• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Sterilisasi Autoklaf Pada Penggunaan Instrumen Medis Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari – Maret 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Sterilisasi Autoklaf Pada Penggunaan Instrumen Medis Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari – Maret 2015"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS STERILISASI AUTOKLAF PADA

PENGGUNAAN INSTRUMEN MEDIS DI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FKG USU PERIODE

JANUARI – MARET

2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

AYESHA ADISTI ASBI NIM: 110600048

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2015

Ayesha Adisti Asbi

Efektivitas Sterilisasi Autoklaf Pada Penggunaan Instrumen Medis di

Departemen Bedah Mulut FKG USU Periode Januari – Maret 2015

x + 48 halaman

Sterilisasi merupakan tindakan untuk membunuh dan menghilangkan segala

bentuk mikroorganisme termasuk spora dengan prosedur fisik atau kimia. Salah satu

tujuan sterilisasi di bidang kesehatan adalah untuk mencegah terjadinya infeksi silang

melalui mikroorganisme yang terdapat pada darah, saliva dan plak gigi yang dapat

mengkontaminasi instrumen. Instrumen bedah yang sering secara langsung berkontak

dengan bagian dalam tubuh manusia memiliki risiko menularkan penyakit oleh

mikroorganisme yang sangat tinggi sehingga sangat penting untuk menjaga sterilitas

dari instrumen tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektivitas sterilisasi melalui perbedaan jumlah bakteri pada instrumen medis di

Departemen Bedah Mulut FKG USU dengan menggunakan autoklaf.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dengan cara

memberikan perlakuan terhadap sampel yang akan digunakan yaitu terhadap

instrumen medis sebelum digunakan, perlakuan terhadap instrumen medis setelah

digunakan, dan perlakuan terhadap instrumen medis setelah disterilisasi dengan

menggunakan autoklaf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri

meningkat setelah selesai digunakan dan mengalami penurunan kembali setelah

(3)

tindakan sterilisasi instrumen medis dengan menggunakan autoklaf efektif dalam

menurunkan jumlah bakteri pada instrumen.

(4)

EFEKTIVITAS STERILISASI AUTOKLAF PADA

PENGGUNAAN INSTRUMEN MEDIS DI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FKG USU PERIODE

JANUARI – MARET

2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

AYESHA ADISTI ASBI NIM: 110600048

Pembimbing:

RAHMI SYAFLIDA, drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 April 2015

Pembimbing : Tanda Tangan

Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM ……….

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 24 April 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Abdullah, drg

ANGGOTA : 1. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM

2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah atas segala rahmat dan karunia

yang tak terhingga yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang

tua tersayang, Ayahanda Edy Effendy dan Ibunda Indrati Asbi, yang senantiasa

menyayangi, mendoakan dan mendukung penulis sehingga penulis dapat mengecap

masa pendidikan hingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas Sumatera

Utara Medan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga telah banyak mendapat bimbingan,

bantuan, motivasi, saran-saran serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan

kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan

Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas segala

dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis

2. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

berbaik hati meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan

bimbingan, arahan, saran dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian

skripsi ini.

3. Rehulina Ginting, drg., M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG

USU.

4. M. Zulkarnain, drg., M.Kes., selaku Pembantu Dekan I FKG USU yang

(8)

5. Abang – adik yang disayangi, Ardiansyah Asbi dan Aisha Anindi Asbi serta

keluarga besar Syahrial dan Asbi yang selalu menghibur dan membantu dengan

penuh keikhlasan.

6. Terima kasih kepada seluruh teman yang sudah memberi dukungan selama

penulis menjalani pendidikan dan selama menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

keterbatasan ilmu yang penulis miliki, namun penulis mengharapkan kiranya hasil

karya sederhana ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi

fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 24 April 2015 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN………. ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……… iii

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR GAMBAR………... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..……… 1

1.2 Rumusan Masalah……..………... 3

1.3 Tujuan Penelitian……...………... 3

1.4 Manfaat Penelitian………...………. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan………... 5

2.2 Infeksi Silang dalam Kedokteran Gigi………..……. 5

2.2.1 Jalur Penyebaran Infeksi………….…….……… 5

2.2.2 Kontrol Infeksi di Kedokteran Gigi…..……….. 7

2.2.3 Instrumen Kedokteran Gigi...……….. 7

2.3 Sterilisasi Dalam Kedokteran Gigi……...……….. 9

2.3.1 Definisi Sterilisas.…..……….. 9

2.3.2 Metode Sterilisasi……...……… 9

2.3.2.1 Autoklaf…...……… 10

2.3.2.2 Dry-heat ...……….. 11

2.3.2.3 Khemiklaf……….. 11

2.3.2.4 Etilen Oksida ... 12

(10)

2.5 Mikroorganisme dalam Rongga Mulut... 15

2.5.1 Streptokokus mutans ………....………... 16

2.5.2 Stafilokokus sp... ………....………... 16

2.5.3 Laktobasilus sp …...………....………... 17

2.5.4 Kandida albikans.... ………....………... 17

2.6 Kerangka Teori ...………....………... 18

2.7 Kerangka Konsep ...………....………... 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Rancangan Penelitian……….……… 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………..……… 20

3.2.1 Lokasi…...…………..……… 20

3.2.2 Waktu Penelitian………...……… 20

3.3 Sampel Penelitian…...………... 20

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………. 21

3.5 Alat dan Bahan Penelitian...………... 22

3.5.1 Alat...………... 22

3.5.2 Bahan Penelitian...………...…………... 23

3.6 Prosedur Penelitian...………. 23

3.6.1 Prosedur Pengambilan Sampel...……….………. 23

3.6.2 Prosedur Pembuatan Media PCA...……...………. 27

3.6.3 Prosedur Pembuatan Garam Fisiologis...…..………. 28

3.6.4 Sterilisasi Petri...………...….………. 29

3.6.5 Pengenceran dan Persiapan Media...……….………. 29

3.6.6 Perhitungan Jumlah Mikroorganisme. …..……….………. 33

3.6.7 Pembuatan Biakan Murni... ……….………. 33

3.6.8 Pewarnaan dan Pengamatan Bakteri... 34

3.7 Alur Penelitian...……….………. 36

DAFTAR PUSTAKA……..……….. 45

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kelebihan dan kekurangan metode sterilisasi ………... 13

2. Jumlah koloni bakteri sebelum dan sesudah autoklaf... 39

3. Sterilitas sampel instrumen bedah mulut dengan autoklaf... 39

4. Hasil perhitungan uji normalitas... 40

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Jalur penularan infeksi yang dapat terjadi di klinik... 6

2. Instrumen yang digunakan sebagai sampel ... 24

3. Bulyon dimasukkan kedalam pot sebanyak 10ml... 24

4. Instrumen dicelup ke bulyon sebelum digunakan ... 25

5. Bulyon diberi label A... ... 25

6. Instrumen yang selesai digunakan dicelup ke bulyon ... 25

7. Bulyon diberi label B ... ... 25

8. Instrumen dicuci bersih ... 26

9. Instrumen dibungkus rapat di medi-pack... 26

10.Instrumen disterilkan menggunakan autoklaf... 26

11.Instrumen dikeluarkan dari medi-pack... 26

12.Instrumen dicelup ke bulyon setelah diautoklaf... 27

13.Bulyon diberi label C... 27

14.PCA dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk... 27

15.Penimbangan NaCl... 28

16.Pelarutan bubuk NaCl... 28

17.Penuangan Nacl ke masing-masing tabung reaksi... 28

18.Tabung reaksi setelah ditutup kapas dan plastic wrap... 28

19.Sterilisasi bahan di autoklaf... 29

20.Cawan petri dibungkus kertas ... 29

21.Sterilisasi cawan petri menggunakan oven... 29

22.Pengambilan sampel... 30

23.Sampel dicampur ketabung rekasi... 30

(13)

25.Tabung reaksi dengan pengenceran 10-1, 10-2, 10-3... 31

26.Ujung petri dibakar dengan spiritus... 31

27.Masukkan 10ml sampel kedalam petri... 31

28.Tuang media PCA kedalam petri... 32

29.Petri digerak melingkar perlahan agar tercampur rata... 32

30.Petri yang sudah diberi label... 33

31.Petri dibungkus rapat dengan menggunakan plastic-wrap... 33

32.Petri di inkubasi didalam inkubator selama 24 jam... 33

33.NA... 34

34.Pengambilan bakteri menggunakan ose... 34

35.Hasil biakan murni dengan teknik goresan ... 34

36.Pembuatan preparat ulas... 35

37.Pemberian Kristal Violet... 35

38.Pemberian Iodin... 35

39.Pembilasan dengan Aseton Alkohol... 35

40.Pemberian Safranin... 35

41.Koloni bakteri pada instrumen... 38

42.Bakteri gram negatif... 43

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Biaya Penelitian

3. Jadwal Kegiatan

4. Gambar Hasil Penelitian

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penularan infeksi dapat terjadi melalui kontak langsung dengan pasien

maupun tidak langsung. Udara merupakan salah satu agen infeksi yang menyebabkan

infeksi silang.1 Infeksi silang dalam kedokteran gigi secara tidak langsung dapat melalui mikroorganisme yang terdapat pada darah, saliva, dan plak gigi yang dapat

mengkontaminasi tangan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran

gigi. Mikroorganismeini juga dapat mengkontaminasi instrumen dan menyebabkan

infeksi silang pada peralatan kedokteran gigi yang telah digunakan, akan tetapi

instrumen tersebut disterilisasi dengan cara yang tidak tepat dan digunakan

kembali.2,3

Dalam penggunaannya instrumen dental sering berkontaminasi dengan saliva

maupun darah.4 Selain itu dalam menjalankan profesinya dokter gigi juga tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung maupun tidak langsung

dengan mikroorganisme dan saliva dalam darah penderita.5 Instrumen bedah yang sering secara langsung berkontak dengan bagian dalam tubuh manusia memiliki

resiko menularkan penyakit oleh mikroorganisme yang sangat tinggi sehingga sangat

penting untuk menjaga sterilitas dari instrumen tersebut.6,7 Setiap instrumen dan peralatan kedokteran gigi yang telah digunakan sebaiknya disterilisasi setiap selesai

melakukan prosedur perawatan.3

Sterilisasi merupakan tindakan untuk membunuh dan menghilangkan segala

bentuk mikroorganisme termasuk spora dengan prosedur fisik atau kimia.3Salah satu tujuan sterilisasi di bidang kesehatan adalah untuk mencegah terjadinya infeksi

silang. Dalam kedokteran gigi, hal itu penting untuk mencegah infeksi silang terkait

(16)

pada potensi risiko infeksi yang terkait dengan tujuan penggunaannya.Instrumen

kritis yang digunakan menembus jaringan lunak atau tulang memiliki risiko terbesar

penularan infeksi dan harus disterilisasi dengan panas. Sedangkan instrumen

semikritis yang menyentuh selaput lendir atau kulit memiliki risiko penularan yang

lebih rendah sehingga minimal dapat diproses dengan disinfeksi tingkat tinggi.9 Semua instrumen gigi terdiri dari tiga bagian yaitu pegangan, tangkai dan sisi aktif

alat. Dimana bagian yang berpaparan langsung pada jaringan lunak ataupun selaput

yaitu pada bagian aktif alat seperti beak pada tang ataupun blade pada elevator.10 Menurut Schrock pada tahun 1991, metode lengkap suatu sterilisasi dengan

penggunaan luas hanya gas dengan tekanan (autoklaf), pemanasan kering dan gas

etilen oksida. Perebusan serta perendaman dalam antiseptika dapat dilakukan bila

alat-alat tak dapat disterilkan dengan autoklaf, pemanasan kering, dan sterilisasi

dengan gas.11 Pertimbangan dalam memilih metode pembersihan dan peralatan mencakup efisiensi metode, proses, dan peralatan, kompatibilitas dengan barang yang

akan dibersihkan dan pekerjaan kesehatan dan risiko terpapar.9

Proses sterilisasi dan penyimpanan alat yang digunakan untuk perawatan gigi

penting untuk diperhatikan. Perlu dilakukan uji sterilitas secara berkala untuk melihat

terdapatnya kontaminasi pada instrumen yang sudah disterilisasi terutama yang

digunakan berulang kali. Instrumen yang sudah disterilisasi dapat dikatakan

benar-benar steril jika dilakukan uji sterilitas yang menunjukkan bahwa proses sterilisasi

dapat membunuh seluruh bakteri dan spora.12

Beberapa penelitian berpendapat bahwa autoklafmerupakan metode sterilisasi

yang banyak dipilih oleh tenaga kesehatan karena memberikan hasil yang paling baik

dalam menghilangkan segala bentuk mikroorganisme. Penelitian yang dilakukan oleh

Anggia di Universitas Indonesia tahun 2012 mengenai efektivitas berbagai metode

sterilisasi menunjukkan bahwa autoklaf merupakan metode sterilisasi terbaik karena

memberikan hasil dengan jumlah bakteri yang paling minimal.13 Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Florence dalam sterilisasi alat bedah mulut di bagian

Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menunjukkan

(17)

sterilisasi dengan menggunakan autoklaf masih memiliki kelemahan seperti membuat

korosi alat yang terbuat dari logam non stainless steel serta tidak bisa membunuh bakteri berukuran lebih kecil yang melekat di alat kedokteran gigi. Dibutuhkan

penggunaan sinar gamma untuk membunuh mikroorganisme yang berukuran lebih

kecil dan resisten terhadap panas seperti nanobakteri.15

Departemen Bedah Mulut FKG USU memiliki tenaga kesehatan yang terdiri

dari dokter gigi spesialis, dokter gigi umum, dan ko-as. Instrumen yang digunakan

merupakan alat yang dapat dipakai berulang kali. Sebagai suatu tindakan kontrol

infeksi, alat-alat tersebut harus disterilisasi sebagai prosedur standard precaution

setiap selesai digunakan. Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai efektivitas sterilisasi autoklaf pada penggunaan

instrumen medis di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Januari - Maret

2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

permasalahanyaitu apakah ada perbedaan efek sterilisasi pada instrumen medis yang

digunakan di Departemen Bedah Mulut FKG USU sebelum dan setelah menggunakan

autoklaf.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

efektivitas sterilisasi melalui perbedaan jumlah bakteri pada instrumen sebelum

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui perbedaan efek sterilisasi autokklaf pada instrumen medis

yang digunakan di Departemen Bedah Mulut FKG USU, maka diharapkan:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan

ilmu pengetahuan khususnya kepada Departemen Bedah Mulut FKG-USU mengenai

efektivitas dari sterilisasi dengan autoklaf.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam ilmu

pengetahuan sebagai usaha pencegahan infeksi silang di Departemen Bedah Mulut

FKG USU.

3. Dapat memberikan manfaat perlindungan bagi pasien dan tenaga medis

untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

4. Dapat menambah wawasan bagi peneliti pada khususnya bagi para dokter

gigi dan instansi lainnya berkaitan dengan berbagai macam teknik sterilisasi alat

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Adanya penyakit infeksi yang disebabkan mikroorganisme tentunya

menimbulkan keinginan manusia untuk meneliti dan berusaha mencegah atau

mengurangi angka kejadiannya, salah satu cara yang dikembangkan adalah melalui

prosedur sterilisasi. Prosedur ini merupakan suatu kewajiban dirumah sakit. Melalui

prosedur ini diharapkan mikroorganisme yang terdapat pada alat-alat kedokteran gigi

yang digunakan dapat dihilangkan atau diminimalkan jumlahnya.11 Sehingga, hal ini dapat menjadi salah satu usaha pencegahan infeksi silang di bidang medis.

2.2 Infeksi Silang dalam Kedokteran Gigi

Infeksi dapat timbul dikarenakan beberapa penyebab salah satunya

mikroorganisme yang bersifat patogen seperti bakteri, virus, jamur, dan lain-lain.

Mikroorganisme sebagai makhluk hidup harus terus berkembang biak, dan berpindah

tempat untuk bertahan hidup.16 Infeksi silang adalah transmisi dari agen infeksi dan operator dalam lingkungan klinis. Infeksi silang dapat terjadi melalui jalur sebagai

berikut yaitu antara pasien, dokter gigi beserta staf, instrumen dan udara.

Mikroorganisme banyak sekali terdapat dirumah sakit atau klinik, karena disanalah

pusat orang sakit yang mungkin saja membawa mikroorganisme yang

membahayakan. Rumah sakit sebagai unit pelayanan medis tentu tak lepas dari

(20)

2.2.1 Jalur Penyebaran Infeksi

Apabila tindakan kontrol infeksi tidak dilakukan maka akan terjadi penularan

infeksi melalui jalur penularan infeksi sebagai berikut:

Gambar 1.Jalur penularan infeksi yang dapat terjadi di klinik3

Cara penularan infeksi seperti pada gambar:3

1. Kontak langsung dari jaringan dengan cairan atau darah

2. Droplets yang mengandung mikroorganisme infeksi

3. Terkontaminasi benda tajam dan instrumen yang disterilkan dengan cara

yang tidak benar.

Transmisi bisa terjadi dari kontak antar orang atau melalui objek yang

terkontaminasi.3 Umumnya suatu infeksi terjadi apabila terdapat inang yang sensitif, adanya mikroorganisme patogen dengan daya infeksi yang cukup dan jalur masuk

yang sesuai.3 Menurut Miller dan Palenik pada tahun 2010, infeksi tidak akan terjadi bila daya tahan tubuh tinggi, virulensi dan jumlah bakteri rendah. Penularan

mikroorganisme penyebab infeksi terbagi tiga yaitu infeksi silang yang disebabkan

karena mikroorganisme yang didapat dari orang lain secara langsung atau tidak

(21)

disebabkan oleh bakteri dari benda atau instrumen di lingkungan klinik serta air yang

digunakan dan infeksi dari diri sendiri ( self infection).1

2.2.2 Kontrol infeksi di kedokteran gigi

Dokter gigi dan semua tenaga kesehatan di bidang kedokteran gigi diharapkan

selalu mengasumsikan bahwa setiap pasien yang datang berpotensi membawa suatu

infeksi.12 Rongga mulut pasien merupakan sumber utama penyebab infeksi. Berbagai jenis bakteri, virus dan jamur berpotensi ditularkan dalam prosedur perawatan gigi.

Cara yang paling aman untuk mencegah penyebaran infeksi adalah dengan

melakukan tindakan standard precautions untuk kontrol infeksi. Kontrol infeksi adalah semua cara yang dilakukan untuk mencegah penularan mikroorganisme yang

berpotensi patogen.12

Pelaksanaan pencegahan infeksi ini dilakukan dengan prosedur:3 1. Evaluasi pasien

2. Perlindungan pribadi

3. Membersihkan perlengkapan

4. Penggunaan barang sekali pakai

f5. Disinfeksi

6. Pembuangan sampah dengan aman

7. Teknik asepsis dalam menangani pasien dan pekerjaan di laboratorium

8. Pelatihan staff

Terjadinya infeksi berbahaya dapat dicegah dengan cara melakukan suatu

tindakan pencegahan dan kontrol infeksi.3Tujuan kontrol infeksi adalah untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah jumlah mikroorganisme antar-individu atau

antara individu dengan permukaan yang terkontaminasi. Salah satu upaya kontrol

infeksi adalah dengan mensterilisasi alat atau instrumen serta tindakan asepsis selama

perawatan hingga mencegah dapat terjadinya infeksi silang. Mensterilisasi instrumen

akan menghilangkan dan mengurangi jumlah mikroba yang dapat menyebar dari satu

pasien pada pasien berikutnya. Sterilisasi merupakan bagian integral dari pelayanan

(22)

2.2.3 Instrumen kedokteran gigi

Beberapa alat pencabutan gigi meliputi: tiga serangkai (sonde, pinset dan kaca

mulut), elevator bein, tang, jarum suntik dan karpul. Untuk menentukan tingkat sterilisasi yang sesuai, maka alat pencabutan gigi tersebut digolongkan sesuai dengan

penggunaannya. Berikut ini merupakan penggolongan alat-alat tersebut:17

1. Peralatan kritis

Alat-alat yang langsung berkontak dengan daerah steril tubuh seperti semua

struktur atau jaringan yang tertutup mukosa atau kulit, karena daerah tersebut rawan

infeksi, contohnya jarum suntik. Sebaiknya peralatan yang termasuk dalam peralatan

kritis disterilisasi dengan autoklaf sebelum dibuang.

2. Peralatan semikritis

Peralatan yang bisa bersentuhan akan tetapi tidak sampai menembus membran

mukosa,contohnyasonde, pinset, kaca mulut, tang, elevator bein, kuret dan karpul.

Peralatan yang termasuk dalam alat-alat semikritis dapat disterilisasi dengan

menggunakan sabun yang mengandung detergen, kemudian direndam dengan

menggunakan Chloroxylenol 0,5% selama 10 menit dan bilas dengan air mengalir.

Setelah dilap dengan menggunakan kain steril, alat kemudian dimasukkan ke dalam

autoklaf.

3. Peralatan nonkritis:

Peralatan medis dan peralatan perawatan yang digunakan untuk kontak

dengan kulit saja, contohnya stetoskop. Peralatan ini cukup didesinfeksi dengan

desinfeksi tingkat menengah atau tingkat rendah.16

Instrumen-instrumen yang terkontaminasi atau berkontak dengan saliva dan

darah harus segera dibersihkan (pre-cleaning) atau direndam (pre-soaking) dalam larutan jika instrumen tidak dapat langsung dibersihkan. Setelah itu tahap selanjutnya

(23)

Terdapat beberapa cara untuk dekontaminasi alat-alat bekas pakai yaitu :3

1. Sterilisasi adalah proses membunuh dan menghilangkan semua

mikroorganisme dan spora dalam suatu material atau objek

2. Desinfeksi yaitu proses membunuh atau menghilangkan sel-sel vegetatif

yang menyebabkan infeksi namun tidak mematikan sporanya

3. Antiseptis yaitu merupakan pengaplikasian bahan kimia secara eksternal

pada permukaan benda hidup (kulit atau mukosa) untuk menghancurkan

mikroorganisme atau menghambat pertumbuhannya, oleh karena itu semua agen

antiseptik dapat digunakan untuk desinfeksi, tetapi tidak semua desinfektan dapat

digunakan sebagai antiseptik karena toksisitasnya. Prinsip pekerjaan aseptik adalah

dengan meminimalkan jumlah mikroorganisme patogen atau oportunistik dengan

menggunakan bahan-bahan kimia yang aman untuk jaringan hidup.

2.3 Sterilisasi dalam Kedokteran Gigi

Banyak penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, dan

mikroorganisme yang bersifat patogen. Jika terdapat mikrorganisme pada daerah

bekas pencabutan, maka luka bekas pencabutan akan bertambah parah dan proses

penyembuhan menjadi tertunda. Dokter gigi umumnya mencegah terjadinya

komplikasi pasca pencabutan ini dengan mengunakan teknik aseptik dan dengan

melakukan sterilisasi pada instrumen yang digunakan selama operasi.19

2.3.1 Definisi Sterilisasi

Sterilisasi merupakan tindakan untuk membunuh dan menghilangkan segala

bentuk mikroorganisme dan spora yang melekat pada peralatan medis dengan

prosedur fisik atau kimia.3,18Secara fisika sterilisasi di kedokteran gigi dapat dilakukan dengan pemanasan. Sedangkan secara kimia sterilisasi dilakukan dengan

menggunakan bahan yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid seperti etilena oksida,

detergen, formaldehid, alkohol dan sodium hipoklorit.3

Langkah-langkah presterilisasi sendiri terdiri dari membersihkan instrumen

(24)

dengan ultrasonic cleaner untuk menghilangkan debris yang telah lengket dan darah yang mengering, setelah itu menggunakan disinfektan yaitu cairan pembersih enzym-based dan selanjutnya dikeringkan di udara yang panas atau dengan spons di bawah udara yang mengalir, langkah ini penting untuk menghindari kerusakan instrumen

selama proses sterilisasi.18

2.3.2 Metode Sterilisasi

Ada 3 macam proses sterilisasi yang digunakan di kedokteran gigi yaitu

sterilisasi panas, sterilisasi gas dan sterilisasi dengan cairan kimia. Metode sterilisasi

fisika terdiri dari metode yang melibatkan pemanasan dan paling sering digunakan.

Metode sterilisasi ini digunakan untuk bahan yang tahan panas. Metode sterilisasi

kimia dilakukan untuk bahan-bahan yang rusak bila disterilkan pada suhu tinggi,

misalnya bahan-bahan yang terbuat dari plastik.Metode sterilisasi gas yaitu metode

sterilisasi yang akurat terutama untuk benda-benda yang dapat rusak akibat panas dan

cairan.20

Semua tindakan sterilisasi harus dilakukan menggunakan alat-alat sterilisasi

yang didesain khusus untuk mensterilisasi instrumen dental. Frekuensi dilakukannya

sterilisasi, temperatur dan parameter operasi lainnya harus dilakukan sebagaimana

direkomendasikan (disarankan) oleh produsen alat tersebut.9

2.3.2.1 Autoklaf (Pemanasan dengan menggunakan uap bertekanan)

Sterilisasi uap adalah sterilisasi dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan

tertentu pada suhu dan waktu tertentu terhadap suatu objek sehingga terjadi pelepasan

energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara

irreversibel akibat denaturasi atau koagulasi protein sel.18 Sterilisasi dapat dilakukan pada suhu 121oCelcius pada 15psi selama 15 menit atau 132oC pada 30psi selama 3-7 menit untuk mensterilkan instrumen yang tidak dibungkus, serta tambahan 5 menit

untuk instrumen yang dibungkus.2Selama proses sterilisasi, dilakukan pengaturan suhu dan waktu disesuaikan dalam suatu tahap yang disebut siklus sterilisasi.

(25)

period, holding period dan cooling period.3 Selama waktu sterilisasi dilakukan alat tidak boleh dibuka walaupun untuk mengambil atau menambahkan instrumen.

Gangguan yang terjadi selama siklus sterilisasi akan menyebabkan instrumen menjadi

tidak steril yang akan membahayakan jika digunakan kepada pasien nantinya.20,21 Penggunaan autoklaf merupakan metode yang paling efektif dilakukan karena

bersifat nontoksik, mudah diperoleh, dan relatif mudah dikontrol. Selain itu autoklaf

juga merupakan pembawa energi termal paling efektif dan semua lapisan pelindung

luar mikroorganisme dapat dilunakkan, sehingga memungkinkan terjadinya

koagulasi. Kebanyakan jenis mikroorganisme pada alat kedokteran gigi tidak tahan

panas terhadap suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme tersebut akan mati bila

melalui proses sterilisasi menggunakan autoklaf. Agar sterilisasi berjalan efektif, uap yang dihasilkan harus bisa mendorong keluar udara yang ada didalam ruang

sterilisasi.3

2.3.2.2 Sterilisasi panas kering (dry-heat)

Pada sterilisasi panas kering pembunuhan mikroorganisme terjadi melalui

mekanisme oksidasi hingga terjadinya koagulasi protein sel. Proses sterilisasi panas

kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diserap oleh

permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam permukaan

sampai akhirnya suhu sterilisasi tercapai. Sterilisasi panas kering biasa digunakan

pada alat-alat yang tidak mudah menyerap uap, atau pada peralatan yang terbuat dari

kaca.18

Pada sterilisasi panas kering menggunakan temperature 160oC (320oF) selama 1 hingga 2 jam untuk mencegah terjadinya korosi untuk alat logam dan alat gelas.18,22 Temperatur yang lebih tinggi memungkinkan waktu sterilisasi yang lebih singkat dari

waktu yang ditentukan oleh peraturan. Sebaliknya temperatur yang lebih rendah

membutuhkan waktu yang lebih lama.

Sterilisasi panas kering digunakan untuk mensterilkan bahan yang mungkin

(26)

biaya operasional yang rendah dan tidak berkarat. Penggunaan jangka panjang dan

suhu tinggi tidak baik untuk perawatan pada pasien tertentu.9

2.3.2.3 Sterilisasi menggunakan uap kimia (khemiklaf)

Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton dan uap pada tekanan 138

kPa menghasilkan agen sterilisasi yang efektif. Secara umum, penggunaan uap kimia

mensterilkan lebih lambat dari autoklaf(30 menit dibandingkan 15-20 menit), tetapi

lebih cepat dari dry-heat. Temperatur dan kombinasi tekanan yang biasa yaitu 127-132°C pada138-176 kPa selama 30 menit.3

Proses sterilisasi ini tidak dapat digunakan untuk bahan atau benda yangdapat

dirusak oleh bahan kimia ataupun yang terbuat dari bahan yang peka terhadap panas.

Umumnya karat tidak terjadi jika instrumen telah dikeringkan sebelum sterilisasi

dilakukan karena kelembaban yang relatif rendah pada proses ini sekitar 7-8%.

Keuntungan utama dari khemiklaf adalah membutuhkan proses sterilisasi yang lebih

cepatdibandingkan sterilisasi dry-heat, tidak menimbulkan korosi pada instrumen atau bur dan instrumen langsung kering segera setelahsiklus sterilisasi berakhir.

Instrumen harus dikeringkanuntuk menghilangkan asap sisa pada pembukaan

ruanganpada akhir siklus.3Pembungkusan instrumen yang dianjurkan pada metode ini adalah kain muslin, kertas dan plastik yang dapat menembus uap atau nilon.2

2.3.2.4 Sterilisasi dengan Etilen Oksida

Sterilisasi ini adalah alternatif lain untuk alat yang sensitif terhadap panas.

Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh

mikroorganisme dan sporanya.23

Etilen oksida merupakan senyawa organik kelompok epoksida dari golongan

eter. Beberapa parameter untuk sterilisasi dengan etilen oksida :

a. Konsentrasi, makin tinggi konsentrasi gas, waktu yang diperlukan makin

tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam mg/liter ruang chamber.

b. Semakin tinggi suhu, waktu yang diperlukan makin rendah, biasanya

(27)

c. Kelembaban untuk meningkatkan daya penetrasi gas

d. Waktu siklus 2-6 jam tergantung suhu dan konsentrasi.

Adapun keuntungan dari metode ini adalah menggunakan temperatur rendah

dan memiliki kemampuan penetrasi gas yang baik. Sedangkan kerugiannya adalah

agen kimia yang digunakan bersifat karsinogenik dan mutagenik. Metode sterilisasi

gas biasa diaplikasikan untuk mensterilkan materi yang sensitif terhadap panas seperti

sediaan enzim, antibiotik, obat-obatan lain, serta alat-alat endoskopi yang terbuat dari

kaca atau kateter.23

Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sterilisasi26

Metode Sterilisasi Kelebihan Kekurangan

Autoklaf - Dapat digunakan untuk alat-alat

dari logam, kain, gelas dan karet - Efektif menghancurkan semua bentuk mikroorganisme

- Menyebabkan karat pada alat yang terbuat dari instrumen baja karbon yang tidak terlindung

- Diperlukan perawatan khusus

Dry-heat - Tidak menyebabkan korosi - Harga relatif murah

- Tidak mengakibatkan alat-alat tajam menjadi tumpul

- Penggunaan jangka panjang dan suhu tinggi tidak cocok untuk pasien dan perangkat tertentu

Khemiklaf - Korosi minimal

- Proses sterilisasi lebih cepat dibandingkan dry-heat

- Tidak dapat digunakan pada instrumen yang sensitif terhadap panas

- Instrumen harus benar-benar kering sebelum pemrosesan

Etilen Oksida - Kemampuan penetrasi gas yang

baik

- Tidak merusak bahan yang rentan terhadap panas

- agen kimia yang digunakan bersifat karsinogenik dan mutagenik

(28)

2.4. Prosedur Sterilisasi

Prosedur sterilisasi atau desinfeksi instrumen dalam kedokteran gigi terdiri

dari beberap tahapan, yaitu:12

1. Penerimaan, pembersihan dan dekontaminasi

Instrumen yang digunakan ulang, perlengkapan dan peralatan harus diterima,

disusun, dibersihkan dan didekontaminasi dalam satu bagian pada suatu area.

Pembersihan harus melalui semua proses desinfeksi dan proses sterilisasi harus

mengeliminasi debris. Kontaminasi dicapai baik dengan menggosok menggunakan

surfaktan, deterjen, air atau dengan proses otomatis dengan menggunakan bahan

kimia. Jika debris masih terlihat, baik materi organik atau anorganik, tidak

disingkirkan maka akan menggangu inaktivasi mikroba dan dapat membahayakan

proses desinfeksi dan sterilisasi.

Setelah dibersihkan instrumen harus dibilas dengan air untuk menghilangkan

residu kimia atau deterjen. Percikan harus diminimalisasi sewaktu pembersihan dan

pembilasan. Sebelum desinfeksi akhir atau sterilisasi, instrumen harus ditangani

seolah-olah instrumen terkontaminasi.9

Terdapat dua sistem pembersihan kedokteran gigi yang telah disetujui oleh

Food and Drug Administration (FDA) karena keamanan dan keefektifannya yaitu pembersih ultrasonik dan instrument washer.Penggunaan pembersih ultrasonik dapat mengurangi kontak langsung dengan instrumen yang terkontaminasi dibandingkan

dengan menyikat instrumen dengan tangan. Pembersih ultrasonik menghasilkan

gelembung gelembung yang menghasilkan turbulensi tinggi pada permukaan

instrumen sehingga dapat melunturkan debris yang terdapat dalam instrumen atau

melarutkannya dalam larutan.24

Prosedur pembersihan awal juga dapat dilakukan tanpa menggunakan kedua

alat sebelumnya, yaitu dengan melakukan penyikatan manual. Metode dengan

penyikatan juga dapat efektif jika dilakukan dengan benar. Gunakan sikat dengan

gagang yang panjang untuk menjaga tangan sejauh mungkin dari instrumen yang

(29)

Jika instrumen tidak dapat langsung dibersihkan, instrumen tersebut harus

dimasukkan kedalam larutan penahan (holding solution). Tujuannya adalah untuk mencegah saliva atau darah mengering. Prosedur perendaman instrumen didalam

larutan penahan yang terlalu lama dapat menyebabkan korosi pada beberapa

instrumen sehingga hal ini tidak direkomendasikan. Larutan penahan dapat berupa

detergen yang biasa digunakan untuk prosedur pembersihan, air, atau larutan

enzimatik.24Perendaman instrumen yang terlalu lama tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan karat pada beberapa instrumen. Larutan desinfektan yang digunakan

untuk merendam harus diganti sekurang-kurangnya sehari sekali atau apabila larutan

deterjen terlihat kotor.25Setelah dilakukan perendaman peralatan dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan air mengalir, kemudian dibilas lalu

dikeringkan.26

2. Pengemasan

Pemrosesan instrumen yang baik tidak hanya sterilisasi instrumen tetapi juga

pengambilan instrumen steril dari sterilisator ke kursi pasien yang dirawat. Untuk ini

petugas harus dapat mempertahankan sterilitas instrumen setelah diproses melalui

sterilisator. Pengemasan alat sebelum diproses dalam sterilisator mencegah

terkontaminasi instrumen ketika didistribusikan ke kursi perawatan. Instrumen yang

tidak dikemas akan langsung terpapar oleh debu atau aerosol di udara. Sebelum

dikemas instrumen terlebih dahulu harus dicek kembali apakah masih terdapat

debris.24

Setelah dilakukan sterilisasi instrumen harus tetap dalam keadaan steril hingga

digunakan kembali. Instrumen steril harus ditempatkan dalam tempat yang kering,

tertutup dan terlindung dari debu dan sumber kontaminasi lainnya. Penyimpanan

instrumen sangat penting seperti halnya proses sterilisasi. Hal ini dikarenakan

(30)

2.5 Mikroorganisme dalam rongga mulut

Berbagai spesies mikroorganisme yang terdapat dalam rongga mulut dapat

digolongkan menjadi flora normal dan sementara. Flora normal adalah sekumpulan

mikroorganisme yang hidup pada kulit dan selaput lendir/mukosa manusia yang sehat

maupun sakit. Pertumbuhan flora normal pada bagian tubuh tertentu dipengaruhi oleh

suhu, kelembaban, nutrisi dan adanya zat penghambat. Keberadaan flora normal pada

bagian tubuh tertentu mempunyai peranan penting dalam pertahanan tubuh karena

menghasilkan suatu zat yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.

Adanya flora normal pada bagian tubuh tidak selalu menguntungkan, dalam kondisi

tertentu flora normal dapat menimbulkan penyakit, misalnya bila terjadi perubahan

substrat atau berpindah dari habitat yang semestinya.27

Flora normal dalam rongga mulut terdiri dari Streptokokus mutans/

Streptokokus viridans, Stafilokokus sp. dan Laktobasilus sp. Meskipun sebagai flora

normal dalam keadaan tertentu bakteri-bakteri tersebut bisa berubah menjadi patogen

karena adanya faktor predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut.

2.5.1 Streptokokus mutans/Streptkokus viridans

Streptokokus adalah bakteri yang heterogen, selain dapat digolongkan

berdasarkan sifat pertumbuhan koloni, juga dapat dibedakan dari susunan antigen

pada zat dinding sel yang spesifik untuk golongan tertentu, dan reaksi-reaksi

biokimia.16

Morfologi sel berbentuk kokus, susunan berderet, tidak berflagel, tidak

berspora, tidak berkapsul, Gram positif.

Morfologi koloni pada media agar darah berbentuk koloni bulat, ukuran 1 - 2

mm, tidak berwarna/jernih, permukaan cembung, tepi rata, membentuk hemolisa α (

disekitar koloni terdapat zona hijau ), dibedakan dengan Streptokokus pneumoni

dengan optokin dan kelarutannya dalam empedu, Streptokokus viridans resisten

terhadap optokin dan tidak larut dalam empedu sedangkan Streptokokus

(31)

Fisiologi bersifat anaerob fakultatif, tumbuh baik pada suasana CO2 10 % dan

suhu 370C, resisten terhadap optokin, sel tidak larut dalam empedu. Contoh spesies

Streptokokus yang lain adalah Streptokokus β hemolitikus dan Streptokokus γ

hemolitikus.

2.5.2 Stafilokokus sp.

Stafilokokus dapat menimbulkan penyakti melalui kemampuan berkembang

biak dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat

ekstraseluler, seperti enzim dan toksin.Stafilokokus aureus dapat menyebabkan

infeksi pada kulit dan infeksi secara sistemik. Beberapa penyakit yang dapat

disebabkan oleh Stafilokokus aureus diantaranya abses, konjungtivitis, sindroma syok

toksis, osteomielitis dan pneumonia.3

Morfologi sel berbentuk kokus, susunan bergerombol, tidak berflagel, tidak

berspora, tidak berkapsul, Gram positif.

Morfologi koloni pada media agar darahberbentuk koloni bulat, ukuran 2 – 4

mm, membentuk pigmen kuning emas (Stafilokokus aureus), pigmen kuning jeruk dibentuk oleh Stafilokokussaprofitikus dan pigmen putih porselin dihasilkan oleh

Stafilokokus epidermis, permukaan cembung, tepi rata dan hemolisa bervareasi alfa,

beta dan gama.

Fisiologi bersifat aerob, tumbuh optimal pada suhu 370oC dan pembentukan pigmen paling baik pada suhu 200oC, memerlukan NaCl sampai 7,5 %, resisten terhadap pengeringan dan panas.

2.5.3Laktobasilus sp

Morfologi sel berbentuk batang pendek, tidak berspora, tidak berflagel, tidak

berkapsul, Gram positif.

Morfologi koloni pada media agar darahberbentuk koloni bulat kecil, warna

putih susu, cembung, tepi rata, permukaan mengkilap.

(32)

enzim katalase. Contoh spesiesnya adalah Laktobasilus bulgarius, Laktobasilus laktis,

Laktobasilus kasei.

2.5.4 Kandida albikans

Kandida albikans merupakan flora normal yang terdapat pada mukosa saluran

pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Jamur ini dapar menyebabkan

infeksi dalam rongga mulut seperti kandidiasis oral dan denture stomatitis. Kandida albikans biasanya menimbulkan infeksi ketika sudah bermultipikasi dan pada host

(33)

2.6 Kerangka Teori

Standard Precaution

Metode

Sterilisasi

• Perendaman • Pembersihan

Awal

• Pengemasan Kimia

Fisika

• Etilen Oksida • Autoklaf

• Pemanasan Kering (dry-heat)

• Khemiklaf

(34)

2.7 Kerangka Konsep

Kontaminasi: • Bakteri • Jamur • Virus Instrumen bedah mulut

Bakteri Pre-sterilisasi

Dekontaminasi→ Jumlah bakteri ↓

Sterilisasi

(35)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 JenisRancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu penelitian yang

didalamnya melibatkan perlakuan pada kondisi subjek yang diteliti serta diikuti

usaha kontrol yang ketat pada faktor-faktor luar.28

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel penelitian di

Departemen Bedah Mulut FKG USU, sterilisasi dengan autoklaf dilakukan di

Rumah Sakit Pelabuhan Belawan dan pemeriksaan dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas MIPA USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 12Januari 2015 – 10 Maret 2015

3.3 Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang digunakan ditentukan besarnya dengan rumus Federer

(36)

n > 8.5 n> 9

Dalam penelitian ini jumlah perlakuan adalah 3 yaitu perlakuan terhadap

instrumen medis sebelum digunakan yang telah dilakukan sterilisasi dengan

perendaman di larutan disinfektan, perlakuan terhadap instrumen medis setelah

digunakan untuk pencabutan dan perlakuan terhadap instrumen medis setelah

disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Sehingga didapatkan sampel yang

diperlukan untuk eksperimen ini sebanyak 9 buah instrumen. Untuk menghindari

terjadinya error maka sampel ditambahkan menjadi 13. Sampel pada penelitian ini

adalahinstrumen pencabutan gigi yang dipergunakan pada Departemen Bedah

Mulut FKG USU.

3.4 Variabel Penelitiandan Definisi Operasional

NNo. Variabel Definisi Operasional

1

Suatu cara untuk membunuh semua mikroorganisme dan spora yang melekat pada peralatan medis yang meliputi prosedur sterilisasi seperti mencuci instrumen dengan air dan sabun yang mengandung detergen dan alat-alat seperti autoklaf dan dry-heat.

Alat-alat yang digunakan dalam pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

(37)

4 Jumlah Bakteri pada

Instrumen

bersuhu 121oC dalam waktu 15 menit

Banyaknya bakteri baik gram positif maupun gram negatif yang terdapat pada instrumen bedah mulut yang diukur menggunakan Bacteria Colony Counter

(38)

-Object Glass

3.6.1 Prosedur Pengambilan Sampel

Instrumen yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Sampel didapatkan

dari mikroorganisme yang berasal dari instrumen medis yang ditempatkan kedalam

bulyon cair. Sebanyak 10 ml cairan bulyon dimasukkan kedalam pot yang telah diberi

label. Label A untuk mikroorganisme (m.o) pada instrumen sebelum dilakukan

pencabutan yang telah dicuci bersih dan direndam dalam cairan desinfektan, label B

untuk m.o pada instrumen yang telah digunakan untuk pencabutan dan label C untuk

m.o pada instrumen setelah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.

Instrumen yang akan digunakan untuk pencabutan sebelumnya dicelupkan

terlebih dahulu pada bagian sisi aktifnya selama 15 detik pada bulyon berlabel A agar

bakteri yang terdapat pada instrumen dapat lepas ke bulyon. Setelah instrumen selesai

(39)

bulyon yang berlabel B. Instrumen dibersihkan dengan menggunakan cairan

desinfektan dan dibilas dibawah air mengalir. Setelah kering instrumen dimasukkan

kedalam medi-pack dan dikemas rapat.

Instrumen disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Instrumen yang telah steril dikeluarkan dari medi-packdengan hati-hati, kemudian dengan menggunakan bantuan penjepit alat bagian sisi aktif instrumen

kembali dicelupkan kedalam bulyon pada pot berlabel C. Semua pot berisi cairan

bulyon ditutup rapat untuk menghindari kontaminasi dari luar.

Gambar 2. Instrumen yang digunakan sebagai sampel

(40)

Gambar 4. Instrumen dicelup Gambar 5. Bulyon diberi label A kedalam bulyon sebelum

digunakan

Gambar 6. Instrumen yang telah Gambar 7. Bulyon diberi label B selesai digunakan dicelupkan

(41)

Gambar 8. Instrumen dicuci bersih Gambar 9. Instrumen dibungkus rapat di medi-pack

(42)

Gambar 12. Instrumen kembali Gambar 13. Bulyon diberi label C dicelupkan kedalam bulyon

3.6.2 Prosedur Pembuatan Media PCA

Semua alat dan bahan disiapkan. Tangan operator dan meja kerja disterilkan

dengan menggunakan alkohol 97% lalu dikeringkan. PCA (Plate Count Agar)

ditimbang pada neraca analitik sehingga didapat berat 4,4 gr. PCAdilarutkan kedalam 250 ml aquadest pada tabung erlenmeyer. Campuran dihomogenkan sambil dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk sehingga tidak ada gumpalan. Media ditutup rapat dengan menggunakan plastic wrap. Kemudian dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan pada suhu 121oC selama 1 jam.

(43)

3.6.3 Prosedur Pembuatan Garam Fisiologis

NaCl ditimbang pada neraca analitik sehingga didapat berat 2,2 gr. NaCl

dilarutkan kedalam 250 ml aquadest pada beaker glass. Aduk dengan menggunakan spatel. Masukkan 10 ml kedalam masing-masing tabung reaksi dengan menggunakan

gelas ukur. Mulut tabung reaksi ditutup dengan menggunakan kapas dan plastic wrap.

Kemudian dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan pada suhu 121oC selama 1 jam.

Gambar 15. Penimbangan NaCl Gambar 16. Pelarutan bubuk NaCl

(44)

Gambar 19. Sterilisasi bahan denganautoklaf

3.6.4 Strerilisasi Petri

Petri dipastikan telah bersih dan kering. Petri kemudian dibungkus rapat

dengan menggunakan kertas. Petri dimasukkan kedalam oven selama lebih kurang 3

jam untuk disterilkan.

Gambar 20. Cawan petri dibungkus kertas Gambar 21. Sterilisasi cawan petri menggunakan oven

3.6.5 Pengenceran dan Persiapan Media

Tujuan daripada pengenceran adalah untuk memperluas bidang hidup sampel

(45)

dilakukan pengenceran sampai dengan 10-3. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml bulyon dari sampel untuk dimasukkan kedalam tabung pertama

dengan menggunakan mikropipet. Kemudian tabung reaksi diforteks. Dari tabung

pertama diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam tabung kedua. Kemudian

tabung reaksi diforteks. Dari tabung kedua diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan

kedalam tabung ketiga. Kemudian tabung reaksi diforteks. Sampel dengan

pengenceran 10-3diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam petri yang berisi medium PCA dengan metode agar tuang. Tutup petri tidak boleh dibuka terlalu lebar

karena akan menimbulkan masuknya bakteri dari luar kedalam media. Semua tahap

dilakukan didekat bunsen dan dengan menggunakan pipet ukur yang berbeda agar

pengenceran tidak saling tercampur atau terkontaminasi satu sama lain. Cawan petri

kemudian digoyangkan perlahan agar media merata diseluruh permukaan, selanjutnya

petri didiamkan hingga media membeku (10-15 menit). Kemudian petri dilapis

dengan plastic-wrap agar tertutup rapat. Petri selanjutnya diinkubasi dalam inkubator selama 1 hari pada suhu 37oC

(46)

Gambar 24. Tabung reaksi Gambar 25. Tabung reaksi dengan diforteks pengenceran 10-1, 10-2, 10-3

(47)

Gambar 28. Tuang media PCA Gambar 29. Petri digerak melingkar Kedalam petri perlahan agar sampel tercampur

rata

(48)

Gambar 32. Petri di inkubasi didalam inkubator selama 24 jam

3.6.6 Perhitungan Jumlah Mikroorganisme

Koloni yang ada ditandai dengan menggunakan spidol dan kemudian dihitung

dengan menggunakan bacteria colony counter. Jumlah bakteri yang ada dikalikan 1000 CFU/ml.

3.6.7 Pembuatan Biakan Murni

Siapkan sebuah cawan petri steril, kemudian dituang media NA kedalam petri

lalu dibiarkan memadat. Diambil 1 ose bakteri yang telah ditentukan dari biakan

campuran, kemudian diinokulasikan ke dalam media NA yang telah memadat dengan

cara digores. Lalu diinkubasi selama 1x24 jam didalam inkubator.

(49)

Gambar 35. Hasil biakan murni dengan teknik goresan

3.6.8 Pewarnaan dan Pengamatan Bakteri

Preparat ulas dibuat dengan mengambil kultur biakan 1-2 ose steril ke

permukaan objek glass. Dengan ose disebarkan merata membentuk bujur sangkar.

Slide tersebut difiksasi hingga terlihat kering. Setelah kering diberi zat warna kristal

violet dan dibiarkan selama 1 menit, bilas dengan aquades lalu dikeringanginkan.

Diberi iodine 1-2 tetes selama 30 detik, bilas dengan menggunakan aseton alkohol selama 15 detik, lalu dibilas dengan aquades. Diberi 1 tetes larutan safranin selama 1

menit, bilas dengan aquades dan dikeringkan. Setelah itu preparat bisa diamati

dibawah mikroskop.

Gambar 36. Pembuatan preparat Gambar 37. Pemberian Crystal

(50)

Gambar 38. Pemberian Iodin Gambar 39. Pembilasan dengan

aseton alkohol

(51)

3.7 Alur Penelitian

Pengambilan Sampel

Perhitungan jumlah bakteri Pembuatan media PCA

Pembuatan garam fisiologis

Sterilisasi alat dan bahan

Pengenceran

Persiapan media

Pembuatan biakan bakteri

Pewarnaan dan pengamatan bakteri

(52)

3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian diperoleh dari perhitungan jumlah bakteri yang telah

diberi perlakuan dengan media Plate Count Agar.

Data hasil dianalisis dengan memakai uji statistik sebagai berikut :

- Uji yang digunakan adalah uji analisis Wilcoxon, karena uji ini digunakan

untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antar dua pengamatan sebelum dan

(53)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas sterilisasi autoklaf pada

penggunaan instrumen medis di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Subjek

penelitian yang digunakan adalah instrumen bedah mulut yang digunakan untuk

pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Instrumen yang digunakan

untuk pencabutan gigi diberi tiga perlakuan yaitu pemeriksaan bakteri sebelum

instrumen digunakan, pemeriksaan bakteri setelah instrumen digunakan untuk

pencabutan dan pemeriksaan bakteri setelah instrumen disterilisasi dengan melalui

penurunan jumlah koloni bakteri yang dilihat melalui media plate count agar.Penurunan jumlah koloni bakteri plak dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan metode hitungan cawan dalam satuan colony forming unit per mililiter

(CFU/ml). Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel sebagai berikut

A B C

Gambar 41.Koloni bakteri pada instrumen sebelum digunakan untuk pencabutan (A),

setelah digunakan untuk pencabutan (B) dan setelah dilakukan sterilisasi dengan

(54)

Tabel 2.Jumlah koloni bakteri sebelum dan sesudah penggunaan autoklaf

Tabel 2 memperlihatkan penurunan jumlah koloni bakteri yang terdapat pada

instrumen bedah mulut.Kolom A menunjukkan jumlah bakteri pada instrumen bedah

sebelum dilakukan pencabutan dan telah didesinfeksi dengan menggunakan cairan

desinfektan.Kolom B menunjukkan jumlah bakteri pada instrumen bedah setelah

digunakan untuk pencabutan.Kolom C menunjukkan jumlah bakteri pada instrumen

bedah setelah dilakukan sterilisasi dengan autoklaf.

Tabel 3. Sterilitas sampel instrumen bedah mulut dengan penggunaan autoklaf

(55)

Tabel 3 memperlihatkan bahwa tidak didapatkan bakteri pada semua

instrumen semi kritis, sedangkan ditemukan adanya pertumbuhan bakteri pada 5

buah instrumen kritis yang telah disterilisasi dengan autoklaf.

Data penurunan jumlah bakteri sebelum dan sesudah perlakuan di uji

normalitasnya menggunakan Uji Shapiro-Wilk.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Uji Normalitas

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

Sebelumdigunakan ,675 13 ,000

Sesudahdigunakan ,803 13 ,007

Sesudahautoclave ,579 13 ,000

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji

Shapiro-Wilk,diperoleh distribusi data jumlah bakteri pada kelompok perlakuan tidak

normal (p<0,05). Sebaran data yang tidak normal ini diusahakan menjadi normal

dengan melakukan transformasi data dengan menggunakan uji Wilcoxon.

Tabel 5. Hasil perhitungan Uji Wilcoxon

Sesudah digunakan–

Hasil uji Wilcoxon, diperoleh nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna pada seluruh kelompok perlakuan. Hal ini berarti

sterilisasi dengan penggunaan autoklaf memiliki efek sterilitas yang baik

(56)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian untuk mengetahui efektivitas sterilisasi menggunakan autoklafdengan cara membandingkan jumlah bakteri

sebelum dan sesudah digunakan.Penggunaan autoklaf merupakan metode yang dianggap paling efektif karena dapat merusak spora-spora yang resisten serta

jamur.Penggunaan panas yang lembab dengan tekanan tinggi menghasilkan kekuatan

penghancur bakteri yang efektif terhadap semua bentuk mikroorganisme.Penelitian

yang dilakukan oleh Anggia telah menunjukkan bahwa autoklafmerupakan metode

sterilisasi yang terbaik karena memberikan hasil dengan jumlah bakteri yang paling

minimal.14

Penelitian ini menggunakan sampel dari instrumen medis yang digunakan di

Departemen Bedah Mulut FKG USU. Terdapat 3 kelompok perlakuan pada penelitian

ini yaitu kelompok A pada instrumen medis sebelum digunakan untuk pencabutan

yang telah didesinfeksi menggunakan cairan desinfektan, kelompok B pada instrumen

medis setelah dilakukan untuk pencabutan dan kelompok C pada instrumen medis

yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.

Data deskriptif yang dapat dilihat dari penelitian ini pada instrumen sebelum

digunakan dijumpai jumlah bakteri minimal sebesar 0 CFU/ml, sedangkan maksimal

sebesar 56.103 CFU/ml. Jumlah bakteri pada instrumen setelah digunakan untuk pencabutan paling minimal adalah 0 CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar

264.103CFU/ml. Sedangkan jumlah bakteri pada instrumen yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf paling minimal adalah 0 CFU/ml sedangkan maksimal

sebesar 14.103 CFU/ml. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan jumlah bakteri pada instrumen setelah digunakan dan penurunan bakteri pada

(57)

dijumpai jumlah bakteri minimal pada molar band sebelum digunakan adalah 0

CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar 2 CFU/ml. Jumlah bakteri pada molar band

sebelum digunakan adalah sebesar 32 CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar 49

CFU/ml. Sedangkan jumlah bakteri pada molar band setelah disterilisasi dengan

autoklafpaling minimal adalah 0 CFU/ml dan maksimal adalah 7 CFU/ml. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara jumlah

bakteri pada instrumen sebelum dan setelah disterilisasi.

Pada kelompok A terlihat jumlah bakteri minimal yaitu 0 CFU/ml didapatkan

pada kaca mulut, tang, dan pinset. Sedangkan jumlah bakteri maksimal dari kelompok

A terdapat pada Bein yaitu 56.103 CFU/ml. Pada kelompok B terlihat jumlah bakteri minimal didapatkan pada pinset yaitu 0 CFU/ml dan bakteri maksimal sebanyak

264.103CFU/ml pada tang. Pada kelompok C terlihat jumlah bakteri pada seluruh instrumen semi-kritis yaitu 0 CFU/ml sedangkan jumlah bakteri maksimal didapatkan

pada isntrumen kritis tang yaitu sebanyak 14. 103 CFU/ml.

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan Wilcoxon signed rank testmenunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada jumlah bakteri di instrumen sebelum dan setelah perlakuan yang menunjukkan efektivitas penggunaan

autoklaf sebagai alat sterilisasi untuk menurunkan jumlah bakteri pada instrumen

bedah mulut.

Dapat disimpulkan bahwa autoklaf merupakan metode sterilisasi yang efektif

dalam penurunan jumlah bakteri. Hal ini berkaitan dengan beberapa penelitian yang

berpendapat bahwa autoklaf merupakan metode sterilisasi yang banyak digunakan

oleh tenaga kesehatan karena memberikan hasil yang paling baik dalam

menghilangkan segala bentuk mikroorganisme.14

Dalam penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan untuk melihat jenis bakteri

yang terdapat pada instrumen bedah apakah bakteri tersebut gram positif atau

negatif.Setelah dilihat menggunakan mikroskop hasil yang diperoleh dari 6 sampel

adalah 1 sampel berwarna merah dan 5 sampel berwarna biru. Warna merah terjadi

karena bakteri mengikat cairan sel safranin yang artinya jenis bakteri tersebut adalah

(58)

Gambar 42. Bakteri gram negatif setelah dilakukan pewarnaan dengan cairan safranin

Sedangkan warna biru terjadi karena bakteri mengikat cairan kristal violet

yang artinya jenis bakteri tersebut adalah bakteri gram positif seperti Streptokokus

mutans, Stafilokokus sp. dan Laktobasilus sp.Berdasarkan sampel penelitian ini

terlihat mayoritas jenis bakteri merupakan bakteri gram positif.

(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Tindakan sterilisasi instrumen pencabutan gigi dengan menggunakan

autoklaf efektif dalam menurunkan jumlah bakteri pada instrumen.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri pada

instrumen sebelum dan setelah penggunaan autoklaf.

3. Pada instrumen kritis masih ditemukan adanya pertumbuhan bakteri

pada 5 instrumen, sedangkan pada instrumen semi kritis tidak ada sama sekali

pertumbuhan bakteri atau dengan kata lain semuanya sudah steril

4. Mayoritas bakteri gram positif yang terdapat pada instrumen

pencabutan gigi. Dimana pada pemeriksaan menggunakan mikroskop diperoleh 5

sampel berwarna biru dan 1 sampel berwarna merah.

6.2Saran

Masih banyak terdapat kekurangan pada penelitian ini :

1. Diharapkan adanya penelitian selanjutnya tentang efektivitas

masing-masing teknik sterilisasi.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk

tenaga medis agar mengaplikasikan proses sterilisasi pada aktifitas

(60)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wray D, Stenhouse D, Lee D, and Clark AJE. Textbook of general and oral

surgery. Churchill. Livingstone, 2003: 46-47.

2. Sunoto RI. Tindakan pencegahan penularan penyakit infeksi pada praktek

dokter gigi. Jurnal PDGI, 55th ed.2004:12.

3. Samaranayake, L.P. Essential microbiology for dentistry, 3rd ed.,Churchill.

Livingstone.,2006: 337-339.

4. Australian Dental Association Inc. Guidelines for infection control. 2nd

ed.,Australian Dent Assoc Inc, 2012: 10.

5. Wibowo T, Parisihni K, Haryanto D. Proteksi dokter gigi sebagai pemutus

rantai infeksi silang. Jurnal PDGI 209;58(2):6-7.

6. Rahardja F, Widura, Suryadarma DA. Uji sterilitas instrumen bedah terhadap

bakteri aerob penyebab infeksi di rumah sakit Immanuel Bandung. JKM.

2004;3(2): 71.

7. Meliawaty F. Efisiensi sterilisasi alat bedah mulut melalui inovasi oven

dengan ozon dan infrared. JKM. Vol.11 2012; 148: 147-167.

8. Mallick A, Khaliq SA, Nasir M, Qureshi R. Practices of sterilization

techniques at dental clinics of Karachi, Pakistan. Int J Pharm 2014; 4(1):

108-109

9. Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for infection control

in dental health-care settings . MMWR, 2003;52(No. RR-17):21.

10.Ridha F. Instrumentasi.

(April 14, 2014)

11.Rahman R. Gambaran pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran

universitas sumatera utara tentang sterilisasi peralatan bedah minor. Skripsi.

(61)

12.Viana AC, Gonzalez BM, Buono VT, Bahia MG. Influence of sterilization on

mechanical properties and fatigue resistance of nickel-titanium rotary

endodontic instruments.International Endodontic J 2006: 709-712.

13.Tridianti A. Efektivitas berbagai metode sterilisasi molar band yang

terkontaminasi pasca proses fitting band (uji hitung bakteri). Tesis. Jakarta:

Program spesialis ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi UI, 2012: 13-14.

14.Florence M. Efisiensi sterilisasi alat bedah mulut melalui inovasi oven dengan

ozon dan infrared. JKM. Vol. 11 2012: 147.

15.Karla MW, Rinezia RN, Kurniasari RN. Pemanfaatan sinar gamma sebagai

solusi sterilisasi efektif alat kedokteran gigi.

http://www.bimkes.org/pemanfaatan-sinar-gamma-sebagai-solusi-sterilisasi-efektif-alat-kedokteran-gigi/ (Maret 20, 2014)

16.Darmadi. Infeksi nosokomial : Problematika dan pengendaliannya. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika, 2008: 77-81.

17.Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto,

Basoesono. Jakarta: EGC, 1996: 2-3.

18.Nurhasanah. Tindakan sterilisasi alat pencabutan gigi dan dental unit oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen bedah mulut FKG USU tahun

2012. Skripi. Medan: Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU,

2012: 10.

19.Saheeb BDO, Offor E, Okojie OH. Cross infection control methods adopted

by medical and dental practitioner in Benin City, Nigeria. Vol.2., Nigeria:

Annals of African Medicine., 2003: 72.

20.Sumawinata N. Senarai istilah kedokteran gigi. Jakarta: EGC, 2004: 44.

21.Eve C, Helene B. Instrument sterilization in dentistry. RDH. Vol.27. 2007:

67-75.

22.American Dental Association. Sterilization and disinfection of dental

(62)

23.Sultana Y, Hamdard J,Nagar H. Pharmaceuticalmicrobiology and

biotechnology sterilization methods and principles. New Delhi: Department of

Pharmaceutics Faculty of Pharmacy, 2007: 5.

24.Miller CH, Palenik CJ. Infection control and management of hazardous

materials for the dental team. 4th ed., Philadelphia: Elsevier's., 2010: 175-180

25.Mulyanti S, Putri MH. Pengendalian infeksi silang di klinik gigi. Jakarta:

EGC, 2011: 1-4.

26.Departemen Kesehatan R.I. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di

rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, kesiapan menghadapi

emerging infectius disease. Cetakan kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan

RI, 2008: 3-2, 4-25-31.

27.Brooks GF,Butel JS,Morse SA.Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa.

Mudihardi E, Kuntaman,WasitoEB et al. Jakarta: Salemba Medika,2005: 124.

28.Budiharto. Metodologi penelitian kesehatan (dengan contoh bidang ilmu

kesehatan gigi.Jakarta: EGC, 2008: 46.

29.Anwar H. Wilcoxon signed rank test dengan spss

Gambar

Gambar
Gambar 1.Jalur penularan infeksi yang dapat terjadi di klinik3
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sterilisasi26
Gambar 6. Instrumen yang telah                     Gambar 7. Bulyon diberi label B  selesai digunakan dicelupkan kedalam bulyon
+7

Referensi

Dokumen terkait

11 Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 36% responden mengetahui tentang pernyataan yang berkaitan dengan penggunaan simpul dalam penjahitan luka, dimana surgeon’s knot

Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu trauma yang terjadi pada jaringan lunak wajah dan trauma yang terjadi pada bagian jaringan keras wajah. 8

Tahap awal dari prosedur ini adalah membuat pasien pati rasa dan cara yang paling umum untuk memperoleh tujuan tersebut adalah dengan anestesi lokal meskipun ada cara lain

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan dental

Analisis data dilakukan dengan cara menghitung persentase hasil pencatatan data sekunder rekam medis dari pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai disusun dalam

Serangan nyeri paroksismal yang berlangsung dari beberapa detik sampai dua menit, dengan atau tanpa rasa sakit yang menetap, mempengaruhi satu atau lebih cabang dari

Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi dan arahan