BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencabutan gigi merupakan hal yang paling umum akan dilakukan oleh seorang dokter gigi. Pencabutan gigi yang ideal didefinisikan sebagai minimalnya rasa sakit ketika pencabutan gigi dan minimalnya trauma ke jaringan, sehingga luka dapat sembuh tanpa masalah pasca pencabutan gigi. Namun dalam melakukan pencabutan gigi dapat mengalami kesulitan yang kemudian menimbulkan komplikasi pasca pencabutan gigi.1
Ada beberapa hal yang dapat terjadi pada pasien pasca pencabutan gigi, seperti perdarahan, pembengkakan, infeksi, dry socket, perforasi sinus, ujung akar di sinus maksilaris, cedera saraf, dll.2
Dry socket pertama kali dijelaskan oleh Crawford pada tahun 1896. Nama dry socket digunakan karena soket memiliki penampilan yang kering setelah bekuan darah dan debris hilang. Istilah lain yang digunakan adalah osteitis alveolar, alveolitis, localized osteitis, alveolitis sicca dolorosa, localized alveolar osteitis,
fibrinolytic alveolitis, socket septic, necrotic socket, alveolagia.3,4
Dry socket merupakan komplikasi yang paling umum setelah pencabutan gigi.
Dry socket adalah peradangan akut pada tulang alveolar di sekitar gigi yang
diekstraksi dan ditandai dengan sakit parah, kerusakan bekuan darah dalam soket membuat soket kosong dan sering penuh dengan sisa-sisa makanan, bau tidak sedap pada mulut, terpaparnya tulang, dan timbul gejala pembengkakan ringan di sekitar gingiva.1,5,6 Biasanya rasa sakit dimulai hari kedua atau ketiga pasca ekstraksi, tapi ketika nyeri menjadi lebih buruk dan terus terjadi melebihi satu minggu setelah prosedur dan soket tidak ada tanda penyembuhan maka terjadi dry socket.1,5
Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya dry socket, yaitu daerah tempat pencabutan gigi, mengkonsumsi obat kontrasepsi oral, jenis kelamin, merokok, trauma, mikroorganisme dan usia.1,3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khitab U dkk (2012), berdasarkan data pada klinik pribadi di Mardan dari Januari 2008 sampai Maret 2011 terdapat 90 pasien mengalami dry socket, dimana berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih sering terjadi pada rahang bawah daripada rahang atas, dengan persentase pada rahang bawah sebesar 73,3% dan pada rahang atas sebesar 26,7%.3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Uphadaya C dkk (2010), berdasarkan data dari Januari 2007 – Desember 2008, dengan total 2.640 gigi permanen yang diekstraksi yang berasal dari 1.640 total pasien. Dimana berdasarkan rahang, rahang bawah lebih terlibat dibandingkan dengan rahang atas, dengan persentase pada rahang bawah sebesar 60,22% (1590 pasien) dan pada rahang atas sebesar 39,77% (1050 pasien).7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Momeni H dkk (2011), yaitu dari bulan Mei sampai Juni 2010, memiliki hasil 28 pasien dari total 4.779 pasien didiagnosis dengan dry socket. Dimana berdasarkan rahang, rahang bawah lebih terlibat dibandingkan dengan rahang atas, dengan persentase pada rahang bawah sebesar 0,07% dan pada rahang atas sebesar 0,05%.8
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015?
2. Berapa prevalensi dry socket pada rahang atas di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015?
3. Berapa prevalensi dry socket pada rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi dry socket pada rahang atas di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.
2. Mengetahui prevalensi dry socket pada rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.
2. Dapat menjadi masukan tentang perencanaan program pelayanan kesehatan gigi dan mulut khususnya dalam hal komplikasi pasca pencabutan gigi, yaitu dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU.