JUDUL RINGKASAN: NYAMUK AEDES AGYPTI SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH
NAMA : KARIMAH
MAHASISWA : DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
NIM : AK816034
SEMESTER : IV
KELAS : A
MATA KULIAH : PARASITOLOGI
1.1Definisi
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (Hidayati,2006).
1.2Morfologi
Menurut (Widyastuti, 2009) Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada bagian kakinya. Nyamuk Aedes sp. berukuran kecil dan halus (4-13 mm). Bagian-bagian tubuhnya terdiri dari caput atau kepala,
torak dan abdomen. Tubuh nyamuk dewasa ini ramping dan disekujur
badannya berwarna hitam dengan bercak-bercak putih, nyamuk ini lebih kecil
dari nyamuk rumah Culex quinquefasciatus.
Di bagian caputnya terdapat probosis halus yang panjangnya melebihi
panjang kepala. Probosis ini berguna untuk menangkap makanan yang
ini digunakan untuk alat tusuk dan penghisap darah. Sedangkan, pada nyamuk
jantan, probosis ini digunakan sebagai penghisap cairan tumbuh-tumbuhan,
buah dan keringat. Di kiri dan di kanan probosis terdapat sepasang antena
yang terdiri dari 15 segmen. Antena pada nyamuk jantan berambut lebih lebat
dari pada nyamuk betina, rambut pada antena nyamuk jantan disebut pulmose
sedangkan pada nyamuk betina disebut pilose (Chin,2000).
Pada bagian torak terdapat mesonotum yang berbentuk lyra (“Lyreform” atau lyre-shaped). Dibagian mesonotum ini terdapat scutellum yang memiliki 3 lobus. Perbedaan antara A. aegypti dan A. albopcitus teletak
pada perbedaan mesonatumnya. Pada A. Albopictus mesono tumnya terdapat
gambaran garis putih yang memanjang dan hanya memiliki satu garis yang
luas di tengah-tengah toraknya, sedangkan A. Aegypti memiliki dua garis
pada toranya. Sayap nyamuk ini panjang dan langsing, mempunyai vena yang
permukaanya ditutupi sisik sayap. Sisik sayap nyamuk ini sempit dan panjang.
Bagian abdomen dari tubuh nyamuk terdiri dari 10 segmen, 2 segmen terakhir
berubah menjadi alat kelamin. Ujung abdomen Aedes sp. lancip disebut
pointed (Sucipto, 2011).
1.Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur
berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang
jernih, atau menempel pada dinding penampungan air. Telur dapat bertahan
sampai +/- 6 bulan di tempat kering(Suhardiono, 2005).
2.Jentik / Larva
Ada 4 tingkat (instar) jentik atau larva sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu (Suhardiono, 2005):
1.Instar I : berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm 2.Instar II : 2,5 – 3 mm
3.Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II 4.Instar IV : berukuran paling besar 5 mm
Gambar 2: Variasi dan ukuran jentik
3.Pupa
Pupa berbentuk seperti koma, bentuknya lebih besar namun lebih
ramping dibanding larva atau jentiknya. Pupa Ae aegyptiberukuran lebih
kecil jika dibandingkan dengan rata – rata pupa nyamuk lainnya
Gambar 3: Pupa/Kepompong Nyamuk Ae. aegypti
4.Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan rata – rata
nyamuk lain, dan memiliki warna dasar hitam dengan bintik – bintik putih
pada bagian badan dan kaki. Sebenarnya yang dimaksud vektor DBD
adalah jenis nyamuk Ae aegypti betina. Perbedaan morfologi antara
nyamuk Ae aegyptibetina dengan yang jantan terletak pada perbedaan
morfologi antenanya. Ae aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat
sedangkan Ae aegypti betina memiliki antena berbulu jarang atau tidak
lebat (Suhardiono, 2005).
1.3Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosa sempurna, yaitu dari bentuk telur, jentik, kepompong dan nyamuk dewasa. Stadium telur, jentik, dan kepompong hidup di dalam air (aquatik), sedangkan nyamuk hidup secara teresterial (di udara bebas). Pada umumnya telur akan menetas menjadi larva dalam waktu kira-kira 2 hari setelah telur terendam air. Nyamuk betina meletakkan telur di dinding wadah di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding perindukannya. Nyamuk betina setiap kali bertelur dapat mengeluarkan telurnya sebanyak 100 butir. Fase aquatik berlangsung selama 8-12 hari yaitu stadium jentik berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (pupa) berlangsung 2-4 hari. Pertumbuhan mulai dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama 10- 14 hari. Umur nyamuk dapat mencapai 2-3 bulan (Hasyimi,1993).
a. Stadium Telur
Pada suhu 30°C, telur akan menetas setelah 1 sampai 3 hari dan pada suhu 16°C akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur nyamuk Aedes aegypti sangat tahan terhadap kekeringan. Pada kondisi normal, telur Aedes aegypti yang direndam di dalam air akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Berdasarkan jenis kelaminnya, nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta lebih cepat menjadi dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping fertilitas telur itu sendiri (Azwat, 2003).
Gambar Telur Aedes aegypti b. Stadium Larva
Gambar Larva Aedes aegypti
c. Stadium Pupa
Pada stadium pupa tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu cephalothorax yang lebih besar dan abdomen. Bentuk tubuh membengkok. Pupa tidak memerlukan makan dan akan berubah menjadi dewasa dalam 2 hari. Dalam pertumbuhannya terjadi proses pembentukan sayap, kaki dan alat kelamin (Azwat, 2003).
Gambar Pupa Aedes aegypti d. Nyamuk Dewasa
Setelah dibuahi nyamuk betina akan mencari tempat hinggap di tempat tempat yang agak gelap dan lembab sambil menunggu pembentukan telurnya, setelah menetas telurnya diletakkan pada tempat yang lembab dan basah seperti di dinding bak mandi, kelambu, dan kaleng-kaleng bekas yang digenangi air.
Tempat pembangkitan tersebut berupa :
1.Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat menampung air guna keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC dan ember.
2.Bukan tempat penampungan air (non TPA) yaitu tempat-tempat yang biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng bekas, ban bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan perangkap semut.
3.Tempat penampungan air alami (TPA alami) seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang dan potongan bambu.
Daftar Pustaka
Azwat A. 2003. Pengantar Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Bina Rupa Aksara; Hal.34.
Chin J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi Ke-17. Jakarta: Departemen Kesehatan., Hal.144.
Hasyimi, M. 1993. “Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Pengamatan di Alam”. Hal.16-18.
Hidayati, Aziz Alimum A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Jilid II, Selemba Medika: Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proes Keperawatan. EGC: Jakarta.
Sucipto, Cecep D. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Suhardiono. 2005. Sebuah Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat Terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Helvetia
Tengah, Medan, tahun 2005. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia ,Volume 1 No. 2.