• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Klasifikasi Kelainan Kongenital

2.5.1 Klasifikasi berdasarkan tahap perkembangan

Kelainan kongenital dapat dibagi mejadi tiga kategori berdasarkan tahap perkembangan dimana gangguan terjadi.

11 1) Malformasi

Malformasi adalah defek morfologi dari suatu organ, bagian dari organ, atau suatu regio tubuh akibat proses berkembangan intrinsik yang abnormal. Paling sering sebagai hasil dari gangguan embriogenesis dan biasanya terjadi pada usia gestasi minggu ke delapan dengan pengecualian otak, genitalia dan gigi. Karena malformasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin, maka struktur yang terkena dapat memiliki konfigurasi mulai dari absennya struktur secara komplit, sampai pembentukan yang tidak komplit. Contoh dari malformasi kategori ini termasuk agenesis renal dan neural tube defect. Malformasi disebabkan oleh faktor genetik, pengaruh lingkungan, atau kombinasi keduanya (Kumar P, Burton BK, 2008). 2) Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanis , pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Penyebab terseing adalah robeknya selaput amnion pada kehamilan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin, memotong kuadran bawah fetus, menembus kulit, muskulus, tulang dan jaringan lunak (Effendi, 2006).

12

Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi (Effendi, 2006). Anomali ini timbul setelah organogenesis dan paling sering melibatkan jaringan muskuloskeletal. Penyebab utama deformasi adalah abnormalitas struktural dari uterus seperti fibroid, uterus bicornis, kehamilan kembar, dan oligohidramnion. Deformasi dapat reversibel setelah kelahiran tergantung durasi dan luasnya deformasi sebelum kelahiran.

Dengan demikian deformasi dan disrupsi mempengaruhi perkembangan struktur yang normal tanpa adanya abnormalitas intrinsik jaringan. Anomali seperti ini tidak memiliki dasar genetik, tidak pula berhubungan dengan defisit kognitif, dan risiko rekurennya rendah (Kumar P, Burton BK, 2008).

2.5.2 Klasifikasi berdarkan perubahan histologis

Beberapa anomali tertentu memiliki perubahan yang jelas berdasarkan perkembangan sel dan jaringannya yang dapat diidentifikasi melalui analisis histologis dan presentasi klinis. Dengan adanya hal ini, dapat dijelaskan patogenesis dari beberapa kelainan kongenital.

1) Aplasia

Aplasia menandakan absennya proliferasi sel yang berakhir pada absennya organ atau morfologi tertentu seperti agenesis renal.

13 2) Hipoplasia

Hal ini merujuk pada insufisiensi atau berkurangnya proliferasi sel yang menghasilkan organ yang undergrowth, seperti pulmonary hypoplasia .

3) Hiperplasia

Hiperplasia adalah proliferasi sel yang eksesif dan overgrowth dari organ atau morfologi tertentu.

Kata hipoplasia ataupun hiperplasia digunakan pada sel normal yang kurang berproliferasi (undergrowth) atau berproliferasi berlebih (overgrowth). Perubahan proliferasi sel normal akan mengakibatkan displasia. (Kumar P, Burton BK, 2008).

4) Displasia

Displasia merujuk pada abnormalnya organisasi sel atau histogenesis pada suatu tipe jaringan spesifik di seluruh tubuh seperti Sindrom Marfan, congenital ectodermal dysplasia, dan skeletal dysplasia.

2.5.3 Kelainan kongenital berdasarkan klinis

1) Kelainan tunggal (single defect system)

Defek ini mendasari grup paling besar kelainan kongenital yang ditandai oleh terlibatnya satu sistem organ atau hanya satu regio tubuh seperti bibir

14

sumbing (cleft lip/palate) dan kelainan jantung bawaan. Anomali ini biasanya memiliki etiologi multifaktorial. (Kumar P dan Burton BK, 2008

2) Sindrom malformasi multipel (multiple malformation syndrome)

Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat (Effendi, 2006). Kata sindrom digunakan jika suatu kombinasi kelainan kongenital timbul berulang pada pola yang sama dan biasanya etiologinya umum, riwayat alami sama, dan adanya risiko rekuren yang diketahui. (Kumar P dan Burton BK, 2008). Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu. (Effendi, 2006)

3) Asosiasi (association)

Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi VACTERL” (vertebral anomalies, anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies, limbs defects).

15

Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi dari kelainan di atas. (Effendi, 2006)

4) Sekuensial (sequential)

Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak meninggal karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal. Sebagian besar kelainan sekuensial tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh multifaktorial (Effendi, 2006).

5) Kompleks (Complexes)

Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat

16

embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome (Effendi, 2006).

2.5.4 Kelainan kongenital berdasarkan berat ringannya

1) Malformasi mayor

Malformasi mayor adalah abnormalitas anatomi yang cukup berat yang dapat mengurangi angka harapan hidup atau berkompromi dengan fungsi normal seperti neural tube defect, agenesis renal, dan lain-lain (Kumar P dan Burton BK, 2008). Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya. (Effendi, 2006).

2) Malformasi minor

Malformasi minor adalah berubahan struktural yang tidak membutuhkan pengobatan, atau dapat diobati dengan mudah. Malformasi minor paling sering mengenai daerah yang kompleks, seperti wajah dan ekstremitas bagian distal. Malformasi minor relatif sering dan insidensnya

17

cukup tinggi pada bayi-bayi prematur dan bayi-bayi dengan retardasi pertumbuhan dalam janin (intrauterine growth retadration) (Kumar P dan Burton BK, 2008). Contoh malformasi ini yaitu Single transverse palmar creases, low set ears, hypertelorism. (Levy PA dan Marion RW, 2015).

2.6 Faktor risiko kelainan kongenital

Dokumen terkait