PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITRAAN KLINIK
TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA DRY SOCKET
DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT
FKG USU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
VENTI TRINANDA
100600017
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2014
Venti Trinanda
Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket
di Departemen Bedah Mulut FKG USU.
xi + 38 halaman
Dry socket merupakan komplikasi setelah pencabutan gigi atau disebut juga alveolar osteitis. Gambaran klinis dari dry socket adalah terjadinya nekrosis atau disintegrasi dari pembentukan bekuan darah yang biasanya terjadi 2-4 hari setelah pencabutan gigi, disertai
dengan halitosis serta nyeri dengan intensitas yang bervariasi. Dry socket dapat dicegah dengan melakukan teknik pencabutan yang baik, penggunaan obat kumur khlorheksidin
0,2%, penggunaan anastesi yang cukup dan sterilisasi alat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan
terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa kepanitraan di Klinik Departemen
Bedah Mulut FKG USU pada periode Desember 2013- Maret 2014, sebanyak 69 orang.
Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel sebanyak 69 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase tertinggi
tingkat pengetahuan baik (68%). Pengetahuan responden masih kurang pada bakteri
penyebab terjadinya dry socket (3%). Pengetahuan pencegahan terjadinya dry socket oleh mahasiswa kepanitraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU termasuk baik,
diharapkan mahasiswa kepanitraan klinik dapat mempertahankan dan meningkatkan
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 19 Mei 2014
Pembimbing : Tanda Tangan
Abdullah Oes, drg
NIP : 19450208 196701 1 001
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 19 Mei 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM
ANGGOTA : 1. Abdullah Oes, drg
2. Indra Basar Siregar, drg., M.kes 3. Isnandar, drg., Sp.BM
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya
yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini selesai disusun dalam rangka memenuhi
kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda Drs.Irfan Soaduon dan Ibunda Mahnidar Azwarni,
S.Ag atas segala pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih
kepada abanghanda Ricky Fadlan, ST, kakanda Vebby Irmananda, S.farm, dan adinda Viny
Nanda Ramora yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus,
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.
2. Abdullah, drg selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan, bimbingan, dukungan dan motivasi selama proses penyusunan
skripsi sampai selesai.
3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
5. Teman-teman terbaikku, Asma Ulhusna, S.KG, Irma Harfianty, S.KG, Siti
Amaliyah, S.KG, Novi Dara, S.KG, Nirwana Dewi, Chintya pratiwi, Mayrida Vita, dan
Jannah Keman yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam
6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Rizky
Puspita, Erwinda Lina A, Ghina Addina, Prasad, Putri Sitinjak dan teman-teman lain serta
seluruh teman stambuk 2010 atas dukungan, saran, dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan
skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk kedepannya sehingga menjadi lebih
baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Medan, 19 Mei 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... iv
2.6.6 Pencegahan ... 18
2.6.7 Penatalaksanan ... 20
2.7 Kerangka Teori ... 22
2.8 Kerangka Konsep ... 23
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 24
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
3.2.1 Tempat Penelitian ... 24
3.2.2 Waktu Penelitian ... 24
3.3 Populasi dan Sampel ... 24
3.3.1 Populasi Penelitian ... 24
3.3.2 Sampel Penelitian ... 24
3.4 Variabel dan Defenisi Operasional ... 25
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 26
3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 26
3.6.1 Pengolahan Data ... 26
3.6.2 Analisis Data ... 26
3.7 Pengukurana Data ... 26
BAB 4 Hasil Penelitian 4.1 Gambaran Responden ... 28
4.2 Pengetahuan responden tentang pencegahan terjadinya dry socket ... 28
BAB 5 Pembahasan ... 31
BAB 6 Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 35
6.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Variabel dan Defenisi operasional ... 25
2. Kategori nilai pengetahuan ... 27
3. Karakteristik responden mahasiswa kepanitraan klinik ... 28
4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang pencegahan terjadinya
dry socket setelah pencabutan gigi ... 29 5. Kategori pengetahuan responden tentang pengetahuan terjadinya
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Penyembuhan soket pasca pencabutan ... 11
2. Gambaran klinis dry socket ... 12
3. Patofisiologis dry socket ... 15 4. Grafik distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang pencegahan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Kuesioner Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Terhadap Pencegahan Dry Socket
di Departemen Bedah Mulut FKG USU, Desember 2013 – Maret 2014
3. Hasil Perhitungan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melakukan pencabutan gigi merupakan hal yang biasa bagi seorang dokter gigi.
Pencabutan gigi bisa berhasil dilakukan, akan tetapi dapat juga mengalami kesulitan yang
kemudian menimbulkan komplikasi pasca pencabutan gigi.
Ada beberapa hal yang dialami pasien pasca pencabutan gigi, seperti perdarahan, rasa
sakit, edema dan dry socket. Dry socket merupakan komplikasi penyembuhan luka dari pencabutan gigi yang paling sering terjadi. Hal ini dapat terjadi karena tidak terbentuknya
bekuan darah normal sehingga menyebabkan terbukanya tulang alveolar.1,2
Dry socket merupakan komplikasi setelah pencabutan gigi atau bedah minor. Dry socket
disebut juga alveolar osteitis, osteitis local, alveoalgia, alveolitis sicca dolorosa, alveolitis necrotic, localized osteomyelitis, dan alveolitis fibrinolytic.2,3 Gambaran klinis dari dry socket
adalah terjadinya nekrosis atau disintegrasi dari pembentukan bekuan darah yang biasanya
terjadi 2-4 hari setelah pencabutan gigi, disertai dengan halitosis serta nyeri dengan intensitas
yang bervariasi.2-6,18,21
Ada beberapa penyebab terjadinya dry socket, yaitu trauma selama pencabutan gigi dan berkurangnya perdarahan yang diakibatkan karena penggunaan anastetikum dengan
epinephrin atau bahan vasokonstriktor yang berlebihan. Selain itu, penyebab dry socket
adalah terjadinya infeksi pada soket gigi setelah pencabutan gigi, adanya tulang yang tajam,
hilangnya blood clot, merokok dan melakukan irigasi yang tidak adekuat pasca operasi.4,5,7 Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengatakan bahwa untuk menurunkan
terjadinya insidensi dry socket, yaitu dengan menggunakan obat kumur antiseptik, agen antifibrinolitik, antibiotik steroid, intraalveolar dressing dan medikamen. Untuk penanganan
dry socket dapat dilakukan dengan mengirigasi soket bekas pencabutan yang berguna untuk mengangkat jaringan nekrotik dan kemudian meletakkan intraalveolar dressing. Sebagai tambahan, untuk terapi lokal dapat diberikan obat-obatan yang sesuai dengan indikasi nyeri
yang dialami oleh pasien.2,4
Penelitian yang dilakukan oleh Mohammed et al pada tahun 2011, bahwa dari 1305
2008-2011, bahwa dry socket dapat terjadi sebanyak 0,5%-5% pada kasus pencabutan gigi dan sebanyak 1%-37,5% pada kasus pembedahan molar 3 atau odontektomi, dimana
berdasarkan jenis kelamin laki -laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan persentase
pada laki-laki 53% dan perempuan 47,6%, sedangkan untuk berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih tinggi pada rahang bawah yaitu 73,3% dan rahang atas yaitu 26,7%, dan berdasarkan umur pasien persentase lebih tinggi pada umur 31-40 yaitu sebanyak 36,6%.7,9
Penelitian yang dilakukan oleh Kasumaningrum A pada tahun 2008 di RSGM-P FKG
UI, bahwa sebanyak 828 kasus pencabutan gigi terdapat 0,6% kasus dry socket.21
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Alasan peneliti memilih subjek ini adalah karena mahasiswa kepanitraan klinik nantinya akan menjadi dokter gigi yang mungkin akan
mendapatkan kasus dry socket. Oleh karena itu sebaiknya mahasiswa kepanitraan mengetahui pencegahan terjadinya dry socket.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas maka rumusan masalah
sebagai berikut :
Bagaimana pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya
dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan
terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU
2. Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan
terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat memberi gambaran mengenai pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik
terhadap pencegahan dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa kepanitraan klinik
dalam perawatan pasca pencabutan gigi sebagai bentuk upaya yang efektif untuk mencegah
3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti dan sebagai bahan perbandingan antara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior).Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan.12,13
Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu :12
1. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan
tertentu. Oleh karena itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa seseorang ‘tahu’ tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih
berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja
diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah
ada.
6. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi,
menafsirkan, dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan memalui wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan di atas.12,13,14
2.2 Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang
pencabutan, atau secara transalveolar. Pencabutan ataupun dengan secara pembedahan
melibatkan jaringan keras dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh
bibir dan pipi, serta hubungan gerakan lidah dan rahang. Definisi pencabutan gigi yang ideal
adalah pencabutan tanpa rasa sakit dengan gigi utuh dan trauma minimal terhadap jaringan
pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak
terdapat masalah prostetik di masa mendatang.1,5
Pada tindakan pencabutan gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadaan steril dan
prinsip-prinsip pembedahan. Untuk pencabutan lebih dari satu gigi secara bersamaan
tergantung pada keadaan umum penderita serta keadaan infeksi yang ada ataupun yang
mungkin akan terjadi.8
Pencabutan gigi dengan pembedahan harus dilakukan apabila pencabutan dengan biasa
tidak mungkin dilakukan, atau apabila gigi tersebut impaksi (terpendam). Prinsip-prinsip
pembedahan biasanya relatif sama, diawali dengan pembuatan flep, di teruskan pengambilan
tulang kemudian pengambilan gigi. Gigi dapat diambil secara utuh atau separasi. Pada akhir
prosedur ini jaringan lunak dikembalikan ke tempatnya dan dilakukan jahitan. 1,10,11
Pembedahan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar terhindar dari efek
samping/komplikasi yang tidak diinginkan seperti perdarahan, edema, trismus, dry socket dan masih banyak lagi. Dokter gigi harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia
harus menyesuaikan tekniknya agar dapat menghadapi kesulitan-kesulitan dan komplikasi
yang mungkin timbul akibat pencabutan dari tiap gigi.1-3,8
2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi
2.2.1.1 Indikasi
Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi. Indikasi dilakukan
pencabutan gigi adalah pada gigi supernumerary, gigi impaksi, gigi yang diduga sebagai fokal infeksi, gigi yang mengalami nekrosis, infeksi periapikal yang tidak dapat dilakukan
terapi endodontik, gigi yang terlibat kista dan tumor, dan gigi sulung yang persistensi.5,18
Selain itu tindakan pencabutan gigi juga dapat dilakukan pada gigi yang sehat dengan tujuan
memperbaiki maloklusi untuk kepentingan perawatan orthodontik dan prostodonsia.5
Sedangkan menurut Starhak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukan
pencabutan gigi adalah sebagai berikut :5,18
1. Gigi dengan patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin dilakukan
terapi endodontik harus dicabut.
2. Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau
periodontal.
3. Penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakukan perawatan merupakan
indikasi. Pertimbangan ini juga meliputi keinginan pasien untuk kooperatif dalam rencana
perawatan total dan untuk meningkatkan oral hygiene sehingga menghasilkan perawatan yang bermanfaat.
4. Gigi malposisi.
5. Gigi yang mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang
lebih besar lagi.
6. Beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untuk
mengurangi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak menyatunya
rahang.
7. Keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan prostetik.
2.2.1.2 Kontraindikasi
1. Faktor lokal
Perikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial selulitis, gingivitis, stomatitis, sinusitis
akut maksila pada molar dan premolar atas.
2. Faktor sistemik
a. Diabetes melitus tidak terkontrol.
b. Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia).
c. Kehamilan pada trimester ke-1 dan trimester ke-3.
d. Kelainan kardiovaskular ( hipertensi).
e. Pasien dengan kelainan hati (hepatitis).
2.3 Perawatan Pasca Pencabutan
Berdasarkan prosedur setelah dilakukan pencabutan gigi, ada beberapa hal yang harus di
instruksikan kepada pasien, sebagai berikut :1,5
1. Pasien dianjurkan beristirahat setelah pencabutan gigi.
2. Untuk mengontrol perdarahan, gigit tampon, kasa atau kapas 30 menit – 1 jam setelah
pencabutan.
3. Untuk menghilangkan rasa sakit resepkan analgesik.
4. Resepkan antibiotik bila di butuhkan.
5. Anjurkan makan makanan yang lunak, tidak panas, dan tidak pedas.
6. Jangan sering meludah di jam-jam pertama pasca pencabutan.
7. Jangan menghisap daerah bekas pencabutan.
8. Jangan sikat gigi di sekitar bekas pencabutan.
9. Jika terjadi pembengkakan, lakukan kompres dingin.
10. Jika dilakukan penjahitan instruksikan pasien untuk kembali lagi setelah satu minggu
untuk membuka jahitan.
2.4 Proses Penyembuhan Soket
Proses perbaikan jaringan setelah terjadi luka secara fisiologi terdiri dari tiga fase yaitu:
1. Fase inflamasi/fase reaktif
Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-lima, dan terdiri atas
menyebabkan perdarahan dan tubuh akan mencoba menghentikannya melalui vasokonstriksi,
pengerutan ujung pembuluh darah yang putus, dan reaksi homeostasis. Pada fase ini terjadi
aktivitas seluler yaitu dengan pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah
(diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik
yang membantu mencerna bakteri dan debris pada luka. Beberapa jam setelah luka, terjadi
invasi sel inflamasi pada jaringan luka. Sel polimorfonuklear (PMN) bermigrasi menuju
daerah luka dan setelah 24-48 jam terjadi transisi sel PMN menjadi sel mononuklear atau
makrofag yang merupakan sel paling dominan pada fase ini selama lima hari dengan jumlah
paling tinggi pada hari ke-dua sampai hari ke-tiga. Pada fase ini, luka hanya dibentuk oleh
jalinan fibrin yang sangat lemah. Setelah proses inflamasi selesai, maka akan dimulai fase
proliferasi pada proses penyembuhan luka.1,23
2. Fase proliferasi
Fase ini disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses proliferasi
fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga
yang ditandai dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi. Fibroblas
memproduksi matriks ekstraselular, kolagen primer, dan fibronektin untuk migrasi dan
proliferasi sel. Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam amino-glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen
yang akan mempertautkan tepi luka. Proses angiogenesis juga terjadi pada fase ini yang
ditandai dengan terbentuknya formasi pembuluh darah baru dan dimulainya pertumbuhan
saraf pada ujung luka. Pada saat ini, keratinosit berproliferasi dan bermigrasi dari tepi luka
untuk melakukan epitelisasi menutup permukaan luka, menyediakan barier pertahanan alami
terhadap kontaminan dan infeksi dari luar. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal, terlepas
dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel
baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru terhenti ketika sel epitel saling
menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka dan
dengan pembentukan jaringan granulasi, maka proses fibroplasia akan berhenti dan
dimulailah proses pematangan dalam fase remodeling.1,23 3. Fase remodeling/fase pematangan
Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka pada jaringan lunak dan
kadang-kadang disebut fase pematangan luka. Pada fase ini terjadi perubahan bentuk,
kepadatan, dan kekuatan luka. Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis,
peningkatan kekuatan luka, dan berkurangnya jumlah makrofag dan fibroblas yang berakibat
terhadap penurunan jumlah kolagen. Secara mikroskopis terjadi perubahan dalam susunan
serat kolagen menjadi lebih terorganisasi. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan
dinyatakan berakhir apabila semua tanda radang sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan
kembali semua yang abnormal karena adanya proses penyembuhan.1,23
Penyembuhan pada soket pencabutan hampir sama dengan penyembuhan secara umum,
hanya saja ada sedikit karakteristik khusus karena melibatkan tulang dan jaringan lunak.
Tahap penyembuhan dari soket setelah pencabutan adalah :17,19
1. Sesaat setelah dilakukan pencabutan akan terjadi pembentukan bekuan darah pada soket
alveolar. Selama 24-48 jam setelah pencabutan terjadi dilatasi pembuluh darah, migrasi
leukemik, dan pembentukan lapisan fibrin.
2. Minggu pertama setelah pencabutan bekuan darah akan membentuk tahanan sementara,
dimana pada saat yang sama sel-sel inflamasi melakukan migrasi. Epitel dipinggir luka mulai
tumbuh, osteoklas menumpuk pada puncak tulang alveolar yang akan menyebabkan resopsi
tulang serta terjadi angiogenesis pada sisa ligamen periodontal.
3. Pada minggu kedua setelah pencabutan, pembuluh darah yang baru mulai masuk
kedalam bekuan darah, trabekula osteoid meluas dari alveolar ke bekuan darah, serta resorbsi
margin kortikal soket alveolar terlihat lebih jelas.
4. Minggu ketiga setelah pencabutan, soket telah terisi jaringan granulasi, epitel permukaan
telah terbentuk sempurna, dan remodeling tulang terus berlanjut sampai beberapa minggu berikutnya. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan penyembuhan tulang
secara total akan selesai 4-6 bulan setelah pencabutan.
Dan apabila pada proses penyembuhan tersebut, tidak terbentuknya bekuan darah akan
Gambar 1. Penyembuhan soket pasca pencabutan24
2.5 Komplikasi Pasca Pencabutan
Komplikasi pasca pencabutan adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai
kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, edema dan dry socket. Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi
atau termasuk komplikasi.1-8,17,21
Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi yaitu kegagalan dalam anastesi dan
mencabut gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang
dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga, fraktur
mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi.1,21
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi.
Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam pertama setelah
pencabutan atau pembedahan gigi. 1,7,17,21
Rasa sakit pada seseorang selalu merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki
ambang atau tingkatan yang berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung
pada dosis dan cara pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi,
terutama sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu. 1,21
Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta
merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi individual,
yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang
sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda. Usaha-usaha untuk mengontrol
2.6 Dry Socket
Dry socket merupakan komplikasi umum setelah pencabutan gigi, terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada
tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid sehingga
menyebabkan terjadinya infeksi. Peradangan akut tulang lapisan soket disebabkan oleh invasi
mikroba pada soket, penghalang pelindung alami terhadap invasi adalah bekuan darah yang
mengisi soket segera setelah ekstraksi.1-9,15-20,23
Dry socket ini juga dikenal dengan nama lain alveolar osteitis, localized alveolitis, alveolitis sicca dolorosa, localized osteitis, postoperative osteitis, localized acute osteomyelitis dan fibrinolytic alveolitis.2,6,16,24
Gambar 2. Gambaran klinis dry socket25
2.6.1 Etiologi
Etiologi dry socket merupakan multifaktorial dan masih belum jelas diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi. Etiologi yang diketahui adalah terjadinya peningkatan
aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Faktor-faktor
penyebab peningkatan aktifitas fibrinolisis ini antara lain anastesi yang mengandung
vasokonstriktor yang berlebihan menyebabkan suplai darah terhalang ke tulang dan daerah
pencabutan sehingga bekuan darah sulit terbentuk, obat-obatan sistemik, aktivator cairan
tubuh, aktivator jaringan dan bakteri yang menghasilkan rasa nyeri, bau mulut, dan rasa tidak
enak. Fibrinolisis terbagi dua yaitu tanpa bakteri dan keterlibatan bakteri,yaitu:1,4,11,22,23
Kerusakan bekuan darah disebabkan oleh mediator yang keluar selama inflamasi,
mediator ini secara langsung atau tidak langung mengaktifkan plasminogen kedalam darah.
Ketika mediator dikeluarkan oleh sel tulang alveolar yang mengalami trauma, plasminogen
berubah menjadi plasmin dan menyebabkan kerusakan pada bekuan darah dengan
memisahkan benang-benang fibrin. Perubahan ini terjadi pada proaktivator selular atau
plasma dan aktivator lainnya.11,22
b. Fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri
Sebuah penelitian mengemukakan bahwa anaerob penyebab dari terjadinya dry socket
yang dilihat dari aktifitas fibrinolitik dari Treponema denticola yang menyebabkan penyakit periodontal. Actinomyces viscosus and Streptococcus mutans dapat memperlambat penyembuhan pasca pencabutan gigi. Beberapa spesies bakteri mensekresikan pirogen yang
menjadi aktivator tidak langsung dari fibrinolisis in vivo. Ketika diinjeksi pirogen intravena didapatkan hasilnya bahwa hal tersebut meningkatkan aktivitas fibrinolitik.11,22,24
2.6.2 Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada dry socket adalah :10,11,21,24
1. Dry socket biasanya muncul pada hari ke 2-4 setelah pencabutan gigi, nyeri hebat yang menyebar sampai ke telinga
2. Hilangnya bekuan darah pada soket bekas pencabutan dan biasanya dipenuhi oleh debris
3. Pada soket bekas pencabutan, tulang alveolar sekitar diselimuti oleh lapisan jaringan
nekrotik berwarna kuning keabu-abuan
4. Inflamasi margin gingiva disekitar soket bekas pencabutan
5. Mukosa sekitar biasanya berubah warna menjadi kemerahan dibanding jaringan
sekitarnya
6. Demam ringan
7. Halitosis
2.6.3 Patofisiologi
Dry Socket terjadi karena meningkatnya aktifitas dari fibrinolitik yang menjadi faktor etiologi dry socket. Hasil pengamatan Birn pada jurnal “Review Artice Alveolar Osteitis : a Comprehensive Review of Concepts and Controversies”, terjadinya peningkatan aktivitas
pelepasan mediator selama inflamasi oleh aktivitas plasminogen direct (fisiologik) dan
indirect (nonfisiologik) kedalam darah. Plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang
menyebabkan pecahnya bekuan darah oleh disentegrasi fibrin. 17,30
Rasa sakit yang khas pada dry socket berhubungan dengan pembentukan senyawa kinin di dalam alveolus. Kinin mengaktifkan terminal nervus primer afferen yang peka terhadap
mediator inflamasi dan substansi allogenik lainnyayang pada konsentrasi 1ng/ml dapat
menyebabkan rasa sakit yang hebat. Plasminogen menyebabkan perubahan kallikrein menjadi
kinin di dalam sumsum tulang alveolar. Sehingga, adanya plasmin menjelaskan
kemungkinan terjadinya dry socket dengan berbagai aspek (seperti neuralgia dan disintegrasi bekuan darah).17,30
Pada penelitian Nitzan dalam jurnal “Modern Concepts in Understanding and
Management of the Dry Socket Syndrome : Comprehensive Review of the Literature” menyatakan bahwa Treponema denticola diketahui berkembang biak dan menghancurkan bekuan darah tanpa menghasilkan gejala klinis yang khas pada infeksi, seperti kemerahan,
bengkak atau terbentuknya pus dan sebelumnya telah diisolasi dari dry socket. Treponema denticola merupakan bakteri anaerob yang berimplikasi pada penyakit periodontal dan dapat menghasilkan bau busuk yang khas dari dry socket dan Treponema denticola ini juga menunjukkan aktivitas fibrinolitik seperti plasmin sedangkan bakteri rongga mulut lainnya
pada umumnya hanya memiliki aktivitas yang minim.4,17,24
2.6.4 Insidensi
Penelitian yang dilakukan oleh Khatab U et al (2008-2011), bahwa dry socket dapat terjadi sebanyak 0,5%-5% pada kasus pencabutan gigi dan sebanyak 1%-37,5% pada kasus
pembedahan molar 3 atau odontektomi, dimana berdasarkan jenis kelamin laki -laki lebih
banyak dibandingkan perempuan dengan persentase pada laki-laki 53% dan perempuan
47,6%, sedangkan untuk berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih tinggi pada rahang bawah sebanyak 73,3% dan rahang atas sebanyak 26,7%, dan berdasarkan umur pasien
persentase lebih tinggi pada umur 31-40 yaitu sebanyak 36,6%.9
Penelitian yang dilakukan oleh Kasumaningrum A pada tahun 2008 di RSGM-P FKG
UI, bahwa sebanyak 828 kasus pencabutan gigi terdapat 0,6% kasus dry socket.21
2.6.5 Faktor Resiko
1. Trauma pada saat pencabutan
Peningkatan terjadinya dry socket dapat di sebabkan oleh pencabutan gigi yang sulit dan trauma pada saat pencabutan. Dry socket lebih sering terjadi pada pencabutan gigi molar terutama pada molar ketiga mandibula. Trauma bedah yang cukup besar menyebabkan tulang
alveolar melepaskan aktivator-aktivator jaringan dan merubah plasminogen menjadi plasmin
yang menghancurkan bekuan fibrin sehingga menghasilkan soket yang kering dan rasa
nyeri.4,11,17
2. Usia
Sebagian besar literatur mengatakan bahwa dry socket jarang terjadi di masa kecil dan insiden yang meningkat pada usia yang berkelanjutan. Penelitian Khitab U (2012)
mengemukakan bahwa 2,2% pada kelompok usia 11-20 tahun, 22,2% pada kelompok usia
21-30 tahun, 36,6% pada usia kelompok 31-40 tahun, 16,7% pada kelompok usia 41-50%,
13,4% pada kelompok usia 51-60 tahun, dan 8,9% pada kelompok usia lanjut. Banyaknya
terjadi pada usia 31-40 tahun tersebut dikarenakan pembentukan tulang alveolar sudah
sempurna dan banyak terjadi penyakit periodontal sehingga adanya trauma pencabutan yang
kemungkinan menimbulkan terjadinya dry socket.7 3. Jenis kelamin dan penggunaan kontrasepsi
Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi terjadinya dry socket
yang menggambarkan pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria. Penggunaan tablet
karena di dalam tablet kontrasepsi terdapat estrogen yang memiliki peranan terhadap
terjadinya dry socket sehingga mengakibatkan tingginya level plasminogen dalam darah dan menstimulasi aktivitas fibrinolisis. Aktivitas fibrinolisis meningkat maksimum pada
pertengahan siklus tablet kontrasepsi dan menurun mendekati normal pada masa tidak aktif
sebab siklus penggunaan tablet kontrasepsi dijadwalkan selama 21 hari dengan diikuti masa
aktif selama 7 hari. Pada hari 2-3 setelah penggunaan tablet kontrasepsi dihentikan maka
siklusnya akan terjadi penurunan. Oleh karena itu, resiko terjadinya dry socket pasien yang mengkonsumsi tablet kontrasepsi dapat diperkecil jika melaksanakan pencabutan gigi pada
minggu terakhir dari siklus yaitu pada hari 22-28.17,21,25
4. Kebiasaan merokok
Menurut penelitian bahwa merokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan
terjadinya dry socket. Hal ini dikarenakan masuknya benda asing yang mengkontaminasi daerah pencabutan sehingga melarutkan bekuan darah dari alveolus dan menghambat
penyembuhan sebab bahan-bahan yang terkandung dalam rokok dapat menimbulkan masalah
terhadap mekanisme pembekuan darah yang terjadi. Bahan dasar rokok adalah tembakau,
yang mengandung tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Pasca pencabutan gigi, pasien
yang merokok menunjukkan keterlambatan dalam penyembuhan luka. Pada nikotin
kemungkinan akan mengganggu suplai oksigen yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah pada jaringan melalui efek vasokonstriksi. Nikotin juga dapat meningkatkan viskositas
darah yang disebabkan oleh aktivitas fibrinolitik yang menurun dan augmentasi daya lekat
platelet. Selain nikotin, karbon monoksida dalam rokok dapat menyebabkan putusnya aliran
oksigen ke jaringan, sehingga menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin oksigenasi dalam
aliran darah. Serta pada hidrogen sianida juga telah diketahui merupakan komponen dalam
rokok yang dapat merusak metabolisme oksigen seluler dan menyebabkan oksigen yang
membahayakan bagi jaringan.4,17,26,30
5. Gigi yang dicabut
Pembedahan molar tiga mandibular relatif sulit dilakukan dan memakan waktu yang
lama, sehingga kemungkinan memicu terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan tulang mandibula yang padat dan vaskularisasi nya lebih sedikit dari pada maksila sehingga
pencabutan gigi geligi mandibula biasanya lebih sulit dibandingkan gigi geligi maksila dan
gaya berat menyebabkan soket pada mandibula lebih cenderung untuk terkontaminasi
terhadap sisa-sisa makanan.21,25
Penggunaan anastesi lokal lebih meningkat resiko terjadinya dry socket dibandingkan dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga berpengaruh. Dengan menggunakan
xylocaine yang mengandung vasokonstriktor (bahan adrenalin) dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya terjadinya dry socket lebih besar dibanding dengan citanest.11.17
7. Oral higien yang buruk
Peranan mikroorganisme pada pasien dengan oral hygiene yang buruk dan adanya inflamasi secara signifikan dapat meningkatkan insidens terjadinya dry socket. Sebuah teori mengemukakan bahwa adanya mikroorganisme dalam flora normal mulut dapat
menyebabkan luka pencabutan gigi terinfeksi.4,11,17,21
2.6.6 Pencegahan
Ada beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya dry socket adalah : a. Pencabutan gigi pada waktu yang tepat
Melakukan pencabutan gigi pada saat adanya inflamasi sangat tidak dianjurkan karena
akan menimbulkan komplikasi pasca pencabutan, seperti terjadinya dry socket. Hal ini terjadi karena pada dinding alveolus terdapat jaringan yang meradang sehingga menghalangi suplai
darah ke tulang dan daerah pencabutan. Untuk itu ada baiknya menunda pencabutan gigi
terlebih dahulu sampai inflamasi sembuh dan memberikan obat-obatan.2,3,15
b. Teknik pencabutan yang tepat
Sebuah teori menyatakan bahwa trauma yang besar terhadap tulang dapat merusak tulang
alveolar sehingga resistensi terhadap infeksi menurun dan enzim bakteri menghancurkan
bekuan darah. Pada kasus yang sukar pencabutan gigi dengan pembukaan flep dapat
meminimalkan trauma sehingga penyembuhan primer akan lebih cepat terjadi.3,15,20,25
c. Sterilisasi alat yang baik
Mensterilkan alat-alat sebelum melakukan pencabutan sangat penting, seperti skapel,
elevator, tang, dan jarum jahit dapat berpotensi terhadap terjadinya infeksi. Sebab alat-alat ini
berkontak langsung dengan jaringan lunak, tulang, darah, dan saliva. Jika pada saat
melakukan tindakan alat tersebut dalam keadaan tidak steril kemungkinan akan terjadi
kontaminasi oleh mikroorganisme yang terdapat pada alat dengan darah dan saliva pada
daerah pencabutan gigi. Oleh karena itu, sebaiknya alat-alat dalam keadaan steril sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga memperkecil terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi.2,3,15,20,25
Dengan menggunakan anastesi yang mengandung vasokonstriktor dapat mengurangi
perdarahan pada saat pencabutan atau pembedahan, menghasilkan daerah kerja yang
darahnya sedikit dan anastesi yang lama. Akan tetapi apabila jumlah anastesi dengan
vasokonstriktor terlalu banyak sehingga dapat mengurangi suplai darah ke tulang daerah
pencabutan sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan kuman-kuman
masuk ke dalam alveolus. Oleh karena itu, sebaiknya jumlah anastesi dengan vasokonstriktor
diberikan dengan dosis yang cukup, agar alveolus tidak kering dan tidak menimbulkan rasa
nyeri yang hebat pasca pencabutan.15,19,20
e. Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik dapat mencegah luka pencabutan gigi terinfeksi dan
terkontaminasi baik yang ada di rongga mulut maupun dari alat-alat yang digunakan. Dengan
menggunakan antibiotik efektif untuk mencegah dry socket. Biasanya dengan menggunakan bubuk, suspensi, atau dengan diletakan di kasa.3,15,20
f. Penggunaan klorheksidin
Penggunaan klorheksidin baik dengan obat kumur atau irigasi efektif mengurangi soket
yang kering. Dengan menggunakan klorheksidin 0,2% dapat mencegah gangguan bakteri dari
membran sel serta efektif melawan berbagai bakteri gram (-) dan gram (+) yang dapat
mengakibatkan terjadinya dry socket.3,4,11,30 g. Penggunaan saline isotonik (NaCl 0,9%)
Dengan menggunakan saline isotonik (NaCl 0,9%) pada pencabutan gigi dapat
membebaskan rongga mulut secara menyeluruh dari bakteri yang merupakan faktor
terjadinya dry socket. Larutan saline isotonik ini tidak menghambat penyembuhan, dan tidak menyebabkan alergi pada soket pencabutan.3,19,28
Penatalaksaan
Perawatan dry socket karena adanya lisis pada fibrin, yaitu26,27,29 : a. Fibrinolisis keterlibatan bakteri
1. Pertama soket diirigasi dengan larutan saline dengan tujuan untuk membersihkan sisa
jaringan nekrotik pada soket bekas pencabutan gigi. Soket tidak boleh di kuretase sampai
ke tulang bagian dalam, karena dapat mengenai tulang yang terbuka dan meningkatkan
rasa sakit pada pasien. Soket yang diirigasi dengan larutan saline sebaiknya disedot
dengan hati-hati agar bagian yang utuh dapat dipertahankan.
3. Letakkan alvogyl pada soket bekas pencabutan gigi. Kandungan alvogyl yaitu
iodoform dapat memberikan efek antimikroba, eugenol atau benzokain dapat
memberikan efek analgesik saat dimasukkan ke dalam soket dan butamben dapat
memberikan anastesi moderate yang efektif. Penggunaan obat lain yaitu meletakkan kasa
yang telah diberi iodoform dimasukkan ke dalam soket bekas pencabutan gigi.
Kandungan pada obat tersebut eugenol atau benzokain yang dapat menurunkan rasa sakit
pada pasien.
4. Kasa diganti setiap hari untuk 3-6 hari ke depan, tergantung keparahan rasa sakit oleh
pasien. Untuk penggantian kasa sebaiknya diirigasi terlebih dahulu dengan larutan saline.
5. Jika rasa sakit pasien sudah berkurang, kasa dapat dilepas karena apabila kasa
diletakkan terlalu lama pada soket akan bertindak sebagai benda asing dan penyembuhan
soket akan lebih lama.
6. Setelah kasa dilepas instruksikan pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan
pemberian obat non steroid anti inflamasi (NSAID) analgesik, jika pasien tidak ada
kontraindikasi dalam riwayat medis.
b. Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri, yaitu:
Dengan meresepkan multivitamin yang dapat meningkatkan imunitas dan daya tahan
tubuh pasien seperti vitamin c. Vitamin c dapat menjaga dan meningkatkan sistem imun
tubuh, vitamin c juga suatu benteng pertahanan tubuh yang memiliki tugas menghalangi serta
2.6 Kerangka Teori
Perawatan Pasca Pencabutan Pencabutan
Proses Penyembuhan
Komplikasi
Dry Socket
Patofisiologi Etiologi
Penatalaksanaan
Gambaran Klinis
Faktor Resiko
Insidens
2.7 Kerangka Konsep
Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Departemen Bedah Mulut
FKG USU
Pencegahan terjadinya
Dry Socket
Defenisi
Etiologi
Gambaran Klinis
Patofisiologi
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif, maksudnya
adalah suatu penelitian yang tujuan utamanya mendeskripsikan atau menggambarkan
pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU jalan
Alumni no.2 USU, Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014..
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa kepanitraan klinik di Departemen Bedah Mulut
RSGM-P FKG USU.
3.3.2 Sampel Penelitian
Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau
sampel jenuh dimana sampel merupakan seluruh populasi, maka seluruh mahasiswa
kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tahun 2013-2014 sebanyak
69 orang yaitu pada periode 2 Desember 2013 sampai 8 Februari 2014 berjumlah 12 orang,
periode 6 Januari 2014 sampai 15 Maret 2014 berjumlah 14 orang, periode 24 Februari 2014
sampai 03 Mei 2014 berjumlah 19, dan periode 3 Maret 2014 sampai 10 Mei 2014 berjumlah
24 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah mahasiswa kepanitraan klinik
2.6 Variabel dan Defenisi Operasional
Tabel 1. Variabel dan Defenisi Operasional
Variabel Penelitian Definisi Operasional
Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’ dari
responden tentang defenisi dry socket,
etiologi dry socket, gambaran klinis dry socket, patologis dry socket, pencegahan
dry socket, dan penata laksanaan pasien
dry socket.
Dry Socket Komplikasi setelah pencabutan gigi, karena tidak terbentuknya bekuan darah
normal sehingga menyebabkan
terbukanya tulang alveolar.
Gambaran Klinis Dry socket biasanya timbul 2-4 hari setelah pencabutan disertai nyeri yang
hebat, bekuan darahnya tidak sempurna,
inflamasi margin ginggiva, warna menjadi
kemerahan, dan halitosis.
Pencegahan Ada beberapa pencegahan terjadinya dry
socket setelah pencabutan yaitu : pencabutan gigi pada waktu yang tepat,
teknik pencabutan, sterilisasi alat, anastesi
yang cukup, penggunaan antibiotik
sistemik, penggunaan antibiotik lokal,
penggunaan klorheksidin, penggunaan
asam polilaktik, dan saline isotonik.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang
3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data
3.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dari hasil penelitian dilakukan secara komputerisasi menggunakan
Microsoft Excel dan Microsoft Word.
3.6.2 Analisis Data
Data yang telah diperolah dihitung dalam bentuk persentase. Hasil dari data di sajikan
dalam bentuk tabel dan grafik untuk melihat tingkat pengetahuan mahasiswa kepanitraan
klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU.
3.7 Pengukuran Data
Pengetahuan responden terhadap pencegahan terjadinya dry socket diukur melalui 10 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban benar dengan nilai 1 dan pertanyaan yang dengan
jawaban salah nilai 0. Sehingga nilai tertinggi responden dari 10 pertanyaan adalah 10.
Kemudian jumlah skor setiap responden dihitung dengan rumus:26
P = Persentase
F = Jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah soal
Tabel 2. Kategorik Nilai Pengetahuan (Mahfoedz,2009)
Alat Ukur Hasil Ukur Katagori Penilaian Skor
Kuesioner
Baik : jawaban benar 76%-100%
dari seluruh pertanyaan.
8-10
Cukup : jawaban benar 56%-75%
dari seluruh pertanyaan.
5-7
Kurang : jawaban benar 0%-55%
dari seluruh pertanyaan.
<5
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Responden
Dari tabel 3, responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20,3% dan berjenis kelamin
perempuan 79,7%.
Table 3. Karakteristik responden mahasiswa kepanitraan klinik
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki
Perempuan
14
55
20,3%
79,7%
Total 69 100%
4.2 Pengetahuan Responden tentang Pencegahan terjadinya dry socket setelah
pencabutan gigi
Tabel 4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang pencegahan terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi
Pengetahuan Responden
Tahu Tidak Tahu
Jumlah % Jumlah %
Defenisi dry socket 64 92,75% 5 7,25%
Nama lain dari dry socket 63 91,30% 6 8,70%
Waktu timbulnya gejala dry socket 63 91,30% 6 8,70%
Etiologi terjadinya dry socket 60 86,96% 9 13,04%
Gambaran Klinis dari dry socket 39 56,52% 30 43,48% Bakteri yang mengakibatkan
terjadinya dry socket 21 30,43% 48 69,57%
Etiologi dry socket dengan adanya
peningkatan aktivitas fibrinolisis 61 88,41% 8 11,59%
Efek samping penggunaan anastesi
dengan vasoksontriktor yang
berlebih terhadap terjadinya dry socket
63 91,30% 6 8,70%
Kegunaan khlorheksidin 0,2%
sebagai pencegahan terjadinya dry socket
58 84,06% 11 15,94%
Perawatan pada pasien dry socket 69 100% 0 0%
Hasil penelitian tentang pengetahuan pencegahan terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi di dapat persentase tertinggi pada kategori berpengatahuan baik yaitu 68%,
BAB 5
PEMBAHASAN
Hasil penelitian tentang pengetahuan terhadap pencegahan terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi menunjukkan 92,75% responden mengetahui defenisi dry socket yaitu terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal
yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid
sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.1,9,15 Sebanyak 91,30% responden mengetahui
nama lain dry socket, hanya beberapa orang yang tidak mengetahuinya. Hal ini tergolong pada kategori baik karena seorang mahasiswa kepanitraan klinik sebaiknya mengetahui salah
satu dari beberapa nama lain dari dry socket. Ini mungkin disebabkan karena pada masa perkuliahan, sehingga responden sudah mendapat teori mengenai nama lain dari dry socket.
Dry socket mempunyai nama lain, alveolar osteitis, locolized osteitis, posfoperatif osteitis, localized acute osteomyelitis dan fibrinolitic.2,6,16,24
Pengetahuan responden terhadap waktu timbulnya gejala terjadinya dry socket sudah tergolong baik, yaitu 91,30%. Pengetahuan ini baik mungkin disebabkan karena pengalaman
responden selama berada di klinik. Menurut Khitab Umur et all, tanda gejala terjadinya dry socket ketika pasien datang ke klinik dengan keluhan merasa sakit dan bau tidak enak yang berasal dari bekas pencabutan gigi, biasanya ini terjadi 2-4 hari setelah pencabutan gigi dan
dapat berlangsung selama beberapa hari.7 Hasil penelitian juga menunjukkan baik tentang
etiologi dry socket secara keseluruhan yaitu 86,96% dan pada etiologi dry socket dengan aktivitas fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri sebanyak 88,41%. Hal ini menunjukkan
bahwa responden telah mengetahui etiologi dry socket, dimana terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Selain itu juga
dapat diakibatkan adanya infeksi pada soket gigi setelah pencabutan gigi, tulang yang tebal,
dan hilangnya blood clot.4,7,23
Hampir seluruh responden mengetahui etiologi peningkatan fibrinolisis dengan
keterlibatan bakteri yang dapat memperlambat dan menghalangi penyembuhan luka pada
daerah pencabutan gigi. Akan tetapi hanya 30,13% responden yang mengetahui bakteri yang
terdapat pada dry socket. Hal ini termasuk pada kategori kurang. Rendahnya persentase tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan responden mengenai bakteri yang
khas pada infeksi, seperti kemerahan, bengkak, atau terbentuknya pus dan sebelumnya telah
diisolasi anaerob yang berimplikasi pada penyakit periodontal dan dapat menghasilkan bau
busuk yang khas dari dry socket. Treponema denticola menunjukkan aktvitas fibrinolisis seperti plasmin, sedangkan bakteri rongga mulut lainnya pada umumnya hanya memiliki
aktivitas yang sedikit.4,22,24
Dari keseluruhan responden, 56,52% responden mengetahui gambaran klinis dry socket. Hal ini menunjukkan bahwa responden dikategorikan cukup tentang pengetahuan gambaran
klinis. Pengetahuan ini mungkin disebabkan karena responden hanya menerima teori
gambaran klinis pada saat perkuliahan. Sebaiknya mahasiswa kepanitraan klinik lebih
mengetahui gambaran klinis dari dry socket karena dengan mengetahui gambaran klinis dapat melakukan diagnosa bahwa pasien tersebut mengalami dry socket. Gambaran klinis dari dry socket yaitu dengan adanya nyeri hebat hingga ke telinga pada 2-4 hari setelah pencabutan gigi, inflamasi margin gingiva di sekitar soket bekas pencabutan, sekitar mukosa biasanya
berubah warna menjadi kemerahan, pasien mengalami demam ringan dan halitosis.10,11,21,24
Hasil penelitian menunjukkan 91,30% responden mengetahui efek samping penggunaan
anastesi dengan vasokonstriktor yang berlebihan terhadap terjadinya dry socket yang tergolong baik. Hal ini menunjukkan bahwa responden memahami etiologi dry socket, dimana terjadinya peningkatan aktifitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang
sudah terbentuk. Faktor-faktor penyebab peningkatan aktivitas fibrinolisis salah satunya yaitu
anastesi mengandung vasokonstriktor yang berlebihan menyebabkan suplai darah terhalang
ke tulang dan daerah pencabutan sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan
kuman-kuman masuk ke dalam alveolus.4,11,22
Hasil penelitian juga menunjukkan 84,06% responden mengetahui kegunaan
khlorheksidin 0,2% sebagai pencegahan terjadinya dry socket tergolong baik. Menurut J.Jabbar, penggunaan antimikroba lokal dengan obat kumur seperti khlorheksidin dapat
mengontrol infeksi. Berkumur-kumur sebelum dan sesudah tindakan dengan khlorheksidin
0,2% menunjukkan penurunan terjadi frekuensi dry socket. Kemungkinan terjadi karena penggunaan jumlah bakteri aerob dan anaerob pada saliva setelah berkumur
khlorheksidin.3,4,11,30
Pengetahuan responden 100% menunjukkan bahwa responden mempunyai kategori baik
pada pengetahuan perawatan pasien dry socket (tabel 4). Perawatan pasien dry socket ada 2, yaitu perawatan terjadinya lisis pada fibrin dengan keterlibatan bakteri dan perawatan dengan
saline untuk membersihkan sisa jaringan nekrotik pada soket bekas pencabutan gigi,
kemudian membuat pendarahan pada soket untuk merangsang terjadinya bekuan darah, lalu
meletakkan alvogyl pada soket bekas pencabutan gigi, kandungan alvogyl yaitu iodoform
dapat memberikan efek anti mikroba, eugenol atau benzokain dapat memberikan efek
analgesik saat dimasukkan ke dalam soket dan butamben dapat memberikan anastesi
moderate yang efektif, pasien sebaiknya diinstruksikan untuk menjaga kebersihan rongga
mulut dan pemberi obat non steroid anti inflamasi (NSAID) jika pasien tidak ada
kontraindikasi dalam riwayat medis.1,27,29
Perawatan yang lama pada pasien dry socket dengan lisis keterlibatan bakteri diawali dengan irigasi bagian yang terkena dry socket dengan larutan saline, kemudian buat pendarahan pada soket gigi, tempatkan kasa yang telah diberi iodoform kedalam soket,
dimana kandungan obat ini dapat menurunkan rasa sakit pada pasien, kasa diganti setiap hari
untuk 3-6 hari tergantung keparahan rasa sakit pasien, setelah rasa sakit pasien berkurang
sebaiknya kasa dilepas karena dapat menghambat penyembuhan soket, dan pasien sebaiknya
diinstruksikan untuk menjaga kebersihan rongga mulut, dan meresepkan analgesik-anti
inflamasi.1,26
Perawatan pasien dry socket dengan lisis fibrin yang tidak keterlibatan bakteri dapat meresepkan multivitamin agar meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh pasien seperti
vitamin c yang dapat meningkatkan sistem imun tubuh dan vitamin c juga suatu sistem
pertahanan tubuh yang memiliki tugas menghalangi serta memusnahkan virus dan bakteri
yang membahayakan tubuh.1,27,29
Keterbatasan penelitian ini, tidak ditemui perbandingan penelitian tentang pengetahuan
mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket. Sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hasil penelitian di klinik FKG USU dengan hasil penelitian yang
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU periode
Desember 2013-Maret 2014 tentang defenisi dry socket, nama lain dari dry socket, waktu timbulnya gejala dry socket, etiologi dry socket, etiologi dry socket dengan adanya peningkatan fibrinolisis dengan bakteri, efeksamping penggunaan anastesi dengan
vasokonstriktor yang berlebihan terhadap dry socket, penggunaan khlorheksidin 0,2% sebagai pencegahan terjadinya dry socket,dan perawatan pada pasien dry socket termasuk pada kategori baik 68%.
2. Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Periode
Desember 2013-Maret 2014 tentang gambaran klinis dry socket, termasuk pada kategori cukup 29%.
3. Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Periode
Desember 2013-Maret 2014 tentang bakteri yang menyebabkan terjadinya dry socket
termasuk pada kategori kurang 3%.
4. Pada hasil penelitian, terlihat bahwa pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik periode
Desember 2013-Maret2014 terhadap pencegahan terjadinya dry socket termasuk pada kategori baik.
6.2 Saran
1. Diharapkan kepada Departeman untuk memberikan himbauan kepada mahasiswa
kepanitraan klinik yang akan memasuki klinik tentang pentingnya pengetahuan tentang dry socket dan pencegahan dry socket, serta mahasiswa di minta untuk sering mengulangi materi perkuliahannya.
2. Diharapkan kepada mahasiswa kepanitraan klinik agar meningkatkan dan
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno.
Jakarta: ECG, 1996:29-100.
2. Hoaglin D, Lines G. Prevention of localized osteitis in mandibular third-molar sites
using platelet-rich fibrin. Int J Dent 2013.
3. Sabur J.J, B.D.S. The effect chlorhexidine mouth washed on the incidence of dry socket
following teeth extraction. J bagh college dentistry 2011 ; vol 23(2): 84-86.
4. Noroozi A, DDS, Philbert. Modern concepts in understanding and management of the
“dry socket” syndrome comprehensive riview of the literature. Int J Dent
2009;107:30-35.
5. Hollins C. Levison’s textbook for dental nurses.10th ed: Hongkong, Graphicraft
Limited,2008:328-30.
6. Navas R, Mendoza M. Case report: Late complicatoin of dry socket treatment. Int J
Dent 2010.
7. Khitab U, Khan A, Shah S. Clinic characteristic and treatment of dry socket a study.
Pakistan oral & dental journal 2012;vol 32(2):206-9.
8. Partbasaratbi K, Smith A, Cbandu A. Factor affecting incidence of dry socket: a
prospective communiy-based study. J oral maxillofac surg 2011;vol69:1880-84.
9. Mohammad H, Abu MH, Abu RO. Dry socket: Clinical picture, and risk factor in a
palestinian dental teaching. The open dentistry journal 2011;vol:5:7-12.
10. Eshghpour M, Moradi A, Nejat A. Dry socket following tooth extraction in an iranian
dental center: incidence and risk factors. JDMT 2013; vol 2(3):86-91.
11. Sheikh MA, Kiyani A, Mehdi A, Musharaf Q. Pathogenesis and management of dy
socket ( alveolar osteotis ). Pakistan oral and dental jurnal 2010;30(2): 323-6.
12. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta:
EGC, 2009: 1, 18-19.
13. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003: 127-132.
14. Notoatmodjo S. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2007:
143-9.
16. Coulthard P, et al. Oral and maxillofacial surgary, radiography, pathology and oral
medicine. China: Elsevior Limited,2009:70-72.
17. Munot N, Karnure M. Review on coventional and novel techniques for treatment of
alveolar osteitis. Asian journal of pharmaceutic and clinical research 2013;
vol:6(3):13-17.
18. Howe G.Pencabutan gigi geligi. Sianita ed:2 Jakarta:EGC, 1995:108-11.
19. Agrawal A, Singh N, Singhal A. Oxidized cellulose foam in prevention of alveolar
osteitis. J Dent Med Sciences 2012; 22(22): 26-28.
20. Daly B, Sharlf MO,Newton T. Preventive and treatment of dry socket. Evidence-based
dentistry 2013; 14: 13-14.
21. Ksusumaningrum A. Frekuensi distribusi edema dan dry socket pasca ekstraksi pada pasien usia 17-76 tahun di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas
Kedokteran gigi Universitas Indonesia. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia, 2008.
22. Cardoso C, Rodrigues M, Junior O, Garlet G, Carvalbo P. Clinical concepts of dry
socket. J oral maxillofac surg 2010; vol:68: 1922-32.
23. Sugiaman V. Peningkatan penyembuhan Luka di mukosa oral melalui pemberian Aloa Vera (Linn.) secara topikal. JKM 2011;Vol:11(1): 70-79.
24. Anonymus. Hemostatis pasca ekstraksi gigi
<http://www.scribd.com/doc/126116778/Hemostasis-Paska-Extraksi-Gigi-docx> 08
desember 2013.
25. Machfoedz I. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Fitramaya, 2009: 125-6.
26. Petrson, et al. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4ed. New Delhi India:
Mosby, 2003: 236-7.
27. Bagheri C. S, Jo. C. Clinical Review of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelpia
USA: Mosby, 2008: 94-95.
28. Samir W, et al. Effect of Various Dally Consumption Agents on Tooth Extraction
Wound Healing: Radiographic and Histological Experimental Study. J American
Science 2011;vol7(12):389
29. Dr.Bowe C.D,Dr.Rogers S.S. Thr management of dry socket/alveolitis. JIDA
2011;vol57(6):305.
30. Kolokythas A, Olech E, Miloro M. Review Artice Alveolar Osteitis : a Comprehensive
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Venti Trinanda
Tempat/ Tanggal Lahir : Sibuhuan / 12 September 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Karya Wisata Perumahan Johor Indah Permai 1
Blok 2 No.18 Medan Johor
Orangtua
Ayah : Drs. Irfan Soaduon
Ibu : Mahnidar Azwarni, S.Ag
Riwayat Pendidikan
1996-1998 : TK Al-Musyarofah, Padangsidempuan
1998-2004 : SD Negeri 15, Padangsidempuan
2004-2007 : MTSN 1, Padangsidempuan
2007-2010 : MAN 2, padangsidempuan
2010-2014 : S-1 Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan
Lampiran 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
Nomor :
Tanggal :
PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITRAAN KLINIK
TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA DRY SOCKET DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT
FKG USU
PETUNJUK PENGISIAN :
1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh mahasiswa kepanitraan klinik yang sedang berada
di Klinik Bedah Mulut FKG USU pada periode 2 Desember 2013 - 8 Februari 2014
dan periode 6 Januari – 15 Maret 2014.
2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang dianggap
benar.
3. Semua pertanyaan harus dijawab.
4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.
LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA
1. Menurut anda, apakah defenisi dry socket ?
a. Infeksi tulang karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan
terhadap inflamasi dan tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum.
b. Terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan
pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada tahap
proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid
sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.
c. Suatu kejadian yang sangat komplek yang melibatkan struktur
tulang, jaringan lunak dalam rongga mulut serta keseluruhan tubuh.
2. Menurut anda, apakah nama lain dari dry socket ?
a. Alveolar osteitis b. Osteomyelitis
c. Infeksi tulang
3. Menurut anda, kapan timbulnya gejala dry socket ? a. Langsung setelah pencabutan gigi
b. 4-6 hari setelah pencabutan gigi
c. 2-4 hari setelah pencabutan gigi
4. Menurut anda, apa yang menjadi etiologi terjadinya dry socket ?
a. Terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan
bekuan darah yang telah terbentuk.
b. Infeksi yang disebabkan oleh penyebaran melalui darah dari fokus
infeksi.
c. Jamur yang menyebar di rongga mulut setelah dilakukannya
5. Menurut anda, bagaimana gambaran klinis dari dry socket ? a. Mukosa berwarna merah muda
b. Nyeri
c. Adanya Stomatitis
6. Menurut anda, apa nama bakteri yang menyebabkan terjadinya dry socket ?
a. Treponema denticola b. Staphylococus aureus c. Pseudomonas
7. Menurut anda, pada etiologi terjadinya dry socket dengan peningkatan
aktivitas fibrinolisis apa yang sering terjadi ?
a. Fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri
b. Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri
c. Semua jawaban salah
8. Menurut anda, apakah efek samping penggunaan anastesi yang
berlebihan terhadap terjadinya dry socket ?
a. Dapat menghalangi suplai darah ke tulang dan daerah pencabutan
sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan
kuman-kuman masuk ke dalam alveolus
b. Terasa kebas pada pasien
c. Mempercepat suplai darah ke tulang dan daerah pencabutan
9. Menurut anda, apakah kegunaan khlorheksidin 0,2% sebagai
pencegahan terjadi dry socket ? a. Terbentuknya bekuan fibrin
b. Penyembuhan luka pencabutan gigi
c. Mencegah gangguan bakteri dari membran sel
10.Menurut anda, perawatan apa yang diberikan kepada pasien dry socket?