• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Pembangunan Green Building pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pelaksanaan Pembangunan Green Building pada"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ISBN : 978-602-72437-1-2

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN GREEN BUILDING DI

ASEAN DAN DAMPAKNYA PADA BISNIS KONSTRUKSI DI

INDONESIA

Yodi Danusastro1 , Yanu Aryani2

1Yodi Danusastro, YHB Green Research, yodidanusastro@gmail.com

2Yanu Aryani, YHB Green Research, yanuaryani@gmail.com

ABSTRAK

Pelaksanaan Green Building di dunia sedang meningkat pesat, termasuk di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia sebagai bagiannya. Beberapa negara di ASEAN telah mengembangkan perangkat penilaian Green Building lokal tersendiri, diantaranya GREENSHIP dari Indonesia, Green Mark dari Singapura, Green Building Index dari Malaysia, Berde dari Filipina, Lotus dari Vietnam, dan TREES dari Thailand.

Beberapa perangkat penilaian berkembang dari skala nasional menjadi skala Internasional, diantaranya Green Mark dan Green Building Index. Selain itu, perangkat penilaian luar ASEAN juga diaplikasikan di ASEAN, diantaranya LEED dan BREEAM. Pada bisnis konstruksi di Indonesia telah adanya pelaksanaan sertifikasi perangkat penilaian asing, dan bahkan sertifikasi ganda (double certification) pada beberapa gedung di Jakarta.

Dampak dari pelaksanaan sertifikasi Green Building adalah diperlukannya peran serta ahli bangunan hijau (Green Building Professional) pada proyek-proyek Green Building. Penelitian ini menunjukkan ahli bangunan hijau yang terlibat pada 5 proyek Green Building di Jakarta, yang di dalamnya terdapat ahli bangunan hijau yang berpraktik, baik dari perangkat penilaian lokal (GREENSHIP) maupun internasional pada sertifikasi ganda (LEED, Green Mark) sebagai dampak pada pelaksanaan Green Building di ASEAN, sehingga mempengaruhi perkembangan bisnis konstruksi yang diantaranya melibatkan arsitek, konsultan mekanikal-elektrikal, kontraktor, dan manajemen konstruksi.

Kata kunci: Green Building, Konstruksi, ASEAN

1. PENDAHULUAN

Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa memperkirakan proporsi populasi dunia yang tinggal di daerah perkotaan mencapai 66 persen pada tahun 2050. Tantangan dalam memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan yang berkembang, antara lain: perumahan, infrastruktur dan energi. Pembangunan sarana penunjang kebutuhan masyarakat perkotaan akan semakin intensif dan ekspansif dalam menyerap sumber daya sehingga akan memberikan dampak ekologis.

Untuk mengurangi dampak lingkungan tersebut, konsep green building menjadi alternatif solusi dalam mewujudkan pembangunan yang ber-kelanjutan. Pembangunan konvensional kian ditinggalkan, perhatian dunia beralih kepada pembangunan yang dapat menunjukkan kepada umum performa bangunan yang efisien serta ramah lingkungan.

(2)

Proses pembangunan bangunan gedung yang berkelanjutan memerlukan komitmen yang kuat untuk mewujudkannya. Dalam hal ini akan melibatan banyak pihak, antara lain: perencana arsitek, konsultan mekanikal elektrikal, ahli landscape, kontraktor, manajemen konstruksi, pemilik gedung dan manajemen bangunan.

Dengan berkembangnya lembaga sertikasi green building, maka saat ini para stakeholder tersebut juga dituntut untuk memahami parameter-parameter green building dari perangkat penilaian green building yang digunakan. Untuk itu, lembaga sertifikasi tersebut pada umumnya menyediakan fasilitas edukasi bagi para stakeholder pembangunan untuk menjadi ahli green building.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Perangkat penilaian green building merupakan metode penilaian bangunan gedung yang berisi tolok ukur praktik-praktik green building yang dapat diimplementasikan oleh suatu bangunan gedung. Hasil penilaian tersebut yaitu berupa akumulasi nilai yang kemudian dimasukkan ke dalam salah satu level pencapaian green building.

Setiap negara yang memiliki perangkat penilaian ini, pada umumnya menerapkan standar green building untuk negaranya yang telah disesuaikan dengan konteks peraturan dan aplikasi yang telah diterapkan oleh negara tersebut.

Perangkat Penilaian lokal di ASEAN

Setiap negara, pada umumnya telah memiliki perangkat penilaian lokal yang telah disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Penyesuian tersebut berdasarkan kondisi iklim dan lingkungan, peraturan, dan kesiapan industri pendukungnya. Negara-negara di ASEAN yang telah memiliki perangkat penilaian green building lokal adalah: Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, dan Thailand,

Greenship adalah perangkat penilaian green building yang disusun oleh Green Building Council Indonesia, organisasi nirlaba yang berdiri tahun 2009 dan berafiliasi dengan World Green Building Council (WGBC). Perangkat penilaian Greenship yang telah tersedia adalah yang berlaku untuk penilaian bangunan Gedung Baru, Gedung Terbangun, dan Ruang Interior. GBCI mengadakan edukasi bagi para stakeholder pembangunan gedung pada tingkat dasar yang disebut dengan Greenship Associate.

Edukasi pada tingkat advancenya adalah Greenship Professional (GP). Untuk dapat berpraktik sebagai ahli Greenship Professional, maka harus melalui tahap pendaftaran dan administratif hingga memiliki sertifikat GP Pro [1].

Lotus adalah perangkat penilaian green building yang disusun oleh Vietnam Green Building Council (VGBC). Penyusunan perangkat penilaian tersebut dikembangkan sejak tahun 2007. Organisasi VGBC telah mengembangkan tiga perangkat penilaian yaitu Lotus Non-Residential, Lotus Residential, dan Lotus Buildings in Operation. Program pelatihan dan ujian mengenai green building Vietnam disebut dengan Pelatihan Lotus Accredited Professional [2].

Pada tahun 2007, Phillipine Green Building Council (PHILGBC) mengembangkan sistem perangkat penilaian green building yang disebut dengan Building for Ecologicaly Responsive Design Excellence (BERDE). Ahli green building BERDE disebut dengan Certified BERDE professional [3].

(3)

ISBN : 978-602-72437-1-2

Perangkat penilaian yang digunakan adalah Thai’s Rating of Energy and Environmental Sustainability (TREES). Ahli Green Building yang meliputi TREES disebut TREES – Associates (TREES-A) [4]

Green Building Index (GBI) bersama-sama didirikan dan dikembang-kan oleh Pertumbuhan Arkitek Malaysia (PAM) dan Association of Consulting Engineers Malaysia (ACEM) pada tahun 2009. Akreditasi GBI untuk bangunan, dipisahkan menjadi tiga tingkatan. Pada tingkat tertinggi adalah Panel Akreditasi GBI, badan pengawas independen untuk akreditasi GBI. Pada tingkat menengah adalah GBI Certifier, yang terdiri atas para profesional berpengalaman yang melakukan penilaian dan akreditasi pengaju-an proyek. Pada tingkat front-end adalah GBI Fasilitator, profesional yang bersama-sama dengan klien dan tim desain untuk meningkatkan proyek-proyek mereka untuk memenuhi atau melampaui persyaratan sistem rating GBI [5].

Skema penilaian Green Mark diluncurkan oleh Building and Construction Authority (BCA) pada Januari 2005 sebagai inisitatif untuk mendorong industri konstruksi Singapura menuju bangunan yang lebih ramah lingkungan. Sertifikasi profesional Green Mark dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Pelatihan sertfikasi untuk Green Mark Manager bertujuan untuk memberikan gambaran tentang skema Green Mark; Pelatihan sertfikasi untuk Green Mark Facilities Manager bertujuan untuk membekali pengetahuan dan keterampilan menerapkan langkah-langkah berkelanjutan pada gedung terbangun; Program Pelatihan Green Mark Professional yang menyediakan profesional dengan dasar yang baik, pengetahun dan kemampuan untuk memberikan saran dalam merancang bangunan ramah lingkungan [6].

Perangkat Penilaian Internasional di tingkat ASEAN

Selain penerapan perangkat penilaian green building dengan perangkat penilaian lokal, terdapat perangkat penilaian yang bukan dari negara yang bersangkutan. Beberapa perangkat penilaian luar ASEAN yang telah masuk ke lingkungan ASEAN, antara lain: LEED, BREEAM, dan HQE.

Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) adalah sistem perangkat pemeringkatan untuk desain, konstruksi, operasional dan pemeliharaan dari gedung, tempat tinggal, dan lingkungan kawasan yang ramah lingkungan. LEED dikembangkan oleh U.S Green Building Council (USGBC) sejak tahun 1994. Green Building Certification Institute di bawah USGBC menawarkan bermacam akreditasi untuk tenaga yang mampu menunjukkan kemampuan pengetahuan mengenai sistem rating LEED, yaitu meliputi LEED Accredted Professional (LEED AP) dan LEED Green Associate [7]0.

Sistem rating BREEAM pertama kali diterbitkan oleh BRE pada tahun 1990. Hingga kini terdapat 425.000 gedung yang telah mendapat sertifikat BREEAM dan lebih dari dua juta gedung telah mendaftar untuk sertifikasi di berbagai negara di UK dan di lebih dari 50 negara di dunia. Ahli BREEAM disebut dengan BREEAM Accredited Professional (BREEAM AP) [8].

Haute Qualite Environnementale atau High Environment Quality (HQE) adalah standar untuk green building di Perancis, berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang pertama kali dirumuskan pada tahun 1992 di Earth Summit. Standar ini dikendalikan oleh Paris berdasarkan Association pour la Haute Qualite Environnementale (ASSOHQE).

(4)

3. METODE PENELITIAN

Metode dari penelitian ini adalah dengan melakukan studi literatur terhadap pelaksanaan Green Building di tingkat ASEAN. Respon atas perkembangan pelaksanaan Green Building tersebut, dilaksanakan dengan survey terhadap proyek-proyek konstruksi di Jakarta untuk melihat sejauh mana tim konstruksi memiliki ahli bangunan hijau (Green Building Professional) di dalam proyek tersebut.

2. HASIL DAN DISKUSI

Berdasarkan data yang dikumpulan dari Green Buillding Council setiap negara di ASEAN, diperoleh data yang dijabarkan dalam tabel:

Tabel 1: Pelaksanaan Green Building sertifikasi lokal di ASEAN Negara Nama Sertifikasi Green

Building Lokal

Jumlah Green Building Sertifikasi Lokal

Singapura Green Mark 1060

Malaysia Green Building Index 281

Indonesia GREENSHIP 10

Vietnam LOTUS 8

Dari tabel 1 diatas menunjukkan, jumlah pembangunan green building terbanyak terdapat di Singapura, diikuti dengan Malaysia, Indonesia, Vietnam, dan Thailand. Banyaknya penerapan sertifikasi green building lokal mendapatkan banyak pengaruh dari dukungan pemerintah, industri real estat, sosialisasi masyarakat, serta pengetahuan dari praktisi. Pelaksanaan green building yang juga dilaksanakan dengan perangkat penilaian internasional di wilayah ASEAN terdata di tabel 2.

Tabel 2: Pelaksanaan Green Building sertifikasi Internasional di ASEAN

Negara Nama Sertifikasi Green

Building Internasional

Jumlah Green Building

Sertifikasi Internasional Total

Thailand LEED 53

(5)

ISBN : 978-602-72437-1-2

Masuknya perangkat penilaian asing sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dari sektor industri internasional yang telah mewajibkan pelaksanaan green building dari manajemen pusat setiap industri tersebut. Peran pemerintah ternyata tidak cukup kuat untuk membendung masuknya perangkat asing tersebut, walaupun telah ada dukungan yang kuat dari pemerintah di Thailand, Singapura, dan Filipina untuk perangkat penilaian lokal green building di negara tersebut.

Tabel 3: Pelaksanaan Green Building di ASEAN

Negara TOTAL Green Building tersertifikasi

Singapura 1101

Malaysia 335

Thailand 59

Filipina 27

Vietnam 24

Indonesia 22

Kamboja 2

Brunei 1

Laos 0

Myanmar 0

TOTAL 1571

Dari tabel 3 di atas menunjukkan, jumlah terbanyak pembangunan Green Building terbanyak terdapat di Singapura, diikuti dengan Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Indonesia, Kamboja dan Brunei. Sedangkan Laos dan Myanmar belum memiliki gedung tersertifikasi di skala Internasional.

Peran dari sertifikasi green building juga diperlukan untuk kebutuhan pendataan dan studi. Dimana sesungguhnya masih banyak bangunan-bangunan ramah lingkungan yang di luar tabel 3 berada di ASEAN. Namun, tidak memiliki sertifikat green building.

Peran ahli green building

Pelaksanaan green building membutuhkan kerjasama tim yang terintegrasi sejak awal perencanaannya10. Dalam pelaksanaan Green Building, keterlibatan dari ahli green building dapat berasal dari tim perencana, pelaksana, pemilik proyek, atau bahkan konsultan green building independen. Berdasarkan data aplikasi Green Building yang dilakukan di Indonesia, diambil 5 sampel untuk melihat sejauh mana keterlibatan ahli Green Building sesuai dengan perangkat penilaian yang digunakan, yaitu:

1. Greenship Professional (GP) untuk perangkat penilaian GREENSHIP

2. LEED Accredited Professional (LEED AP) untuk perangkat penilaian LEED 3. Green Mark Manager (GMM) untuk perangkat penilaian Green Mark.

Terdapat 6 divisi yang ditinjau dalam penelitian ini, yaitu:

1. Owner (pemilik proyek), adalah pemberi tugas dan pemilik dana untuk melakukan pembangunan. Owner dapat berbentuk perusahaan pengembang (developer) atau pribadi. Dalam sampel yang diambil, semua sampel adalah perusahaan pengembang peninjauan kepemilikan seorang atau tim ahli Green Building.

(6)

3. Kontraktor, adalah kontraktor utama yang ditetapkan berdasarkan lelang atau penunjukkan langsung. Keterlibatan ahli Green Building adalah dalam bentuk perorangan atau tim.

4. Arsitek, adalah perencana bangunan yang ditetapkan oleh owner. Keterlibatan ahli Green Building dalam arsitek dapat berupa seseorang atau tim yang berada dibawah naungan suatu perusahaan.

5. Mekanikal Elektrikal (ME), adalah perencana untuk sistem mekanikal elektrikal yang tidak sebatas meliputi perencanaan sistem AC, plambing, lampu, jaringan listrik, transportasi vertikal. Ahli Green Building yang terlibat berupa perorangan atau tim dalam perencanaan ME.

6. Manajemem Konstruksi (MK), adalah pengawas dari pekerjaan kontraktor. Ahli Green Building di dalam MK bertugas turut mengawasi pekerjaan terkait Green Building dengan target yang telah disepakati dengan owner.

Hasil dari survey yang dilakukan pada 5 proyek di Jakarta. Diperoleh informasi pada tabel berikut:

Tabel 4: Ahli Bangunan Hijau pada pelaksana konstruksi

Proyek Target Ahli Bangunan Hijau yang Terlibat

Konsultan Owner Kontraktor Arsitek ME MK

Proyek 1 GREENSHIP -

Platinum √ - - √ √ √

LEED -

Platinum √ - - - - -

Proyek 2 GREENSHIP -

Platinum √ √ √ √ - -

Proyek 3 GREENSHIP

– Gold √ - - - - -

Green mark –

gold+ √ - - - - -

Proyek 4 LEED -

Platinum √ √ - - - √

Proyek 5 GREENSHIP -

Gold √ √ √ √ √ √

Dalam sampel terdapat 2 proyek yang memiliki sertifikasi ganda. Dari seluruh sampel yang diambil, semuanya memiliki konsultan Green Building yang terpisah dari tim perencana proyek. Hal ini menunjukkan dalam proses pembangunan dan sertifikasi Green Building, peran konsultan yang terlepas dari internal owner atau tim inti merupakan hal yang penting.

Sedankan peran ahli Green Building dari pihak owner belum tentu menentukan bahwa proyek akan dibangun dan disertifikasi Green Building. Pada proyek ke 2 dan ke 5, terdapat keterlibatan peran ahli Green Building dalam tim pembangunannya. Namun, hal itu tidak menentukan tingginya peringkat sertifikasi yang akan didapat. Pada proyek ke 5, target sertifikasi adalah peringkat emas (gold) walaupun pada seluruh tim memiliki ahli Green Building. Hal ini sepertinya juga berlaku bagi penerapan green building untuk sertifikasi skala internasional.

(7)

ISBN : 978-602-72437-1-2

3. KESIMPULAN

Penerapan sertifikasi green building di ASEAN dapat dilakukan menggunakan perangkat penilaian lokal maupun internasional. Peran pemerintah dapat mendukung pelaksanaan perangkat penilaian lokal, namun kebutuhan dari sektor industri juga menentukan jenis penggunaan perangkat penilaian untuk menggunakan perangkat lokal atau internasional.

Indonesia, berada di peringkat ke 3 untuk penggunaan perangkat penilaian lokal, dan berada di peringkat ke 6 untuk penggunaan perangkat penilaian internasional. Secara perhitungan jumlah bangunan tersertifikasi, Indonesia berada di peringkat ke 6 dalam pelaksanaan green building. Peran sertifikasi lokal GREENSHIP dominan dilaksanakan di Indonesia. Namun, potensi penilaian standard asing LEED dan Green Mark akan semakin masuk perlahan ke Indonesia.

Dalam pelaksanaan green building, peran ahli green building diperlukan untuk setiap proyeknya. Namun, peran ahli green building dalam komponen tim perencana (arsitek, ME), tim pelaksana (kontraktor, MK) dan owner, tidak mempengaruhi target pencapaian green building. Namun, kompetensi sebagai ahli green building dalam tim proyek menjadi sebuah kompetensi yang akan menjadi tantangan besar di Indonesia dan ASEAN.

4. DAFTAR PUSTAKA

http://gbcindonesia.org/, diunduh 13/02/2015. http://philgbc.org/, diunduh 13/02/2015.

http://www3.cec.org/islandora-gb/en/islandora/object/greenbuilding%3A100, diunduh 13/02/2015.

http://www.tgbi.or.th/intro.php diunduh 13/02/2015.

http://www.greenbuildingindex.org/organisation.html, diunduh 13/02/2015.

http://www.bca.gov.sg/greenmark/green_mark_buildings.html, diunduh 13/02/2015.

http://www.usgbc.org/, diundug 13/02/2015.

http://www.breeam.org/about.jsp?id=66, diunduh 13/02/2015.

http://www.behqe.com/, diunduh 13/02/2015.

Geshwiller, M (eds.). (2006) ASHRAE Green Guide, the design, costruction, and operation of sustainable buildings. Atlanta: American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers, Inc.

Krups, M. (2014) Green building market report south east asia 2014. Hongkong: BCI Asia

Gambar

Tabel 2: Pelaksanaan Green Building sertifikasi Internasional di ASEAN
Tabel 3: Pelaksanaan Green Building di ASEAN
Tabel 4: Ahli Bangunan Hijau pada pelaksana konstruksi

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran experiential learning yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran yang menekankan pada proses pembangunan pengetahuan lewat

Penelitian dengan judul Inventarisasi Jenis-jenis Protista Air Kolam Sebagai Upaya Penyusunan Media Pembelajaran Video Protista Materi Protista SMA Kelas X telah

Minimnya kualitas fasilitas yang ada pada terminal saat ini menjadi alasan serta motivasi saya untuk merencanakan dan merancang terminal tipe-b Sidoarjo

adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;

Konsep pewarnaan untuk Buku Dongeng ini sendiri adalah fullcolor dengan menggunakan bantuan line supaya mempermudah proses pembuatan, dan tiap objek illustrasinya

Menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul “ KOMBINASI SISTEM PRESIDENSIIL DENGAN SISTEM MULTI PARTAI TERHADAP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN MENURUT UNDANG- UNDANG

Pada kasus JVOFI, meskipun perusahaan induknya tidak secara eksplisit memberikan sumbangan untuk membentuk sebuah dana abadi, perusahaan (yang terwakili dalam dewan penyantun

Kedua, pengalaman dari implementasi Undang‑Undang Pertanahan dan Undang‑Undang Perlindungan dan Pengembangan Hutan, serta program nasional lainnya seperti Alokasi Lahan Hutan