• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI DRY SOCKET PADA RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT RSGMP FKG USU PADA TAHUN 2014 DAN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PREVALENSI DRY SOCKET PADA RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT RSGMP FKG USU PADA TAHUN 2014 DAN 2015"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI DRY SOCKET PADA RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH DI DEPARTEMEN

BEDAH MULUT RSGMP FKG USU PADA TAHUN 2014 DAN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

WINA SABRINA LUBIS 120600030

Pembimbing:

INDRA BASAR SIREGAR, drg., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 11 Mei 2016

Pembimbing : Tanda tangan

Indra Basar Siregar, drg., M.Kes NIP : 19470206 197603 1 003

(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 11 Mei 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Rahmi Syaflida, drg., Sp. BM.

ANGGOTA : 1. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes.

2. Abdullah Oes, drg.

3. Eddy A. Ketaren, drg., Sp. BM.

(4)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2016

Wina Sabrina Lubis

Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas Dan Rahang Bawah Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2014 Dan 2015.

xi + 27 halaman

Dry socket merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi setelah pencabutan gigi. Dry socket biasanya terjadi 2-3 hari setelah pencabutan gigi yang ditandai dengan rasa nyeri yang hebat pada soket bekas pencabutan gigi dan biasanya menyebar sampai ke telinga, kerusakan bekuan darah, terpaparnya tulang, timbul gejala pembengkakan di sekitar gingiva dan biasanya dry socket disertai dengan bau mulut yang tidak sedap. Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya dry socket, yaitu trauma selama pencabutan gigi, mengkonsusmsi obat kontrasepsi oral, jenis kelamin, merokok, trauma, mikroorganisme dan usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pasien yang mengalami dry socket setelah pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015. Penelitian ini dilakukan melalui survei deskriptif. Data diperoleh melalui data sekunder, yaitu rekam medis pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah pada tahun 2014 dan 2015. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, grafik dan diagram kemudian dibahas dengan menggunakan teori dan kepustakaan yang ada disertai dengan perhitungan berupa persentase. Persentase dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 sebesar 0,9% (33 kasus dry socket) dan pada tahun 2015 sebesar 0,7% (28 kasus dry socket). Persentase dry socket terbesar dari penelitian pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015 menunjukkan bahwa pada rahang bawah lebih besar dengan persentase pada tahun 2014 sebesar 54,5% dan pada tahun 2015 sebesar 64,3%.

Daftar rujukan 21 (2006-2015)

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini telah selesai disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pemgarahan, bimbingan, penjelasan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai.

3. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort selaku dosen pembimbing akademik atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial yang banyak memberikan bantuan.

5. Ayahanda Drs. H. Aswin Lubis dan Ibunda Hj. Ratnawati Ritonga atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis hingga saat ini.

6. Teman-teman tersayang, Ade, Fany, Rizka, Kiki, Chyntia, Vira, Taya, Fhebby, Oppie, Evi, Yaumil, Kania, Mentari, Aci, Maya, Trymay yang selalu memberikan bantuan, saran, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman semasa perkuliahan dan tidak lupa teman-teman seperjuangan bimbingan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial. Semoga semuanya sukses dalam menyelesaikan skripsi.

(6)

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk kedepannya menjadi lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas dan masyarakat.

Medan, 11 Mei 2016 Penulis,

(Wina Sabrina Lubis) NIM: 120600030

(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... .. vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencabutan Gigi ... 4

2.2 Proses Penyembuhan Soket ... 4

2.3 Komplikasi Pencabutan Gigi ... 5

2.4 Dry socket ... 8

2.4.1 Etiologi dan Patofisiologi ... 9

2.4.2 Gambaran Klinis ... 10

2.4.3 Faktor Predisposisi ... 10

2.4.4 Pencegahan ... 12

2.4.5 Penatalaksanaan ... 13

2.5 Kerangka Teori ... 14

2.6 Kerangka Konsep ... 14

(8)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 15

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2.1 Tempat Penelitian ... 15

3.2.2 Waktu Penelitian ... 15

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 15

3.3.1 Populasi Penelitian ... 15

3.3.2 Sampel Penelitian ... 15

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 16

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 16

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 16

3.6.1 Pengolahan Data ... 16

3.6.2 Analisis Data ... 16

3.7 Ethical Clearance ... 17

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Prevalensi Dry Socket Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU PadaTahun 2014 dan 2015 ... 18

4.2 Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas dan Rahang Bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada tahun 2014 Dan 2015 ... 19

BAB 5 PEMBAHASAN ... 22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 25

6.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26 LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Variabel dan Defenisi Operasional ... 16 2. Prevalensi Dry Socket Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

PadaTahun 2014 dan 2015………. 18 3. Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas dan Rahang Bawah Di

Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2014……….. 19 4. Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas dan Rahang Bawah Di

Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2015……….. 20

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran Klinis Dry Socket ... 8

(11)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

1. Prevalensi Dry Socket Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU

PadaTahun 2014 dan 2015……….……… 19 2. Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas dan Rahang Bawah Di

Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2014……... 20

3. Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas dan Rahang Bawah Di

Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2015………. 21

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rincian Biaya Penelitian 2. Jadwal Penelitian

3. Curriculum Vitae 4. Hasil Pengolahan Data 5. Ethical Clearance

(13)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencabutan gigi merupakan hal yang paling umum akan dilakukan oleh seorang dokter gigi. Pencabutan gigi yang ideal didefinisikan sebagai minimalnya rasa sakit ketika pencabutan gigi dan minimalnya trauma ke jaringan, sehingga luka dapat sembuh tanpa masalah pasca pencabutan gigi. Namun dalam melakukan pencabutan gigi dapat mengalami kesulitan yang kemudian menimbulkan komplikasi pasca pencabutan gigi.1

Ada beberapa hal yang dapat terjadi pada pasien pasca pencabutan gigi, seperti perdarahan, pembengkakan, infeksi, dry socket, perforasi sinus, ujung akar di sinus maksilaris, cedera saraf, dll.2

Dry socket pertama kali dijelaskan oleh Crawford pada tahun 1896. Nama dry socket digunakan karena soket memiliki penampilan yang kering setelah bekuan darah dan debris hilang. Istilah lain yang digunakan adalah osteitis alveolar, alveolitis, localized osteitis, alveolitis sicca dolorosa, localized alveolar osteitis, fibrinolytic alveolitis, socket septic, necrotic socket, alveolagia.3,4

Dry socket merupakan komplikasi yang paling umum setelah pencabutan gigi.

Dry socket adalah peradangan akut pada tulang alveolar di sekitar gigi yang diekstraksi dan ditandai dengan sakit parah, kerusakan bekuan darah dalam soket membuat soket kosong dan sering penuh dengan sisa-sisa makanan, bau tidak sedap pada mulut, terpaparnya tulang, dan timbul gejala pembengkakan ringan di sekitar gingiva.1,5,6 Biasanya rasa sakit dimulai hari kedua atau ketiga pasca ekstraksi, tapi ketika nyeri menjadi lebih buruk dan terus terjadi melebihi satu minggu setelah prosedur dan soket tidak ada tanda penyembuhan maka terjadi dry socket.1,5

Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya dry socket, yaitu daerah tempat pencabutan gigi, mengkonsumsi obat kontrasepsi oral, jenis kelamin, merokok, trauma, mikroorganisme dan usia.1,3

(14)

2

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khitab U dkk (2012), berdasarkan data pada klinik pribadi di Mardan dari Januari 2008 sampai Maret 2011 terdapat 90 pasien mengalami dry socket, dimana berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih sering terjadi pada rahang bawah daripada rahang atas, dengan persentase pada rahang bawah sebesar 73,3% dan pada rahang atas sebesar 26,7%.3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Uphadaya C dkk (2010), berdasarkan data dari Januari 2007 – Desember 2008, dengan total 2.640 gigi permanen yang diekstraksi yang berasal dari 1.640 total pasien. Dimana berdasarkan rahang, rahang bawah lebih terlibat dibandingkan dengan rahang atas, dengan persentase pada rahang bawah sebesar 60,22% (1590 pasien) dan pada rahang atas sebesar 39,77% (1050 pasien).7

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Momeni H dkk (2011), yaitu dari bulan Mei sampai Juni 2010, memiliki hasil 28 pasien dari total 4.779 pasien didiagnosis dengan dry socket. Dimana berdasarkan rahang, rahang bawah lebih terlibat dibandingkan dengan rahang atas, dengan persentase pada rahang bawah sebesar 0,07% dan pada rahang atas sebesar 0,05%.8

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015?

2. Berapa prevalensi dry socket pada rahang atas di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015?

3. Berapa prevalensi dry socket pada rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015?

(15)

3

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi dry socket pada rahang atas di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

2. Mengetahui prevalensi dry socket pada rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat mengetahui prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

2. Dapat menjadi masukan tentang perencanaan program pelayanan kesehatan gigi dan mulut khususnya dalam hal komplikasi pasca pencabutan gigi, yaitu dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

(16)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencabutan Gigi

Pencabutan gigi adalah prosedur yang menggabungkan prinsip-prinsip bedah dan mekanik fisik dasar. Pencabutan gigi juga melibatkan penggunakan kekuatan yang dikendalikan dengan cara sedemikian rupa. Ketika prinsip-prinsip ini diterapkan dengan benar, gigi biasanya dapat dicabut dari tulang alveolar.9,10

Pencabutan gigi yang ideal didefinisikan sebagai minimalnya rasa sakit pencabutan gigi dan minimalnya trauma ke jaringan, sehingga luka dapat sembuh tanpa masalah pasca pencabutan gigi.1

Pencabutan gigi dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu yang pertama dengan teknik tertutup atau intra alveolar, pada teknik ini pencabutan gigi dilakukan dengan cara yang sederhana dengan kekuatan yang terkontrol. Teknik yang kedua adalah dengan teknik terbuka atau transalveolar, pada teknik ini pencabutan gigi dilakukan dengan cara pembedahan. Pencabutan gigi dengan pembedahan dilakukan apabila pencabutan dengan teknik tertutup tidak dapat dilakukan. Tahap-tahap pembedahan biasanya relatif sama, yaitu diawali dengan pembuatan flep, lalu pengambilan tulang, kemudian pengambilan gigi. Pengambilan gigi dapat dilakukan secara utuh atau separasi. Pada akhir pembedahan jaringan lunak dikembalikan ke tempatnya dengan cara penjahitan.1,9,10

2.2 Proses Penyembuhan Soket

Proses penyembuhan soket pencabutan gigi hampir sama dengan penyembuhan secara umum, hanya saja ada sedikit karakteristik khusus karena melibatkan tulang dan jaringan lunak. Tahap penyembuhan dari soket setelah pencabutan gigi adalah:

1. Sesaat setelah dilakukan pencabutan gigi, soket akan diisi dengan darah dari pembuluh darah yang terputus, yang mengandung protein dan sel-sel yang rusak. Sel- sel yang rusak bersama dengan platelet memulai serangkaian peristiwa yang

(17)

5

mengarah pada pembentukan jaringan fibrin, kemuadian membentuk gumpalan darah atau koagulum dalam 24 jam pertama. Gumpalan ini bertindak sebagai matriks yang mengarahkan perpindahan sel mesenkimal dan growth factors.

2. Pada minggu pertama, fase inflamasi akan terjadi, sel darah putih masuk ke soket untuk menghilangkan bakteri dan mulai menghilangkan debris seperti fragmen tulang yang tersisa di dalam soket. Tahap fibroplasia juga dimulai pada minggu pertama dengan pertumbuhan yang belum sempurna dari fibroblas dan pembuluh kapiler. Epitel bermigrasi ke dinding soket sampai berkontak dengan epitel dari sisi lain dari soket (jaringan terisi dengan pembuluh kapiler dan fibroblas yang belum matang). Selama minggu pertama penyembuhan, osteoklas berakumulasi di pada puncak tulang alveolar.

3. Pada minggu kedua, penyembuhan ditandai dengan banyaknya jaringan granulasi yang mengisi soket. Deposisi osteoid telah dimulai di sepanjang lapisan tulang alveolar pada soket.

4. Pada minggu ketiga penyembuhan, proses penyembuhan yang terjadi pada minggu kedua akan terus berlanjut dengan epitelisasi pada soket sudah sempurna pada minggu ini. Tulang kortikal akan diresorpsi dari puncak dan dinding soket dan tulang trabekula terbentuk pada soket.

5. Setelah 4 atau 6 bulan pasca pencabutan gigi, tulang kortikal sepenuhnya akan diresorpsi, epitel bergerak ke arah puncak dan akhirnya menjadi sejajar dengan puncak gingiva yang berdekatan.10

2.3 Komplikasi Pencabutan Gigi

Berikut ini beberapa komplikasi dari pencabutan gigi, yaitu : 1. Cedera jaringan lunak

a. Laserasi flep mukosa

Cedera jaringan lunak yang paling umum adalah laserasi flep mukosa selama pencabutan gigi. Ini biasanya dikarenakan ukuran flep yang tidak tepat, sehingga jaringan tertarik dan dipaksa untuk meregang mengakibatkan laserasi flep.

(18)

6

b. Luka tusuk

Instrumen di bidang bedah, seperti elevator dapat tergelincir ketika digunakan dan dapat menusuk atau merobek jaringan lunak yang berdekatan. Cedera ini dikarenakan kita menggunakan kekuatan yang tidak terkendali.

2. Masalah dengan gigi yang diekstraksi a. Fraktur akar

Akar yang melengkung susah untuk dilakukan pencabutan dan dapat menyebabkan ketika dicabut mengalami fraktur.

b. Perpindahan akar gigi

Akar gigi molar rahang atas, terkadang dapat masuk ke sinus maksila. Jika akar gigi molar maksila dicabut dengan menggunakan elevator dengan tekanan yang berlebih ke arah apikal, akar gigi dapat masuk ke sinus maksila

c. Gigi hilang ke orofaring

Terkadang ketika pencabutan gigi, gigi dapat masuk ke dalam orofaring.

3. Cedera gigi yang berdekatan

a. Fraktur dari restorsi yang berdekatan

Cedera paling umum untuk gigi yang berdekatan adalah fraktur dari restorasi dan gigi dengan karies yang parah, ini terjadi ketika dokter gigi berupaya untuk meluksasi gigi yang akan dicabut dengan menggunakan elevator.

b. Dislokasi dari gigi yang berdekatan

Dislokasi dari gigi yang berdekatan selama pencabutan ini dapat dihindari dengan menggunakan elevator yang tepat.

c. Ekstraksi gigi salah

Mencabut gigi yang salah ini biasanya terjadi ketika dokter gigi diminta untuk mencabut gigi dengan tujuan ortodonti, terutama dari pasien yang berada dalam tahap pertumbuhan gigi bercampur.

4. Cedera tulang

a. Fraktur tulang alveolar

Pencabutan gigi mengindikasikan untuk pengambilan tulang alveolar sebagian untuk menghilangkan hambatan ketika pencabutan gigi. Namun, dalam beberapa

(19)

7

situasi, tulang alveolar dapat mengalami fraktur dan tercabut bersama dengan gigi.

Penyebab dari fraktur tulang alveolar adalah penggunaan kekuatan yang berlebihan, yang mana fraktur tulang sebagian besar dari cortical plate.

b. Fraktur tuberositas maksila

Fraktur tuberositas maksila terkadang dapat terjadi karena penggunaan elevator yang tidak terkontrol.

5. Cedera struktur yang berdekatan a. Cedera syaraf

Cabang-cabang syaraf kranial kelima yang mensyarafi pada mukosa dan kulit.

Cabang tertentu yang paling sering terlibat adalah syaraf mental dan lingual. Jika pencabutan dilakukan pada area syaraf mental dan foramen mental harus dilakukan dengan hati-hati. Jika syaraf ini terluka akan mengalami parastesi pada bibir dan dagu. Syaraf lingual yang secara anatomis terletak langsung terhadap aspek lingual mandibula di wilayah retromolar pad. Syaraf lingual jarang beregenerasi jika mengalami trauma. Syaraf alveolar inferior dapat mengalami trauma sepanjang kanalnya. Tempat yang paling umum dari cedera adalah area molar ketiga rahang bawah. Pencabutan molar ketiga yang impaksi dapat mencederai saraf di kanalnya.

b. Cedera pada sendi temporomandibula

Sendi temporomandibula dapat mengalami trauma ketika pencabutan gigi mandibula. Pencabutan gigi molar mandibula sering membutuhkan kekuatan yang besar. Jika rahang tidak cukup didukung selama ekstraksi, pasien mungkin mengalami rasa sakit pada daerah ini.

6. Perdarahan pasca bedah

Ekstraksi gigi adalah prosedur pembedahan yang menghadirkan tantangan berat untuk mekanisme hemostatik bagi tubuh. Pertama, jaringan mulut dan rahang sangat vaskular. Kedua, pasien cenderung memainkan lidah pada daerah bekas pencabutan dan kadang-kadang mengeluarkan gumpalan darah, yang memulai perdarahan sekunder. Lidah juga dapat menyebabkan perdarahan sekunder dengan menciptakan tekanan negatif yang menghisap bekuan darah dari soket. Ketiga, obat-obatan seperti

(20)

8

antikoagulan dapat menyebabkan perdarahan setelah pencabutan. Keempat, beberapa penyakit sistemik juga dapat menyebabkan perdarahan.

7. Penyembuhan yang tertunda dan infeksi a. Infeksi

Infeksi disebabkan karena masuknya mikroorganisme yang patogen.

b. Wound dehiscence

Jika flep jaringan lunak dikembalikan ke posisi semula dan dijahit tanpa landasan tulang yang memadai, flep jaringan lunak yang tidak didukung sering mengendur dan terpisah sepanjang garis sayatan. Penyebab kedua dari wound dehiscence adalah menjahit dibawah tegangan, jahitan menyebabkan iskemia dari flep margin dengan nekrosis jaringan berikutnya, ini yang menungkinkan jahitan untuk tertarik sepanjang flep margin dan meyebabkan wound dehiscence.

c. Dry socket

Pada pemeriksaan, soket gigi tampak kosong dengan bekuan darah sebagian atau seluruhnya hilang dan permukaan tulang alveolar terlihat.9,10

2.4 Dry Socket

Dry socket merupakan komplikasi paling umum setelah pencabutan gigi. Dry socket terjadi karena disintegrasi bekuan darah dengan fibrinolisis. Dry socket didefinisikan sebagai nyeri pasca pencabutan gigi di dalam dan disekitar lokasi pencabutan gigi dan rasa nyeri ini meningkat keparahannya pada setiap waktu antara hari kedua sampai hari ketiga setelah pencabutan gigi, disertai dengan hancurnya gumpalan darah sebagian atau seluruhnya akibatnya tulang alveolar terekspos.11-14

Gambar 1. Gambaran klinis dry socket19

(21)

9

2.4.1 Etiologi dan Patofisiologi

Etiologi dari dry socket multifaktorial dan sampai saat ini masih belum jelas diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi. Etiologi yang diketahui adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk.

Birn mengungkapkan dua teori terjadinya dry socket, yaitu:

1. Teori fibrinolitik

Studi klinis dan eksperimental Birn telah menjelasakan mengenai peningkatan aktivitas lokal fibrinolitik sebagai faktor terjadinya dry socket. Birn mengamati terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolitik pada alveolus dengan dry socket dibandingkan dengan alveolus normal. Birn memperkuat pernyataannya bahwa lisis total atau sebagian dan hancurnya bekuan darah disebabkan oleh pelepasan mediator selama inflamasi oleh aktivasi plasminogen direct atau indirect ke dalam darah.

Ketika mediator dilepaskan oleh sel-sel pada tulang alveolar pasca trauma, plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang menyebabkan pecahnya bekuan darah oleh disintegrasi fibrin. Perubahan ini terjadi oleh adanya proaktivator selular atau plasmatik atau aktivator lainnya. Aktivator-aktivator tersebut diklasifikasikan menjadi direct (fisiologik) dan indirect (nonfisiologik) aktivator dan juga telah dibagi ke dalam subklasifikasi berdasarkan sumbernya, yaitu aktivator intrinsik dan ekstrinsik.

Aktivator direct intrinsik berasal dari komponen plasma seperti aktivator faktor XII dan urokinase. Direct aktivator ekstrinsik berasal dari luar plasma dan termasuk aktivator jaringan dan plasminogen endothelial. Indirect aktivator termasuk streptokinase dan stafilokinase. Substansi-substansinya dihasilkan dari interaksi antara bakteri dengan plasminogen dan bentuk aktivator kompleks tersebut yang mengubah plasminogen menjadi plasmin.

Rasa sakit yang khas pada dry socket berhubungan dengan pembentukan senyawa kinin di dalam alveolus. Kinin mengaktifkan terminal nervus primer afferen yang peka terhadap mediator inflamasi dan substansi allogenik lainnya yang pada konsentrasi 1ng/ml dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Plasmin juga

(22)

10

menyebabkan perubahan kallikrein menjadi kinin di dalam sumsum tulang alveolar.

Sehingga, adanya plasmin dapat menjelaskan kemungkinan terjadinya dry socket dari berbagai aspek.1,4,13,15

2. Teori bakterial

Teori ini didukung dengan adanya jumlah yang tinggi dari bakteri disekitar lokasi pencabutan gigi pada pasien yang menderita dry socket dibandingkan dengan yang tidak menderita dry socket. Mikroorganisme anaerob umumnya ditemukan dan nyeri alveolar adalah karena efek dari racun bakteri pada ujung syaraf alveolar. Dry socket juga lebih sering terjadi pada pasien dengan oral hygiene yang buruk.

Sebuah penelitian mengemukakan bahwa bakteri anaerob penyebab terjadinya dry socket yang dilihat dari aktivitas fibrinolitik dari bakteri treponema denticola.

Actinomyces viscous dan streptococcus mutans dapat memperlambat penyembuhan pasca pencabutan gigi.1

2.4.2 Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari dry socket adalah : 1,4,6,12,15-18

1. Dry socket ditandai dengan timbulnya rasa nyeri antara hari kedua sampai ketiga, rasa nyeri ini menyebar sampai ke telinga dan leher.

2. Soket kosong yang tidak memiliki gumpalan darah dan tulang alveolar terlihat.

Soket dapat terisi oleh sisa-sisa makanan dan air liur.

3. Permukaan tulang sangat sensitif, ditutupi oleh lapisan kuning keabu-abuan dan jaringan nekrotik.

4. Oedema disekitar gingiva 5. Bau mulut

2.4.3 Faktor Predisposisi 1. Daerah tempat ekstraksi

Dry socket lebih sering terjadi pada rahang bawah daripada rahang atas karena tulang kortikal pada rahang bawah tebal yang mengakibatkan perforasi pasokan darah

(23)

11

pada rahang bawah sedikit. Hal ini lebih sering terjadi pada pencabutan gigi molar ketiga.

2. Jenis kelamin

Dry socket lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki karena kemungkinan penyebab hormon.

3. Usia

Sebagian besar literatur menyatakan bahwa dry socket lebih sering terjadi pada kelompok usia 30 dan 40 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Umar K dkk (2012), menyatakan bahwa dry socket terjadi sebesar 2,2% pada usia 11-20 tahun, 22,2%

pada usia 21-30 tahun, 36,6% terjadi pada usia 31-40 tahun, 16,7% terjadi pada usia 41-50 tahun, 13,4% pada usia 51-60 tahun dan 8,9% pada usia lebih dari 60 tahun.

Dry socket lebih sering terjadi pada usia 31-40 tahun dikarenakan pembentukan tulang alveolar sudah sempurna dan banyak terjadi penyakit periodontal sehingga adanya trauma pencabutan yang kemungkinan menimbulkan terjadinya dry socket.

4. Trauma

Trauma bedah yang cukup besar menyebabkan tulang alveolar melepaskan aktivator-aktivator jaringan dan mengubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan bekuan fibrin sehingga soket kering dan terasa nyeri.

5. Merokok

Merokok menyebabkan kemotaksis neutrofil dan fagositosis sehinga mengganggu produksi immunoglobulin. Nikotin dalam tembakau diserap melalui enterococcus, streptococcus viridians, bacillus coryneform, proteus vulgaris, pseudomonas aeruginosa, citrobacter freundi, escheria coli ke mukosa mulut.

Nikotin dapat mengganggu suplai oksigen yang menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan, sehingga resiko dry socket semakin besar.

6. Vasokonstriktor

Vasokonstriktor dalam anastesi lokal yang digunakan untuk pencabutan gigi juga dapat menyebabkan dry socket. Vasokonstriktor menyebabkan iskemia lokal sementara yang meningkatkan resiko dry socket.

(24)

12

7. Mikroorganisme

Tertundanya penyembuhan dapat terjadi karena adanya mikroorganisme. Nisan et al (1983) menyatakan bahwa bakteri anaerob treponema denticola menunjukkan plasminogen seperti aktivitas fibrinolisis.

8. Kontrasepsi oral

Lily (2014) mengamati bahwa dry socket terjadi tiga kali lebih sering pada wanita yang mengkonsumsi obat kontrasepsi oral dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi. Kontasepsi oral meningkatkan aktivitas fibrinolitik yang mempengaruhi stabilitas bekuan darah setelah pencabutan gigi. Kontrasepsi oral meningkatkan faktor II, VII, VIII, X dan plasminogen sehingga meningkatkan lisis dari bekuan darah.

9. Radioterapi

Radioterapi head and neck menurunkan suplai darah ke mandibula.8,13,18-20

2.4.4 Pencegahan

Ada beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya dry socket, yaitu:

1. Lakukan pembersihan rongga mulut sebelum operasi untuk mengurangi jumlah plak di dalam rongga mulut.

2. Riwayat klinis dan pemeriksaan radiografi disarankan khususnya pada pencabutan gigi yang sulit.

3. Profilaksis antibiotik yang tepat untuk pasien immunocompromise, pencabutan molar tiga yang sulit dan pada pasien dengan riwayat perikoronitis.

4. Untuk pasien yang merokok disarankan sebelum dan sesudah operasi untuk tidak merokok.

5. Bagi pasien wanita yang mengkonsumsi obat kontrasepsi oral, pencabutan gigi harus dilakukan pada hari ke 23 melalui 28 siklus tablet.

6. Disarankan untuk tidak berkumur-kumur terlalu keras dan menyikat gigi dengan lembut.

(25)

13

7. Penggunaan klorheksidin

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa penggunaan pra dan perioperatif dari 0,12% klorheksidin dapat mengurangi frekuensi terjadinya dry socket setelah pencabutan molar tiga rahang bawah.1

2.4.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dry socket dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Irigasi

Irigasi soket dengan normal salin dan pemberian analgesik yang potensial telah digunakan dalam penatalaksanaan dry socket. Pemeliharaan kebersihan rongga mulut yang baik dan berkumur dengan normal salin hangat membantu dalam penyembuhan soket. Irigasi soket dengan larutan salin berguna untuk membuang fragmen gigi dan tulang, membuang jaringan nekrotik dan debris makanan. Nyeri dapat dikontrol dengan pemberian analgesik yang potensial.4,15

2. Medicated dressing

Turner berpendapat bahwa kemasan dari soket dapat menunda penyembuhan luka dan meningkatkan kemungkinan infeksi. Fazakerley dan Field menyarankan pelepasan jahitan lalu irigasi dengan larutan salin hangat dibawah anastesi lokal sebelum aplikasi dari bahan dressing. Bahan dressing mengandung zinc oxide, eugenol, anastetik dan antibiotik diaplikasikan ke kasa. Setiap 2-3 hari, kasa harus diganti dan dilepas setelah nyeri reda. 1,4,13,15

(26)

14

2.5 Kerangka Teori

Pencabutan Gigi

Proses Penyembuhan Soket

Komplikasi Pencabutan Gigi

Dry Socket

Etiologi dan Gambaran Faktor Pencegahan Penatalaksanaan Patofisiologi Klinis Predisposisi

2.6 Kerangka Konsep

Prevalensi Dry Socket

Prevalensi pada Prevalensi pada rahang atas rahang bawah

(27)

15

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei yang bertujuan untuk menggambarkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU jalan Alumni no.2 USU, Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Februari 2016 – 18 Februari 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

3.3.2 Sampel Penelitian

Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling, diamana sampel merupakan keseluruhan dari populasi. Besar sampel sebanyak 61 kasus dry socket.

(28)

16

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Penelitian Definisi Operasional

Dry Socket Komplikasi setelah pencabutan gigi,

karena tidak terbentuknya bekuan darah normal sehingga menyebabkan terbukanya tulang alveolar.

Rahang atas Tulang rahang bagian atas dan tidak dapat digerakkan.

Rahang bawah Tulang rahang bagian bawah dan

dapat digerakkan.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara mencatat data sekunder rekam medis pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

3.6 Pengolahan dan Analisis data 3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dari hasil penelitian dilakukan secara komputerisasi.

3.6.2 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara menghitung persentase hasil pencatatan data sekunder rekam medis dari pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

(29)

17

3.7 Ethical Clearance

Ethical Clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Komisi Etik Penelitian untuk penelitian yang melibatkan mahluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(30)

18

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Prevalensi Dry Socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2014 dan 2015

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data sekunder rekam medis pasien pada tahun 2014 dan 2015. Dalam penelitian ini diambil berupa prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah. Dari data sekunder tersebut diperoleh : 1. Pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus pencabutan gigi dengan 33 pasien yang mengalami dry socket.

2. Pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 pasien yang mengalami dry socket.

Sesuai data diatas, pasien dry socket yang datang ke Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015 yang dapat diambil datanya adalah sebanyak 61 orang dengan data yang lengkap.

Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus pencabutan gigi dengan 33 pasien yang mengalami dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0,9%. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 pasien yang mengalami dry socket yang setara dengan pesentase sebesar 0,7%.

Tabel 2. Prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada Tahun 2014 dan 2015

Tahun Jumlah

Pencabutan gigi

Jumlah kasus dry socket

Persentase dry socket

2014 3.417 33 0,9%

2015 3.778 28 0,7%

(31)

19

Diagram 1. Prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada tahun 2014 dan 2015

4.2 Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas Dan Rahang di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2014 dan 2015

Berdasarkan rekam medis pada tahun 2014 terdapat 33 kasus dry socket, dengan uraian 15 kasus dry socket terjadi pada rahang atas dengan persentase sebesar 45,5%

dan 18 kasus dry socket terjadi pada rahang bawah dengan persentase sebesar 54,5%.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kasus dry socket lebih sering terjadi pada rahang bawah.

Tabel 3. Prevalensi Dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014

Jumlah Persentase

Rahang Atas 15 45,5%

Rahang Bawah 18 54,5%

Total 33 100%

0,9% 0,7%

0.00%

0.10%

0.20%

0.30%

0.40%

0.50%

0.60%

0.70%

0.80%

0.90%

1.00%

2014 2015

(32)

20

Diagram 2. Prevalensi Dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014

Berdasarkan rekam medis pada tahun 2015 terdapat 28 kasus dry socket, dengan uraian 10 kasus dry socket terjadi pada rahang atas dengan persentase sebesar 35,7%

dan 18 kasus dry socket terjadi pada rahang bawah dengan persentase sebesar 64,3%.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kasus dry socket lebih sering terjadi pada rahang bawah.

Tabel 4. Prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2015

Jumlah Persentase

Rahang Atas 10 35,7%

Rahang Bawah 18 64,3%

Total 28 100%

Rahang Atas 45,5%

Rahang Bawah

54,5%

(33)

21

Diagram 3. Prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2015

Rahang Atas 35,7%

Rahang Bawah

64,3%

(34)

22

BAB 5 PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015, diperoleh sebanyak 61 kasus dry socket. Pada tabel 2 bab 4 pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus pencabutan gigi dengan 33 kasus dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0.9%. Pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 kasus dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0,7%. Dari tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi penurunan prevalensi dry socket dari persentase sebesar 0,9% menjadi 0,7%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barbatunde O dkk, dari rekam medis pada Januari 2010 sampai Desember 2013, terdapat perbedaan prevalensi dry socket disetiap tahunnya, pada tahun 2010 prevalensi dry socket sebesar 2,4%, pada tahun 2011 prevalensi dry socket sebesar 1,1% dan pada tahun 2012 prevalensi dry socket sebesar 0,6%. Ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, bahwa terjadi penurunan prevalensi dry socket, tetapi terdapat perbedaan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Barbatunde O dkk pada tahun 2012 ke tahun 2013 yang mengalami kenaikan prevalensi dari 0,6% menjadi 1%.5 Ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, dimana berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa prevalensi dry socket mengalami penurunan. Ini disebabkan, pertama, berbedanya cara anamnesis, ketika melakukan anamnesis operator harus menanyakan apakah pasien seorang perokok, apabila pasien wanita ditanyakan apakah pasien sedang mengkonsumsi obat kontrasepsi oral, ada kemungkinan operator tidak menanyakan hal tersebut. Kedua, berbedanya keahlian dari setiap operator. Ketiga, berbedanya penanganan preoperatif dan postoperatif, dimana pembilasan dengan menggunakan chlorhexidin 0,12% sebelum dan setelah pencabutan gigi dapat mengurangi resiko dry socket, menurut beberapa penelitian terdahulu pemberian antibiotik setelah pencabutan gigi juga dapat mengurangi resiko terjadinya dry socket. Keempat, kurang

(35)

23

patuhnya pasien dalam melaksanakan instruksi setelah pencabutan gigi, seperti jangan terlalu keras ketika berkumur, jangan menghisap dan menggerakkan lidah ke daerah bekas pencabutan gigi dikarenakan dapat merusak bekuan darah yang telah terbentuk, hindari merokok, hindari menyikat gigi pada daerah bekas pencabutan gigi.

Terakhir, berbedanya jumlah kasus teknik pencabutan gigi (bedah dan tanpa bedah), dimana pencabutan dengan teknik bedah lebih beresiko menimbulkan dry socket karena dapat menimbulkan trauma yang lebih besar. 21

Pada tabel 3 dan tabel 4 bab 4 hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu, prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015 diperoleh hasil pada tahun 2014 prevalensi pada rahang atas sebesar 45,5% dan pada rahang bawah sebesar 54,5%.

Pada tahun 2015 hasil prevalensi pada rahang atas sebesar 35,7% dan pada rahang bawah sebesar 64,3%. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa prevalensi dry socket terbesar terdapat pada rahang bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khitab U dkk yang dilakukan dengan menggunakan rekam medis pasien pada klinik pribadi di Mardan dari Januari 2008 sampai Maret 2011, pada penelitian tersebut didapat bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 73,3%.3

Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Uphadaya C dkk, berdasarkan rekam medis dari Januari 2007 sampai Desember 2008, pada penelitian tersebut didapat juga bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 60,22%.7

Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Momeni H dkk, berdasarkan rekam medis dari bulan Mei sampai Juni 2010, pada penelitian tersebut didapat juga bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 0,07%.

Hal ini dikarenakan kepadatan tulang pada rahang bawah relatif tinggi, kurangnya vaskularisasi pada rahang bawah dan adanya penurunan kapasitas produksi jaringan granulasi pada rahang bawah.8 Soket pada rahang bawah lebih sering terisi oleh debris makanan dibandingkan dengan rahang atas, mikroorganisme

(36)

24

pada pasien yang memiliki oral hygiene buruk dapat berperan menyebabkan infeksi pada luka bekas pencabutan gigi.5 Trauma bedah yang cukup besar ketika pencabutan

gigi molar ketiga menyebabkan tulang alveolar melepaskan sel-sel yang dapat mengubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan bekuan darah

sehingga soket kering, pada saat yang bersamaan terjadi pelepasan kinin sehingga menimbulkan rasa sakit pada soket.

(37)

25

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dry socket adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi setelah pencabutan gigi, baik pencabutan secara sederhana maupun pencabutan yang dilakukan dengan cara pembedahan. Dry socket biasanya terjadi 2-3 hari setelah pencabutan yang ditandai dengan rasa nyeri yang hebat pada soket bekas pencabutan gigi dan biasanya menyebar sampai ke telinga. Dari penelitian yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU didapat bahwa prevalensi dry socket pada tahun 2014 sebesar 0,9% dari 3.417 kasus pencabutan gigi dan pada tahun 2015 sebesar 0,7%

dari 3.778 kasus pencabutan gigi. Dari penelitian ini juga didapatkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah yaitu, pada tahun 2014 prevalensi dry socket pada rahang atas sebesar 45,5% dan pada rahang bawah sebesar 54,5%.

Sedangkan pada tahun 2015 prevalensi dry socket pada rahang atas sebesar 35,7%

dan pada rahang bawah sebesar 64,3%. Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa prevelensi terbesar terdapat pada rahang bawah.

6.2 Saran

1. Diharapkan penelitian dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di kedokteran gigi dan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat prevalensi dry socket berdasarkan faktor resiko lainnya.

2. Berdasarkan hasil penelitian prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah pada tahun 2014 dan 2015 sudah mengalami penurunan, namun sangat diharapkan prevalensi tersebut dapat ditekan menjadi lebih kecil lagi.

(38)

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Mosby, 2009: 211,223, 226-9.

2. Bach T, Woo I. Management of complications of dental extractions.

http://www.ineedce.com (15 September 2015).

3. Khitab U, Khan A, Shah SM. Clinical characteristics and treatment of dry socket – a study. Pakistan oral and dental journal. 2012; 32: 206-8.

4. Preetha S. An overview of dry socket and it’s management. IOSR journal of dental and medical science. 2014; 13(5): 32-4.

5. Barbatunde O, Akinbami, Godspower T. Dry socket: Incidence, clinical features, and predisposing factors. International journal of dentistry. 2014;

2014: 1-2.

6. Hupp JR, William TP, Firriolo FJ. Dental clinical advisor. 1. USA: Mosby, 2006: 357.

7. Upadhaya C, Humagain M. Prevalence of dry socket extraction of permanent teeth at Katmandu university hospital (KUTH), dhulikel, karve, nepal: A study.

Katmandu university medical journal. 2010; 8(29): 18-9.

8. Momeni H, Shahnaseri S, Hamzehil Z. Evaluation of relative distribution and risk factors in patients with dry socket referring to yazd dental clinic. Dental research journal. 2011; 8(5): 84-5.

9. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 6.

China: Mosby, 2014: 174-87.

10. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial Surgery. 4. India: Mosby, 2004: 222-37.

11. Mohammed H, Younis A, Hantash ROA. Dry socket: Frequency, clinical picture,and risk factor in a Palestinian dental teaching center. The open dentistry journal. 2011; 5: 7-8.

(39)

27

12. Eshghpour M, Moradi A, Nejat AH. Dry socket following tooth extraction in an iranian dental center: Incidence and risk factors. JDMT. 2013; 2: 86-7.

13. Kolokythas A, Olech E, Miloro M. Alveolar osteitis: A comprehensive review of concepts and controversies. International journal of dentistry. 2010; 2010: 1- 7.

14. Bagheri SC, Jo C. Clinical review of oral and maxillofacial surgery. USA:

Mosby, 2008: 94.

15. Cardoso C, Rodrigues M, Junior O, Garlet P, et al. Clinical concepts of dry socket. Journal oral and maxillofacial surgery. 2010; 68: 1922-9.

16. Kumar V, Chaudary M, Singh S, Gokkulakrishan. Post surgical evaluation of dry socket formation after surgical removal of impacted mandibular third molar – a prospective study. Open journal of stomatology. 2012; 2: 294-5.

17. Bowe DC, Rogers S, Stassen L. The management of dry socket/alveolar osteitis. Journal of the irish dental association. 2011; 57(6): 305-7.

18. Koerner K. Manual of minor oral surgery for the general dentist. USA:

Blackwell, 2006: 76.

19. Karnure M, Murot N. Review on conventional and novel techniques for treatment of alveolar osteitis. Asian journal of pharmaceutical and clinical research. 2013; 6: 13-5.

20. Chestnut IG, Gibson J. Clinical dentistry. 3. China: Elsevier, 2007: 387.

21. Chandran S, Alaguvelrajan M, Karthikeyan A, Ganesan K, et al. Incidence of dry socket in south Chennai population: A retrospective study. Journal of international oral health. 2016; 8(1): 119-22.

(40)

Lampiran 1

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

“Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas dan Rahang Bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015”

Besar biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini sebesar dengan rincian sebagai berikut:

1. Biaya alat tulis, kertas, tinta printer Rp 400,000 2. Biaya penjilidan dan penggandaan proposal Rp 300,000

Total Rp 700,000

Rincian biaya ditanggung oleh peneliti sendiri.

Peneliti,

Wina Sabrina Lubis

(41)

Lampiran 2

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Kegiatan Bulan

Agustus 2015

September 2015

Oktober 2015

November 2015

Desember 2015

Januari 2016

Februari 2016

Maret 2016

April 2016

Mei 2016 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Pengajuan Judul 2. Pengesahan Judul 3. Pembuatan

Proposal

4. Seminar Proposal 5. Perbaikan

Proposal

6. Pengumpulan

Data

7. Pengolahan dan

Analisis Data

8. Pembuatan

Laporan Hasil Penelitian

9. Seminar Hasil 10. Perbaikan

Laporan Hasil Penelitian

11. Sidang Skripsi

(42)

Lampiran 3

CURRICULUM VITAE (CV)

Nama Lengkap : Wina Sabrina Lubis

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/TanggalLahir : Medan / 27 Mei 1994

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jln. Karyawisata, Perumahan Johor Katelia Indah No. 81 Medan

Telepon/HP : 087867681367

Email : wina.sabrina_9a@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

2000-2006 : SD Harapan 3 Medan

2006-2009 : SMP Harapan 2 Medan

2009-2012 : SMA Negeri 1 Medan

2012-Sekarang : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

(43)

Lampiran 4

2014

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rahang Atas 15 45.5 45.5 45.5

Rahang Bawah 18 54.5 54.5 100.0

Total 33 100.0 100.0

2015

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rahang Atas 10 35.7 35.7 35.7

Rahang Bawah 18 64.3 64.3 100.0

Total 28 100.0 100.0

(44)

Lampiran 5

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3.3 Proses pengukuran tekanan darah pada pekerja di

Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang telah dilaksanakan dan pembahasan pada pembelajaran IPS materi Perkembangan Teknologi dengan menggunakan model pembelajaran

Memperhatikan situasi tersebut maka perlu adanya peningkatan upaya-upaya guna menanggulangi dampak pasaca bencana dalam suatu system yang menyeluruh sehingga dapat

Aktivitas belajar banyak sekali macamnya maka para ahli mengklasifikasikan macam-macam aktivitas belajar, di antaranya menurut Dierich (1979) dalam Hamalik (2015: 172),

Untuk memperlancar, mempermudah, dan meningkatkan kinerja untuk pelayanan kepada masyarakat, maka diperlukan sistem untuk melayani masyarakat dalam hal pembuatan

Selanjutnya semua data yang tersimpan pada storage dapat diproses untuk kemudian menghasilkan laporan data supplier , laporan data customer , laporan pembelian,

Pengaruh Computer Anxiety terhadap Keahlian Penggunaan Komputer Guru SD Gugus Kenanga dan Melati Kecamatan Puring dengan Gender sebagai Variabel Moderasi.. Pendidikan Guru Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan berat badan lahir (R= 0,409), terdapat pengaruh tingkat anemia terhadap