Mata Kuliah : Ekonomi Kota
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Oleh:
Ayu Sri Lestari
3614100009
Annisa Denar
3614100022
Angelina Naibaho
3614100043
M. Amir Faiz
3614100075
Analisis Permasalahan
Urban Housing
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan Tugas Keempat dari Mata Kuliah Ekonomi Kota yaitu laporan
Analisis Permasalahan Urban Housing di Kota Surabaya. Dimana dalam tugas ini akan dibahas mengenai penyediaan perumahan dari sisi penawaran dan permintaan, serta
kebijakan – kebijakan pengaturan perumahan di Kota Surabaya.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi tentang keadaan perumahan di
Surabaya dan keterkaitannya dengan ekonomi kota. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ekonomi kota Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso,
Lic.rer.reg. dan Ibu Vely Kukinul Siswanto, ST. MT. MSc. yang turut membimbing dalam
penyelesaian makalah ini, serta sumber-sumber terkait yang turut menjadi referensi makalah
ini. Jauh dari semua ini makalah kami masih sangat jauh dari kata sempurna untuk itu kami
mengharapkan rekomendasi dan kritik dari para pembaca.
Surabaya, 25 Mei 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan... 2
1.3. Sistematika Laporan... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 1
2.1. Teori Permintaan ... 1
2.2. Teori Penawaran ... 3
2.3. Hubungan Permintaan dan Penawaran ... 4
2.4. Pengertian Perumahan ... 6
2.4.1. Kategori Rumah... 6
2.4.2. Karakteristik Rumah ... 7
2.5. Teori Tentang Permintaan Rumah ... 8
2.5.1. Fungsi dan Peran Rumah ... 11
2.5.2. Penelitian Terdahulu ... 12
BAB III GAMBARAN UMUM ... 15
3.1. Gambaran Umum Wilayah ... 15
3.2. Perumahan di Surabaya ... 16
BAB IV ANALISIS ... 23
4.1. Analisis Daya Beli Masyarakat Terhadap Perumahan ... 23
4.2. Analisis Permintaan dan Penawaran Perumahan ... 26
4.3. Analisis Kebijakan Perumahan ... 29
BAB V KONSEP PENANGANAN ... 32
BAB VI PENUTUP ... 35
6.1. Kesimpulan dan Lesson Learned... 35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kebutuhan perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat, selain
kebutuhan akan sandang dan pangan. Perumahan dan permukiman telah digariskan dalam
GBHN (1193 : 113 - 115), bahwa pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat. untuk memenuhi
kebutuhan perumahan selama ini diupayakan oleh pemerintah dan swasta . Namun dengan
semakin meningkatnya proporsi penduduk kota maka akan berpengaruh pada semakin
menurunnya kualitas hunian di perkotaaan.
Permasalahan permukiman saat ini sangat kompleks. Indonesia , per 2015 40 %
penduduk Indonesia tidak mampu mempeli rumah tanpa subsidi dari pemerintah,
selainnya adalah bantuan dari pemerintah dan diperkirakan di Indonesia ada sekita 25
orang penyandang tuna wisma ( tempo, 2015). Sementara pemerintah berinisiasi akan
menghapuskan backlog yang terjadi di Indonesia.
Permasalahan perumahan dan permukiman ini terjadi di kota besar seperti
Surabaya. Lonjakan penduduk akibat terjadinya urbanisasi menyebabkan dibutuhkannya
keseimbangan antara pernambahan rumah tangga dengan penyediaan rumah. Dengan
jumlah penduduk yang mendekati angka 3 juta jiwa , maka keperluan akan perumahan di
Surabaya haruslah meningkat. Hal tersebut dibuktikan dari permiantaan perumahan dan
kondisi perumahan yang ada saat ini. Perumahan saat di Surabaya saat ini sekitar 678l. 058
unit rumah , sedangkan kebutuhan rumah seharusnya ialah 753.751 unit. Berdasarkan
kondisi tersebut, maka selisih antara kebutuhan akan rumah dengan jumlah rumah yang
ada/ tersedia, menjadi nilai kekurangan/backlog kuantitas rumah di Kota Surabaya saat ini,
yaitu sebesar 58.693 unit. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana daya beli masyarakat
surabaya terhadap rumah serta identifikasi permintaan dan penawaran perumahan di
1.2.Tujuan
Tujuan dari adanya penulisan makalah ini adalah:
Menjelaskan ragam persoalan pemenuhan kebutuhan perumahan dan kaitannya dengan pengembangan ekonomi kota.
Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan perumahan di Surabaya. Memberikan solusi pengembangan dari permasalahan permintaan perumahan yang terjadi di Surabaya.
1.3.Sistematika Laporan
BAB I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan dan sistematika laporan
BAB II Tinjauan pustaka berisi teori permintaan, penawaran dan hubungannya, serta
pengertian perumahan
BAB III Gambaran umum berisi gambaran umum wilayah Surabaya dan keadaan perumahan
di Surabaya
BAB IV Analisis berisi analisis daya beli masyarakat, analisis permintaan dan penawaran
perumahan dan analisis kebijakan
BAB V Konsep penanganan berisi rekomendasi penyelesaian permasalahan perumahan di
Surabaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Permintaan
Menurut Roger Le Roy Miller dan Roger E. Meiners (2000; 26-29) permintaan
merupakan fungsi dari:
Pendapatan
Kenaikan pendapatan biasanya akan mengakibatkan kenaikan permintaan
Selera dan preferensi
Keterbatasan teori yang mengkaji tentang perubahan selera mempersulit dalam
mengukur selera dan preferensi konsumen, sehingga diasumsikan selera
konsumen konstan.
Harga barang-barang yang berkaitan (substitusi dan komplemen)
Merujuk kepada barang apapun yang perubahan harganya akan mempengaruhi
permintaan
Perubahan dugaan tentang harga di masa depan
Perkiraan akan terjadi penurunan harga di masa depan akan meningkatkan
permintaan barang tersebut
Penduduk
Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian (dengan asumsi
pendapatan perkapita konstan) akan meningkatkan permintaan
Fungsi permintaan yang dirumuskan oleh Roger Le Roy Miller dan Roger E.
Meiners (2000; 30-29) adalah:
: Kuantitas barang X yang diminta
: Harga barang X yang dibeli
: Harga beberapa barang lain yang memiliki dampak aas permintaan barang
X
: Selera konsumen
: Dugaan konsumen akan masa depan
Permintaan akan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen
mempunyai keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli, pada tahap konsumen hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka permintaan suatu
barang belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada untuk terjadinya permintaan (Turner, 1971; 166). Lebih lanjut Turner mengatakan kendala yang membatasi
terjadinya permintaan yaitu daya beli yang rendah atau harga barang dan jasa yang
mahal.
Terdapat kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan pertimbangan skala
prioritas dalam menentukan kebutuhan permintaan perumahan. Pertama meletakkan
pertimbangan pada faktor lokasi, yaitu rumah yang berdekatan dengantempat yang dapat
memberikan kesempatan kerja. Prioritas kedua pada faktor kejelasan status kepemilikan
lahan dan rumah. Prioritas ketiga pada faktor bentuk dan kualitas bangunan (Turner, 1971;
166-168).
Eckert (1990, 91-95), menyebutkan faktor-faktor yang sangat penting dan
berpengaruh terhadap permintaan pasar perumahan yaitu:
Faktor ekonomi, perubahan faktor ekonomi yang mempengaruhi permintaan perumahan adalah pendapatan, tingkat bunga, kebijakan pinjaman, tingkat sewa
dan harga rumah
Faktor sosial, adalah kepadaan penduduk, ukuran keluarga, pendidikan, tingkat kejahatan dan distribusi umur.
Faktor pemerintahan termasuk didalamnya zoning, pelayanan pemerintahan kota dan tingkat pajak masyarakat.
Faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap permintaan perumahan ialah topografi, bentuk lahan, kondisi tanah dan
kemudahan fasilitas seperti berikut: parkir, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat
2.2.Teori Penawaran
Roger Le Roy Miller dan Roger E. Meiners (2000; 34), determinan-determinan
yang mempengaruhi penawaran adalah:
Harga sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan produk, jika satua atau lebih harga input produksi (faktor produksi) yang digunakan turun akan
meningkatkan penawaran, sebaliknya akan berlaku jika satu atau lebih harga
input produksi meningkat akan menurunkan penawaran.
Jika terjadi perubahan teknologi dalam jangka pendek dan perubahan itu melibatkan teknologi yang lebih murah, maka penawaran akan semakin
meningkat.
Beberapa jenis pajak seperti: pajak penjualan secara efektif menambah biaya produksi, sebaliknya subsidi akan mengurangi beban biaya produksi
Ekspektasi tentang harga suatu produk dimasa mendatang dapat mempengaruhi kesediaan produsen untuk menawarkan barang produksinya dan mempengaruhi
konsumen untuk membeli
Teori penawaran Roger Le Roy Miller dan Roger E. Meiners (2000; 34), diturunkan
menjadi fungsi sebagai berikut:
: Kuantitas barang X yang ditawarkan
: Harga barang X yang ditawarkan
: Harga faktor produksi (biaya input) untuk memproduksi barang X
: Teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang X
: Pajak atau subsidi yang dikenakan produsen
: Ekspkektasi harga masa depan
Harga barang yang diproduksi mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah
barang yang diproduksi untuk dijual, artinya bila harganya meningkat jumlah barang yang
(Samuelson, 1995; 42). Alasan penting yang dikemukakan Samuelson, terletak pada fakta
hukum hasil yang semakin berkurang (law diminishing of return), yaitu apabila permintaan suatu barang bertambah akan semakin banyak tenaga kerja yang dipekerjakan pada lahan
yang luasnya terbatas, akibatnya setiap pekerja baru akan semakin sedikit memberikan
hasil tambahan yang lebih banyak. Oleh karena itu mekanisme harga diperlukan untuk
menaikkan hasil tambahan yang lebih tinggi, yaitu produsen bersedia memproduksi dan
menjual barang yang lebih banyak, asalkan konsumen rela membeli barang dengan harga
yang lebih tinggi. Selanjutnya oleh Samuelson juga disinggung bahwa selain harga masih
ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi perubahan penawaran suatu barang, yaitu
biaya produksi, teknologi yang digunakan, biaya input, harga barang-barang lain yang
merupakan barang komplemen maupun substitusinya dan organisasi pasar.
Penawaran properti pada persaingan pasar real estate merupakan fungsi dari harga properti dan biaya pembangunan unit-unit properti baru (Eckert, 1990; 91).
Perubahan penawaran pasar perumahan dipengaruhi oleh perubahan faktor ekonomi,
sosial, pemerintahan dan lingkungan. Faktor ekonomi yang berpengaruh ialah tingkat
bunga, kebijakan pinjaman, ketersediaan dana pinjaman, biaya-biaya konstruksi dan lahan
kosong. Faktor sosial yang berpengaruh adalah kepadatan penduduk, ukuran keluarga,
pendidikan, tingkat kejahatan, dan distribusi umur. Faktor pemerintahan diantaranya
zoning, kode-kode pembangunan. Selanjutnya yang termasuk dalam faktor lingkungan dan mempengaruhi perubahan penawaran ialah kondisi tanah (Eckert, 1990; 91-95).
Penawaran untuk pasar properti dapat kondusif jika dilakukan analisa
berdasarkan pada atribut-atribut kondisi properti, legalitas, keuangan, distribusi umur,
pekerjaan, pendapatan, status sosial, pola-pola aktivitas dan kondisi pasar yang menarik
(Fanning, 1994; 152)
2.3.Hubungan Permintaan dan Penawaran
Teori Marshall yang dikutip oleh Walter Nicholson (1997; 12), menyebutkan
jumlah yang diperdagangkan dalam pasar. Menurut Marshall tidak mungkin permintaan
atau penawaran itu secara sendiri-sendiri menentukan harga.
Harga ekuilibrium terbentuk pada tingkat dimana jumlah yang diinginkan penjual
maupun pembeli adalah sama. Dalam pasar bersaing harga ekuilibrium ini terjadi pada
titik perpotongan antara kurva penawaran dan kurva permintaan (Samuelson and
Nordhaus, 1995; 38).
A price at chich both buyer and seller are willing to do business, secara bebas bisa diartikan suatu harga yang ditentukan baik pembeli dan penjual berkehendak melakukan
transaksi (Lusth, 1997; 22)
Worth a property can be sold for open market, mengandung arti harga yang mungkin dari suatu properti yang dijual di pasar terbuka mengikuti mekanisme pasar
(Lusth, 1997; 22).
Konsep yang mendasari aksesibilitas sebagai hal yang menentukan nilai suatu
propert adalah biaya aksesibilitas, yaitu biaya yang dikeluarkan seseorang menuju suatu
tempat kegiatan. Apabila semakin rendah biaya aksesibilitas akan meningkatkan
keuntungan, sehingga hal ini akan menyebabkan nilai properti yang terletak pada daerah
central business distric bernilai tinggi, karena biaya aksesibilitas sama dengan 0 (nol), walaupun ada faktor lain yang menyebabkan properti bernilai tinggi karena difungsikan
sebagai properti komersial (Lusth, 1997; 25-26).
Menurut Alonso pilihan lokasi untuk tanah perumahan menggambarkan suatu
usaha dari individu untuk menyeimbanngkan dua pilihan yang bertentangan, yaitu
kemudahan ke pusat kota dan besarnya luas tanah. Harga tanah semakin menurun
dengan semakin jauhnya jarak dari central business district, akan tetapi biaya transportasi semakin meningkat. Sehingga untuk memaksimalkan utilitas individu atau konsumen akan
membeli tanah pada titik dimana penurunan nilai marginal tanah sama dengan kenaikan
2.4.Pengertian Perumahan
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan. Menurut Wicaksono, rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia.
Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar, menyatukan
sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan menjadi
bagian dari gaya hidup manusia.
Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi
seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat
berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktorfaktor yang
dapat merugikan kesehatan (Hindarto, 2007). Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat
berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan
yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial (Sanropie dkk., 1989).
Menurut The Dictionary of Real Estate Appraisal dalam Rahma (2010) pengertian properti perumahan adalah tanah kosong atau sebidang tanah yang dikembangkan,
digunakan atau disediakan untuk tempat kediaman, seperti single family houses,
apartemen, rumah susun.
2.4.1. Kategori Rumah
Menurut SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan
Rakyat Tahun 1992 Properti perumahan dapat dikategorikan menjadi beberapa
jenis, yaitu:
Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak
melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan
dinas pemerintan kelas C yang berlaku.
per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan
perumahan dinas pemerinah kelas C sampai A yang berlaku.
Rumah mewah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan/ atau biaya
pembangunan per m2 di atas harga satuan per m2 tertinggi untuk
pembangunan perumahan dinas kelas A yang berlaku
Menurut Rahman dalam Rahma (2010) properti perumahan bisa
dikategorikan kepada beberapa jenis, yaitu:
Rumah tinggal, dapat dibedakan menjadi rumah elit, rumah menengah, rumah sederhana dan rumah murah
Flat, dapat dibedakan menjadi rumah susun, apartemen, dan kondominium.
2.4.2. Karakteristik Rumah
Menurut Siddik dalam Rahma (2010), karakteristik perumahan yang
bersifat unik terutama menyangkut hal- hal sebagai berikut:
Lokasinya yang tetap dan hampir tidak mungkin dipindah Pemanfaatannya dalam jangka panjang
Bersifat heterogen secara multidimensional, terutama dalam lokasi, sumber daya alam dan preferensinya.
Secara fisik dapat dimodifikasi
Secara Spasial lokasinya tetap berarti bahwa lokasi perumahan memiliki
atribut yang khusus tidak saja menyangkut aspek fisik, tetapi juga aspek
kenyamanan, strata sosial, akses pada fasilitas umum, pusat perbelanjaan dan
kebutuhan sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan
kebutuhan sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan
kenyamanan lingkungan sekelilingnya dan tujuan lainnya.
Pemanfaatan rumah tinggal dalam jangka panjang adalah ciri umum dari
bentuk, interior, eksterior, dan ruangan bangunan perumahan dari bentuk aslinya.
Dari sisi pasar perumahan, di lokasi yang lain. Di lain pihak, modifikasi hunian yang
banyak dilakukan oleh individu-individu di suatu lingkungan perumahan tertentu
akan mempengaruhi kondisi pasar perumahan di lingkungan tersebut.
2.5.Teori Tentang Permintaan Rumah
Firdaos (1997) menjelaskan bahwa permintaan konsumen terhadap perumahan
dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut:
Lokasi.
Keberadaan lokasi perumahan, apakah dipusat di pinggir kota sangat
mempengaruhi minat konsumen dalam membeli rumah. Semakin strategis letak
perumahan tersebut berarti semakin baik dan memiliki tingkat permintaan yang
semakin tinggi. Faktor-faktor ekonomi dari keberadaan lokasi perumahan juga
menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih rumah yang dikehendakinya.
Jarak menuju tempat kerja, tempat hiburan, dan fasilitas umum sebagai motif
efesiensi waktu dan biaya transportasi merupakan faktor ekonomi yang menjadi
pertimbangan konsumen di dalam memilih lokasi rumah yang dimaksud.
Pertambahan Penduduk.
Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat tinggal sebagai tempat
berlindung, maka setiap pertambahan penduduk baik secara alamai maupun non
alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan permintaan akan rumah.
Pendapatan Konsumen
Kesanggupan seseorang di dalam memiliki rumah sangat dipengaruhi
pendapatan yang diperolehnya. Apabila pendapatan seseorang meningkat dan
kondisi perekonomian tidak terjadi resesi dan inflasi, kecenderungan untuk
memiliki rumah akan meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
Kemudahan Mendapatkan Pinjaman.
Pada pasar properti perumahan, permintaan perumahan dipengaruhi juga oleh
pasar properti yaitu membutuhkan dana besar, menyebabkan konsumen sangat
tergantung pada kemudahan pendanaan. Kemudahan pendanaan ini dapat
berupa fasilitas kredit pinjaman, penurunan tingkat suku bunga pinjaman, dan
jangka waktu pelunasan pinjaman. Apabila kemudahan tersebut dapat diperoleh
konsumen, dipercaya permintaan akan rumah oleh konsumen akan bertambah.
Sebaliknya jika syarat mendapatkan pinjaman sangat ketat, atau suku bunga
pinjaman yang tinggi akan menurunkan permintaan rumah oleh masyarakat.
Fasilitas.
Fasilitas disini meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial, diantaranya
infrastruktur, sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan, sarana transportasi, dan
lain-lain. Keberadaan fasilitas tersebut membangun serta menarik minta investor
yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan rumah di kawasan
tersebut.
Harga Rumah
Seperti dalam hal teori permintaan dan penawaran, semakin tinggi harga barang
akan mengakibatkan penurunan permintaan akan barang yang dimaksud.
Apabila harga rumah menengah naik, sementara kecenderungan memiliki rumah
dengan tingkat harga tersebut akan berkurang dan permintaan akan beralih ke
rumah dengan harga yang lebih rendah.
Undang-Undang
Peraturan tentang jenis hak penggunaan lahan/tanah yang membatasi hak atas
tanah tersebut turut menjadi faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen
akan rumah. Demikian juga dengan peraturan lain seperti peraturan perpajakan
(PBB dan BPHTB) turut menjadi faktor yang menjadi pertimbangan konsumen
dalam membeli rumah.
Menurut Sastra dan Marlina (2006:78) sistem permintaan perumahan yang terjadi
di masyarakat selalu terkait dengan beberapa hal yang harus dipahami sebagai berikut:
Rumah merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang bersifat objektif dan sama
untuk semua orang. Dimana pengertian ‘kebutuhan’ disini terkait dengan
masalah pemenuhan kebutuhan pokok manusia terhadap rumah sebagai tempat
tinggal dan tempat berlindung.
Permintaan (Demand)
Permintaan akan rumah bagi lebih bersifat subjektif, tergantung selera dan
tingkat kemampuan ekonomi. Sebab setiap orang memiliki selera dan
kemampuan ekonomi yang tidak sama. Dengan adanya perbedaan tersebut,
maka akan terdapat berbagai variasi kebutuhan terhadap rumah tinggal. Maka
permintaan terhadap perumahan akan dipengaruhi oleh faktor seperti, kondisi
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat itu sendiri.
Perasaan Membutuhkan
Menunjukan perasaan membutuhkan akan perumahan meskipun seseorang
belum tentu benar-benar membutuhkan. Adanya perasaan seperti itu
menunjukkan adanya peningkatan dalam kebutuhan akan rumah, yang tidak
dijadikan sebagai kebutuhan dasar saja, melainkan sudah meningkat menjadi
kebutuhan yang lebih tinggi seperti sebagai sarana aktualisasi diri dan juga dapat
dijadikan sebagai sarana berinvestasi.
Faktor penting dalam menganalisis permintaan pasar perumahan (Appraisal
Jumlah populasi pada area pasar
Tingkat pendapatan perkapita
Jenis pekerjaan dan tingkat pengangguran
Menurut Sastra dan Marlina (2006:84) dalam mengidentifikasi permintaan
perumahan dapat dilihat dari beberapa hal seperti:
Tingkat pendapatan dan distribusi Pola konsumsi pengeluaran Harga pasar rumah sekarang Sistem penghunian
Lokasi yang dikehendaki, harga yang terjangkau, tipe rumah dan sistem pembayaran.
2.5.1. Fungsi dan Peran Rumah
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia mempunyai fungsi yang sangat
penting, tidak hanya sebagai tempat tinggal yang melindungi serta memberikan
rasa aman. Fungsi dasar rumah adalah untuk melindungi gangguan alam dan
binatang.Sejalan dengan peradaban, fungsi rumah berkembang sebagai sumber
rasa aman dankenyamanan. Secara sosial rumah juga berfungsi sebagai tatus
simbol dan ukuran kemakmuran, dan juga digunakan sebagai sarana investasi (E.
Cahyana, 2002: 23). Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat
tinggal sebagai tempat berlindung, maka setiap pertambahan penduduk baik
secara alami maupun non alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan
permintaan akan rumah. Sehingga dalam suatu keluarga apabila jumlah anggota
Turner menjelaskan bahwa pertama, rumah berfungsi sebagai
penunjang identitas yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan
yang diberikan oleh rumah (The quality of shelter provided byhousing). Kedua,
rumah berfungsi sebagai penunjang kesempatan bagi keluarga untuk
mengembangkan diri dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi atau
sebagai fungsi pengembangan keluarga. Dalam fungsi ini akses ke
sumber-sumber daya menjadi sangat penting. Ketiga, rumah berfungsi sebagai pemberi
rasa aman untuk keluarga yang mencakup jaminan masa depan dan jaminan
kepemilikan atas rumah dan tanah.
2.5.2.Penelitian Terdahulu
Sebelumnya telah ada beberapa penelitian mengenai rumah dan
permukiman yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, diantaranya dapat
dilihat melalui tabel di bawah ini:
Tabel 1. Penelitian Mengenai Rumah dan Permukiman
Nama Judul Hasil Penelitian
Handayani
sederhana sehat (RSH) type 36
dengan variabel Harga Rumah dan
Tingkat PDRB, sedangkan variabel
Jumlah Penduduk tidak berpengaruh
signifikan terhadap permintaan
rumah sederhana sehat (RSH) di kota
Padang selama periode 1997-2007.
Pada tingkat kepercayaan α = 5%
variabelbebas Harga Rumah,
Pendapatan, Tingkat Suku Bunga
Kredit Rumah (KPR), Harga Sewa
secara agregate berpengaruh
signifikan terhadap permintaan
rumah sederhana di kota Semarang
sebesar 97% (R2 = 0,970147). Faktor
yang berpengaruh tidak signifikan
pada α =5%, terhadap permintaan
adalah tingkat suku bunga dan
harga sewa rumah sederhana.
Rumah Sederhana yang diminta dan
yang ditawarkan secara signifikan.
PDRB per kapita, Tenaga Kerja sektor
konstruksi, tidak berpengaruh secara
yang ditawarkan di Jawa Barat.
(2001) mempengaruhi jumlah
tidak atau kurang dipengaruhi secara
signifikan oleh adanya krisis ekonomi
yang melanda Indonesia pada
pertengahan tahun 1997. Faktor
harga rumah riil dan tingkat suku
bunga riil dalam jangka panjang
mempunyai pengaruh yang
signifikan secara negatif terhadap
permintaan rumah. Selanjutnya
faktor pendapatan per kapita riil
berupa PDRB per kapita atas dasar
harga konstan tahun 1993 dalam
jangka panjang berpengaruh secara
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di
Bank Tabungan Negara (BTN)
cabang Medan, dimana faktor
Pendapatan Perkapita merupakan
faktor yang paling mempengaruhi
permintaan terhadap KPR melalui
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1.Gambaran Umum Wilayah
Surabaya sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur yang membentuk kota
metropolitan dengan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan
(GERBANGKERTASUSILA). Surabaya memiliki luas wilayah kurang lebih 326,36 km2 yang
terbagi dalam 31 kecamatan. Batas wilayah dari kota Surabaya yaitu
Sebelah Utara : Selat Madura
Sebelah Timur : Selat Madura
Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo
Sebalah Barat : Kabupaten Gresik
Gambar 1. Peta Kota Surabaya
Sumber : Google.com
Kota Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan industri dan
pendididkan di Jawa Timur. Sehingga tidak mengherankan jika jumlah penduduk di
disekitar wilayah Surabaya. Berikut ini adalah jumlah penduduk Surabaya pada tahun
2011 – 2015.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Surabaya Tahun 2010 - 2014
Tahun Jumlah Penduduk
2011 3.024.321
2012 3.125.576
2013 3.200.454
2014 2.853.661
2015 2.909.257
Sumber : Surabaya Dalam Angka, 2015
3.2.Perumahan di Surabaya
Kawasan perumahan di Kota Surabaya tersebar di seluruh wilayah Kota
Surabaya dengan distribusi kawasan perumahan terbesar di Kota Surabaya terdapat di
wilayah Surabaya Timur dengan persentase 12 persen dari luas wilayah Kota Surabaya.
Sedangkan untuk kawasan Surabaya Barat distribusi perumahannya paling sedikit yaitu 2
persen. Secara keseluruhan luasan kawasan perumahan di Surabaya sebesar 38,14
persen dari luas wilayah Kota Surabaya.
Di Surabaya jenis-jenis permukiman yang ada sangat variatif dari jenis
permukiman formal dalam bentuk rumah susun, real estate, hingga jenis perumahan
informal dalam bentuk perumahan perkampungan dan rumah-rumah kumuh.
Rumah-rumah formal biasanya dibangun oleh pengembang dan ada koordinasi antara pemilik,
pengembang dan pemerintah mengenai pembangunannya sehingga lebih tertata.
Sedangkan rumah-rumah informal yang berupa perkampungan-perkampungan
merupakan tanah legal milik pemerintah yang ditempati warga kota yang dibangun atas
hasil swadaya warga kota sehingga masih terkoordinasi pembangunannya dengan
pemerintah, walaupun pada kenyataannya ada yang teratur dan tidak sedikit pula yang
tidak teratur. Namun, permukiman informal yang berupa rumah - rumah kumuh menjadi
suatu dilema bagi Kota Surabaya.
a. Rumah Susun
Penyediaan permukiman berupa rumah susun yang ditujukan bagi
konsumen golongan menengah ke bawah menjadi salah satu alternatif yang
efisien untuk menyikapi konflik kebutuhan perumahan ditinjau dari nilai lahan
Kota Surabaya yang cukup tinggi. saat ini rumah susun hanya terdapat di
kawasan Surabaya Selatan, Timur dan Pusat. Sedangkan wilayah Surabaya bagian
barat dan utara belum memiliki rumah susun. Berikut ini lokasi rumah susun yang
ada di Surabaya.
Tabel 3. Lokasi Rumah Susun di Surabaya
No. Kawasan Lokasi
1 kawasan Surabaya Selatan Rusun Menanggal dan Waru gunung
2 kawasan Surabaya Timur Rusun Penjaringansari, Randu dan Tanah Merah 3 di pusat kota Rusun Dupak, Sombo, dan Urip Sumoharjo
7 Randu Kelurahan
Penyediaan rumah real estate cenderung dilakukan oleh pengembang
swasta yang mayoritas penghuninya adalah golongan menengah ke atas.
Pembangunan perumahan real estate lebih tertata dan di Kota Surabaya sendiri
penyediaan rumah real estate penyebarannya ke pinggiran kota sebelah barat,
timur dan selatan. Berdasarkan riset dengan Sistem Survey Customer pada
pameran perumahan di WTC tahun 2001 lalu didapatkan hasil tipe rumah
sederhana dan menengah cenderung lebih diminati. Sebaran hunian real estate
cenderung lebih banyak ke arah Surabaya bagian barat di mana lokasi real estate
yang paling besar adalah Citraland di Kecamatan Lakarsantri (direncanakan
seluas ± 2000 Ha). Sampai pada akhir tahun 2007 jumlah perumahan di Kota
Surabaya mencapai 114 dan tersebar di seluruh kota dari tipe rumah sederhana
sampai dengan rumah mewah. Di samping rumah-rumah yang dibangun oleh
pengembang resmi (anggota REI), ada beberapa komplek permukiman skala
kecil yang dibangun oleh perorangan (pribadi). Komplek permukiman ini
tersebar, terutama pada daerah-daerah pinggiran. Pada umumnya berasal dari
pemecahan sertifikat induk yang dipecah menjadi beberapa kapling kemudian
Pembangunan rumah-rumah seperti ini jika tidak direncanakan dengan baik akan
bisa menimbulkan beberapa masalah di kemudian hari.
c. Apartemen
Secara definitif, apartemen hampir sama dengan rumah susun tetapi
berindikasi untuk golongan menengah ke atas yang merupakan salah satu jenis
permukiman yang cocok untuk kawasan berkepadatan tinggi dan dekat dengan
lokasi perdagangan (komersial). Di Kota Surabaya sebaran apartemen cenderung
berada di pusat kota dan wilayah Surabaya barat di antara bangunan-bangunan
komersial.
d. Ruko
Pembangunan ruko merupakan salah satu upaya efisiensi penggunaan
lahan terutama dalam mengembangkan kebutuhan warga kota akan perumahan
sekaligus sebagai tempat usaha. Sebagian besar berada dekat area perumahan
dan yang lain tersebar di pusat-pusat perdagangan. Lokasi keberadaan ruko di
Kota Surabaya antara lain dapat ditemui di kawasan Bratang, Mulyosari, Mayjend
Sungkono, Jl.Raya Jemursari, kawasan Rungkut, Jl.Sumatera, kawasan Klampis,
Gunung Anyar, Sinar Galaxy, Taman Bintoro, Jl. Raya Darmo, Jl.Panglima
Sudirman, Jl.Embong Malang, Tunjungan dan Jembatan Merah.
e. Perumnas
Berdasarkan data yang bersumber dari Dinas Bangunan diketahui bahwa
di Kota Surabaya hanya mempunyai satu lokasi Perumnas yang terdapat di
Manukan Kecamatan Tandes, dengan luas 200,72 Ha. Melalui Yayasan Kas
Pembangunan (YKP), sejak tahun 1954 Pemerintah Kota Surabaya melakukan
pembangunan tipe-tipe menengah dengan berbagai ukuran.
f. Rumah Kumuh
Rumah kumuh merupakan jenis hunian yang kondisi fisiknya dapat
pernah dilakukan oleh Laboratorium Permukiman ITS, lokasi-lokasi yang lebih
banyak ditempati rumah-rumah kumuh adalah sekitar pasar, pertokoan,
pabrik/kegiatan industri. Umumnya yang bertempat tinggal di lokasi ini adalah
masyarakat yang berpenghasilan rendah bersedia tinggal walaupun kondisi
lingkungan fisiknya buruk. Hal ini disebabkan karena lingkungan fisik yang baik
belum menjadi kebutuhan prioritas mereka, yang lebih diprioritaskan adalah
memperoleh kesempatan di bidang ekonomi untuk mencukupi kebutuhan
mereka. Di Kota Surabaya sendiri yang merupakan kota besar akan lebih sering
ditemui kawasan-kawasan kumuh dibanding dengan kota-kota lain. Keberadaan
rumah-rumah kumuh telah tersebar di seluruh kecamatan. Disimpulkan bahwa di
Kota Surabaya sendiri yang paling banyak rumah-rumah kumuhnya adalah di
sepanjang pantai dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan.
Paling banyak adalah di wilayah Kenjeran, Kecamatan Benowo sebelah utara
Surabaya yang juga di pesisir pantai. Rumah kumuh terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Kawasan kumuh legal (hunian Kumuh)
Kawasan kumuh legal yang paling banyak adalah di wilayah Kenjeran dan
di sepanjang pantai dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan.
Kecamatan Benowo sebelah utara Surabaya yang juga di pesisir pantai.
2. Kawasan kumuh ilegal (hunian Liar)
Hunian liar sebenarnya identik dengan rumah kumuh, yang biasanya
dibangun dekat dengan tempat usaha/kerja para penghuninya. Hunian liar
merupakan rumah kumuh yang dibangun di atas tanah yang tidak diperuntukkan
untuk bangunan (misalnya daerah bantaran sungai). Berikut ini adalah lokasi
hunian liar.
Tabel 5. Lokasi Hunian Liar
No Skala Lokasi Hunian Liar
1. Daerah Benowo (tambak osowilagon)
2. Kecamatan Gubeng
3. Kecamatan Wonokromo (Jagir, Ngagel Rejo)
4. Kecamatan Sukolilo (Jakungan dan Medokan
5. Kecamatan Rungkut (Kedung Baruk,
Penjaringansari, Wonorejo dan Kali Rungkut
6. Kecamatan Wonocolo (Sidoresmo)
2 Skala Kecil DI tepi rel kereta api dan tempat – tempat yang
peruntukan lahannya bukan untuk bangunan
BAB IV
ANALISIS
4.1.Analisis Daya Beli Masyarakat Terhadap Perumahan
Berdasarkan data salinan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 46 Tahun 2013
tentang Rencana kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Surabaya Tahun 2014,
diperoleh data tentang perumahan rakyat tahun 2011 hingga 2012, disebutkan bahwa
ada 3 jenis perumahan di Surabaya antara lain perumahan vertical baik berupa rumah
susun (sederhana) maupun apartemen atau kondominium; perumahan real estate; dan
perumahan kampung yang terkonsentrasi di area pusat kota. Berdasarkan data dari
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan tahun 2013, total luas lingkungan
permukiman kumuh di Surabaya mencapai 407,9 atau sekitar 1,25 % dari total luas
wilayah Kota Surabaya.
Tabel 6. Lingkungan Permukiman Kumuh Kota Surabaya tahun 2011-2012
No. Uraian 2011 2012
1 Luas Wilayah (ha) 32.519 32.519 2 Luas Lingkungan Permukiman Kumuh (ha) 407,9 329,1 3 Presentase Luas Lingkungan Permukiman Kumuh (%) 1,25 1,01
Sumber : Dinas Bina Marga dan Pematusan tahun 2013.
Selanjutnya, berdasarkan data Rencana Pembangunan dan pengembangan
Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D) Kota Surabaya tahun 2008 yang diolah
Dinas Sosial Kota Surabaya tahun 2013, diperoleh data yang menyatakan bahwa total
rumah tidak layak huni Kota Surabaya sepanjang tahun 2012-2013 adalah sebanyak 420
rumah yang tersebar di hampir seluruh kecamatan yang ada di Kota Surabaya. Total
seluruh rumah sebesar 679.091 pada tahun 2011-2012, yang menunjukkan bahwa
sebesar 0,06 % perumahan di Surabaya itu tidak layak huni. Hal ini menyebabkan
peningkatan permintaan perumahan yang sesuai dengan daya beli konsumen sebagai
Tabel 7. Rumah Tidak Layak Huni Kota Surabaya Tahun 2011-2012
No. Uraian 2011 2012
1 Jumlah Seluruh Rumah 679.091 679.091
2 Jumlah Rumah Tidak Layak Huni 420 400
3 Presentase Rumah Tidak Layak Huni (%) 0,06 0,06
Sumber : Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah
(RP4D) Kota Surabaya tahun 2008, Dinas Sosial Kota Surabaya 2013 (diolah).
Untuk mengetahui daya beli masyarakat perumahan dilakukan dengan
membandingkan rata-rata pendapatan per kapita dengan rata-rata pengeluaran per
kapita untuk perumahan di Kota Surabaya. Selanjutnya, untuk mengetahui pendapatan
per kapita, maka dilakukan pendekatan melalui pembagian antara PDRB Kota Surabaya
dengan jumlah penduduk Kota Surabaya yang tercatat di BPS Kota Surabaya.
Berdasarkan hasil studi literatur, dapat diketahui bahwa PDRB Kota Surabaya ADHK (Atas
Dasar Harga Konstan) tahun 2009-2014 adalah sebagai berikut.
Tabel 8. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB ADHK Kota Surabaya Tahun 2011-2012
No Sektor 2011 2012
(Juta Rp) % (Juta Rp) %
1 Pertanian 77.663,11 0,08 78.013,26 0,08
2 Pertambangan dan Penggalian 6.511,14 0,01 6.743,23 0,01
3 Industri Pengolahan 20.223.278,64 21,41 21.421.547,93 21,07
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 2.089.362,01 2,21 2.188.117,38 2,15
5 Konstruksi 6.316.849,96 6,69 6.782.238,21 6,67
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 40.371.150,00 42,73 44.011.461,26 43,29
7 Pengangkutan dan Komunikasi 11.122.674,38 11,77 12.054.700,61 11,86
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
6.153.536,23 6,51 6.613.389,33 6,50
9 Jasa-jasa 8.110.024,29 8,58 8.515.422,36 8,38
PDRB 94.471.149,66 100,00 101.671.633,57 100,00
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa PDRB Kota Surabaya tahun 2012
adalah sebesar Rp 101.671.633,57 juta atau lebih jelasnya yaitu Rp 101.671.633.570.000,00.
Sedangkan jumlah penduduk Kota Surabaya di tahun yang sama akan digambarkan dalam
tabel berikut.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Kota Surabaya berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2012
Jenis Kelamin
Jumlah (jiwa) Laki-Laki Perempuan
1.566.072 1.559.504 3.125.576
Sumber : Dinas kependudukan dan Catatan Sipil, 2013, diolah.
Seperti yang teah disebutkan di atas bahwa untuk mengetahui pendapatan per
kapita menggunakan pendekatan dengan pembagian PDRB Kota Surabaya dengan jumlah
penduduk. Hasil pembagiannya yaitu : Rp 101.671.633.000.000 : 3.125.576 jiwa = Rp
32.538.926,82 dalam setahun, sehingga untuk mendapatkan pendapatan per kapitan per
bulan maka hasil pembagian tersebut dibagi lagi dengan 12 bulan. Hasilnya adalah Rp
32.538.926,82 : 12 = Rp 2.711.577,167. Jadi rata-rata pendapatan per kapita per bulan di Kota
Surabaya adalah Rp 2.711.577,00 (hasil pembulatan).
Tabel 10. Rata-rata Pengeluaran Non Makanan Perkapita Sebulan (Rp.) tahun 2012-2013
Sumber : Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012-2013
Dengan peghasilan rata-rata per bulan Rp 2.711.577,16 dan rata-rata pengeluaran
per kapita untuk kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar Rp 252.507,00,
maka dapat disimpulkan bahwa secara umum masyarakat memiliki daya beli yang mampu
diliat dari pendapatan per kapitanya akan selalu naik sesuai dengan teori permintaan
bahwasanya jika pendapatan naik maka kurva akan bergeser ke atas dan permintaan
terhadap perumahan juga ikut naik.
4.2.Analisis Permintaan dan Penawaran Perumahan
Melihat jumlah penduduk Kota Surabaya yang selalu meningkat tiap tahunnya
dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 1,48 %, tentu akan memberikan
dampak di berbagai sector. Salah satunya adalah penyediaan perumahan bagi
warganya. Kebutuhan rumah tinggal ini akan terus meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk. Bila pembangunan sector perumahan dan permukiman
menargetkan satu keluarga memiliki satu rumah, maka secara nasional kita masih
kekurangan 2.000.000 unit. Setiap tahun harus membangun kurang lebih 200.000 unit
perumahan di Kota Surabaya. Angka ini untuk memenuhi kebutuhan rumah yang
ditimbulkan oleh pertambahan rumah tangga baru, untuk mengganti rumah yang rusak,
dan peningkatan kualitas perumahan kumuh yang tidak memenuhi persyaratan layak
huni
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dibahas pada bab II, disebutkan
bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan perumahan yakni :
Tabel 11. Sintesa Pustaka
Faktor Sumber Keterangan
Harga Rumah
Ray M. Northan
Komponen harga rumah pada keseimbangan merupakan titik pertemuan antara permintaan dan penawaran. Perubahannya dapat diukur dengan menggunakan indicator inflasi sector perumahan.
Daya Beli Masyarakat
Nicolson
Pendapatan bertamabah maka secara otomatis bagian dari pendapatan yang akan dibelanjakan akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli juga meningkat.
Soeharjoto Semakin besar pendapatan per kapita, maka embelian perumahan akan bertambah.
Tingkat Bunga
Dombusch
Jumlah Penduduk
Ray M
Northan
Kenaikan pada tingkat pertumbuhan populasi akan menyebabkan kebutuhan perumahan menjadi semakin besar.
Sumber : Hasil Analisis, 2016
Faktor-faktor yang diperoleh dari hasil sintesa pustaka tersebut kemudian
dianalisis kembali dengan menggunakan skala likert. Kuesioner dibagikan kepada dua
pihak stakeholder yaitu pengembang perumahan dan konsumen perumahan. Kemudian,
dianalisis menggunakan Skala Likert yang merupakan teknik self report bagi pengukuran sikap. Dalam pembuatan skala likert, periset membuat beberapa pernyataan yang
berhubungan dengan suatu isu atau objek, lalu subjek atau responden diminta untuk
mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap
masing-masing pernyataan. Dari masing-masing-masing-masing faktor terdapat pembobotan terhadap faktor
dari skala 1-4 yang berarti :
1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
Berdasarkan hasil tabel likert yang telah didapat dari kedua stakeholder yakni
pengembang perumahan sampel Sukolilo Dian Regency dan Konsumen maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap permintaan
perumahan adalah faktor Harga Rumah. Dalam konteks harga rumah, sangat
berhubungan dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan inflasi. Karena saat
terjadi peningkatan pendapatan masyaraka secara signifikan, maka menyebabkan harga
sehingga daya beli masyarakat turun maka harga dan jumlah produk perumahan yang
diminta akan turun.
Faktor berpengaruh yang selanjutnya yaitu jumlah penduduk. Hal ini
dibuktikan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Surabaya setiap tahun. Dimana,
saat jumlah penduduk meningkat, akan menyebabkan kebutuhan perumahan menjadi
semakin besar karena jumlah penduduk yang besar merupakan pasar yang potensial
dalam memasarkan suatu produk perumahan. Selain itu, pertambahan penduduk diikuti
dengan perkembangan dalam kesempatan kerja sehingga banyak orang yang menerima
pendapatan dan daya beli akan perumahan mengalami peningkatan.
Faktor dengan urutan ketiga yaitu daya beli masyarakat dimana adanya
peningkatan pendapatan disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di
kota Surabaya mengakibatkan daya beli masyarakat akan produk perumahan akan
semakin meningkat. Adanya hal ini juga menyebabkan munculnya pembelian rumah
yang pada dasarnya untuk pemenuhan kebutuhan primer manusia bergeser menjadi
rumah untuk investasi.
Faktor terakhir yang kurang mempengaruhi permintaan akan perumahan
adalah tingkat bunga. Kenaikan tingkat suku bunga kredit baik konsumsi maupun
investasi akan mengurangi permintaan agregat untuk setiap pendapatan, karena
disamping menaikkan jumlah cicilan kredit yang harus dibayar, tingkat suku bunga yang
lebih tinggi juga akan mengurangi keinginan untuk konsumsi maupun investasi pada
bidang perumahan. Namun, faktanya saat ini dengan tingginya pertumbuhan ekonomi
di Kota Surabaya akan berpengaruh pada kenaikan pendapatan masyarakat kota
Surabaya. Sehingga, saat ini masyarakat mampu membeli rumah secara langsung (cash) dan tidak terpengaruh oleh tinggi dan rendahnya suku bunga di perumahan.
Berdasarkan data dari REI Jatim, terdapat 497 anggota pengembang
perumahan pada tahun 2015, sedangkan di Kota Surabaya sendiri mencapai 138
pengembang. Pemenuhan permintaan perumahan telah dilakukan melalui perumahan
formal yang dikembangkan developer, rumah susun untuk MBR dan berbagai program
lain. Namun, faktanya, peningkatan populasi penduduk menyebabkan permintaan
perumahan di Kota Surabaya tetap lebih tinggi daripada penawaran. Beberapa
masyarakat dalam memilih rumah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam memilih
perumahan.
4.3. Analisis Kebijakan Perumahan
Pada analisis kebijakan akan digunakan analisis SWOT terkait fakta dan
kebijakan perumahan yang ada di Surabaya. Daniel Start dan Ingie Hovland
mendefinisikan Analisa SWOT sebagai instrumen perencanaan strategis klasik. Dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan, kesempatan eksternal, dan
ancaman, instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik
untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini dipakai karena dapat menolong para
perencana untuk mencari tahu apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu
diperhatikan oleh mereka dalam mengambil keputusan.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menyeimbangkan besar permintaan dan
penawaran perumahan Kota Surabaya. Saat ini kondisi eksisiting perumahan di Surabaya
sendiri telah terjadi backlog akibat besarnya atraksi Kota Surabaya bagi orang luar kota baik untuk tinggal dan menetap maupun sementara. Lahan perkotaan menipis seiring
minimnya upaya pengembangan vertikal. Pembangunan perumahan vertikal masih
belum mampu menjangkau kalangan menengah ke bawah dengan kondisi UMR pada
tingkat Rp. 3.045.000,-, di sisi lain penggunaan istilah Rusun menurunkan daya jual
objek. Dalam segi finansial, pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan dan
Pekerjaan Umum menggelontorkan dana sebesar 4,621 triliun dengan tambahan dana
senilai 1,7 miliar. Berdasarkan publikasi Dinas Cipta Karya Kota Surabaya memiliki luasan
area permukiman kumuh sebesar 59 hektar dengan total penghuni sebesar 27.832
orang. Tren pergerakan LSM dan Organisasi Mahasiswa yang masih bisa objektif dalam
menilai permasalahan dan mampu dilibatkan. Berikut ini adalah hasil dari analisis SWOT
perumahan di Kota Surabaya.
Strength
1. Memiliki otoritas untuk membatasi manuver pihak pengembang properti
residensial melalui peraturan perundangan.
2. Tren orientasi pergerakan mahasiswa mulai sesuai dengan jalannya yaitu bergerak
Weakness
1. Lahan yang dimiliki terbatas.
2. Tak memiliki cukup biaya untuk melakukan pembebasan lahan.
3. Penggunaan istilah rumah susun yang mengurangi daya jual.
Opportunities
1. Jawa Timur mendapat suntikan dana dari pusat sebesar 4,621 triliun, Kota Surabaya
mendapatkan alokasi 7-10% dari uang tersebut.
2. Sistem tender yang memungkinkan terjadinya kerjasama pemerintah dengan
swasta untuk membantu menekan perkara keuangan.
3. Masih ada lahan seluas 59 hektar lahan yang masih belum optimal
pengembangannya.
Threat
1. Skenario ekonomi Kota Surabaya hanya mampu mempertahankan UMR pada
tingkat 3.045.000,-.
2. Pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 2% namun laju inflasi berada ditingkat
yang sama.
3. Penggunaan istilah rumah susun yang menurunkan daya jual rumah.
4. Maraknya fenomena keterikatan emosional penghuni slump area terhadap ruang tempat tinggalnya.
Sehingga berdasarkan analisis SWOT tersebut diperoleh strategi sebagai berikut.
Strength-Opportunity Strategy
Melibatkan pihak swasta untuk menyokong pendanaan untuk membangun
apartemen dengan sistem pembiayaan subsidi silang yang harga jualnya dikontrol
oleh kebijakan pemerintah sehingga harga jual rumahnya dapat dijangkau oleh
rata-rata masyarakat Kota Surabaya. Mengoptimalkan pengembangan lahan yang
belum optimal baik dalam bentuk slump area maupun lahan tidur sebagai area
pengembangan.
Mengoptimalkan suntikan dana dari pemerintah sebagai modal awal untuk
melakukan proyek apartemen subsidi silang. Melibatkan akademisi untuk
melakukan inovasi yang memungkinkan proyek apartemen subsidi silang dapat
berjalan secara berkelanjutan dan tepat sasaran. Menjadi agen pengendali sekaligus
perpanjangan tangan pemerintah untuk mengawasi kinerja pengembang yang
memiliki tren berorientasi pada laba.
Strength-Threat Strategy
Menggantikan istilah rusun dengan apartemen dan menyediakan fasilitas
pengembangan diri bagi penghuni apartemen agar produktifitas individual
meningkat. Memberdayakan akademisi untuk melakukan pembinaan kemampuan
agar penghuni dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru baik secara
emosional maupun fungsional.
Weakness-Threat Strategy
Menekan perkembangan pembangunan horizontal dan mulai menggiatkan
pembangunan compact building. Menyediakan fasilitas pendidikan dekat dengan daerah apartemen sebagai insentif bagi yang bersedia direlokasi sekaligus
mensubstitusikan keterikatan emosional spasial dengan keterikatan fungsional
BAB V
KONSEP PENANGANAN
Konsep yang ditawarkan untuk pemenuhan rumah di Surabaya adalah "Housing for
Surabaya" . Konsep ini meliputi 4 program yang mendukung, sepeti pada diagram dibawah
ini.
Program - program tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
CPF (Central Profident Fund)
CPF (Central Profident Fund) adalah rencana tabungan yang komprehensif
wajib penduduk tetap yang bekerja membiayai kebutuhan pensiun , kesehatan , dan
perumahan mereka. Program ini diadopsi dari konsep penanganan perumahan yang
ada di Singapura. Program ini menuntut buruh menabung tiap bulannya untuk
angsuran perumahan. Tiap bulan gajinya di potong sebesar 10 % tambah dengan
subsidi developer sebesar 12% dari gaji buruh tiap bulannya hingga angsuran satu
rumah selesai.
HOUSING
FOR
SURABAYA
Waterfront
Housing
Optimalisasi
Tapera
Subsidi
Silang
Program ini cocok di terapkan di Surabaya berdasarkan UMR Surabaya.
Sebagai contoh: UMR Surabaya adalah Rp 3.000.000, dengan potongan gaji sebesar
10 %, yakni Rp 300.000/bulan dan subsidi dari developer sebanyak Rp
360.000/bulan akan sangat membangtu MBR untuk mendapatkan rumah yang layak .
Program ini lebih murah dibanding membayar angsuran rumah/ sewa rumah rata –
rata di surabaya sebesar Rp 300.000/bulan tanpa bantuan developer.
Waterfront Housing dan Perumahan berpola kampung deret
Waterfront housing adalah konsep perumahan yang menghadap ke arah laut
. Dalam hal ini perumahannya dapat berupa rusunawa dan perumahan formal lainnya
yang dikhususkan untuk masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan. Surabaya
adalah kota yang terletak di pesisir laut, sehingga konsep ini cocok di terapkan pada
kota Surabaya, seperti wilayah kenjeran . Dalam penerapan konsep ini, permukiman
kumuh nelayan digusur dan diganti menjadi perumahan vertikal menghadap ke laut .
Namun dalam pembangunannya, masyarakat yang terkena gusur tersebut diberikan
kompensasi uang ganti oleh pemerintah (dengan kata lain rumah tersebut dibeli),
kemudian diberikan prioritas untuk dapat meninggali lokasi tersebut lagi setelah
pembangunan selesai dilakukan. Sehingga masyarakat yang terkena gusur tidak
merasa dirugikan.Rumah ini pun diprioritaskan pada nelayan yang berpenghasilan
rendah.
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan perumahan
di Surabaya adalah dengan membangun perumahan berpola kampung deret. Konsep
ini hampir sama dengan konsep waterfront housing , yakni melakukan penggusuran .
Pembangunan yang dilakukan akan menghasilkan sebuah perumahan yang berpola
kampung deret. Perumahan tersebut berpola linier atau grid, pola tersebut bertujuan
agar lahan yang digunakan dapat dihemat atau diefisienkan dalam
penggunannya.Dalam melakukan pembangunan tersebut pemerintah dapat
bekerjasama dengan developer. Dan dalam pemberian harga jual tersebut ditujukan
Optimalisasi UU Tapera pada masyarakat Surabaya
Pencerdasan kepada masyarakat Surabaya akan program pemerintah dalam
program Tapera ini, dapat melalui sosialisasi kepada seluruh masyarakat.
Integrasi Pemerintah dan Swasta
Mengintegrasikan pemerintah dan swasta lewat kerja sama yang saling
menguntungkan dalam hal perumahan. Sebagai contoh Pemerintah memberikan
kemudahan izin pembangunan pada developer yang bersedia membangun rumah
sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain beberapa konsep diatas, Pemerintah Surabaya juga Pemerintah Kota Surabaya
juga mengupayakan perbaikan sarana prasarana di lingkungan permukiman kumuh melalui
kegiatan Perbaikan Kampung Terpadu (KIP Komprehensif) pada tahun 2002-2006,
Pembenahan Lingkungan Perkampungan (PLP) pada tahun 2006-2008, dan NUSSP
BAB VI
PENUTUP
6.1.Kesimpulan dan Lesson Learned
Kemampuan daya beli masyarakat terhadap perumahan dapat dilihat dari beberapa hal antara lain keberadaan lingkungan permukiman kumuh dan rumah tidak layak huni,
selanjutnya dengan membandingkan rata-rata pendapatan per kapita dengan rata-rata
pengeluaran per kapita untuk perumahan. Selanjutnya, untuk mengetahui pendapatan
per kapita, maka dilakukan pendekatan melalui pembagian antara PDRB dengan jumlah
penduduk. Di Surabaya sendiri prosentase lingkungan permukiman kumuh sebesar
±1% dan rumah tidak layak huni sebesar 0,06%. Denagn penghasilan rata-rata per
bulan Rp 2.711.577,16 dan rata-rata pengeluaran per kapita untuk kebutuhan
perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar Rp 252.507,00, maka dapat di simpulkan
bahwa secara umum masyarakat Surabaya memiliki daya beli yang cukup untuk
membeli rumah. Dengan begitu, jumlah permintaan perumahan di Kota Surabaya, diliat
dari pendapatan per kapitanya akan selalu naik sesuai dengan teori permintaan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran perumahan yang diperoleh dari sintesa pustaka dan dianalisis dengan metode skala likert diperoleh
bahwa urutan faktor yang mempengaruhi yaitu harga rumah, jumlah penduduk, daya
beli masyarakat, dan tingkat bunga. Pemenuhan permintaan perumahan telah dilakukan
melalui perumahan formal yang dikembangkan developer, rumah susun untuk MBR dan
berbagai program lain. Namun, faktanya, peningkatan jumlah penduduk menyebabkan
permintaan perumahan di Kota Surabaya tetap lebih tinggi daripada penawaran.
Beberapa perumahan formal banyak yang kosong (kelebihan penawaran) karena
preferensi masyarakat dalam memilih rumah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam
memilih perumahan.
Berbagai tindakan yang mungkin diterapkan untuk memperbaiki sistem penyediaan perumahan antara lain dengan melibatkan pihak swasta untuk
LAMPIRAN
Kuesioner
Bapak/ibu yang kami hormati,
Kami mahasisiwa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) sedang menjalankan penelitian mengenai Fakor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Perumahan di Surabaya. Kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui nilai bobot pada tiap faktor yang mempengaruhi permintaan perumahan di Surabaya. Bobot ini sangat berguna untuk memberikan ukuran prioritas pada tiap faktor. Pembobotan kriteria ini dilakukan dengan menggunakan skala likert untuk mengkuantitatifkan pernyataan yang bersifat kualitatif. Dengan ini saya mengharap kesediaan bapak/ibu untuk mengisi kolom kriteria sesuai denngan persepsi anda. Terima kasih atas kesediaan Anda.
Hormat Kami, Peneliti :
Ayu Sri Lestari (3613100009)
Annisa Denar O. (3613100022)
Angelina R. Naibaho (3614100043)
M. Amir Faiz (3613100075)
Telp : 082302209719 (Ayu) Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016
PENDAHULUAN
Rumah sebagai kebutuhan primer manusia terus mengalami perkembangan secara pesat. Hal ini merupakan akibat meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia yang saat ini diperkirakan mencapai 253,60 juta jiwa. Jumlah tersebut membuat Indonesia berada pada peringkat ke-4 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Apabila dikaitkan dengan presentase pertumbuhan penduduk Indonesia, angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat. Adapun angka pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2000 hingga 2010 mencapai 1,49 persen (www.indonesia-investments.com). Dari fenomena tersebut, dapat kita lihat bahwa permintaan akan kebutuhan perumahan akan semakin meningkat.
mengarah pada urban sprawl. Urban Sprawl dari pengertian bebas adalah perkembangan (permukiman) yang tidak terkontrol (un-planned area) dari sebuah kota dan wilayah urban area-nya dan/yang mengambil wilayah pedesaan atau rural area di sekitarnya.
TUJUAN PELAKSANAAN SURVEY
Tujuan Pelaksanaan Survey :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan perumahan di Surabaya berdasarkan preferensi pihak pengembang (penjual) dan konsumen.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan perumahan di Surabaya yang obyektif ditinjau dari pertimbangan dua preferensi.
3. Menentukan faktor mana yang paling berpengaruh terhadap permintaan perumahan di Surabaya.
6. Tanggal Pengisian Kuesioner :
PETUNJUK PENGISIAN
Pada kuisioner ini, bapak/ibu diminta untuk memilih persetujuan akan pernyataan dalam kuesioner dengan skala 1-5. Pernyataan di bawah ini berkaitan dengan prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan perumahan di Surabaya.
PERNYATAAN SIKAP
No. Pernyataan
Jawaban 1 2 3 4 1. Saya mempertimbangkan harga rumah ketika membeli/menjual rumah.
2. Saya mempertimbangkan daya beli masyarakat ketika membeli/menjual rumah. 3. Saya mempertimbangkan tingkat bunga ketika membeli/menjual rumah. 4. Saya mempertimbangkan jumlah penduduk ketika membeli/menjual rumah.
5.
Saya cenderung mempertimbangkan harga rumah daripada daya beli masyarakat.
7. Saya cenderung mempertimbangkan harga rumah daripada jumlah penduduk.
8. Saya cenderung mempertimbangkan daya beli masyarakat daripada tingkat bunga.
9.
Saya cenderung mempertimbangkan daya beli masyarakat daripada jumlah penduduk.