• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Wahyu Utami Ekasari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Wahyu Utami Ekasari"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

19 HUBUNGAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA

PADA BAYI BARU LAHIR

Wahyu Utami Ekasari1, Dita Septiyanti Rahayu2 Akademi Kebidanan An-Nur Purwodadi

ABSTRAK

Latar Belakang : Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram memiliki resiko terjadinya asfiksia sebesar 79,5%, sedangkan berat badan lahir normal berisiko sebesar 20,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Fajarwati di Kabupaten Purworejo pada tahun 2007 menyatakan bahwa dari 14 variabel yang diteliti, salah satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia di 4 rumah sakit yang diteliti di Purworejo adalah berat badan lahir rendah 7% kasus, penyakit infeksi 23% kasus, asfiksia, 7% kasus, kelainan bawaan 27% kasus (Fajarwati, N.dkk. 2007). Asfiksia adalah keadaan ketika bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sesaat setelah lahir. Asfiksia akan bertambah buruk jika penanganan bayi tidak dilakukan secara benar. Oleh sebab itu, tindakan perawatan ditunjukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul (Rochmah, dkk 2012:19). Metode : Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2017. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dan menggunakan desain penelitian cross sectional. Obyek pada penelitian ini adalah bayi baru lahir di Ruang Bersalin Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi yang mengalami BBLR dan Asfiksia pada tahun 2016 sejumlah 87 bayi, dengan kejadian BBLR sejumlah 46 bayi dan Asfiksia sejumlah 41 bayi baru lahir. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR (Berat Badan Lahir Sangat Rendah) sebanyak 50 kasus (57,5%). Sedangkan bayi yang mengalami asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%), dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%). Uji Chi Square X2 hitung > X2 tabel(11.979 > 5,991) maka HO ditolak dan H1 diterima, jadi

hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang lemah antara bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Kesimpulan : Dari bayi yang menderita BBL dengan 87 responden, yang dikatagorikan yaitu dari BBLR sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR sebanyak 50 kasus (57,5%). Hal ini membuktikan bahwa masih banyak responden yang mengalami BBLR. Dari bayi yang menderita asfiksia dengan 87 responden, dengan bayi yang asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%) , dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%). Dari hasil penelitian hubungan bayi berat badan lahir ringan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan pada 87 responden di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lemah. Dapat dilihat dari output crosstabulation, kemudian menggunakan Uji Chi Square X2 hitung > X2

tabel(11.979 > 5,991) maka HO tidak ada hubungan ditolak dan H1 ada hubungan diterima, dan dari output symmetric measures dapat diketahui jika nilai koefisen kotingensi adalah 0,348. Karena nilai mendekati 0 maka artinya terdapat hubungan yang lemah. Hal ini dapat diartikan bahwa antara variabel independen dan dependen yaitu bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir memiliki hubungan yang lemah.

(2)

20 ABSTRACT

Background: Infants born with weight less than 2500 grams have an asphyxia risk of 79.5%, whereas

normal birth weight is at risk of 20.5%. A study conducted by Fajarwati in Purworejo District in 2007 stated that of 14 variables studied, one of the risk factors affecting the incidence of asphyxia in 4 hospitals studied in Purworejo was low birth weight 7% of cases, infectious disease 23% , asphyxia, 7% of cases, congenital abnormalities 27% of cases (Fajarwati, N.dkk. 2007). Asphyxia is a condition when a newborn can not breathe spontaneously and regularly shortly after birth. Asphyxia will get worse if the baby's handling is not done properly. Therefore, treatment measures are shown to maintain survival and to overcome the possible advanced symptoms (Rochmah, et al. 2012: 19). Method: The research was conducted in August 2017. The type of this research is descriptive correlation and using cross sectional study design. The object of this research is newborn infant in Maternity Room of Permata Bunda Purwodadi Hospital experiencing LBW and Asphyxia in 2016 of 87 babies, with LBW incidence of 46 babies and Asphyxia of 41 newborns. Data source in this research is secondary data obtained from medical record data of Permata Bunda Purwodadi Hospital. Results: The results showed that infants with low birth weight (LBW) were 37 cases (42.5%), and BBLSR (Very Low Birth Weight) of 50 cases (57.5%). While infants with mild asphyxia were 29 cases (33.3%), moderate asphyxia infants 15 (17.2%), and severe asphysiologic infants as many as 43 cases (49.4%). Chi Square X2 test count> X2 table (11.979> 5,991) then HO is rejected and H1 accepted, so the result found in this research is there is a weak relationship between low birth weight baby with the incidence of asphyxia in newborn. Conclusion: Of the BBL-infected infants with 87 respondents, categorized were 37 cases (42.5%) and BBLSR (50 cases (57.5%). This proves that there are still many respondents who experience LBW. Of asphyxia-infected infants with 87 respondents, with mild asphyxia infants as many as 29 cases (33.3%), moderate asphyxia infants 15 (17.2%), and severe asphyxia infants by 43 cases (49.4% ). From the results of the study of the association of mild birth weight infants with the incidence of asphyxia in newborns performed on 87 respondents at Permata Bunda Purwodadi Hospital, the results obtained that there is a weak relationship. Can be seen from the output of crosstabulation, then use Chi Square X2 test count> X2 table (11.979> 5,991) then HO no relationship is rejected and H1 there is relation received, and from output symmetric measures can be known if coefficient coefficient value is 0.348. Because the value is close to 0 then it means there is a weak relationship. This can be interpreted that between independent and dependent variables of low birth weight babies with the incidence of asphyxia in newborns have a weak relationship.

(3)

21 Pendahuluan

Bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (2500-2499 gram). Bayi berat badan lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya asfiksia, infeksi, dan ikterus (Rukiyah dan Yulianti, 2009:242).

Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram memiliki resiko terjadinya asfiksia sebesar 79,5%, sedangkan berat badan lahir normal berisiko sebesar 20,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Fajarwati di Kabupaten Purworejo pada tahun 2007 menyatakan bahwa dari 14 variabel yang diteliti, salah satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia di 4 rumah sakit yang diteliti di Purworejo adalah berat badan lahir rendah 7% kasus, penyakit infeksi 23% kasus, asfiksia, 7% kasus, kelainan bawaan 27% kasus (Fajarwati, N.dkk. 2007).

Asfiksia adalah keadaan ketika bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sesaat setelah lahir. Asfiksia akan bertambah buruk jika penanganan bayi tidak dilakukan secara benar. Oleh sebab itu, tindakan perawatan ditunjukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul (Rochmah, dkk 2012:19).

Asfiksia terjadi karena terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Asfiksia dapat mempengaruhi organ vital lainnya dan dapat mendorong terjadinya infeksi, kerusakan otak atau kematian (Fajarwati, N.dkk. 2007).

Menurut Angka Kematian Bayi Baru Lahir (AKB) berdasarkan WHO, (World Health Organization) setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami kematian dengan kejadian

asfiksia. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kelainan congenital (JNPK-KR, 2008).

Angka Kematian Bayi di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 7,2 per kelahiran hidup. Berdasarkan data kematian bayi dengan AKB tertinggi yaitu Kabupaten Grobogan 17,44 per 1000 kelahiran hidup, Magelang 11,9 per 1000 kelahiran hidup, dan Temanggung 11,1 per 1000 kelahiran hidup (DinKes Provisi Jawa Tengah, 2015).

Angka Kematian Bayi berdasarkan data di Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2015 dan tahun 2016, Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2015 yakni 17,44 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2016 turun menjadi 17,21 per 1000 dengan kejadian BBLR mengalami peningkatan yaitu 189 kasus, sedangkan bayi baru lahir dengan kejadian Asfiksia ada 54 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, 2016).

Jumlah Angka Kematian Bayi baru lahir berdasarakan data dari Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi pada tahun 2015 jumlah AKB 13,78 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2016 jumlah AKB 3,88 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2017 dibulan Januari-Febuari terdapat AKB 6,80 per 100,000 kelahiran hidup (Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, 2017).

(4)

22 2017 dibulan Januari-Febuari bayi baru

lahir dengan kejadian BBLR mengalami peningkatan 26 kasus sedangkan Asfiksia 23 kasus (Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, 2017).

Setelah melihat banyaknya kematian bayi baru lahir karena disebabkan oleh BBLR dan Asfiksia serta dampak yang di timbulkan oleh kejadian BBLR dan Asfiksia, maka diperlukan upaya untuk pencegahan dan penanganan yang tepat terhadap kasus tersebut. Tenaga kesehatan dituntut untuk meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan baik dan memberikan asuhan yang tepat dalam penanganan, penyelenggaraan praktek berdasarkan pada Permenkes No.13/MenKes/Per/X/2017 pasal 1 yaitu pelayanan kebidanan kepada bayi baru lahir (Kepmenkes, 2017).

Metode

Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dan menggunakan desain penelitian cross sectional. Jadi dalam penelitian hubungan bayi berat lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan penelitan sekai dalam waktu yang bersamaan.

Obyek pada penelitian ini adalah bayi baru lahir di Ruang Bersalin Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi yang mengalami BBLR dan Asfiksia pada tahun 2016 sejumlah 87 bayi, dengan kejadian BBLR sejumlah 46 bayi dan Asfiksia sejumlah 41 bayi baru lahir.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, sehingga jumlah sampel yang didapat dari populasi bayi yang mengalami BBLR dan Asfiksia di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi sebanyak 87 bayi. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi.

Hasil

Data responden berdasarkan berat lahir bayi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Berat Lahir Bayi

Jenis BBL Jumlah Prosentase

BBLR (%)

BBLR 37 (42,5%)

BBLSR 50 (57,5%)

Total 87 (100%)

Berdasarkan tabel diatas maka dapat dijelaskan bahwa responden BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR (Berat Badan Lahir Sangat Rendah) sebanyak 50 kasus (57,5%).

Data responden berdasarkan bayi yang asfiksia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2 : Distribusi Frekuensi Responden yang mengalami asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%), dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%).

Tabel 3. Tabel Kontingensi (Tabel silang 3 x 2)

BBL BBLR % BBLSR % Tot

(5)

23 BBLR dengan kejadian asfiksia 37 kasus

(42,5%), BBLSR dengan kejadian asfiksia 50 kasus (57,4%), dan didapatkan hasil semua bayi yang mengalami BBLR maupun BBLSR dengan Kejadian Asfiksia terdapat 87 kasus (100%).

Distribusi analisa kofisien kontingensi dengan menggunakan output symmetric measures dapat diketahui jika nilai koefisen

kotingensi adalah 0,348 yaitu mempunyai hubungan yang lemah antara kedua variabel.

Uji Chi Square X2 hitung > X2 tabel(11.979 >

5,991) maka HO ditolak dan H1 diterima, jadi hasil yang ditemukan dalam penelitian ini di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi bahwa ada hubungan yang lemah antara bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.

Pembahasan

1. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Bayi berat badan lahir rendah memiliki resiko permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil disebebkan karena terjadinya komplikasi neonatal seperti salah satunya bayi mengalami asfiksia dan penyakit lainya (Fajar, N.dkk. 2015).

Dalam penelitin ini diperoleh data dari Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, dapat dijelaskan bahwa 87 responden, BBLR sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR sebanyak 50 kasus (57,5%). 2. Asfiksia

Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara sepontan dan teratur pada bayi baru lahir atu beberapa saat sesudah dilahirkan (Sudarti dan Fauzoah, 2013:64).

Bayi yang mengalami asfiksia berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi dapat dijelaskan dari 87 responden, bayi yang mengalami asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%), dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%).

3. Hubungan bayi berat lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir

Bayi berat badan lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya, karena mempunya kecenderungan ke arah peninggkatan terjadinya asfiksia pada bayi. Berat badan lahir merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan secara signifikan dan sangat dominan pada saat kejadian asfiksia pada bayi baru lahir (Saputro, 2015).

Asfiksia banyak dialami oleh bayi BBLR dikarenakan bayi BBLR memiliki beberapa masalah yang timbul dalam jangka pendek diantaranya gangguan

metabolik, gangguan imunitas seperti ikterus, gangguan pernafasan seperti asfiksia, paru belum berkembang sehingga belum kuat melakukan adaptasi dari intrauterin ke ekstrauterin. BBLR cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan transisi akibat berbagai penurunan pada sistem pernapasan, diantaranya : penurunan jumlah alveoli fungsional, defisiensi kadar surfaktan, lumen pada sistem pernapasan lebih kecil, jalan napas lebih sering kolaps dan mengalami obstruksi, kapiler-kapiler paru mudah rusak dan tidak matur, otot pernapasan yang masih lemah sehingga sering terjadi apneu, asfiksia dan sindroma gangguan pernapasan (Agustini, 2014).

Dapat disimpulkan hubungan antara bayi berat badan lahir ringan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan penelitian pada 87 responden di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lemah antara BBLR dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Dapat dilihat dari output crosstabulation bahwa bayi berat badan lahir rendah dapat mengalami terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.

Kemudian menggunakan Uji Chi Square X2 hitung > X2 tabel (11.979 >

5,991) maka H0 tidak ada hubungan ditolak

dan H1 terdapat hubungan diterima, dan

dari output symmetric measures dapat diketahui jika nilai koefisen kotingensi adalah 0,348. Karena nilai mendekati 0 maka artinya terdapat hubungan yang lemah.

(6)

24 kelainan pada bayi seperti bayi mengalami

infeksi, kelainan bawaan, trauma lahir, tetanus neonatorum, dan kelainan congenital (JNR-KR, 2008).

Kesimpulan

1. Dari bayi yang menderita BBL dengan 87 responden, yang dikatagorikan yaitu dari BBLR sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR sebanyak 50 kasus (57,5%). Hal ini membuktikan bahwa masih banyak responden yang mengalami BBLR. 2. Dari bayi yang menderita asfiksia dengan

87 responden, dengan bayi yang asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%) , dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%). Hal ini membuktikan bahwa masih banyak bayi baru lahir yang menderita asfiksia karena mengalami BBLR.

3. Dari hasil penelitian hubungan bayi berat badan lahir ringan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan pada 87 responden di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lemah. Dapat dilihat dari

output crosstabulation, kemudian menggunakan Uji Chi Square X2 hitung >

X2 tabel(11.979 > 5,991) maka H O tidak

ada hubungan ditolak dan H1 ada

hubungan diterima, dan dari output symmetric measures dapat diketahui jika nilai koefisen kotingensi adalah 0,348.

Karena nilai mendekati 0 maka artinya terdapat hubungan yang lemah. Hal ini dapat diartikan bahwa antara variabel independen dan dependen yaitu bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir memiliki hubungan yang lemah.

Saran

1. Bagi peneliti yang lain

Hasil penelitian ini dapat menambah dan memberikan masukan dan informasi tentang hubungan bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien dan memberikan informasi kepada ibu hamil yang beresiko bayinya mengalami BBLR dan asfiksia pasca bersalin.

3. Bidang Peneliti

Dari hasil penelitian ini dapat membuat referensi bagi peneliti lain untuk bahan masukan penelitian berikutnya. 4. Bagi Masyarakat

(7)

25 DAFTAR PUSTAKA

Agustini, S. 2014. Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah Dengan Kejadian Asfiksia di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul. Program Studi Bidan Universitas Aisyiyah. Yogyakarta.

Ariani, P. A., 2014. Aplikasi Metodologi Penelitian Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi. Edisi Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta.

Dahlan, S. M., 2009. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Edisi Ke Lima. Salemba Medika. Jakarta.

Fajar, N, A., Pudji, dan R, Lena. 2015.

Hubungan Antara Bayi Berat Lhair Rendah Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Makurat. Banjarmasin.

Hidayat, A.A., 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta.

Maryunani A., dan Nurhayati. 2009.

Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. Edisi Pertama. CV. Trans Info Media. Jakarta.

Muslihatun W.N., 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Edisi Pertama. Fitramaya. Yogyakarta.

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Pertama. PT RINEKA CIPTA. Jakarta.

Ridwan, Dr.,M.B.A. 2010. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Edisi ke empat. Alfabeta. Bandung.

Rochmah, dkk 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Edisi Pertama. EGC. Jakarta.

Rukiyah, A.Y., dan Yulianti, L. 2010.

Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Edisi Pertama. CV. Trans Info Media. Jakarta.

Sastroasmoro S., dan S. Ismael. 2011.

Dasar-Dasar Metodologi

Penelitian Klinis. Edisi ke empat. CV. Sagung Seto. Jakarta.

Sudarti dan Fauziah A., 2013. ASUHAN NEONATUS Risiko Tinggi dan Kegawatan. Edisi Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2 :  Distribusi Frekuensi Responden Menurut bayi yang asfiksia

Referensi

Dokumen terkait

Konstruksi sistem suspensi diatas bekerja menjadi satu kesatuan juga, seperti pada sistem suspensi depan. Konstruksi sistem suspensi belakang tersebut bertujuan untuk

Great numbers of bold men among the Huns there were curious to see what Hagen of Tronege looked like, for tidings were told—he had heard such talk in plenty— that he had slain

LPP TVRI dan LPS yang menyelenggarakan Penyiaran Multipleksing melalui Sistem Terestrial hanya dapat menyalurkan program siaran dari lembaga penyiaran penyelenggara

Dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika awal adalah kepekaan terhadap cara berpikir ilmiah dan membangun konsep yang ditunjukkan dengan

Oleh karena itu apabila ada orang lain yang atau salah satu ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya itu dipandang tidak sah, sebab dikhawatirkan

The classroom action research in this study is an effort to improve students ’ motivation in learning English through the implementation of ice

Kegiatan kedua dalam pengabdian kepada masyarakat adalah pelaksanaan pelatihan pencatatan data penjualan pada Microsoft Excel. Kegiatan pengabdian tahap kedua merupakan

Aneka souvenir yang dibuat di antaranya adalah bros dar sedotan plastik, tempat pensil dari bekas botol plastik, tas dari bekas kemasan minyak goreng, dan piring anyaman