• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA BABY BOOM DAN DAMPAKNYA BAGI PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FENOMENA BABY BOOM DAN DAMPAKNYA BAGI PE"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA BABY BOOM DAN DAMPAKNYA BAGI PERKEMBANGAN MEDIA TELEVISI DI AMERIKA SERIKAT 1950-1964

Oleh Alfathan Wira Saputra (1406576370)

Abstrak

Fenomena baby boom merupakan fenomena yang terjadi di dunia pada masa pasca Perang Dunia II. Baby boom merupakan fenomena peningkatan jumlah kelahiran yang terjadi setelah Perang Dunia II selesai. Ledakan penduduk ini terjadi di berbagai negara, salah satunya adalah Amerika Serikat. Baby boom di Amerika Serikat dipicu karena tingkat pernikahan di Amerika Serikat meningkat pesat. Para prajurit yang kembali dari perang kemudian hidup menjadi warga sipil yang makmur dan membentuk keluarga. Alhasil jumlah peningkatan kelahiran di Amerika Serikat pun meningkat. Fenomena baby boom ini menimbulkan dampak bagi berbagai sektor, salah satunya adalah perkembangan industri media hiburan televisi. Media televisi menjadi sarana hiburan bagi keluarga di Amerika Serikat. Namun tayangan televisi berpengaruh bagi tumbuh kembang anak disana. Televisi berefek kepada kultur kecanduan menonton televisi dan konsumerisme. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri dari tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami apa itu fenomena baby boom dan pengaruhnya bagi perkembangan media hiburan televisi di Amerika Serikat.

Kata kunci: baby boom, konsumerisme, program televisi

A. Pendahuluan

(2)

Baby boom merupakan sebuah periode di kehidupan masyarakat Amerika Serikat yang berlangsung sekitar tahun 1945 hingga 1964. Pada periode baby boom ini bayi yang lahir berjumlah sekitar … juta. Tingkat kelahiran di periode baby boom ini jauh lebih banyak dibanding ketika masa Great Depression tahun 1929 dan ketika masa Perang Dunia II tahun 1942 hingga tahun 1945. Periode baby boom ini menghasilkan generasi baby boomers yang menjadi generasi emas bagi Amerika. Banyak anak-anak yang lahir di masa baby boom sekarang menjadi pemimpin pemerintahan, pengusaha hebat, ilmuwan, dan lainnya. Hal ini tidak terlepas dari usaha pembangunan sumber daya manusia yang dibangun oleh Amerika Serikat untuk anak-anak generasi baby boomers saat itu.

B. Masalah Penelitian

Fenomena Baby Boom atau ledakan kelahiran penduduk yang terjadi di Amerika Serikat pasca Perang Dunia II tidak terjadi begitu saja. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa Baby Boom terjadi karena pertumbuhan ekonomi setelah Amerika Serikat memenangkan Perang Dunia II. Peningkatan kelahiran inipun berdampak terhadap beberapa sektor kehidupan, dari ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. Salah satu perkembangan yang terjadi akibat fenomena baby boom adalah media televisi. Berdasarkan permasalahan ini maka penulis akan memaparkan rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana penyebab terjadinya baby boom di Amerika Serikat?

2. Bagaimana perkembangan media televisi di era baby boom?

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang terdiri dari empat tahap yaitu tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap pertama merupakan tahap heuristik yaitu pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah. Sumber yang digunakan adalah sumber sekunder dan sumber pendukung seperti jurnal maupun situs-situs luar berbahasa Inggris. Sumber sekunder disini adalah buku Garis Besar Sejarah Amerika yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri AS. Selain itu penulis juga menggunakan buku karya Norman L. Rosenberg dan Emily S. Rosenberg yang berjudul In Our Times. Sementara untuk sumber-sumber pendukung digunakan adalah berasal dari jurnal internasional yang terkait dengan masalah baby boom dan perkembangan media televisi di Amerika. Jurnal-jurnal tersebut diperoleh dari situs jstor.org dan Oxford (..). Kemudian penulis juga mencari referensi dari situs-situs yang menyediakan tulisan tentang baby boom dan perkembangan media televisi di Amerika Serikat.

(3)

fenomena baby boom di Amerika Serikat. Pada tahap ini, penulis melakukan pengujian atas sumber-sumber yang ditemukan. Dengan menguji dan membandingkan semua sumber yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih akurat. Jenis kritik yang digunakan pada tahapan ini merupakan kritik intern, yaitu dengan mempelajari keterkaitan satu sumber dengan sumber yang lain.

Tahap interpretasi dilakukan setelah menyaring berbagai informasi dari sumber-sumber yang ada dan menghasilkan data-data objektif yang diperlukan untuk mendukung penulisan. Interpretasi merupakan proses memaknai makna yang sebenarnya dari sumber-sumber sejarah yang telah dinilai. Interpretasi dilakukan berdasarkan pemahaman yang dimiliki penulis terhadap sumber-sumber yang diperoleh. Dengan demikian akan didapatkan fakta yang memiliki tingkat kebenaran tinggi. Tahap terakhir dalam metode penelitian ini yaitu tahap historiografi, yaitu tahap penulisan sejarah berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam ilmu sejarah. Dalam tahap ini, penulis menuliskan semua fakta yang ada menjadi sebuah rangkaian cerita yang menarik. Oleh sebab itu, penelitian ini bersifat deskriptif analitis.

D. Pembahasan

1. Kondisi Amerika Serikat Pasca Perang Dunia II

Amerika Serikat mengalami pertumbuhan ekonomi yang siginifikan pasca Perang Dunia II dan kembali memperkokoh posisinya sebagai negara terkaya di dunia. Kemenangan di Perang Dunia II dan tidak mengalami kehancuran di negaranya sendiri membuat Amerika Serikat begitu yakin dengan masa depannya. Produk nasional bruto, pengukuran seluruh produk dan jasa yang dihasilkan di Amerika, melonjak dari 200.000 juta dolar pada 1940, 300.000 juta dolar pada 1950, dan 500.000 juta dolar pada 1960.1 Pertumbuhan ekonomi terjadi di berbagai sektor,

misalnya di sektor perumahan. Pembangunan perumahan meningkat karena kemudahan memperoleh kredit bagi tentara yang kembali dari perang. Masyarakat Amerika Serikat juga mulai keluar dari dalam kota menuju ke daerah pinggiran kota berharap mendapatkan perumahan terjangkau bagi keluarganya. Pengembang perumahan seperti William J. Levitt membangun komunitas baru dengan desain rumah seragam menggunakan teknik produksi massal. Rumah buatan Levitt berupa prafabrikasi, sebagian dirakit di pabrik, bukan di lokasi akhir dan sederhana. Metode pembangunan rumah dari Levitt ini memotong biaya dan menjadi harapan bagi yang ingin memiliki rumah dengan harga yang murah.

(4)

Kemakmuran rakyat Amerika Serikat khususnya para tentara didorong pula oleh undang-undang G.I Bill of Rights. Undang-undang ini mendorong kepemilikan rumah dan investasi dalam pendidikan tinggi melalui penyaluran kredit pada tingkat bunga rendah atau bahkan tanpa uang muka. Para tentara pun kemudian menikah, mulai membangun keluarga yang utuh, mengejar pendidikan tinggi, membeli rumah pertama, dan tentu saja memiliki anak. Mereka hidup di masa American Dream, dimana segala kemudahan dan kesejahteraan diraih. Setelah melewati Great Depression tahun 1929 dan Perang Dunia yang melelahkan, rakyat Amerika Serikat akhirnya dapat hidup makmur, memperoleh pekerjaan yang layak, dan memiliki anak yang banyak.

2. Periode Baby Boom

Pasca Perang Dunia II terjadi lonjakan pernikahan di Amerika Serikat, terutama bagi para tentara yang baru pulang bertugas. Terhitung ada 2,2 juta pasangan yang menikah pada tahun 1946, ini merupakan angka tertinggi yang bertahan hingga 1970.2 Usia rata-rata pernikahan pada tahun 1950 berada pada usia muda, laki-laki

pada usia 22 tahun dan perempuan pada usia 20 tahun. Angka pernikahan yang tinggi sudah pasti berdampak juga dengan tingkat kelahiran yang tinggi. Beberapa bulan setelah Perang Dunia II selesai, angka kelahiran bayi berjumlah 200.000 jiwa. Namun pada akhir tahun 1946 jumlah kelahiran bayi meningkat pesat menjadi berjumlah 350.000 jiwa. Angka kelahiran di tahun 1946 20 persen lebih banyak dibanding tahun 1945. Hal inilah yang disebut sebagai periode Baby Boom, yaitu periode dimana jumlah kelahiran penduduk meningkat secara televis di Amerika setelah masa Perang Dunia II.

(5)

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, baby boom terjadi karena banyak pasangan yang menikah, terutama kaum muda dan kemakmuran ekonomi yang dialami oleh Amerika Sertikat. Kondisi tersebut dipicu oleh kestabilan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat. Kestabilan yang dimaksud disini adalah kemudahan lapangan pekerjaan bagi kaum pemuda di Amerika Serikat. Kebutuhan akan tenaga kerja muda membuat para pemuda terjamin kehidupannya karena telah memperoleh pekerjaan. Hal inilah yang membuat tingkat pernikahan menjadi meningkat. Selain lapangan kerja yang tersedia bagi kaum muda, kebijakan pemerintah juga ikut mempengaruhi tingkat kemakmuran di Amerika Serikat. Setelah Perang Dunia II, pemerintah menerapkan bantuan ekonomi kepada para veteran perang. Selain itu pemerintah juga memberikan bantuan pinjaman uang untuk kredit rumah maupun asuransi-asuransi yang menyebabkan tingkat kemakmuran warganya meningkat. Hal inilah yang memicu masyarakat untuk menikah karena mereka yakin kehidupan ekonomi mereka akan terjamin.

(6)

Baby Boom didukung oleh program pendidikan yang tersusun dengan baik dari pemerintah. Jumlah sekolah meningkat diiringi dengan fasilitas yang memadai untuk meningkatan kecerdasan pikiran dan fisik anak. Maka tidak mengherankan jika penduduk Amerika Serikat khususnya yang lahir di era Baby Boom memegang peranan penting di berbagai sektor kehidupan baik di dalam maupun luar negeri.

3. Dampak baby boom terhadap perkembangan media televisi

Fenomena baby boom di Amerika Serikat memiliki pengaruh dan dampak terhadap kehidupan di masyarakat, mulai dari pertumbuhan sekolah, industri, hingga pertumbuhan media hiburan, salah satunya adalah televisi. Anak-anak generasi baby boom yang mulai tumbuh menjadi remaja mulai membutuhkan hiburan. Pada tahun 1950-an berkembanglah stasiun televisi di Amerika Serikat. Hal ini terjadi karena anak-anak yang kembali ke rumah setelah sekolah membutuhkan hiburan. Pilihan media hiburan saat itu adalah televisi, sehingga berkembanglah stasiun TV. Perkembangan TV disini tidak hanya berupa perangkat kerasnya saja, namun stasiun-stasiun TV juga berkembang dan beragam, misalnya seperti CBS, NBC, dan ABC. Sebelum tahun 1950, stasiun televise belum begitu canggih. Siaran TV yang ada saat itu masih menggunakan teknologi yang sederhana, yaitu dengan mengkonversi video dari kamera film ke layar TV. Siaran acaranya pun masih bersifat lokal. Program-program acara yang disiarkan misalnya Program-program memasak, pertandingan gulat, ataupun tayangan kartun.

Pada 1952, untuk pertama kalinya stasiun TV menyiarkan berita konvensi Partai Republik dan Demokrat secara langsung dari Philadelpia ke seluruh penjuru negeri. Sinyal TV menjangkau hingga ke pelosok wilayah Amerika Serikat. Hampir semua penduduk Amerika Serikat membicarakan tayangan tersebut. Hal ini membuat TV menjadi media massa nasional yang penting di kemudian hari. Antara tahun 1949 hingga 1969, jumlah rumah tangga di AS yang memiliki setidaknya satu set TV meningkat dari kurang dari satu juta menjadi 44 juta. Jumlah stasiun TV komersial naik dari 69 ke 566 stasiun TV.

(7)

tahun 1953 seharga $200.3 Acara-acara TV menarik ditonton bagi keluarga. Acara

komedi situasi, kuis, maupun kartun, adalah beberapa program TV yang digemari setiap keluarga di AS. Televisi menjadi sarana rekreasi atau hiburan yang penting karena TV dapat menyatukan seluruh anggota keluarga. Rata-rata tiap keluarga menonton TV dapat menghabiskan waktu empat hingga lima jam perhari. Dengan kondisi seperti itu, staisun televisi membuat program yang sesuai untuk ditonton oleh keluarga. Program-program favorit yang digemari terutama untuk anak-anak adalah acara The Mickey Mouse Club atau Howdy Doody Time. Untuk kalangan orangtua, acara TV yang menjadi favorit adalah program situasi komedi seperti I Love Lucy maupun program Father Knows Best. Acara kuis juga sangat digemari oleh keluarga di Amerika, seperti You Bet Your Life maupun The $64,000 Question.

Kegemaran menonton TV ini ternyata memiliki dampak yang tidak langsung terhadap sektor ekonomi. Media TV yang menjadi sarana hiburan favorit ternyata dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan untuk memasang iklan produknya di TV. Banyak iklan produk bermunculan dan ini ternyata mempengaruhi pemirsa terutama kalangan anak-anak dan remaja. Kehadiran televisi membuat anak-anak dan remaja di Amerika Serikat menjadi gemar menonton televisi. Namun seiring bermunculannya iklan di televisi membuat sifat anak-anak dan remaja menjadi konsumerisme. Pada 1950, 5,7 juta dolar habis untuk membiayai iklan. Teknik periklanan yang baru diperkenalkan dan mempengaruhi konsumen untuk menjadi konsumerisme. Salah satu iklan yang menarik ditayangkan pada awal 1950 yaitu produk coklat “M&M”. Iklan tersebut menampilkan pernyataan “M&M’s melt in your mouth, not in your hand.” (“M&M meleleh di mulutmu, bukan di tanganmu”) dengan penggambaran fisik di iklannya. Imbasnya pemirsa yang menyaksikan iklan tersebut menjadi tertarik untuk membeli produk yang diiklankan di televise dan penjualan produk pun meningkat. Dengan beragamnya iklan produk yang tayang di televisi, muncullah pasar baru bagi penjualan produk-produk yaitu kalangan remaja. Konsumerisme di kalangan remaja meningkat. Banyak remaja yang menghabiskan uang jajannya untuk membeli barang-barang yang mereka lihat di iklan televisi.

E. Penutup

Perang Dunia II menimbulkan efek besar bagi peningkatan jumlah kelahiran di berbagai negara, salah satunya Amerika Serikat. Para prajurit perang setelah menunaikan

(8)

tugasnya kemudian pulang ke negaranya dan kemudian membangun kehidupan baru dengan menikah dan membangun keluarga. Alhasil karena tingginya pernikahan di Amerika Serikat pasca perang membuat tingkat kelahiran bayi pun menjadi meningkat pula. Anak-anak yang lahir di era ini disebut-sebut oleh para peneliti sebagai era emasnya Amerika karena anak-anak yang lahir di generasi baby boom saat ini banyak yang menjadi orang sukses, seperti Presiden Amerika Serikat Bill Clinton hingga Barrack Obama adalah orang-orang yang lahir di era baby boom. Tidak hanya itu, orang-orang sukses lain seperti ilmuwan maupun pengusaha yang terkenal di Amerika Serikat saat ini juga adalah orang-orang yang lahir dan menjadi generasi baby boom. Hal ini dapat terjadi karena anak-anak generasi baby boom mendapat perhatian lebih dari pemerintah, terutama di bidang pendidikan. Pemerintah Amerika Serikat ingin membangun sumber daya manusia yang baik untuk dapat menjadi negara yang unggul dan memiliki kekuatan dibanding negara lain.

Fenomena baby boom ini mempengaruhi beberapa sektor kehidupan di Amerika Serikat. Salah satu sektor yang berkembang akibat fenomena baby boom adalah media televisi. Televisi berkembang pesat di tahun 1950-an, atau dapat dikatakan pada masa dimana bayi-bayi yang lahir pasca Perang Dunia II mulai tumbuh menjadi anak-anak dan remaja. Televisi menjadi sarana hiburan bagi anak-anak dan remaja. Terjadi peningkatan terhadap jumlah kepemilikan televisi tiap satu keluarga Amerika. Stasiun-stasiun TV pun bermunculan seiring meningkatnya jumlah kepemilikan TV. Acara-acara yang ditayangkan pun beragam, mulai dari, acara situasi komedi, kuis, siaran berita, maupun kartun anak-anak. Setiap keluarga menghabiskan waktunya 5-6 jam di depan televisi. Fenomena ini pun dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha untuk mengiklankan produknya di televisi. Beragam produk dipromosikan lewat TV dan menimbulkan dampak konsumerisme bagi anak-anak dan remaja. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak membebaskan anak-anak menonton TV terlalu sering. Banyak efek buruk yang dapat ditimbulkan bagi anak-anak akibat sering menonton TV, salah satunya adalah keinginan yang berlebih untuk membeli barang yang diiklankan di televisi.

(9)

In the 1940s, the three networks – NBC, CBS and ABC – were "networks" in name only. All of the programming originated, live, in New York. The only way the networks had to

distribute the shows to the rest of the nation was to point a film camera at a television screen and convert video to film. These 16mm films, known as kinescopes, were then duplicated and shipped to the few affiliated stations for broadcast later. By necessity, most programming was local, and cooking shows, wrestling and cartoons took up most of the broadcast day.

The networks became true networks when AT&T finished laying a system of coaxial cables from coast to coast. Coax – the now familiar cables the run from cable TV wall outlets to today's tuners – has enough bandwidth, or electrical carrying capacity, to transmit hundreds or even thousands of telephone calls as well as television signals.

In 1952 for the first time, television news was able to broadcast the Republican and

Democratic conventions live from Philadelphia to the rest of the nation. The importance of that event for rural America went beyond the fact that rural residents knew in real time that Dwight D. Eisenhower and Adlai Stevenson were running for President against each other.

TV signals that could reach into the most remote corners of the U.S. broke down the last vestiges of isolation in rural America.

Common national carriage of popular TV shows, news and sports events meant that there was a shared national experience. The day after major televised events, researchers found that almost everyone was talking about the event. They weren't saying the same things, but there was a sense of national dialog.

The visual and aural experience together that television allowed – especially after the advent to color TV in early 60s – meant that regional cultural differences were ironed out. A more generalized "American" culture co-opted regional subcultures.

Television familiarized rural residents with other regions making migration even more appealing.

(10)

Between 1959 and 1970, the percentage of households in the U.S. with at least one TV went from 88 percent to 96 percent. By 1970, there were around 700 UHF and VHF television stations; today there are 1,300. By 1970, TV stations and networks raked in $3.6 billion in ad revenues; today, that figure is over $60 billion.

Television programming has had a huge impact on American and world culture. Many critics have dubbed the 1950s as the Golden Age of Television. TV sets were expensive and so the audience was generally affluent. Television programmers knew this and they knew that serious dramas on Broadway were attracting this audience segment. So, the producers began staging Broadway plays in the television studios. Later, Broadway authors, like Paddy Chayefsky, Reggie Rose and J. P. Miller wrote plays specifically for television. Their plays – Marty, Twelve Angry Men, and Days of Wine and Roses, respectively – all went on to be successful movies.

As the households with TVs multiplied and spread to other segments of society, more varied programming came in. Situation comedies and variety shows were formats that were

borrowed from radio. Former vaudeville stars like Milton Berle, Sid Caesar and Jackie Gleason found stardom after years of toiling on the stages. Ernie Kovacs was one of the first comedians to really understand and exploit the technology of television and became a master of the sight gag.

During the 50s, quiz shows became popular until a scandal erupted. For three years, producers of "The $64,000 Question" supplied an appealing contestant with the answers to tough trivia questions to heighten the drama.

During this time, many of the genres that today's audiences are familiar with were developed – westerns, kids' shows, situation comedies, sketch comedies, game shows, dramas, news and sports programming.

In the 1950s and 60s, television news produced perhaps some of its finest performances. Edward R. Murrow exposed the tactics of innuendo and unsubstantiated charges that Sen. Joseph McCarthy used to exploit the country's fear of Communism. The televised debates between Kennedy and Nixon were credited with giving JFK a slim election victory.

(11)

When President Kennedy was assassinated on Friday, November 22, 1963, most Americans immediately turned on television sets to get the news. The networks devoted days and days of airtime to coverage of the tragedy, the funeral and the aftermath. Many Americans (who may have come home from church early) were watching live coverage on Sunday morning November 24, when they saw Jack Ruby kill the alleged assassin Lee Harvey Oswald.

Later, coverage of the Vietnam War was credited with, for the first time, bringing war into the living rooms of citizens. When CBS News anchorman Walter Cronkite editorialized against the war, Pres. Johnson was reported to have said, "If I've lost Cronkite, I've lost the country." Within weeks, after also learning he had lost the support of key players on Wall Street, Johnson decided not to run for re-election.

Yet, this was also a time of abundant escapism on television. Producers added science fiction to the mix of genres on TV, perhaps in response to the NASA space program. This era

produced some of the most enduring reruns in television history. "Star Trek" is the prime example.

In the midst of the turmoil of the 60s, it's fascinating that some of the most popular shows were firmly set in a rural past that was fast disappearing – if, in fact, it ever existed.

In 1960, the "Andy Griffith Show" – with its small town sheriff, his son, his deputy and a cast of stereotypical rural characters – was the fourth most popular show on television. It stayed in the top ten every year until it reached number one in 1967.

Then came the "Beverly Hillbillies" in 1962. The premise was simple. Farmer Jed Clampett discovers oil on his worthless land, packs up daughter Elly May, nephew Jethro, Granny, all their belonging and millions of dollars and moves to California – in a scene that was eerily reminiscent of photographs of Depression-era Okies moving to California.

The show was an inspired piece of silliness, produced by Paul Henning, a Midwesterner from Missouri who spent 30 years in Hollywood mining his rural roots. The "Beverly Hillbillies" shot up to number one in the ratings the first two years it was on the air, and stayed in the top fifteen for most of the rest of the decade. Critics have called the show, "equal parts Steinbeck and absurdism, the nouveau riche-out-of-water."

(12)

Jo – of Kate Bradley, the proprietress of the Shady Grove Hotel. The daughters gave the writers ample opportunity for thinly veiled farmer's daughters jokes while the hotel's isolation created a rural milieu that didn't exist in reality anymore.

"Green Acres" went even further into silliness. One fan web site, "Memorable TV," calls the show, "a flat-out assault on Cartesian logic, Newtonian physics, and Harvard-centrist positivism. Lawyer Oliver Wendell Douglas (Eddie Albert) and his socialite wife Lisa (Eva Gabor) come to Hooterville in search of the greening of America and lofty Jeffersonian idealism. What they discover instead is a virtual parallel universe of unfettered surrealism, rife with gifted pigs, square chicken eggs, and abiogenetic hotcakes – a universe which Lisa intuits immediately, and by which Oliver is constantly bewildered."

Beulah Gocke InterviewWilliam Luebbe InterviewBeulah Gocke (left) was one among many rural residents who appreciated the inspired silliness of these shows. "They poked fun at us," she recognizes, "but that's part of a good personality, if you can laugh at yourself."

William Luebbe (right) points out that two of his sons have gone to college and one has a doctorate degree. The TV shows "portrayed the farmers as being backward, uneducated [people]. But that wasn't fair to the farmers." William has only owned two television sets in his life.

Even critics at the time recognized the curious popularity of these rural shows. "A few TV critics," reported Newsweek in 1969, "argue that many newly affluent Americans, bewildered by the technological '60s, see themselves as bumbling hillbillies lost in suburbia."

"Petticoat Junction" was cancelled in 1970 after the show's star, Bea Benaderet playing Kate, died of cancer. Despite continued good ratings, the "Beverly Hillbillies" and "Green Acres" were cancelled the next year when CBS decided it needed to attract a more youthful Baby Boomer audience. Instead, the network began to produce such shows as "M*A*S*H," "All in the Family" and "The Mary Tyler Moore Show."

(http://www.livinghistoryfarm.org/farminginthe50s/life_17.html)

The Impact of Television

(13)

consumers? The debate began almost immediately during the Fifties and has continued down to the present without reaching any definitive answer. Television probably reflected rather than influenced its audience. The majority of Americans were not interested in social ferment during the decade. They wanted to see people on television who were like them—or like what they hoped to be.

Certainly television had its effects. The movie industry was put on the defensive. Studios scrambled tried to wow audiences with an experience they couldn't get on the small screen. Cinerama, introduced in 1952, used three projectors to create an ultra-wide-screen viewing experience. In 1953, 3-D movies enjoyed a brief vogue. Movies began to feature lavish sets and panoramic scenes. Biblical extravaganzas became popular—The Ten Commandments in 1956 and Ben Hur in 1959 were both huge hits.

In 1961, Newton Minow, chairman of the Federal Communications Commission, said that television had become a "vast wasteland."47 He was pointing to the endless soap operas, unsophisticated comedies, and Westerns that appeared on the "boob tube." But because of television, people across the country had something in common—they all watched I Love Lucy and Ed Sullivan and Gunsmoke—and some analysts argued that this helped pull the country together. Citizens could watch political conventions, hear presidential speeches, and follow local sports teams without leaving their living rooms. Television helped sell the products that kept the economy moving ahead. And above all, it entertained. People watched it because they found it an enjoyable way to spend their time.

(http://www.shmoop.com/1950s/culture.html)

(14)

( http://www.let.rug.nl/usa/outlines/history-1994/postwar-america/the-postwar-economy-1945-1960.php)

TV was an important leisure activity, of course. Families gathered to watch the first popular sitcoms (such as "I Love Lucy"), variety and drama shows ("Texaco Star Theatre"), quiz shows ("You Bet Your Life"), and late in the decade, westerns ("Gunsmoke," "Wagon Train," "Have Gun-Will Travel"). Studios released many acclaimed films, from "An American in Paris" to "Rebel Without a Cause." But TV threatened the movie business, and studios and theaters tried to attract crowds by introducing novelty technologies such as 3D, stereoscope and Cinemascope. While moviegoers continued to buy tickets to watch actors such as Marlon Brando ("A Streetcar Named Desire," "On the Waterfront") and Charlton Heston ("The Ten Commandments," "Ben-Hur"), movies lost ground.

Readers in the 1950s enjoyed the works of Herman Wouk, James Jones, James Michener, Frank Yerby and Norman Vincent Peale. Russian novelists Boris Pasternak and Vladimir Nabokov also made a mark on the best-seller lists. In music, the sorts of crooners who had success in the 1940s remained favorites in the early 1950s, with Patti Page, Nat King Cole, Tony Bennett and Rosemary Clooney topping the charts. But by the mid-1950s, these artists began to give way to rock 'n' roll acts such as Bill Haley and the Comets, Fats Domino and, of course, the King, Elvis Presley.

(http://adage.com/article/75-years-of-ideas/1950s-tv-turns-america/102703/)

TV and the American family

In the 1950s, television was considered a form of family entertainment. Most American homes only had one TV set, and many families would gather around it in the evening to watch programs together. Recognizing this trend, the networks produced programs that were suitable for a general audience, such as variety shows and family comedies. From the beginning, fictional TV families have often reflected—and sometimes influenced—the real lives of American families.

(15)

rural areas. But the only ethnic families shown on TV were recent immigrants from European countries such as Ireland or Italy. TV programs did not feature African American or Hispanic families until the 1970s.

By the late 1950s, the increasing popularity of situation comedies (sitcoms) started to make TV families more alike. Most sitcoms featured white, middle-class, nuclear families living in the suburbs. Popular programs such as The Donna Reed Show, Leave It to Beaver, and Father KnowsBest presented idealized views of suburban families led by a patient, hardworking father. The typical role of women in these shows was as a stay-at-home wife and mother who cooks, cleans the house, cares for the children, and provides constant support to her husband.

During the 1960s, as American women started to break out of traditional roles and seek greater independence and freedom, more TV shows featured different types of families. A number of TV families were led by single fathers, in such shows as My Three Sons, The Andy Griffith Show, Family Affair, and Bonanza. Since divorce was not widely considered socially acceptable at the time, though, these single fathers were almost always widowers (husbands whose wives had died).

The 1970s was a decade of social change in the United States, with the civil rights movement and feminist movement much in the news. (The civil rights movement sought to secure equal rights and opportunities for African Americans, while the feminist movement sought to secure equal rights and opportunities for women.) The portrayal of family life on television became more diverse during this period. Some TV shows featured working-class families, such as All in the Family, and others featured single, working women whose co-workers served the function of a family, such as The Mary Tyler Moore Show. Landmark TV programs such as The Jeffersons and Good Times focused on African American families for the first time. Television also continued to provide sentimental portrayals of nuclear and extended families in programs such as Little House on the Prairie and The Waltons.

(16)

featuring more dysfunctional families—from the real-life family feuds on shocking daytime talk shows to the family conflicts on sitcoms such as Roseanne and The Simpsons. At the same time, many cable TV channels attracted viewers by showing reruns of old shows, such as Leave It to Beaver and The Brady Bunch, that provided a comforting view of family life in the 1950s and 1960s.

By the 2000s, there were different cable TV channels for every member of a family. Most American homes had at least two TV sets, so families were not as likely to watch television together. Increasingly, the members of a family watched different shows, ones suited to their gender, age group, and interests. Some critics argued that these television viewing patterns had a negative impact on families. They said that separate TV viewing prevented family members from spending time together and engaging in special activities and rituals that created strong family bonds. In addition to reflecting family life in the United States, therefore, television also changed it.

( http://www.encyclopedia.com/arts/news-wires-white-papers-and-books/televisions-impact-american-society-and-culture)

Jurnal:

The baby boom and its explanation, Frank D. Bean

The American baby boom in historical perspective, Richard Easterlin

The studios move into prime time: Hollywood and the television industry in the 1950’s, William Boddy

Website:

https://www.khanacademy.org/humanities/us-history/postwarera/postwar-era/a/the-baby-boom,

http://www.encyclopedia.com/social-sciences-and-law/sociology-and-social-reform/sociology-general-terms-and-concepts/baby-boom

http://www.encyclopedia.com/arts/news-wires-white-papers-and-books/televisions-impact-american-society-and-culture

Referensi

Dokumen terkait

Demikian pengumuman ini kami sampaikan, apabila ada yang keberatan dengan pengumuman ini dapat menyampaikan sanggahan/keberatan dalam tenggang waktu 5 (lima) hari

[r]

Adapun bentuk pesan yang disampaikan leader dalam merekrut calon agen asuransi sesuai dengan hasil wawancara dilapangan yaitu pesan verbal dengan penyampaian

Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungiawaban APBD ditetapkan oleh badan musyawarah sesuai dengan

Kesenian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul bermacam – macam jenis kesenian yang ada di Gunungkidul khususnya di desa Kemadang masih banyak dari tabel dibawah merupakan

Berdasarkan hasil uji 2 sampel independen Mann-Whitney diperoleh hasil berupa nilai z sebesar -2,505 dan nilai uji signifikansi (p) sebesar 0,012 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa

Jenis-jenis pemakaian aliran listerik yang dikenakan pajak penerangan jalan adalah : a ) S-1 = adlah jenis pemakaian abudemen/langsung dengan batas daya 100 VA.. sampai dengan 200

Abstrak: Rimpang lempuyang gajah ( Zingiber zerumbet SM. ) dipercaya memiliki berbagai khasiat diantaranya sebagai tonikum, stimulan dan penambah nafsu makan. Tujuan