• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL BAYI BARU LAHIR DENGAN KELAINAN KONGENITAL YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL BAYI BARU LAHIR DENGAN KELAINAN KONGENITAL YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2016"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI 2017

PROFIL BAYI BARU LAHIR DENGAN KELAINAN KONGENITAL YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO TAHUN 2016

Diusulkan oleh: CITRA LESTARI

C11114027

Pembimbing:

dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

i

PROFIL BAYI BARU LAHIR DENGAN KELAINAN KONGENITAL YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO TAHUN 2016

HALAMAN JUDUL

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Citra Lestari C111 14 027

Pembimbing:

dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dengan judul :

“Profil Bayi Baru Lahir dengan Kelainan Kongenital yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016”

Hari/Tanggal : Kamis, 7 Desember 2017 Waktu : 13.00 WITA – selesai

Tempat : Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar, 7 Desember 2017

(4)

iii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Citra Lestari

NIM : C111 14 027

Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Pendidikan Dokter

Judul Skripsi : Profil Bayi Baru Lahir dengan Kelainan Kongenital yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016

Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

(...) Penguji 1 : Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A(K)

(...)

Ditetapkan di : Makassar

(5)

iv

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

HALAMAN PERSETUJUAN CETAK

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

Judul Skripsi :

“Profil Bayi Baru Lahir dengan Kelainan Kongenital yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016”

Makassar, 7 Desember 2017

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya saya. Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa tulisan, data, gambar, atau ilustrasi baik yang telah dipublikasi atau belum dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis.

Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik, dan melakukannya akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik yang lain.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Profil Bayi Baru Lahir dengan Kelainan Kongenital yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016” ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran.

Penulisan skripsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis sendiri melainkan juga adanya bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik dari segi materi maupun yang non materi. Ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya dari penulis diberikan kepada dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K) selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini atas waktu, tenaga, pikiran, semangat, dorongan serta bimbingan yang tidak bosan-bosannya diberikan selama penulisan skripsi ini.

Tidak hanya itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas jasa-jasanya yang tidak mungkin dilupakan oleh penulis, yaitu:

1. Allah SWT., yang memberikan kesehatan, kesabaran, dan kekuatan kepada penulis

2. Ibunda dan ayahanda penulis yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dan semangat di setiap waktu.

3. Bapak Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan

(8)

vii

serta dukungan untuk menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4. Seluruh staf pegawai Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas, yang telah memberikan arahan selama penulis mengerjakan skripsi.

5. Teman-teman IXA, Bidadari Surga, dan seluruh teman-teman angkatan FK Unhas 2014 atas dukungan dan semangatnya.

Menyadari ketidaksempurnaan dan keterbatasan yang ada, maka penulis mengharapkan kritik, dan saran yang sifatnya membangun demi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Makassar, 7 Desember 2017

(9)

viii

SKRIPSI Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Desember 2017 Citra Lestari (C111 14 027)

dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

PROFIL BAYI BARU LAHIR DENGAN KELAINAN KONGENITAL YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO TAHUN 2016

ABSTRAK

Latar belakang: Kelainan kongenital mengambil proporsi lebih besar dalam

mortalitas anak karena suksesnya imunisasi, kontrol diare, infeksi saluran pernapasan akut, dan perbaikan pelayanan yang terfokus pada Layanan Kesehatan Primer. Angka kematian bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di dunia yaitu sekitar 303.000 jiwa pada 4 minggu pertama setelah lahir setiap tahunnya. Data World Health Organization South-East Asia Region (WHO SEARO) tahun 2010 memperkirakan prevalensi kelainan kongenital di Indonesia adalah 59,3 per 1000 kelahiran hidup. Beberapa faktor diduga berperan dalam kejadian kelainan kongenital diantaranya ada pada faktor bayi, ibu, dan lingkungan.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh profil bayi baru lahir

dengan kelainan kongenital yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan

metode cross sectional dengan menggunakan data rekam medik.

Hasil penelitian: Terdapat 154 bayi dengan kelainan kongenital, 96 bayi dengan

malformasi tunggal dan 58 dengan malformasi multipel. Diantara 154 bayi tersebut terdapat 238 kelainan kongenital. Distribusi jenis kelainan kongenital terbanyak pada sistem sirkulasi/kardiovaskuler (33,19%), sistem digestif (28,15%), dan sistem saraf (10,08%). Distribusi bayi baru lahir dengan kelainan kongenital dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak (57,14%) dibandingkan perempuan (42,86%), kelompok bayi dengan berat bayi lahir ≥2500 gram lebih banyak (53,90%) dibanding berat bayi lahir <2500 gram (38,96%), bayi dengan usia gestasi ≥37 minggu tercatat lebih banyak (68,18%) dibandingkan bayi dengan usia gestasi <37 minggu (23,38%). Dari aspek ibu bayi, secara keseluruhan kelompok usia ibu paling banyak yaitu usia 20-30 tahun (45,39%), sebagian besar ibu tidak memiliki riwayat mengonsumsi obat-obatan (45,39%), obat tradisional (herbal atau jamu) (48,03%), penggunaan kosmetik pemutih (1,32%), dan memelihara binatang peliharaan (2,63%). Distribusi ibu dengan riwayat merokok aktif atau pasif yaitu 3,95%. Tidak ditemukan adanya keterangan yang tercatat di rekam medik mengenai hubungan keluarga ibu dan ayah (consanguinity), maupun riwayat mengonsumsi minuman energi atau pada penelitian ini.

(10)

ix

Kata kunci: kelainan kongenital

SKRIPSI Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin November 2017 Citra Lestari (C111 14 027)

dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

PROFILE OF GROSS CONGENITAL ANOMALIES AMONG THE NEWBORNS IN RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO IN 2016

ABSTRACT

Background: Congenital anomalies are responsible for a greater proportion of the

infants and children mortality due to extensive and successful use of immunization, control of diarrhoeal disorders, acute respiratory tract infections and improvement in health care services through a focus on primary health care. Mortality rate of the newborn with congenital anomalies in the world is approximately 303.000 in the first four weeks after birth every year. World Health Organization South-East Asia Region (WHO SEARO) in 2010 estimated the prevalence of congenital anomaly in Indonesia is 59,3 per 1000 live births.There are several factors which may have important role in the incidence of congenital anomalies based on the newborn baby factors, maternal factors, environment, etc.

Objective: This study is aimed to determine the profile of congenital anomalies

among the newborn babies in RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo in 2016.

Method : This type of study is descriptive observational with cross sectional method.

This study used medical records as subjects.

Results: There were 154 newborn babies had congenital anomalies, 96 had single

malformation, and 58 had multiple malformation. Within these 154 babies there were 238 congenital anomalies. Circulatory/cardiovascular system was commonly affected (33,19%), followed by digestive system (28,15%), and nervous system (10,08%). The distribution of these babies based on sex commonly in male (57,14%) than female (42,86%), the normal birth weight babies (≥2500 grams) were common (53,90%) than the low birth weight babies (<2500 grams) (38,96%), term babies (gestational age ≥37 weeks) recorded more common (68,18%) than preterm babies (<37 weeks) (23,38%). In the maternal aspects, the age group were commonly in 20-30 year old mothers (45,39%), mostly mothers did not have any history of drug consumption (45,39%), traditional medicine consumption (herbs or jamu) (48,03%), the use of whitening cosmetics (1,32%) and taking care of pet (2,62%). The distribution of smoking mothers (active/passive smoker) was 3,95%. There were no information recorded in the medical record about history of consanguinity and consumption of energy drinks or coffee

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Kelainan Kongenital Berdasarkan ICD 10...27

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelainan Kongenital...72

Tabel 5.2 Distribusi Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin...76

Tabel 5.2 Distribusi Bayi Berdasarkan Berat Lahir...77

Tabel 5.3 Distribusi Bayi Berdasarkan Usia Gestasi...78

Tabel 5.4 Distribusi Berdasarkan Usia Ibu...79

Tabel 5.5 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat-obatan...80

Tabel 5.6 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat Tradisional ...81

Tabel 5.7 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Merokok Aktif/Pasif...82

Tabel 5.8 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Memakai Kosmetik Pemutih...83

Tabel 5.9 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Memelihara Binatang Peliharaan...84

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian...59 Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian...60 Gambar 5.1 Distribusi Jenis Kelainan Kongenital...75

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekomendasi Penelitian ...109 Lampiran 2. Data Penelitian...112 Lampiran 3. Biodata Penulis...123

(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN CETAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Definisi kelainan kongenital ... 6

2.2 Embriogenesis ... 6

2.3 Embriogenesis Abnormal... 8

2.4 Etiologi Kelainan Kongenital ... 9

2.5 Klasifikasi Kelainan Kongenital ... 10

2.6 Faktor risiko kelainan kongenital... 17

2.7 Jenis Kelainan Kongenital Menurut International Statistical Classification of Disease and Relates Helath Problems 10th Revision (ICD-10)... 27

2.8 Penilaian (assesment) Bayi dengan Kelainan Kongenital ... 54

2.9 Pencegahan Kelainan Kongenital ... 56

(15)

xiv

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ... 59

3.1 Kerangka Teori ... 59

3.2 Kerangka Konsep ... 60

3.3 Definisi Operasional ... 61

BAB 4 METODE PENELITIAN... 67

4.1 Desain penelitian ... 67

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 67

4.3 Populasi dan Sampel ... 67

4.4 Kriteria Sampel ... 68

4.5 Jenis data dan Instrumen Penelitian ... 68

4.6 Manajemen Penelitian ... 69

4.7 Alur Penelitian ... 70

4.8 Etika Penelitian ... 70

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 71

5.1 Distribusi Jenis Kelainan Kongenital ... 71

5.2 Distribusi Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 76

5.3 Distribusi Berat Bayi Lahir ... 77

5.4 Distribusi Usia Gestasi ... 78

5.5 Distribusi Usia Ibu ... 79

5.6 Distribusi Ibu yang Mengonsumsi Obat-obatan ... 80

5.7 Distribusi Ibu yang Mengonsumsi Obat Tradisional ... 81

5.8 Distribusi Ibu Perokok Aktif atau Pasif ... 82

5.9 Distribusi Ibu yang Memakai Kosemtik Pemutih ... 82

5.10 Distribusi Ibu yang Memelihara Binatang Peliharaan ... 83

5.11 Distribusi Area Tempat Tinggal Ibu ... 85

5.12 Distribusi Ibu dengan Riwayat Hubungan Keluarga dengan Suami (Consanguinity)... 85

5.13 Distribusi Ibu dengan Riwayat Mengonsumsi Minuman Energi atau Kopi . 86 BAB 6 PEMBAHASAN ... 87

(16)

xv

6.2 Jenis Kelamin ... 88

6.3 Berat Bayi Lahir ... 88

6.4 Usia Gestasi ... 89

6.5 Usia Ibu ... 90

6.6 Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat-obatan ... 91

6.7 Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat Tradisional ... 91

6.8 Riwayat Ibu Merokok ... 92

6.9 Riwayat Ibu Memakai Kosmetik Pemutih ... 93

6.10 Riwayat Ibu Memelihara Binatang Peliharaan ... 93

6.11 Area Tempat Tinggal Ibu ... 94

6.12 Riwayat Hubungan Keluarga Orang Tua (Consanguinity) ... 95

6.13 Riwayat Ibu Mengonsumsi Minuman Energi atau Kopi ... 95

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

7.1 Kesimpulan ... 96

7.2 Saran ... 98

(17)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara (Depkes, 2014). Di tangan anak-anak yang sehat dan sejahtera akan melahirkan bangsa yang kuat, sejahtera dan bermartabat. Suatu kenyataan saat ini bahwa harapan kelangsungan hidup anak-anak Indonesia masih rendah sehingga masih banyak anak terlahir di negeri ini dalam situasi yang tidak menguntungkan karena berbagai sebab seperti penyakit infeksi, penyakit bawaan (kelainan kongenital), malnutrisi, berat badan lahir rendah dan lain-lain sehingga kualitas hidup mereka dimasa depan akan rendah (IDAI, 2008). Walaupun begitu, mortalitas anak di beberapa negara mulai menurun karena suksesnya imunisasi, kontrol diare, infeksi saluran pernapasan akut, dan perbaikan pelayanan yang terfokus pada Layanan Kesehatan Primer. Sebagai konsekuensi, kelainan kongenital mengambil proporsi yang lebih besar dalam mortalitas anak (World Bank dalam WHO, 2013)

Kelainan kongenital dapat didefinisikan sebagai kelainan struktural atau fungsional termasuk kelainan metabolisme yang timbul saat lahir. Kelainan kongenital dimulai saat prenatal yang disebabkan oleh defek embriogenesis atau abnormalitas intrinsik saat proses perkembangan janin. Kelainan ini dapat merupakan isolated abnormalities (defek tunggal) atau menjadi salah satu bagian dari sindrom

(18)

2

yang dapat menjadi penyebab penting dari mortalitas dan morbiditas pada neonatus dan anak (Rosano A, dkk., 2000. Agha MM, dkk., 2006)

Kelainan kongenital berhubungan dengan genetik, dan lingkungan luar. Banyak bayi yang lahir dengan defek yang serius akibat terjadinya gangguan post konsepsi karena terpapar oleh agen lingkungan yang bersifat teratogenik, seperti alkohol, rubella, sifilis, dan defisiensi iodium yang bisa mengganggu perkembangan janin. Bayi-bayi yang bertahan hidup akan hidup dengan gangguan mental, fisik, pendengaran, maupun penglihatan seumur hidupnya (Christianson, Howson dan Modell, 2006). Pada negara berkembang angka kejadian bayi dengan kelainan kongenital lebih tinggi daripada negara maju. Hal ini disebabkan oleh perbedaan yang sangat tajam antara kesehatan ibu dan faktor risiko signifikan lainnya, termasuk kemiskinan, presentase ibu dengan usia yang tua di beberapa negara, pernikahan dengan hubungan keluarga, dan lain-lain (WHO, 2013).

Angka kematian bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di dunia yaitu sekitar 303.000 jiwa pada 4 minggu pertama setelah lahir setiap tahunnya. Kelainan kongenital yang paling sering yaitu kelainan jantung bawaan, neural tube defect, dan Down Syndrome (WHO, 2016). Data laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa sebesar 1,4% bayi baru lahir usia 0-6 hari pertama kelahiran dan 19% bayi baru lahir usia 7-28 hari meninggal disebabkan karena kelainan kongenital (Depkes, 2016). Data World Health Organization South-East Asia Region (WHO SEARO) tahun 2010 memperkirakan prevalensi kelainan kongenital di Indonesia

(19)

3

adalah 59,3 per 1000 kelahiran hidup. Jika setiap tahun lahir 5 juta bayi di Indonesia, maka akan ada sekitar 295.000 kasus kelainan bawaan pertahun.

Kementerian Kesehatan RI telah melakukan surveilans sentinel bersama 13 Rumah Sakit (RS) terpilih di 9 provinsi sejak September 2014. Terdapat 15 jenis kelainan bawaan yang disurveilans dengan kriteria antara lain kelainan bawaan yang dapat dicegah, mudah dideteksi dan dapat dikoreksi (preventable, detecteble dan correctable) dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari data tersebut, terdapat 231 bayi mengalami kelainan bawaan. Sebagian besar lahir dengan 1 jenis kelainan bawaan (87%) dan ditemukan pula bayi lahir dengan lebih dari 1 jenis kelainan bawaan (13%). Kelainan bawaan yang paling banyak ditemukan adalah dari kelompok sistem muskuloskeletal (talipes equinovarus) 22,3%, sistem saraf (anensefali, spina bifida dan meningokel) 22%, celah bibir dan langit-langit 18,5% dan omfalokel 12,5% (Depkes, 2016).

Bayi-bayi dengan kelainan kongenital menjadi masalah khususnya untuk negara berkembang karena angka kejadiannya yang cukup tinggi dan membuat sumberdaya berkurang. Bayi dengan kelainan kongenital yang bertahan hidup, saat tumbuh akan mengalami ketergantugan terhadap orang lain, ataupun alat bantu (WHO, 2013).

Dengan pertimbangan angka kejadian yang cukup tinggi dan masalah yang ditimbulkan, sangat perlu dilakukan pencegahan yang lebih optimal, dan promosi tentang insidensi maupun profil kelainan bayi dengan kelainan kongenital yang masih perlu dikembangkan. Namun untuk memperoleh informasi tentang profil kelainan kongenital di Makassar belum optimal, padahal dasar dari semua jenis penelitian

(20)

4

yang merujuk pada preventable, detectable, dan correctable, diawali dengan riset dasar. Dengan ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Profil bayi baru lahir dengan kelainan kongenital yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana profil bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian 1.1.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran kelainan kongenital pada bayi baru lahir yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.

1.1.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui:

1) Distribusi jenis kelainan kongenital pada bayi baru lahir di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.

2) Distribusi faktor bayi baru lahir dengan kelainan kongenital yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016 meliputi usia gestasi, jenis kelamin, dan berat bayi lahir.

3) Distribusi faktor ibu dari bayi baru lahir dengan kelainan kongenital meliputi usia ibu dan hubungan keluarga ibu dan ayah (consanguineous marriage),

(21)

5

4) Distribusi faktor lingkungan meliputi adanya paparan teratogen melalui merokok pasif atau aktif, area tempat tinggal, binatang peliharaan, riwayat mengonsumsi obat-obatan, riwayat mengonsumsi obat tradisional seperti jamu atau obat-obatan herbal, minuman energi dan kopi, dan riwayat penggunaan kosmetik pemutih.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya tentang prevalensi dan profil kelainan kongenital secara nasional.

2. Menjadi masukan sumber data mengenai profil bayi baru lahir dengan kelainan kongenital kepada RS Wahidin Sudirohusodo

3. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan memperkaya ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

(22)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi kelainan kongenital

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik (Effendi, 2006). Menurut International Classification of Diseases revisi kesepuluh (ICD10), kelainan kongenital meliputi malformasi kongenital, deformasi, dan abnormalitas kromosom dengan pengecualian kelainan metabolisme sejak lahir. Pengertian yang lebih luas dari defek lahir yang dinyatakan oleh The March of Dimes (MOD) yaitu meliputi abnormalitas struktur dan fungsi termasuk metabolisme, yang muncul saat lahir.

2.2 Embriogenesis

Embriogenesis normal merupakan proses yang sangat kompleks. Perkembangan prenatal terdiri atas tiga tahap, yaitu:

1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi atau pembelahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.

2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan:

a) Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.

b) Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf (neural tube), dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagian-bagian otak.

(23)

7

c) Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempurna.

d) Terlihat primordial dan struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam. 3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap

ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran; pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama otak.

Perkembangan embrio awal meliputi beberapa fenomena yang berbeda:

a) Sel-sel membentuk berbagai jaringan, organ dan struktur tubuh

b) Proliferasi sel sederhana terjadi dengan kecepatan yang berbeda pada berbagai bagian tubuh, baik sebelum maupun sesudah diferensiasi menjadi jaringan spesifik.

c) Beberapa tipe sel seperti melanosit, mengalami migrasi ke sekitarnya sampai akhirnya sampai ke lokasi yang jauh dari tempat semula.

d) Kematian sel yang terprogram, merupakan faktor penting dalam pembentukan beberapa struktur, seperti pada pemisahan jari tangan. e) Penyatuan (fusi) antara jaringan yang berdekatan juga merupakan

mekanisme penting dalam pembentukan beberapa struktur seperti bibir atas dan jantung.

Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas untuk setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh sebab itu meskipun terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat

(24)

8

menyebabkan pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi juga pada berbagai jaringan sekitarnya.

Sekali sebuah struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu tidak dapat mundur kembali meskipun struktur tersebut dapat saja mengalami penyimpangan, dirusak atau dihancurkan oleh tekanan mekanik atau infeksi (Effendi, 2006).

2.3 Embriogenesis Abnormal

Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini.

Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.

Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan

(25)

9

menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio (Effendi, 2006).

2.4 Etiologi Kelainan Kongenital

Penyebab kelainan kongenital dibagi atas 4 katergori yaitu; genetik, lingkungan, multifaktorial, dan tidak diketahui. Pada awalnya, sebanyak 50-60% dari semua kelainan kongenital dianggap etiologinya tidak diketahui, tetapi dengan semakin majunya ilmu genetik, etiologi dari beberapa sindrom telah dapat diidentifikasi. Berdasarkan data terbaru, genetik dianggap menjadi penyebab kelainan kongenital sebanyak 10-30%, faktor lingkungan 5-10%, pewarisan sifat multifaktorial 20-35% dan tidak diketahui 30-45% dari kasus (Kumar P, Burton BK, 2008).

2.4.1 Genetik

Faktor genetik berperan dalam sebagian besar malformasi kongenital dengan penyebab yang diketahui, dan berperan penting pada gangguan pewarisan sifat yang multifaktorial (multifactorial inheritance). Abnormalitas kromosom yang menyebabkan kelainan kongenital dapat berupa numerikal atau struktural. Contoh dari abnormalitas kromosom numerikal yaitu Down Syndrome (Trisomi 21), dan Turner Syndrome (monosomi 45 XO). Contoh dari abnormalitas kromosom struktural seperti translokasi, delesi, mikrodelesi, duplikasi, atau inversi (Kumar P, Burton BK, 2008).

(26)

10 2.4.2 Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan penting dalam etiopatogenesis kelainan kongenital. Paparan ibu oleh agen lingkungan dapat mengganggu proses pertumbuhan normal dan menghasilkan kelainan kongenital mayor dan minor. Agen-agen yang berpotensi menginduksi anomali struktur anatomi janin disebut sebagai teratogen. Belum ada mekanisme yang jelas masing-masing teratogen dalam menyebabkan anomali. Risiko memiliki kelainan kongenital setelah terpapar agen teratogen tergantung kondisi alam dan dosis dari agen tersebut, waktu dan lama durasi paparan, adanya paparan yang bersamaan, dan gen yang rentan dari embrio. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan berperan pada kebanyakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan paparan teratogen (Kumar P, Burton BK, 2008).

2.4.3 Multifaktorial

Gangguan multifaktorial timbul sebagai hasil interaksi dari faktor genetik dan lingkungan. Kelainan kongenital ini termasuk bibir sumbing (cleft lip dan cleft palate), spina bifida, dan paling banyak gangguan pada anak dan dewasa seperti asma, aterosklerosis, diabetes, dan kanker. (Levy PA dan Marion RW, 2015)

2.5 Klasifikasi Kelainan Kongenital

2.5.1 Klasifikasi berdasarkan tahap perkembangan

Kelainan kongenital dapat dibagi mejadi tiga kategori berdasarkan tahap perkembangan dimana gangguan terjadi.

(27)

11 1) Malformasi

Malformasi adalah defek morfologi dari suatu organ, bagian dari organ, atau suatu regio tubuh akibat proses berkembangan intrinsik yang abnormal. Paling sering sebagai hasil dari gangguan embriogenesis dan biasanya terjadi pada usia gestasi minggu ke delapan dengan pengecualian otak, genitalia dan gigi. Karena malformasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin, maka struktur yang terkena dapat memiliki konfigurasi mulai dari absennya struktur secara komplit, sampai pembentukan yang tidak komplit. Contoh dari malformasi kategori ini termasuk agenesis renal dan neural tube defect. Malformasi disebabkan oleh faktor genetik, pengaruh lingkungan, atau kombinasi keduanya (Kumar P, Burton BK, 2008). 2) Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanis , pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Penyebab terseing adalah robeknya selaput amnion pada kehamilan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin, memotong kuadran bawah fetus, menembus kulit, muskulus, tulang dan jaringan lunak (Effendi, 2006).

(28)

12

Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi (Effendi, 2006). Anomali ini timbul setelah organogenesis dan paling sering melibatkan jaringan muskuloskeletal. Penyebab utama deformasi adalah abnormalitas struktural dari uterus seperti fibroid, uterus bicornis, kehamilan kembar, dan oligohidramnion. Deformasi dapat reversibel setelah kelahiran tergantung durasi dan luasnya deformasi sebelum kelahiran.

Dengan demikian deformasi dan disrupsi mempengaruhi perkembangan struktur yang normal tanpa adanya abnormalitas intrinsik jaringan. Anomali seperti ini tidak memiliki dasar genetik, tidak pula berhubungan dengan defisit kognitif, dan risiko rekurennya rendah (Kumar P, Burton BK, 2008).

2.5.2 Klasifikasi berdarkan perubahan histologis

Beberapa anomali tertentu memiliki perubahan yang jelas berdasarkan perkembangan sel dan jaringannya yang dapat diidentifikasi melalui analisis histologis dan presentasi klinis. Dengan adanya hal ini, dapat dijelaskan patogenesis dari beberapa kelainan kongenital.

1) Aplasia

Aplasia menandakan absennya proliferasi sel yang berakhir pada absennya organ atau morfologi tertentu seperti agenesis renal.

(29)

13 2) Hipoplasia

Hal ini merujuk pada insufisiensi atau berkurangnya proliferasi sel yang menghasilkan organ yang undergrowth, seperti pulmonary hypoplasia .

3) Hiperplasia

Hiperplasia adalah proliferasi sel yang eksesif dan overgrowth dari organ atau morfologi tertentu.

Kata hipoplasia ataupun hiperplasia digunakan pada sel normal yang kurang berproliferasi (undergrowth) atau berproliferasi berlebih (overgrowth). Perubahan proliferasi sel normal akan mengakibatkan displasia. (Kumar P, Burton BK, 2008).

4) Displasia

Displasia merujuk pada abnormalnya organisasi sel atau histogenesis pada suatu tipe jaringan spesifik di seluruh tubuh seperti Sindrom Marfan, congenital ectodermal dysplasia, dan skeletal dysplasia.

2.5.3 Kelainan kongenital berdasarkan klinis

1) Kelainan tunggal (single defect system)

Defek ini mendasari grup paling besar kelainan kongenital yang ditandai oleh terlibatnya satu sistem organ atau hanya satu regio tubuh seperti bibir

(30)

14

sumbing (cleft lip/palate) dan kelainan jantung bawaan. Anomali ini biasanya memiliki etiologi multifaktorial. (Kumar P dan Burton BK, 2008

2) Sindrom malformasi multipel (multiple malformation syndrome)

Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat (Effendi, 2006). Kata sindrom digunakan jika suatu kombinasi kelainan kongenital timbul berulang pada pola yang sama dan biasanya etiologinya umum, riwayat alami sama, dan adanya risiko rekuren yang diketahui. (Kumar P dan Burton BK, 2008). Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu. (Effendi, 2006)

3) Asosiasi (association)

Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi VACTERL” (vertebral anomalies, anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies, limbs defects).

(31)

15

Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi dari kelainan di atas. (Effendi, 2006)

4) Sekuensial (sequential)

Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak meninggal karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal. Sebagian besar kelainan sekuensial tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh multifaktorial (Effendi, 2006).

5) Kompleks (Complexes)

Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat

(32)

16

embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome (Effendi, 2006).

2.5.4 Kelainan kongenital berdasarkan berat ringannya

1) Malformasi mayor

Malformasi mayor adalah abnormalitas anatomi yang cukup berat yang dapat mengurangi angka harapan hidup atau berkompromi dengan fungsi normal seperti neural tube defect, agenesis renal, dan lain-lain (Kumar P dan Burton BK, 2008). Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya. (Effendi, 2006).

2) Malformasi minor

Malformasi minor adalah berubahan struktural yang tidak membutuhkan pengobatan, atau dapat diobati dengan mudah. Malformasi minor paling sering mengenai daerah yang kompleks, seperti wajah dan ekstremitas bagian distal. Malformasi minor relatif sering dan insidensnya

(33)

17

cukup tinggi pada bayi-bayi prematur dan bayi-bayi dengan retardasi pertumbuhan dalam janin (intrauterine growth retadration) (Kumar P dan Burton BK, 2008). Contoh malformasi ini yaitu Single transverse palmar creases, low set ears, hypertelorism. (Levy PA dan Marion RW, 2015).

2.6 Faktor risiko kelainan kongenital 2.6.1 Faktor bayi

a) Usia gestasi

Dalam beberapa studi ditunjukkan bahwa bayi-bayi preterm (<37 minggu usia gestasi) dengan kelainan kongenital memiliki angka kejadian lebih tinggi dibandingkan dengan bayi-bayi aterm (>37 minggu), dan perbedaannya secara statistik signifikan (Marwah A, 2016).

b) Jenis kelamin

Dalam beberapa studi, insidens kelainan kongenital pada bayi laki-laki lebih besar daripada bayi perempuan, namun perbedaan ini secara statistik tidak signifikan. (Gandhi MK, dkk., 2016. Marwah A, 2016). c) Berat bayi lahir

Dalam beberapa studi dikatakan bahwa insidens kelainan kongenital pada bayi dengan berat bayi lahir rendah (<2,5 kg) lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat bayi lahir >2,5 kg. Namun perbedaan ini secara statistik tidak signifikan (Gandhi MK, dkk., 2016. Marwah A, 2016).

(34)

18 2.6.2 Faktor ibu

a) Usia ibu

Ibu dengan usia muda banyak ditemukan di negara industri dan menghabiskan biaya sosioekonomi yang cukup tinggi karena kehamilan usia muda rentan mengalami efek yang berlawanan seperti retardasi pertumbuhan dalam janin, bayi berat lahir rendah, dan persalinan yang preterm (Chandra dkk., 2002; Khashan dkk., 2010). Dalam studi retrospektif di Amerika, terdapat hubungan yang sangat kuat antara ibu usia muda, 13 sampai 19 tahun dengan defek lahir tertentu, seperti malformasi sistem saraf pusat, traktur gastrointestinal, dan sistem muskuloskeletal. (Chen dkk., 2007). Beberapa studi menyatakan bahwa efek kehamilan yang tidak diinginkan pada ibu usia muda terjadi berhubungan dengan pola hidup (life style), latar belakang genetik, status ekonomi yang rendah, rendahnya asuransi kesehatan dan prenatal care, termasuk suplementasi dengan asam folat yang mengandung multivitamin. (Loane dkk., 2009; Reichman and Pagnini, 1997; Nilsen dkk., 2006; Raatikainen dkk., 2006; Wahn and; Nissen, 2008)

Ibu hamil dengan usia tua dihubungkan dengan masalah fertilitas, kelahiran multipel, dan abnormalitas kromosom, walaupun demikian lebih banyak wanita mengalami persalinan yang lama (American Society for Reproductive Medicine, 2003; Tough dkk., 2007). Terdapat 14,9% angka kelahiran hidup oleh ibu dengan usia 35 tahun ke atas. (National Center for Health Statistics, 2010). Dikatakan bahwa usia ibu hamil yang lebih

(35)

19

tua berhubungan dengan defek kromosom seperti trisomi 13, 18 dan 21 (Hagen et al., 2011). Besarnya risiko usia tua ibu hamil bagi terjadinya defek spesifik non kromosom masih belum jelas. (Gill SK. Dkk. 2012) b) Hubungan keluarga orang tua (Consanguineous parents)

Istilah consanguinuinity digunakan untuk menggambarkan mereka yang menikah yang memiliki setidaknya satu nenek moyang yang sama. Perkawinan dengan hubungan keluarga dalam genetika populasi berangkat dari perkawinan yang tidak acak dengan pasangan yang lebih mirip secara genetik dibandingkan mereka yang kawin secara acak dalam populasi. Keturunan dari consanguineous parents mungkin berisiko tinggi terhadap kelainan gentik karena ekspresi mutasi gen resesif autosomal yang diwarisi dari nenek moyang yang sama. Semakin dekat hubungan biologis antara orang tua, semakin besar kemungkinan bahwa keturunan mereka akan mewarisi salinan identik dari satu atau lebih gen resesif yang merugikan. Sebagai contoh, sepupu pertama diprediksi akan berbagi 12,5 % gen mereka. Jadi, secara rata-rata keturunan mereka akan homozigot (atau lebih tepatnya autozigot) pada 6,25% lokus gen (yaitu mereka akan menerima salinan gen yang identik dari setiap orang tua di tempat-tempat ini dalam genom mereka) (Robin LB, 2002).

2.6.3 Faktor Lingkungan

Paparan ibu oleh agen lingkungan dapat mengganggu proses pertumbuhan normal. Risiko memiliki kelainan kongenital setelah terpapar agen teratogen tergantung kondisi alam dan dosis dari agen tersebut, waktu

(36)

20

dan lama durasi paparan, adanya paparan yang bersamaan, dan gen yang rentan dari embrio.

1) Merokok (aktif dan pasif)

Merokok selama kehamilan menyebabkan paparan zat-zat seperti nikotin dan karbon monoksida yang dikaitkan dengan sejumlah komplikasi serius selama kehamilan (Rogers JM, 2009). Peningkatan kejadian aborsi spontan, kelahiran prematur, abrupsio plasenta, growth restriction, ruptur membran prematur, keguguran, dan kelahiran mati adalah beberapa akibat dari paparan asap tembakau dan meningkatkan morbiditas dan mortilitas perinatal (Adgent MA, 2006. Glinianaia SV dkk., 2004. Nabet C dkk., 2005) Mekanisme biologis bagaimana asap tembakau mempengaruhi perkembangan janin telah diperiksa dalam penelitian terhadap manusia dan laboratorium yang ekstensif, yang menunjukkan bahwa banyak dari 7000 bahan kimia dapat melewati penghalang plasenta dan memiliki efek berbahaya langsung pada bayi yang belum lahir. (BMA, 2004; Quinton et al., 2008; Talbot, 2008; Rogers, 2009) Di England dan Wales, 3759 bayi lahir dengan kelainan kongenital non kromosom pada tahun 2008; lima defek yang paling sering yaitu pada sistem kardiovaskular (27%), ekstremitas (22%), sistem urinarius (17%), sistem genitalia (11%) dan celah orofasial (11%) (ONS, 2010).

(37)

21 2) Obat-obatan

Obat-obatan termasuk agen teratogen apabila dikonsumsi selama kehamilan. Dikatakan bahwa fenitoin (hidantoin) dengan periode kritis trimester 1, dapat mengakibatkan malformasi hiplasia falang distal, hidung pesek, pangkal hidung datar dan lebar, ptosis, bibir sumbing dan langit-langit sumbing, retardasi mental, kemudian akan mempunyai risiko tinggi terhadap keganasan terutama neuroblastoma. Talidomid pada periode kritis 34-50 hari HPHT (hari pertama haid terakhir) dapat menyebabkan malformasi berupa fokomelia, penyakit jantung bawaan, stenosis ani, atresia meatus akustikus eksterna. Jika terpapar warfarin pada 6-9 minggu, mengakibatkan anomali struktur pada 30%, setelah 16 minggu mungkin hanya mengakibatkan retardasi mental. Klorokuin dapat mengakibatkan ketulian, kekeruhan kornea, dan korioretinitis. Litium dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan. Natrium valproat dapat mengakibatkan neural tube defect, hipospadia, mikrosomia, hidung kecil, jari tangan panjang dan kurus, keterlambatan perkembangan (Connor JM, Smith MAF, 1997)

Penggunaan ACE-inhibitor (ACEI) untuk mengobati tekanan darah tinggi juga dikatakan menyebabkan defek lahir. Penggunaan ACEI menjadi kontraindikasi pada kehamilan trimester dua dan trimester ketiga. Paparan ACEI terhadap janin dikatakan berhubungan dengan fetopati, yaitu suatu keadaan yang terdiri atas oligohidramnion, retardasi

(38)

22

pertumbuhan dalam janin, hipokalvaria, displasia renal, anuria, gagal ginjal, dan kematian (Briggs GG, 2002. Tabacova S, dkk., 2003) Kebalikannya, penggunaan ACEI pada trimester pertama kehamilan belum dihubungkan dengan efek buruk pada kelahiran. Efek pada janin dikatakan sebagai konsekuensi langsung dari anuria dan oligohidramnion yang dihasilkan oleh ACEI yang mengganggu fungsi ginjal janin (Tabacova S, dkk., 2003. Martin RA, dkk., 1992. Bhatt-MV, Deluga KS, 1993). Karena produksi urin merupakan proses yang bertahap yang berkembang pada kehamilan yang lanjut, (Moore KL, Persaud TVN, 1998) maka ginjal janin yang masih berkembang belum sensitif terhadap ACEI sebelum trimester kedua kehamilan (Cooper WO, dkk., 2006)

Penyalahgunaan obat-obatan juga ternyata berdampak negatif bagi janin. Seperti ganja (marijuana) dimana zat aktifnya berupa 8,9-tetrahidrokanabinol, yang larut lemak, dapat melewati plasenta dengan mudah dan dapat bertahan pada janin selama 30 hari. Retardasi pertumbuhan dan malformasi dilaporkan terjadi setelah penggunaan ganja selama kehamilan khususnya pada trimester 1. (Idanpaan HJ, dkk., 1969, Klausner HA dan Dingell JV, 1973. Robinson LL, dkk., 1989). Penggunaan Lysergic acid diethlamide (LSD) pada ibu hamil dilaporkan melahirkan anak dengan anomali. Anomali tersebut beragam, berupa defek pada ekstremitas, mata, saraf pusat, dan artrogryposis (Zellweger H, dkk., 1967) Kokain pada janin dimetabolisme dengan lambat karena janin memiliki aktifitas kolinesterase plasma yang rendah (Cregler LL dan Mark

(39)

23

H, 1986). Kokain memblok reuptake neurotransmitter di presinaps pada saraf terminal, yang menghasilkan peningkatan level norepinefrin dan dopamin (Hodach RJ, dkk., 1975). Sehinga dapat mengubah availabilitas dan pemakaian kalsium, dan menurunkan aliran darah dari uterus ke plasenta (Little BB, 1989). Komplikasinya berupa abrupsio plasenta, hemoragik otak, IUGR, defek ekstremitas dan atresia usus. Selain itu dapat meningkatkan kejadian prematuritas, mikrosefal, dan kematian bayi tiba-tiba (Volpe JJ, 1992).

3) Obat tradisional (herbal dan jamu), minuman energi, dan kopi

Obat-obatan tradisional khususnya obat herbal sangat banyak dikonsumsi di negara berkembang. Ada alasan terntentu mengapa beberapa komunitas di negara berkembang tertarik dengan penggunaan obat herbal. Di negara berkembang keamanan dan efektifitas beberapa herbal dikatakan cukup baik. Beberapa herbal yang telah diteliti dengan baik yaitu bawang putih (Allium sativum), jahe (Zingiber officinale), ginko biloba (Ginko biloba), dan ginseng (Panax ginseng) (Tiran D, 2003). Dalam suatu studi dikatakan bahwa masyarakat menggunakan obat-obatan herbal digunakan atas indikasi tertentu seperti untuk memfasilitasi persalinan, menurunkan nyeri otot dan tubuh, mendukung kesehatan fisik bayi dan intelegensianya, dan untuk tujuan aborsi (Rahman AA, dkk., 2008). Penggunaan obat herbal pada kehamilan trimester pertama dikatakan dapat mengakibatkan malformasi kongenital (Noordalilati MN, dkk., 2004), sedangkan penggunaan pada kehamilan trimester dua atau

(40)

24

ketiga dapat mengakibatkan fetotoksik seperti IUGR (Sulaiman SA, dkk., 2001), distres janin (Mabina MH, dkk., 1997), hipoksia janin (Varga CA dan Veale DJH, 1997), dan kematian dalam rahim (Azriani AR, dkk., 2008).

Minuman energi dikatakakan memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan. Kopi dan minuman energi mengandung kafein. Kopi lebih banyak dikonsumsi dalam kondisi masih panas, dan diminum perlahan. Telah jelas dibuktikan bahwa kafein memiliki efek samping terhadap kesehatan. Pada remaja kafein dapat meningkatkan tekanan darah dan gangguan tidur. Pada wanita hamil, konsumsi kafein yang tinggi dapat menyebabkan keguguran, lahir mati, dan bayi dengan kecil masa kehamilan. (Aria AM, O’Brien MC, 2011) Pada suatu studi juga dikatakan bahwa konsumsi kafein menyebabkan defek lahir, seperti microtia, atresia esofagus, kraniosinostosis, hernia diafragmatika, omfalokel dan gastroskisis. (Browne ML dkk., 2011)

4) Tempat tinggal

Terdapat dampak potensial pada kesehatan reproduksi dari paparan kontaminan di tempat-tempat dengan limbah yang berbahaya, dimana produk yang paling banyak ditemukan adalah residu pelarut, pestisida, dan logam.

Ibu hamil yang tinggal di daerah persawaan atau di daerah perkebunan akan lebih mudah terpapar oleh zat-zat agrikultural termasuk pestisida. Dikatakan bahwa wanita yang terpapar pestisida enam kali lebih

(41)

25

berisiko melahirkan bayi dengan defek lahir dibandingkan mereka yang tidak terpapar (Heeren GA, dkk., 2003)

Telah dianalisis lokasi geografis (daerah berisiko) dengan kemungkinan hubungan faktor lingkungan (kontaminasi bahan kimia) dengan kejadian kelainan kongenital. Daerah diklasifikasikan menurut pencemaran lingkungan rata-rata (udara, biota, minyak, air, dan kontaminan kimia tertentu). Risiko relatif besar ditemukan untuk kasus-kasus yang berada di daerah berisiko tersebut. Kemungkinan terjadinya malformasi pada daerah ini lebih besar, dengan fokus khusus zat kimia seperti sianida dan senyawa anorganik lainnya. (Croen dkk. 1997)

5) Penggunaan kosmetik

Dalam dekade terakhir ditunjukkan bahwa masalah reproduksi dan perkembangan menjadi lebih sering, sebagai contoh data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) ditunjukkan bahwa masalah diantara tahun 1970 dan 1993 yaitu masalah reproduksi laki-laki termasuk undescended testis dan hipospadia. Zat-zat dari lingkungan dengan kuat diduga sebagai faktor yang berkontribusi. Dilaporkan bahwa produk kosmetik seperti makeup, shampoo, skin lotion, nail polish dan produk perawatan lainnya mengandung bahan-bahan kimia yang data keamanannya kurang. Terlebih lagi beberapa zat kimia tersebut telah diuji dalam studi yang dilakukan pada binatang yang menghasilkan defek lahir pada genitalia jantan, penurunan jumah sperma, dan outcome kehamilan yang buruk. Tidak ada evidence definitif yang berefek sama pada manusia,

(42)

26

tetapi paparan yang luas, khususnya phthalates telah dibuktikan. Phthalates ini terdiri dari plastik, yang banyak terdapat pada produk kecantikan. (Barett JR, 2005).

Selain itu kosmetik pemutih juga mengandung merkuri dan hidrokuinon. Merkuri adalah logam yang toksik, namun sangat berguna pada preparat kosmetik pemutih untuk menekan produksi melanin pada kulit (Bourgeosis dkk., 1986). Dikatakan bahwa merkuri dapat mempengaruhi fertilitas wanita dan mengakibatkan defek lahir. Beberapa studi telah membuktikan efek samping merkuri yang didapat memalui paparan konsumsi ikan dan amalgam gigi. Namun belum ada data tentang pengaruh pemakaian kosmetik pemutih jangka panjang terhadap efek samping kehamilan dan atau outcome kehamilan. Sebelum ada data yang tersedia, wanita harus dianjurkan untuk tidak menggunakan kosmetik pemutih yang mengandung merkuri selama kehamilan. (Al-Saleh, Iman. 2016). Hidrokuinon juga banyak terdapat pada kosmetik pemutih. Hidrokuinon merupakan inhibitor yang kuat terhadap produksi melanin (Yoshimura dkk., 2001). Pada sebuah studi tunggal ditunjukkan bahwa penggunaan hidrokuinon selama kehamilan tidak meningkatkan efek samping, namun sampel wanita hamil pada penelitian tersebut kecil. (Mahe A dkk., 2007). Namun karena pertimbangan absorbsinya, paparan terhadap agen ini harus tetap diminimalisir terutama pada wanita yang sedang hamil sampai ada studi yang membuktikan keamanannya (Pina Bozzo dkk., 2011)

(43)

27 6) Hewan peliharaan

Beberapa hewan peliharaan ternyata mengandung berbagai jenis bakteri maupun parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada ibu hamil dan janinnya. Salah satu infeksi tersebut yaitu toxoplasmosis yang disebabkan oleh toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii merupakan parasit protozoa yang paling banyak menyebabkan penyakit. Parasit ini banyak ditemukan pada anjing (50%), kelinci (50%), dan kucing (70%) (Tenter AM, Heckeroth AR, Weiss LM, 2000). Toxoplasmosis adalah komponen penting dari infeksi Toxoplasma, Others (Syphilis, Parvovirus B19, Varicella Zoster, Hepatitis B Virus), Cytomegalovirus, dan Herpes Virus (TORCH), suatu grup infeksi yang jika menyerang selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi kongenital, dan defek pada janin, bahkan keguguran (Singh S, 2003)

2.7 Jenis Kelainan Kongenital Menurut International Statistical Classification of Disease and Relates Helath Problems 10th Revision (ICD-10)

Berikut adalah tabel klasifikasi kelainan kongenital berdasarkan sistem menurut ICD-10.

Tabel 2.1 Klasifikasi Jenis Kelainan Kongenital Berdasarkan ICD 10

Kode Sistem

Q00-Q07 Q00

Sistem saraf pusat:

(44)

28 Q01 Q02 Q03 Q04 Q05 - Anensefali - Craniorachischisis

-

Iniencephali  Ensefalokel - Ensefalokel frontal - Ensefalokel nasofrotal - Ensefalokel oksipital - Ensefalokel lokasi lain - Ensefalokel tidak spesifik

 Mikrosefali

 Hidrosefalus kongenital:

- Malformasi aquaduktus sylvii

- Atresia foramen Magendi dan Luschka - Hidrosefalus kongenital lain

- Hidrosefalus kongenital tidak spesifik

 Malformasi otak kongenital lain

 Spina bifida : - Meningokel - Hidromeningokel - Meningomyelokel - Myelokel - Rachischisis

(45)

29 Q06

Q07

- Syringomyelokel

- Spina bifida (aperta)(cystica)

 Malformasi medula spinalis kongenital lain

 Malformasi sistem saraf pusat kongenital lain

Q10-Q18 Q10

Q11 Q12

Mata, telinga, wajah, dan leher :

 Malformasi kelopak mata, aparatus lakrimal, dan orbita:

- Ptosis kongenital - Ektropion kongenital - Entropion kongenital

- Malformasi kelopak mata lain - Agenesis glandula lakrimal

- Stenosis dan striktur glandula larimal kongenital - Malformasi aparatus lakrimal kongenital lain - Malformasi orbita kongenital, tidak spesifik

Anophtalmos, microthalmos, dan macrothalmos

Malformasi lensa kongenital : - Katarak kongenital

- Congenital displaced lens - Koloboma lensa

(46)

30 Q13

Q14

- Sferofakia

- Malformasi lensa kongenital lain

- Malformasi lensa kongenital tidak spesifik

Malformasi kongenital segmen anterior mata : - Koloboma iris

- Absence of iris

- Malformasi iris kongenital lain - Congenital corneal opactity - Malformasi kornea kongenital lain - Blue sclera

- Malformasi segmen anterior mata kongenital lain

- Malformasi segmen anterior mata kongenital tidak spesifik

Malformasi segmen posterior mata kongenital: - Malformasi humor vitreus kongenital - Malformasi retina kongenital

- Malformasi diskus optikus kongenital - Malformasi koroid kongenital

- Malformasi segmen posterior mata kongenital lain

(47)

31 Q15

Q16

Q17

tidak spesifik

Malformasi mata kongenital lain - Glaukoma kongenital

- Malformasi mata kongenital lain spesfik - Malformasi mata kongenital tidak spesifik

Malformasi telinga kongenital yang menyebabkan gangguan pendengaran :

- Congenital absence of auricle

- Congenital absence, atresia and stricture of auditory canal (external)

- Absence of eustachian tube

- Congenital malformation of ear ossicles - Malformasi telinga tengah kongenital lain - Malformasi telinga tengah kongenital

- Malformasi telinga kongenital yang menyebabkan gangguan pendengaran, tidak spesifik.

Malformasi telinga kongenital yang lain : - Aurikula aksesorius

- Makrotia - Mikrotia

(48)

32 Q18

- Misplaced ear: Low-set ears - Prominent ear

- Malformasi telinga kongenital lain spesifik - Malformasi teling kongenital tidak spesifik

Malformasi wajah dan leher kongenital yang lain - Sinus, fistula and cyst of branchial cleft

- Preauricular sinus and cyst

- Other branchial cleft malformations - Webbing of neck

- Makrostomi - Mikrostomi - Macrocheilia - Microcheilia

- Malformasi wajah dan leher kongenital yang lain

- Malformasi wajah dan leher kongenital tidak spesifik.

Q20-Q28 Q20

Sistem sirkulasi :

Malformasi kongenital bilik jantung dan penghubungnya :

(49)

33 Q21

Q22

- Double outlet right ventricle - Double outlet left ventricle

- Discordant ventriculoarterial connection - Double inlet ventricle

- Discordant atrioventricular connection - Isomerism of atrial appendages

- Malformasi kongenital bilik jantung dan penghubungnya yang lain

- Malformasi kongenital bilik jantung dan penghubungnya, tidak spesifik

Malformasi Septum Jantung Kongenital : - Ventricular Septal Defect

- Atrial septal defect

- Atrioventricular septal defect - Tetralogy of Fallot

- Aortopulmonary septal defect

- Malformasi septum jantung kongenital lain - Malformasi septum jantung kongenital, tidak

spesifik

Malformasi valvula pulmonalis dan valvula trikuspid kongenital:

(50)

34 Q23

-

Stenosis valvula pulmonalis

-

Insuisiensi valvula pulmonalis kongenital

-

Malformasi valvula pulmonalis kongenital lain

-

Stenosis valvula trikuspid kongenital

-

Ebstein's anomaly

- Hypoplastic right heart syndrome

- Malformasi valvula trikuspid kongenital lain - Malformasi valvula trikuspid kongenital, tidak

spesifik

Malformasi katup aorta dan katup mitral - Stenosis katup aorta kongenital - Insufisiensi katup aorta kongenital - Stenosis katup mitral kongenital - Insufisiensi katup mitral kongenital - Hypoplastic left heart syndrome

- Malformasi katup aorta dan mitral kongenital lain

- Malformasi katup aorta dan mitral, tidak spesifik

Malformasi jantung kongenital lain : - Dekstrokardia

(51)

35 Q24

Q25

- Levokardia

- Kor Triatum

-

Pulmonary infundibular stenosis

-

Congenital subaortic stenosis

-

Malformation of coronary vessels

-

Congenital heart block

-

Malformasi jantung kongenital lain spesifik

-

Malformasi jantung kongenital, tidak spesifik

Malformasi kongenital arteri besar : - Patent ductus arteriousus - Coarctation aorta

- Artesia aorta

- Supravalvular aortic stenosis - Malformasi aorta kongenital lain - Atresia arteri pulmonalis

- Stenosis arteri pulmonalis

- Malformasi arteri pulmonalis kongenital lain - Malformasi arteri besar kongenital lain,

spesifik

- Malformasi arteri besar kongenital, tidak spesifik

(52)

36 Q26

Q27 Q28

- Stenosis vena cava kongenital - Persistent left superior vena cava - Total anomalous pulmonary venous

connection

- Partial anomalous pulmonary venous connection

- Anomalous pulmonary venous connection, unspecified

- Anomalous portal venous connection - Portal vein-hepatic artery fistula - Malformasi vena besar kongenital lain

- Malformasi vena besar kongenital tidak spesifik

Malformasi pembuluh darah perifer kongenital

Malformasi sistem sirkulasi kongenital tidak spesifik

Q30-Q34 Q30

Sistem respirasi

Malformasi hidung kongenital : - Atresia choana

(53)

37 Q31

Q32

Q33

- Agenesis nasal

- Fissured, notched and cleft nose - Perforasi septum nasi kongenital - Malformasi hidung kongenital lain

- Malformasi hidung kongenital tidak spesifik

Malformasi laring kongenital - Web of larynx

- Stenosis subglottis kongenital - Hipoplasia laring

- Laringokel

- Laringomalasia kongenital - Malformasi laring kongenital lain

- Malformasi laring kongenital tidak spesifik

Malformasi trakea dan bronkus kongenital: - Trakeomalasia kongenital

- Malformasi trakea kongenital lain - Bronkomalasia kongenital

- Stenosis bronkus kongenital

- Malformasi bronkus kongenital lain

Malformasi paru-paru kongenital : - Congenital cystic lung

(54)

38 Q34

- Sequestration of lung - Agenesis pulmo

- Bronkiektasis kongenital - Ectopic tissue in lung

- Hipoplasia dan displasia pulmo - Malformasi paru-paru kongenital lain

- Malformasi paru-paru kongenital, tidak spesifik

Malformasi sistem respirasi kongenital lain

Q35-Q37 Q35

Q36 Q37

Celah bibir dan palatum

Celah palatum : - Celah palatum durum - Celah palatum molle

- Celah palatum durum dan molle - Celah uvula

- Celah palatum tidak spesifik

Celah bibir

Celah bibir dan palatum Q38-Q45

Q38

Sistem pencernaan

Malformasi kongenital lidah, mulut dan faring: - Malformasi bibir kongenital

(55)

39 Q39

Q40

- Makroglossia

- Malformasi lidah kongenital lain

- Malformasi duktus dan kelenjar ludah kongenital

- Malformasi palatum kongenital - Malformasi bibir kongenital lain - Congenital pharyngeal pouch - Malformasi faring kongenital lain

Malformasi esofagus kongenital:

- Atresia esofagus

- Atresia esofagus dengan trakeoesofageal fistula - Fistula trakeoesofageal kongenital

- Stenosis dan striktur esoagus kongenital - Esophageal web

- Dilatasi esofagus kongenital

- Malformasi esofagus kongenital lain

- Malformasi esofagus kongenital tidak spesifik

Malformasi saluran cerna atas kongenital: - Stenosis pilorus hipertrofi kongenital - Hiatus hernia kongenital

- Malformasi lambung kongenital lain spesifik - Malformasi lambung kongenital tidak spesifik

(56)

40 Q41

Q42

- Malformasi saluran cerna atas kongenital, spesifik

- Malformasi saluran cerna atas kongenital, tidak spesifik

Absen, atresia, dan stenosis usus halus - Absen, atresia, dan stenosis duodenum - Absen, atresia, dan stenosis jejunum - Absen, atresia, dan stenosis ileun

- Absen, atresia, dan stenosis bagian spesifik lain usus halus

- Absen, atresia, dan stenosis bagian tidak spesifik usus halus

Absen, atresia, dan stenosis usus besar:

- Absen, atresia, dan stenosis rectum dengan fistula

- Absen, atresia, dan stenosis rectum

- Absen, atresia, dan stenosis anus dengan fustula

- Absen, atresia, dan stenosis anus

- Absen, atresia, dan stenosis bagian spesifik lain usus besar

(57)

41 Q43

Q44

spesifik usus besar

Malformasi usus kongenital lain: - Divertikulum Meckel

- Hirschsprung

- Gangguan fungsi kolon kongenital yang lain - Congenital malformations of intestinal

fixation

- Duplication of intestine - Anus ektopik

- Fistula rektum dan anus kongenital - Persistent cloaca

- Malformasi usus kongenital lain, spesifik - Malformasi usus kongenital tidak spesifik

Malformasi kantung empedu, duktus bilier dan hepar:

- Agenesis, aplasia dan hipoplasia kantung empedu

- Maformasi kantung empedu kongenital lain - Atresia duktus bilier

- Stenosis dan striktur duktus bilier kongenital - Kista koledokus

(58)

42 Q45

- Kista hepar

- Malformasi hepar kongenital lain

Malformasi sistem pencernaan kongenital lain:

-

Agenesis, aplasia dan hipoplasia pankreas

-

Pankreas annulare

-

Kista pankreas kongenital

-

Malformasi pankreas kongenital lain, spesifik - Malformasi sistem pencernaan kongenital

tidak spesifik Q50-Q56

Q50

Q51

Sistem genitalia

Malformasi kongenital dari ovarium, tuba falopi, dan ligamennya:

- Congenital absence of ovary - Developmental ovarian cyst - Congenital torsion of ovary - Accessory ovary

- Kista embrionik tuba falopi - Kista embrionik ligamen

- Malformasi kongenital lain dari ovarium, tuba falopi, dan ligamennya

(59)

43 Q52

- Agenesis dan aplasia uterus

- Uterus dupleks dengan serviks dan vagina dupleks

- Uterus dupleks lain - Uterus bikornis - Uterus unikornis

- Agenesis dan aplasia serviks - Kista embrionik serviks - Uterus arkuata

- Hipoplasia uterus

- Malformasi uterus kongenital lain - Serviks dupleks

- Hipoplasia serviks

- Malormasi serviks kongenital lain

- Malformasi uterus dan serviks kongenital, tidak spesifik

Malformasi kongenital lain dari genitalia wanita: - Congenital absence of vagina

- Doubling of vagina:

a) Transverse vaginal septum b) Longitudinal vaginal septum c) Tidak spesifik

(60)

44 Q53

Q54

- Fistula rektovagina kongenital - Hymen imperforata

- Malformasi vagina kongenital lain - Fusi labia

- Malformasi klitoris kongenital

- Malformasi vulva kongenital yang lain, tidak spesifik

- Malformasi kongenital lain dari genitalia wanita, spesifik

- Malformasi kongenital lain dari genitalia wanita tidak spesifik

Undescended and ectopic testicle - Testis ektopik

- Undescended testis unilateral - Undescended testis bilateral - Undescended testis, tidak spesifik

Hipospadia - Hipospadia balanik - Hipospadia penile - Hipospadia penoskrotal - Hipospadia perineal - Hipospadia lain

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Jenis Kelainan Kongenital Berdasarkan ICD 10  Kode  Sistem
Gambar 3.1 Kerangka Teori
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
Grafik 5.1 Distribusi jenis kelainan kongenital berdasarkan sistem

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD) terhadap perubahan suhu tubuh ibu postpartum dan bayi baru lahir di Rumah Sakit Al-Irsyad Surabaya. Untuk mengidentifikasi

Dari penelitian yang dilakukan pada ibu menderita pre-eklampsi dan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan dari tahun 2008

Gambaran Malnutrisi Secara Klinis pada Bayi Baru Lahir Menurut Pola Pertumbuhan Intrauterin di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (Dedi W MCH Puar, Tetty

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT

Angka kejadian ikterus pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Immanuel didapatkan 5.42% yang terdiri dari 45.88% ikterus fisiologis dan 54.12% ikterus patologis.. Peningkatan

Oleh karena itu, peneliti tertarik ingin mengetahui lebih lanjut mengenai jenis kelainan kongenital di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Mohammad Hoesin Palembang yang terjadi

HUBUNGAN JUMLAH LEUKOSIT DENGAN KADAR C- REAKTIF PROTEIN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN INDIKASI KETUBAN.. PECAH DINI DI RUMAH SAKIT

Sesuai pedoman PPI imunisasi polio-1 diberikan pada bayi baru lahir, maka diberikan saat bayi dipulangkan atau pada saat kunjungan pertama saja dari Rumah Sakit untuk menghindari