dikonsumsi masyarakat akan menjadi lebih sehat. Paling tidak, sumber pangan mereka tidak lagi mengandung residu bahan-bahan kimia, baik dari pupuk, herbisida, fungisida, dan pestisida kimiawi, yang menurut para ahli kesehatan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Lebih jauh lagi, aplikasi pestisida pada lahan pertanian juga terbukti telah turut mencemari perairan, tanah, dan udara yang dekat dengan lahan pertanian. Tanah, air, dan udara yang tercemar tentu saja akan mengancam tidak hanya manusia tapi juga lingkungan serta biota yang melengkapinya. Sedangkan manusia juga bagian dari ujung tertinggi rantai makanan, bisa dipastikan manusia akan menjadi pengepul terakhir polutan yang ada di lingkungannya. Bisa kita bayangkan akumulasinya.

(5)

Pemetaan sederhana tentang potensi dan kendala sistem pertanian organik di atas, diharapkan bisa memberikan tambahan wacana bagi kita semua utuk menimbang-nimbang, desakan seperti apa yang layak kita bidikkan kepada pemerintah dan stakeholders lain, serta peran apa yang bisa kita ambil untuk mensikapi gagasan perihal pertanian organik tersebut.

Dengan kapasitanya, pemerintah perlu bergerak dan berupaya lebih lekas untuk menjamin berjalannya model pertanian organik dengan melibatkan seluruh stakeholders, termasuk petani sendiri, LSM, koperasi, jaringan pertanian organik, konsumen, sektor swasta, lembaga pemerintah dan organisasi lintas pemerintahan. Singkatnya, model pertanian orgnik seharusnya menjadi bagian integral kebijakan pemerintah dalam mewujudkan pembangunan daerah perdesaan dan pertanian nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan persepsi mahasiswa ter hadap ma nfaat asuhan keperawatan keluarga dalam meningkatkan skill di lapangan adalah meliputi pemahaman mahasiswa terhadap

I suggest that existential feelings are feelings in the body, which are experienced as one’s relationship with the world as a whole. This relationship can be quite different,

Both vitality and conation as basic forms of experience are derived from corresponding processes of life that cannot be restricted to brain pro- cesses and are instead based on

Praktik Pengalaman Lapangan merupakan kegiatan wajib yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa semester VII program kependidikan Universitas Negeri Semarang sebagai pelatihan

good English textbook contains that suitable with level of the students because?. there are many English textbook which are offered by many publishers, so

selaku Kepala R-SMA-BI Kesatrian 1 Semarang yang telah memperkenankan kami untuk mengadakan Praktik Pengalaman Lapangan 1 (PPL 1). selaku Kepala Pusat Pengembangan

pelayanan yang diberikan oleh Lembaga Pemberdayan Masyarakat Kampung Bugis sudah berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik, akan tetapi belum semua pelanggan

Dengan didukung oleh para anggota pengurus IMTI periode 2012 - 2013, kami berharap supaya proposal agenda kerja IMTI ini bermamfaat bagi seluruh mahasiswa