• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemen bedah mulut RSGMP USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemen bedah mulut RSGMP USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencabutan gigi

2.1.1 Definisi pencabutan gigi

Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari tulang

alveolus.Definisi pencabutan gigi pada dasarnya adalah suatu proses pencabutan gigitanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap

jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan

sempurna.1 Pencabutan gigi merupakan salah satu prosedur bedah dalam bidang kedokteran gigi.

2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi

Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi.Menurut

Starhak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah sebagai

berikut.Gigi dengan patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin

dilakukan terapi endodontik harus dicabut, gigi dengan karies yang besar, baik

dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal, penyakit periodontal yang terlalu

parah untuk dilakukan perawatan merupakan indikasi, gigi malposisi, gigi yang

mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang lebih besar

lagi, beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut

untukmengurangi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak

menyaturahangnya, keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan

prostetik.7,16

Seterusnyaada beberapa kontraindikasi untuk dapat dilakukannya tindakan

pencabutan gigi seperti faktor lokal danperikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial

selulitis, gingivitis, stomatitis,sinusitis akut maksila pada molar dan premolar atas

sertafaktor sistemik seperti diabetes melitus tidak terkontrol,kelainan darah (hemofili,

leukemia, anemia),kehamilan pada trimester ke-1 dan trimester ke-3, kelainan

(2)

2.2 Komplikasi pencabutan gigi

Komplikasi pasca pencabutan gigi merupakan suatu respon pasien tertentu

yang dianggap sebagai kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa

sakit, edema dan dry socket.Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah

termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi.

Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kegagalan dalam anastesi dan mencabut

gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang

dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga,

fraktur mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi. Perdarahan merupakan

komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi.1,2

Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam

pertama setelah pencabutan atau pembedahan gigi.Rasa sakit pada seseorang selalu

merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki ambang atau tingkatan yang

berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara

pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama

sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu.Edema

merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta

merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi

individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat

pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda.

Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan),

dan obat-obatan.1,2,

2.3 Etiologi dan Klasifikasi Komplikasi

Menurut Venkateshwar et al pada tahun 2011, adanya beberapa faktor yang

mungkin mempengaruhi peningkatan komplikasi seperti pengaruh obat antibiotika,

(3)

Tabel 1.Klasifikasi komplikasi pencabutan gigi berdasarkan gambaran klinis. 1

Fraktur mahkota gigi dapat terjadi karena penggunaan tang atau teknik

pencabutan gigi yang tidak tepat atau karena gigi yangakan dicabut rapuh.

Bila terjadi fraktur mahkota, cara yang digunakan untuk mengeluarkan bagian

yang tertinggal adalah dengan cara “trans-alveolar”.9,10,11

Pencabutan trans-alveolar adalah pemisahan gigi atau akar dari perlekatannya

dengan tulang.Pemisahan ini dilakukan dengan membuang sebagian tulang yang

menutupi akar gigi, kemudian pencabutan dilakukan dengan menggunakan bein dan

atau tang.11,12,13

(4)

2. Fraktur tulang alveolar

Komplikasi ini sering terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar dicapai

karena pandangan yang kurang luas.Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh

terjepitnya tulang alveolar secara tidak sengaja diantara ujung tang pencabut gigi atau

karena dari akar gigi itu sendiri, bisa pula bentuk dari tulang alveolar yang tipis atau

adanya perubahan patologis dari tulang itu sendiri.

Untuk komplikasi fraktur alveolar, dianjurkan untuk mengambil semua

fragmen alveolar yang telah kehilangan setengah lebih dari perlekatan periostealnya,

dengan menjepitnya menggunakan tang hemostatik dan melepaskan jaringan

lunaknya menggunakan periosteal elevator, Mitchell trimmer, atau Cumine scaler. 9,

10,11,12,13

Gambar 2.Fraktur pada alveolar pasca pencabutan gigi.7

3. Fraktur tuberositas maksilaris

Komplikasi ini disebabkan posisi tuberositas yang dekat sinus dan biasanya

sering terjadi pada gigi molar kedua rahang atas yang sudah tidak terdapat lagi gigi

disisi mesial atau distalnya.9, 10,11

Bila terjadi fraktur, hentikan penggunaan tang, buatlah flap mukoperiosteal

yang besar di bagian bukal. Gigi dan tuberositas yang fraktur kemudian dibebaskan

dari jaringan lunak palatal, kemudian dikeluarkan,selanjutnya flap jaringan lunak

dikembalikan dan dilakukan penjahitan dengan teknik “mattress”, biarkan jahitan

(5)

Gambar 3. Perawatan bedah dari tuberositas yang fraktur.9

4. Fraktur mandibula

Fraktur mandibular atau maksila adalahterputusnya tulang mandibular atau

maksila.Biasanya terjadi karena kesalahan pada teknik pencabutan gigi yang

dilakukan operator.9, 10,11

Penanganan fraktur mandibula pada langkah awal termasuk penanganan luka

jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera

otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi

fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open

reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang

telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan

tulang selesai.11,12,13

(6)

5. Fraktur gigi antagonis atau gigi yang bersebelahan

Fraktur gigi antagonis terjadi karena penempatan alat dan cara pencabutan

gigi yang salah dapat menyebabkan rusaknya gigi antagonis atau gigi yang

bersebelahan.9,12

Penanganan bersifat individual,mulai membuat restorasi sementara atau

menyemenkan kembali mahkota prostetik atau inlai. 9, 10,11,12,13 6. Laserasi gingiva

Kerusakan pada gusi disebabkan penggunaan tang yang salah sehingga

merusak gusi yang yang melekat pada gigi waktu pencabutan gigi tersebut9,13

Kerusakan pada gusi dapat ditangani dengan pemilihanan dan teknik

menggunakan tang yang tepat. Jika gusi melekat pada gigi yang akan dicabut, maka

harus dilakukan pemisahan gusi dan tulang secara hati-hati dengan mengunakan

rapatorium, scalpel atau gunting sebelum dilakukan usaha lebih lanjut untuk

mengeluarkan gigi tersebut. 9, 10,11,12,13 7. Perforasi sinus

Terjadi pada pencabutan gigi-gigi premolar atau molar rahang atas.Keadaan

ini lebih mudah terjadi pada gigi dengan keadaan adanya infeksi pada apikal karena

tulang antara akar dan sinus terlihat radang kronis sehingga rusak.

Perforasi sinus terkadang tidak diketahui pada pencabutan gigi oleh dokter

gigi ataupun penderita kalau sudah terjadi perforasi sinus.Biasanya hal ini ditandai

dengan adanya cairan yang keluar melalui hidung apabila penderita berkumur atau

minum.

Apabila terjadi perforasi, segera dilakukan penutupansoket dengan jahitan

yang rapat,apabila diperlukanpembuangan tulang, maka bagian bukal dikurangi

sehingga mukosa dari bukal dapat ditarik untuk menutup soket.Penderita dianjurkan

tidak bersin,bernapas keras dari hidung, jangan kumur terlalu keraskurang lebih

(7)

Gambar 5.komplikasi sinus maxilaris.9

8. Dry socket

Dry socket merupakan osteitis setempat yang mengenai seluruh atau sebagian

tulang yang padat yang membatasi soket gigi, yaitu lamina dura.Etiologinya tidak

jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi.Kerusakan bekuan darah ini dapat

disebabkan oleh trauma pada saat pencabutan (dengan komplikasi), kurangnya irigasi

saat dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket.15,22

Bila terjadi dry socket, maka tujuan perawatan harus mengurangi rasa sakit

dan mempercepat penyembuhan.Socket harus diirigasi dengan larutan saline normal

yang hangat dan semua bekuan darah yang mengalami degenerasi dibuang. Tepi-tepi

tulang yang tajam harus diambil dengan tang knabel ataudihaluskan dengan sebuah

wheel stone.3, 4Masukkan obat-obat sedatif seperticampuran Zn oxide dan eugenolke dalam socket. Berikan tablet analgesik, dan instrusikan pasien untuk kumur-kumur

dengan larutan saline hangat, dan beri instrusiagar pasien kembali dalam waktu 3 hari

untuk kontrol. Sebagian pasien yang telah dirawat dengan cara ini melaporkan adanya

pengurangan rasa sakit, tapi beberapa memerlukan adanya pengobatan lebih lanjut,

atau bahkan kauterisasi secara kimia pada tulang yang terbuka dan sangat sakit untuk

(8)

Gambar 7.Gambaran dry socket dan pengobatannya.9

9. Pendarahan

Perdarahan dikatakan eksternal apabila perdarahan terlihat pada permukaan

atau pada salah satu lubang pada tubuh.Sedangkan perdarahan internal merupakan

perdarahan yang terjadi kemudian masuk ke dalam jaringan.Perdarahan dibagi

menjadi 2 macam, yakni perdarahan primer dan perdarahan sekunder.Perdarahan

primer terjadi ketika terjadi trauma pada suatu jaringan sebagai akibat langsung dari

rusaknya pembuluh darah. Menurut Woodruff (1974), perdarahan primer terjadi pada

24 jam setelah trauma. Perdarahan ini dapat terjadi akibat tergesernya benang jahit

atau pergeseran bekuan darah yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah

sehingga terjadinya perdarahan.Perdarahan sekunder terjadi setelah 7 – 10 hari

setelah luka atau operasi.Perdarahan sekunder ini terjadi akibat infeksi yang

menghancurkan bekuan darah. Perdarahan dapat jugadisebabkan karena adanya

infeksi.9,18

Apabila terjadi perdarahan ringan dalam kurun waktu 12 – 24 jam setelah

pencabutan gigi, dapat dilakukan penekanan dengan menggunakan kassa. Dengan

demikian perdarahan dapat dikontrol. Pasien tidak diperkenankan untuk

berkumur-kumur selama 6 jam setelah operasi, karena berberkumur-kumur akan menghancurkan bekuan

(9)

dari 1 unit (450 ml) pada 24 jam pertama pada pasien dewasa, harus dilakukan

pemeriksaan sesegera mungkin. Dilakukan observasi pasien dengan memeriksa

tanda-tanda vital yang meliputi denyut nadi,pernapasan, dan tekanan darah, dilakukan

observasi pada pasien, apabila pasien dinilai stabil, perhatikan bagian yang

mengalami perdarahan,cari sumber pendarahan, lakukan anastesi lokal agar

perawatan tidak terasa sakit. Vasokonstriktor yang digunakan pada obat anastesi

hanya boleh sedikit saja (1:100,000 epinefrin). Setelah itu, bekuan darah yang ada

dibersihkan dan bagian tersebut diperiksa apakah perdarahan berasal dari gingiva

(jaringan lunak), dinding tulang, atau keduanya. Perdarahan dari gingiva dapat

dikontrol dengan menjahit tepi luka. Apabila perdarahan bersumber dari tulang maka

soket diisi dengan spons gelatin atau oxidized cellulose gauze, material yang dapat

diabsorbsi, seperti gelfoam dan kemudian dijahit. Kemudian kasa yang besar

ditempatkan diatas soket kemudian dilakukan tekanan selama 15 hingga 30 menit.

Setelah perdarahan berhenti, kassa dipindahkan kemudian lakukan observasi pada

pasien selama 10-15 menit untuk melihat apakah terjadi perdarahan kembali. 9,

10,11,12,13

(10)

2.5 Kerangka teori

Pencabutan Gigi

Etiologi dan klasifikasi

komplikasi pencabutan gigi Indikasi Dan Kontraindikasi

1. Fraktur mahkota 2. Fraktur Alveolar 3. Fraktur tuberositas

maxillaris

4. Fraktur mandibular 5. Fraktur gigi

antagonis 6. Laserasi gingiva 7. Perforasi sinus

8. Dry socket

9. Pendarahan Jenis komplikasi dan

(11)

2.6 Kerangka Konsep

Pencabutan Gigi Fraktur mahkota

Fraktur Alveolar Fraktur tuberositas

maxillaris Fraktur mandibular Fraktur gigi antagonis

Laserasi gingiva Perforasi sinus

Dry socket

pendarahan Penanganan Komplikasi

Gambar

Tabel 1.Klasifikasi komplikasi pencabutan gigi berdasarkan gambaran klinis. 1
Gambar 3. Perawatan bedah dari tuberositas yang fraktur. 9
Gambar 7.Gambaran dry socket dan pengobatannya.9

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3.3 Proses pengukuran tekanan darah pada pekerja di

Aktivitas belajar banyak sekali macamnya maka para ahli mengklasifikasikan macam-macam aktivitas belajar, di antaranya menurut Dierich (1979) dalam Hamalik (2015: 172),

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat macam, yaitu: narasumber (informan), peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, dan dokumen atau

Suatu hari ketika akan melakukan perjalanan pariwisata maka pariwisata Jawa Barat sebagai pilihan yang akan dikunjungi oleh wisatawan domestik ataupun

Untuk itu diminta agar Saudara membawa semua asli dokumen persyaratan kualifikasi. Demikian surat ini disampaikan untuk menjadi perhatian dan kami ucapkan

Penulisan Ilmiah kali ini membahas tentang bagaimana membuat sebuah aplikasi Tools yang dapat membantu seorang pengguna atau khususnya bagi yang ingin mengetahui atau

Untuk itu diminta agar Saudara membawa semua asli dokumen persyaratan kualifikasi. Demikian surat ini disampaikan untuk menjadi perhatian dan kami ucapkan

kemampuan membaca Al- Qur’an Siswa dan metode pembelajaran tuntas baca. tulis Al- Qur’an menggunakan metode Sorogan untuk