• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN LITERATUR TENTANG PERBANDINGAN KU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN LITERATUR TENTANG PERBANDINGAN KU"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN LITERATUR TENTANG PERBANDINGAN KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI BERBAGAI NEGARA

(Indonesia, Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Finlandia)

EDI SUTOMO

email : edisutomo1985@gmail.com twitter : @ed_1st

Abstrak: makalah ini ditulis dengan tujuan 1) untuk mengetahui Kurikulum Matematika SD,SMP,SMA,SMK di Indonesia dan 2) untuk mengetahui Kurikulum Matematika di Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Finlandia. Metode yang digunakan penulis dalam penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan melalui literatur buku-buku yang relevan serta dari berbagai media lainnya terutama internet. Pada dasarnya kurikulum matematika di Indonesia, Jepang, Singapura, Amerika Serikat dan Finlandia secara umum sama. Namun di Indonesia saat ini masih menekankan pada kuantitas pembelajaran bukan kualitas. Materi pembelajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak daripada di jepang dan Finlandia. Untuk proses pembelajaran, pada intinya sama yaitu berfokus pada peserta didik. Namun pada kenyataannya di Indonesia masih banyak pembelajaran yang berfokus pada guru. Jumlah mata pelajaran yang dipelajari di Indonesia lebih banyak daripada di Jepang dan Finlandia namun sedikit lebih banyak dengan Singapura dan Amerika Serikat. Lagi – lagi Indonesia masih menekankan kuantitas daripada kualitas.

Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan Matematika, Perbandingan

A. PENDAHULUAN

Istilah Pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai secara beragam,

bergantung pada sudut pandang masing-masing orang dan teori yang dipegangnya.

Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan

sesuatu yang wajar, bahkan dapat semakin memperkaya wawsan berfikir manusia

dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri. Menurut UU No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Terdapat tiga pokok pikiran utama yang terkandung di dalam definisi tersebut

diatas, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3)

(2)

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang

signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik.

Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis

pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta

didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan

zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Kurikulum mencakup semua kegiatan yang akan dilaksanakan selama proses

belajar mengajar itu berlangsung hendaknya selalu mengantongi prinsip-prinsip

pengembangan kurikulum minimal prinsip umum dan prinsip khusus. Mengapa

demikian ? karena pengembangan kurikulum dalam prinsip umum haruslah relevan,

fleksibel, berkelanjutan, efisien dan efektif. Sehingga hasil yang dicapai dari kurikulum

mata pelajaran matematika adalah ketuntasan belajar.

Materi pengajaran di jenjang yang lebih rendah akan dijadikan dasar untuk

memahami materi yang lebih kompleks di semester/jenjang yang akan datang. Begitu

seterusnya. Inilah fungsi kontinuitas dalam materi pelajaran. Seperti yang kita ketahui

bahwa jenjang variansi mata pelajaran di SMA/SMP di awali dari yang lebih mudah ke

yang lebih kompleks, mudah dalam pelaksanaannnya, tidak membebankan kepada

guru, kepala sekolah ataupun bidang kurikulum sehingga murah dalam

pelaksanaanya, tidak membutuhkan waktu yang sangat banyak dan secara berkala

mudah untuk di ulang sewaktu-waktu materi yang diajarkan.

Menurut Oemar Hamalik (2007) , 12 prinsip pengembangan kurikulum yang

harus diketahui oleh para elemen pendidikan dapat menjadikan bahan evaluasi

kurikulum sekolah untuk dikembangkan. Apabila salah satunya tidak telaksana , misal

butir 1 menyebutkan ‘keseimbangan etika, estetika, logika dan kinestetika’ maka yang

terjadi adalah sekolah menciptakan peserta didik yang tidak tumbuh sifat-sifat

kepribadian sebagai warga negara, tetapi hanya memiliki intelektual yang tinggi saja

(3)

orang lain. Apabila butir 2 ‘kesamaan memperoleh pengajaran‘ maka akan terjadi

ketidakseimbangan antara peserta didik dalam memperoleh pelajaran dan masih

banyak yang lainnya.

Mata pelajaran matematika disekolah memiliki background yang sudah familiar didengar, yakni „sulit dan membosankan‟ hanya menghitung dan menghitung, bermain rumus serta mengolah angka. Program pengembangan kurikulum

seharusnya dievaluasi secara berkala oleh penyelenggara pendidikan mengingat

mata pelajaran matematika memiliki aspek relevansi yang banyak pada mata

pelajaran yang lain, baik kimia, fisika maupun ekonomi. Kesulitan yang cenderung

dialami adalah saat prinsip kontinuitas pada materi pelajaran yang terkandung

didalam matematika tidak telaksana maka akan menyebabkan peserta didik

mengalami penurunan semangat belajar, gangguan psikis serta kogntifnya yang

terganggu mengingat jika rekan sekelasnya lebih menguasai materi ketimbang

dirinya. Karena banyak aspek yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu adanya variasi

materi pelajaran minimal memberikan tahapan berpikir yang bertahap.

Dalam proses pengembangan kurikulum pendidikan matematika hendaknya

kita berkaca dan membuat suatu komparasi dengan kurikulum yang berkembang di

beberapa negara yang secara kualitas baik itu proses maupun hasil lebih baik dari

beberapa sisi. Dalam makalah ini akan dijabarkan kurikulum matematika sekolah di

Singapura, Amerika Serikat dan Finlandia yang selama ini menjadi model atau

rujukan oleh negara lain.

Menurut Sukmadinata, kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1)

tujuan; (2) materi; (3) strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5)

evaluasi. Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa

dipisahkan. Kelima komponen tersebut akan dijadikan bahan komparasi untuk

pengembangan kurikulum pendidikan matematika. Berdasarkan uraian tersebut,

makalah ini ditulis dengan tujuan 1) untuk mengetahui Kurikulum Matematika

SD,SMP,SMA,SMK di Indonesia dan 2) untuk mengetahui Kurikulum Matematika di

Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Finlandia. Metode yang digunakan penulis

dalam penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan melalui literatur buku-buku

(4)

A. KURIKULUM MATEMATIKA DI INDONESIA

Mengacu pada pemberlakuan kurikulum yang ada di Indonesia saat ini yaitu

Kurikulum 2013, maka analisa kurikulum Matematika di Indonesia penulis khususkan

pada Kurikulum Matematika 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis

kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan

oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang

dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur

dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum dartikan sebagai pencapaian

kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.

Untuk lebih jelasnya Kurikulum Pendidikan Matematika yang berlaku di

Indonesia saat ini dijabarkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 1

Kajian Kurikulum 2013 (Mata Pelajaran Matematika)

Aspek SD SMP SMU SMK

Filosofis Nilai luhur Nilai luhur Nilai luhur Nilai luhur Psikologis Kebutuhan Yuridis Impres No.1

tahun 2010: Desain Correlated

(5)

Aspek SD SMP SMU SMK Organisasi Penambahan

jumlah jam

(6)

Aspek SD SMP SMU SMK

Evaluasi Berbasis proses dan output

B. KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SINGAPURA

Sistem pendidikan Singapura didasarkan pada pemikiran bahwa setiap siswa

memiliki bakat dan minat yang unik. Singapura memakai pendekatan yang fleksibel

untuk membantu perkembangan potensi para siswa. Pusat Keunggulan Pendidikan

Singapura, Pusat Pendidikan Dunia. Selama bertahun-tahun, Singapura telah

berkembang dari sistem pendidikan ala Inggris yang tradisional menjadi sistem

pendidikan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan individual dan pengembangan

bakat.

Keunggulan sistem pendidikan di Singapura terletak pada kebijakan

dua-bahasa (Bahasa Inggris/Melayu/Mandarin/Tamil) dan kurikulumnya yang lengkap

dimana inovasi dan semangat kemandirian serta kewirausahaan menjadi hal yang

sangat diutamakan. Para individu menunjukkan bakat-bakat yang berkaitan satu sama

lain dan kemampuan untuk bertahan dalam lingkungan yang penuh dengan

persaingan, dipersiapkan untuk sebuah masa depan yang lebih cerah.

Sistem pendidikan di Singapura terdiri dari empat lembaga utama, yakni:

1. Pemerintah, sekolah yang didanai pemerintah dan independen untuk tingkat

sekolah dasar dan menengah

2. Universitas Lokal, Pendidikan Politeknik dan Lembaga Teknik- untuk paska

pendidikan tingkat menengah

3. Sekolah swasta untuk pendidikan tingkat dasar dan menengah

4. Sekolah dengan sistem dari luar negeri dan sekolah asing/internasional.

Sekolah di Singapura terkenal dengan standarnya yang tinggi dalam hal

kegiatan belajar mengajar, terbukti melalui perbandingan lokakarya Internasional

seperti Third Internasional Matemathics and Science Study (TIMSS) yang menunjukkan

(7)

internasional dalam mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1992 Singapura mulai menekankan pemecahan masalah di dalam

kurikulumnya. Pemecahan masalah matematika dipusatkan dalam pembelajaran

matematika yang di dalamnya menyangkut kemahiran, kemampuan/keterampilan

dalam menerapkan konsep-konsep matematika dalam berbagai situasi masalah,

seperti yang dijabarkan oleh Kementrian Pendidikan Singapura, Mathematical problem

solving is central to mathematics learning. It involves the acqulsition and application of

mathematics concepts and skill in a wide range of situation. Including non-routine,

open-ended and real-word problems (Clark, 2009).

Pemecahan masalah (problem solving) sebagai tujuan utama pengembangan

kurikulum pendidikan Singapura bergantung pada 5 (lima) komponen yang saling

terkait. Kelima komponen tersebut, yaitu konsep (concept), keterampilan (skills), proses

(processes), sikap (attitudes), serta metakognisi (metacognition) dan pemecahan

masalah (problem solving) sebagai pusatnya tergambar dalam sebuah segilima yang

disebut sebagai Kerangka Kurikulum Matematika Singapura (Singapore’s Mathematics

Framework) sebagai berikut:

Gambar Mathematics framework from the Singapore mathematics curriculum

(Ministry of Education Singapore, 2006:2)

Kerangka tersebut memperlihatkan bahwa pemecahan masalah matematika

merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika. Sedangkan kelima kompenen

yang melingkarinya memberikan kontibusi terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika. Tujuan dari kurikulum tersebut dipaparkan dalam dokumen silabus yang

memuat garis besar filosofis yang mendasarinya dan tujuan-tujuan kurikulum beserta

(8)

Di dalam silabus tersebut, komponen proses (processes) telah mengalami

penambahan yang menitik beratkan pada proses penalaran (reasoning), komunikasi

dan koneksi (communication and connection), serta aplikasi dan pemodelan atau

peragaan (application and modeling) sebagai tambahan dari heuristik atau strategi

(heuristics) dan kemampuan berpikir (thinking skill). Semua kemampuan proses

tersebut harus diimplementasikan dalam pembelajaran matematika.

Aplikasi dan pemodelan (appilcation and modeling) menurut Kaur dan Dindyal

(2010) memainkan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pemahaman

dan kemampuan matematika. Pemodelan matematika (mathematical modeling)

merupakan proses memformulasi dan mengembangkan suatu model matematika untuk

merepresentasikan dan memecahkan masalah.

Masalah akan mengarahkan siswa untuk menggunakan heuristik seperti untuk

menyelidiki dan menggali pola sebaik mereka berpikir secara kritis. Untuk

menyelesaikan masalah, murid harus mengamati, menghubungkan, bertanya, mencari

alasan, dan mengambil kesimpulan. Keberhasilan dalam memecahkan masalah sangat

erat hubungannya dengan tingkat kemampuan dan pengamatan seseorang terhadap

proses berpikir siswa sendiri.

C. KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI JEPANG

Pada prinsipnya Tingkatan pendidikan di Jepang sama dengan di Indonesia

yaitu dengan menggunakan sistem 6-3-3 (6 tahun SD, 3 tahun SMP, tiga tahun SMA)

dan Perguruan Tinggi. Pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama

digolongkan sebagai Compulsory Education dan Sekolah Menengah Atas digolongkan

sebagai Educational Board.

Compulsory Education di Jepang dilaksanakan dengan prinsip memberikan

akses penuh kepada semua anak untuk mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD

dan SMP) dengan menggratiskan tuition fee, dan mewajibkan orang tua untuk

menyekolahkan anak (ditetapkan dalam Fundamental Law of Education). Untuk

memudahkan akses, maka di setiap distrik didirikan SD dan SMP walaupun daerah

kampung dan siswanya minim (per kelas 10-11 siswa). Orang tua pun tidak boleh

menyekolahkan anak ke distrik yang lain, jadi selama masa compulsory education,

(9)

sebab Ministry of Education menkondisikan equality di semua sekolah.Sedangkan

untuk SMA, siswa dibebaskan untuk memilih sekolah di distrik lain.

Di Jepang Pendidikan dasar tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa

yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke

kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir juga tidak ada, karena SD dan SMP masih

termasuk kelompok compulsory education, sehingga siswa yang telah menyelesaikan

studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP. Selanjutnya siswa lulusan

SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi kali ini mereka harus mengikuti ujian

masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian dibuat oleh Educational Board.

Ujian masuk hampir serentak di seluruh Jepang dengan bidang studi yang sama yaitu,

Bahasa Jepang, English, Math, Social Studies, dan Science.

Sama halnya dengan Indonesia, SMA dibagi menjadi SMA umum dan SMK.

Ujian masuk PT dilakukan dua tahap. Pertama secara nasional soal ujian disusun oleh

Ministry of education, terdiri dari lima subject, sama seperti ujian masuk SMA,

selanjutnya siswa harus mengikuti ujian masuk yang dilakukan masing-masing

universitas, tepatnya ujian masuk di setiap fakultas.

Panduan tentang muatan pembelajaran di sekolah Jepang termuat dalam

gakusyuushidouyouryo. Dokumen ini berisikan keterangan lengkap tentang tujuan

pembelajaran di sekolah, materi pelajaran, pendidikan moral dan kegiatan khusus

terkait dengan sekolah. Gakusyuushidouyouryou dapat dikatakan sebagai standar

minimum yang harus dicapai oleh sekolah-sekolah negeri, sekolah publik, dan sekolah

swasta. Gakusyuushidouyouryou pertama kali dikeluarkan pada tahun 1947,

bertepatan dengan lahirnya UU Pendidikan di Jepang.

Di Jepang kurikulum disusun oleh sebuah komite khusus dibawah kontrol

Kementerian Pendidikan (MEXT). Komisi Kurikulum terdiri dari wakil dari Teacher

Union, praktisi dan pakar pendidikan, wakil dari kalangan industri, dan wakil MEXT.

Pendidikan matematika di Jepang terfokus pada memberikan para siswa

dengan berbagai dan beragam pengalaman yang akan meningkatkan kemampuan

mereka untuk berpikir secara logis dan kreatif. Waktu belajar mengajar matematika di

Jepang lebih sedikit jika dibandingkan dengan di Indonesia. Buku pelajaran matematika

(10)

relativitas dengan isi atau pelajaran yang disajikan dalam buku.

Kurikulum matematika di Jepang tidak sepadat yang ada di Indonesia yang

memiliki tujuan belajar lebih sedikit daripada Indonesia. Sehingga sebagian besar siswa

Jepang memiliki cukup waktu untuk menyerap dan memahami setiap pelajaran. Mereka

bahkan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan karya tangan dan

kegiatan menyenangkan lainnya tapi merangsang dalam belajar matematika. Siswa

Jepang belajar untuk menikmati matematika dan memiliki kemampuan untuk

menghubungkan pelajaran mereka dalam situasi kehidupan nyata.

Pemerintah juga menerapkan 5 hari sekolah, yaitu dari hari Senin sampai

Jumat. Tujuan kebijakan ini adalah agar siswa dapat lebih banyak menghabiskan

waktunya dengan keluarga dan belajar lebih banyak di lingkungannya pada akhir

pekan. Indikator pemerintah Jepang untuk mengukur keberhasilan pendidikannya

adalah pengukuran internasional yang diselenggarakan negara-negara OECD, yaitu

PISA dan TIMMS, sebab Jepang tidak menerapkan sistem ujian nasional.

Pada tahun 2007 pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan untuk

melaksanakan kembali gakuryoku tesuto (tes kemampuan akademik) tahun 2007, yang

pernah dilaksanakan pada tahun 1960. Karakteristik kurikulum Jepang yang lainnya

adalah ide ikiru chikara dan sōgōtekina gakushū jikan. Konsep ikiru chikara adalah

konsep yang hendak membudayakan jiwa dan melatih kekuatan dan kemampuan untuk

hidup di tengah masyarakat.

Kerangka kurikulum Jepang untuk bidang matematika tidak ditargetkan untuk

menguasai luasnya cakupan, tetapi justru menargetkan kedalaman proses

pembelajarannya (Schmidt, McKnight, & Raizen, 1996, dlm Darling-Hammond, 1997).

Untuk tahun pertama tingkat SMP (lower secondary school), kurikulum menargetkan

empat sasaran dasar:

a. memperdalam pemahaman siswa mengenai integral

b. memahami arti persamaan (equations)

c. memahami fungsi hubungan (relationships)

d. memperdalam pemahaman siswa tentang ciri-ciri ruang (properties of space

figures)

(11)

diajarkan. Terkait dengan target ini, para guru disarankan untuk menekankan

pemahaman akan arti atau makna dasarnya, dan tidak semata-mata untuk melatih

hitung-hitungan belaka. Dengan demikian, penekanannya adalah dalam

mengembangkan pemahaman daripada sekedar menerapkan rumus-rumus algoritma

atau mengukur kecepatan dalam memecahkan soal atau topik.

Matematika jepang memberikan kebebasan pola pikir dalam menyelesaikan

masalah kepada anak. Kesalahan yang terjadi pada anak dibiarkan dan dijadikan

proses alamiah dalam menemukan pola pikir itu. Guru memberikan sebuah

permasalahan untuk dipecahkan anak sesuai dengan pola pikirnya.

Dalam sebuah kelas di Jepang, anak-anak bisa jadi menghabiskan seluruh

waktu pembelajaran di kelas untuk mendemonstrasikan dan mendiskusikan beragam

solusi yang mereka identifikasi terhadap suatu persoalan. Dengan melihat pada suatu

persoalan dari berbagai perspektif, dan menilai proses berpikir dalam diri mereka

sendiri, serta mengoreksi miskonsepsi yang telah mereka buat, mereka belajar berpikir

secara lentur atau fleksibel. Bukannya belajar dengan semata-mata menerapkan

serangkaian aturan yang tidak sepenuhnya mereka pahami, atau memecahkan

sejumlah besar persoalan yang sama dengan rumus algoritma yang sama, para siswa

belajar untuk sampai pada pemahaman akan beragam strategi untuk memecahkan

persoalan.

D. KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI AMERIKA SERIKAT

Kurikulum matematika di Negara Amerika Serikat dan Kanada di atur oleh

Dewan Nasional Guru Matematika (The National Council of Teachers of Mathematics),

dimana Dewan Nasional Guru Matematika (NCTM) didirikan pada tahun 1920. Untuk

mencapai tujuan pendidikan matematika di Amerika dan Kanada, NCTM telah

menerbitkan serangkaian kurikulum . Yakni pada tahun 1980 NCTM menerbitkan

sebuah kurikulum yaitu An Agenda for Action, Curriculum and Evaluation Standards for

School Mathematics pada tahun 1989, Professional Standards for Teaching

Mathematics pada tahun 1991, Assessment Standards for School Mathematics pada

tahun 1995 (NCTM, 2006), Principles and Standards for School Mathematics pada

tahun 2000, dan yang terakhir Curriculum Focal Points pada tahun 2006 (Jane F.

(12)

Sebagai negara yang terkenal akan sistem pendidikannya, maka dalam

melaksanakan penilaian harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.

Guru sering menghadapi daftar panjang tentang topik matematika yang harus

diperhatikan pada setiap tingkatan kelas, karena terdapat topik matematika yang

berulang kali diajarkan pada tingkat kelas yang berbeda (Centre for the Study of

Mathematics Curriculum, 2007).

Karena masalah tersebut, maka Dewan Nasional Guru Matematika (NCTM)

menghadirkan Curriculum Focal Point. Hal ini telah dibahas dalam Principles and

Standards for School Mathematics (NCTM, 2000) sebagai titik awal untuk

menyelesaikan permasalahan di atas dan sebagai langkah awal menuju kurikulum

yang lebih baik.

NCTM mengeluarkan kurikulum baru pada tahun 2006 yaitu Curriculum focal

point. Curriculum focal point adalah kurikulum yang membahas topik matematika yang

paling penting untuk setiap tingkat kelas. Mereka terdiri dari ide-ide yang terkait konsep,

keterampilan, dan prosedur yang membentuk dasar bagi pemahaman dan

pembelajaran matematika berlangsung (Denise Juneau, Tanpa tahun) khususnya untuk

Kelas Pra TK sampai pada kelas 8 pada pembelajaran.

Adapun tujuan dibentuknya Curriculum focal point oleh NCTM (Denise Juneau:

Tanpa tahun) sebagi berikut:

1. Untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi materi-materi penting yang

harus lebih dikuasai siswa pada setiap tingkatan kelas. Agar materi tersebut tidak

diulang lagi pada tingkatan kelas

2. Curriculum focal point ini menyajikan cara untuk fokus ke pengajaran,

pembelajaran, dan penilain matematika. Mereka menyediakan kerangka kerja

untuk merancang dan mengatur harapan kurikulum dan penilaian. Secara kolektif,

mereka menggambarkan pendekatan yang dapat digunakan dalam

mengembangkan kurikulum matematika untuk pra TK sampai kelas 8

3. Pengorganisasian Curriculum focal point, dengan penekanan yang jelas pada

proses matematika, yang dituangkan dalam Principles and Standards for School

Mathematic, dapat memberikan sebuah hubungan dengan siswa, memperluas

(13)

4. Curriculum focal point dimaksudkan untuk mengatasi kurikulum, atau topik apa

yang diajarkan, lebih dari pada sebuah pengajaran atau bagaimana hal itu

diajarkan. Meskipun dampak awal dari focal point akan berpengaruh pada

kurikulum, yang nantinya focal point akan mempengaruhi pengajaran,

pembelajaran, dan penilaian juga.

5. Untuk program matematika, NCTM dalam mengembangkan proses belajar dan

mengajar mempunyai 6 prinsip, 5 standar isi, dan 6 standar proses yang

dikembangkan oleh Curriculum focal point (PSSM, 2000).

Enam prinsip yang dikembangkan melalui Curriculum focal point terdiri dari:

a. Equity

Prinsip ini mendorong penyediaan bantuan tambahan kepada siswa

yang kurang mampu, berasal dari kaum minoritas dan mendukung harapan

yang tinggi dan pengajaran yang lebih baik untuk semua siswa.

b. Curriculum

Mempromosikan kurikulum “Koheren”, di mana sebuah perkembangan yang teratur dan logis untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang

matematika dan menghindari ketidakefisienan waktu dengan pengulangan

topik yang tidak perlu

c. Teaching

Guru harus menggunakan pertimbangan yang profesional dalam

memilih teknik mengajar agar dalam penyampaian siswa mudah untuk

mengerti.

d. Learning

Menurut PSSM, kombinasi “pengetahuan faktual, prosedural, dan pemahaman konseptual” diperlukan siswa untuk belajar matematika. Dan harus mengerti “Dasar-dasar Matematika”. Karena seorang siswa yang baik tidak hanya memahami bagaimana dan kapan menggunakan fakta, prosedur,

dan konsep, tetapi dia juga ingin mencari hal-hal lain dan tekun dalam

menghadapi tantangan dalam matematika.

e. Assessment

(14)

dalam belajar keterampilan matematika, proses, dan cara berpikir dan dapat

mengukur dan mengkomunikasikan apa yang siswa ketahui tentang

matematika (NCTM: 2006).

f. Technology

Menggunakan bantuan teknologi dalam pengajaran. Seperti computer

Curriculum focal point dalam meningkatkan kurikulum matematika sangat

memperhatikan standar isi dan standar proses. Dari standar proses, Curriculum

focal point ini menyajikan cara untuk berpikir tentang bagaimana kurikulum

disusun dan disajikan yang nantinya akan disesuaikan dengan topik pada

tiap-tiap tingkatan kelas.

Adapun standar proses yang digunakan siswa dalam belajar matematika

adalah melalui (PSSM, 2000):

1) Problem Solving

2) Reasoning and Proof

3) Communication

4) Connections

5) Representation

Adapun Standar Isi yang ditentukan adalah (PSSM, 2000):

1. Number and Operations

Standar isi yang pertama adalah dasar yang harus dikuasai oleh siswa

dalam belajar matematika. Dasar tersebut adalah pemahaman angka, cara untuk

menampilkan bilangan, hubungan keseluruhan bilangan, sistem nomor,

memahami makna operasi dan bagaimana mereka menghubungkan nomor satu

sama lain, kelancaran dalam menghitung.

2. Algebra

Terdapat empat keterampilan yang berkaitan dengan aljabar yang harus di

ajarkan kepada semua siswa. Adapun keempat keterampilan tersebut adalah

memahami pola, hubungan, dan fungsi; mewakili dan menganalisis situasi

matematika dan struktur menggunakan simbol-simbol aljabar; menggunakan

model matematika untuk menunjukkan dan memahami data kuantitatif; dan

(15)

3. Geometry

Tujuan keseluruhan untuk belajar geometri adalah, untuk menganalisis

karakteristik dan sifat dari bentuk dua dan tiga dimensi, mengembangkan argumen

matematis tentang hubungan geometris, menggambarkan kedudukan ruang yang

tepat dengan menggunakan geometri koordinat dan sistem gambaran lainnya,

menerapkan transformasi dan menggunakan simetri untuk menganalisis situasi

matematika, dan penggunaan alat-alat peraga, penalaran bentuk gambar, dan

pemodelan geometri untuk memecahkan masalah.

4. Measurement

Keterampilan mengukur memberikan peluang untuk meningkatkan

pemahaman matematika dan untuk melatih keterampilan matematika lainnya,

terutama operasi bilangan (misalnya, penambahan atau pengurangan) dan

geometri. Siswa harus memahami sifat-sifat pengukuran, sistem pengukuran, dan

proses pengukuran dan menerapkan teknik mengukur yang tepat, serta

mengetahui alat-alat yang dibutuhkan dalam pengukuran.

5. Data analysis and probability

PSSM mengatakan bahwa semua siswa harus belajar untuk merumuskan

pertanyaan yang dapat diatasi dengan data dan mengumpulkan, mengatur, dan

menampilkan data yang relevan untuk menjawab rumusan pertanyaan tersebut,

memilih dan menggunakan metode statistik yang sesuai untuk menganalisis data,

mengembangkan dan mengevaluasi kesimpulan dan memprediksi yang

didasarkan pada data, dan memahami dan menerapkan konsep-konsep dasar

probabilitas.

Setiap standar isi memuat sejumlah tujuan yang berlaku untuk semua

kelompok kelas. Setiap bab untuk masing-masing kelompok memuat harapan-harapan

khusus yang harus diketahui siswa. Bilangan dan operasinya adalah bagian isi terbesar

untuk Pra- TK sampai kelas 5, dan juga merupakan bagian penting untuk kelas 6-8 dan

semakin berkurang pada kelas 9-12.

Aljabar secara jelas diberikan kepada semua kelas. Dahulu keadaannya tidak

seperti ini. Sekarang kebanyakan negara bagian dan propinsi memasukkan aljabar

(16)

Geometri dan Pengukuran merupakan bagian yang terpisah. Hal ini

menunjukkan pentingnya masing-masing topik dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah

dasar dan menengah.

The National Assessment of Educational Progress (NAEP)

Sejak tahun 1969 National Assessment of Educational Progress (NAEP),

sebuah program hasil kongres, telah menilai apa yang diketahui dan yang dapat

dikerjakan siswa di berbagai kurikulum. Penilaian didasarkan pada sampel siswa

berusia 9, 13, dan 17 tahun. Hasilnya dipublikasikan sebagai "The Nation's Report

Card". NAEP adalah sebuah penelitian yang dijadikan patokan yang menginformasikan

berapa persen siswa Amerika mengetahui berbagai macam konsep dan keterampilan

dalam matematika. Soal tes dirancang sesuai dengan kurikulum.

Berdasar soal yang digunakan sejak tahun 1973 secara terus menerus, siswa

Amerika sekarang memperoleh hasil yang lebih baik di banding pada tahun 1973

(Kloosterman & Laster, 2004). Ada yang berpendapat bahwa perubahan dalam

pendidikan matematika telah menghasilkan siswa yang tidak tahu "dasar matematika

yang baik". Karena kenderungan soal-soal tes menitikberatkan pada perhitungan

tradisional, skor membaik pada hasil tes menegasikan pandangan tersebut.

Secara umum hasil ujian NAEP dari tahun 1990 sampai 2003 menunjukkan

hasil yang jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya. Akan tetapi hasilnya masih tetap di

bawah standar. Di tahun 2003, hanya 32 persen siswa kelas empat dan 29 persen dari

siswa kelas delapan memperoleh hasil sama atau di atas standar kecakapan (NCTM,

2004). Berlawanan dengan hasil tersebut lembaga No Child Left Behind (NCLB)

mengharapkan semua siswa berada pada atau di atas standar kecakapan sebelum

tahun 2014. Data NAEP menunjukkan bahwa tujuan tersebut mungkin tidak dapat

tercapai. Dua puluh tiga persen dari siswa kelas empat dan 32 persen dari siswa kelas

delapan masih berada di bawah standar.

The Third International Mathematics and Science Study

Pada tahun 1995 dan 1996, 41 negara berpartisipasi dalam Third International

(17)

pendidikan sains terbesar yang pernah diselenggarakan. Data dikumpulkan dari kelas

4, 8, dan 12 sebanyak 500.000 siswa dan juga dari guru-guru. Pada tahun 1999 studi

yang sama (TIMSS) dilakukan pada kelas delapan. Hasilnya adalah rata-rata siswa

kelas empat di Amerika berada di atas rata-rata negara peserta, di bawah rata-rata

intenasional kelas delapan dan di bawah rata-rata kelas dua belas (U.S. Department of

Education, 1997a).

Meskipun rata-rata siswa kelas empat di Amerika berada di atas rata-rata dari

26 negara peserta, tetapi 7 negara (Singapura, Korea, Jepang, Hongkong, Belanda,

Republik Ceska, dan Austria) mendapatkan nilai yang jauh lebih tinggi. Hanya 9 persen

dari siswa kelas empat Amerika masuk dalam 10 persen siswa terbaik dalam penelitian

TIMSS, jauh sekali berbeda dengan Jepang (32 persen) Singapura (39 persen) (U.S.

Department of Education, 1997c).

Penemuan utama dari hasil analisis kurikulum TIMSS bahwa kurikulum di

Amerika tidak fokus, memuat lebih banyak topik dibanding kebanyakan negara lain.

Kita mencoba mengerjakan setiap hal dan sebagai akibatnya jarang dapat

mengerjakannya secara mendalam, hanya membuat pengulangan pengajaran yang

terlalu umum (Schmidt, Mc Knight & Raizen, 1996).

Banyak di antara yang menganjurkan kembali ke 'dasar' menunjuk kepada

penampilan yang mengecewakan dari siswa-siswa Amerika. Akan tetapi pendekatan

kurikulum dan pengajaran di Amerika Serikat "kurang sejalan dengan tuntutan

kurikulum dan pengajaran di negara-negara yang prestasi matematikanya tinggi"

(Babcock, 1998, ha16). Selain itu TIMSS tidak mendukung sejumlah tuntutan 'dasar'

yang popular seperti lebih banyak pekerjaan rumah (Siswa-siswa di Amerika Serikat

lebih banyak mengerjakan pekerjaan rumah daripada siswa-siswa di kebanyakan

negara lain), sedikit menonton televisi (sebanyak siswa di Jepang), dan menggunakan

waktu yang lebih banyak untuk belajar matematika (siswa di Amerika Serikat

mendapatkan jam pelajaran matematika lebih banyak daripada di Jepang atau

(18)

E. KURIKULUM PENDIDIKAN MATEMATIKA DI FINLANDIA

Finlandia dikenal sebagai salah satu negara dengan pendidikan terbaik di

dunia. Ada banyak sekali sumber yang membahas tentang kehebatan sistem

pendidikan mereka. Sistem pendidikan Finlandia adalah sistem yang egaliter, tanpa

biaya sekolah dan disediakan makanan gratis di sekolah untuk siswa full-time.

Finlandia menduduki peringkat pertama di dunia sebagai negara yang memiliki

kualitas pendidikan terbaik? Negara Skandinavia ini selalu menempati urutan pertama

dalam penilaian yang dilakukan oleh Program for International Student Assestment

(PISA) sejak tahun 2003.

Selain unggul secara kualitas pendidikan, Finlandia juga juara dalam

pendidikan anak-anak lemah mental. Sistem pendidikan Finlandia merupakan kerja

keras dari Profesor Reuven Feuerstein. Konsep pendidikan Feuerstein telah digunakan

Finlandia selama lebih dari 20 tahun.

Sistem Feuerstein berfokus pada konsep bahwa setiap orang mempunyai

kemampuan yang berbeda untuk mengubah diri. Kuncinya adalah identifikasi faktor

penghambat dan lebih fokus pada kelebihan untuk mengembangkan kemampuan

belajar setiap orang.

Sistem pendidikan Feuerstein ini pertama kali diimplementasikan tahun 1952

pada anak-anak yang selamat dari pembunuhan massal dengan cara membakar

(Holocaust). Rahasia konsep pendidikan yang dibuat Feuerstein terletak pada

penanaman pembelajaran dan strategi berpikir kognitif, bukannya fokus pada

penghafalan konten.

Beberapa konsep kpendidikan yang diterapkan di Negara Finlandia adalah

sebagai berikut :

a. Konsep pendidikan Finlandia adalah “Test less, Learn more”

b. Jam sekolah siswa Finlandia jauh lebih sedikit dibandingkan jam sekolah di

banyak negara. Siswa mulai sekolah pada usia 7 tahun dan hanya

menghabiskan 30 jam per minggu.

(19)

hanya memberlakukan homework maksimal 30 menit per hari.

d. Finlandia tidak memiliki sistem Ujian Nasional. Satu-satunya mata pelajaran

yang wajib diikuti oleh siswa adalah bahasa Finlandia (Finnish).

e. Jumlah siswa di setiap kelas sangat terbatas, hanya 20 orang per kelas pada

tahun pertama sekolah serta tahun keenam dan ketujuh. Jika ada siswa yang

tertinggal kelas, ada satu guru yang ditugaskan untuk membantu siswa mengejar

ketinggalan.

f. Semua guru pengajar di Finlandia harus memiliki gelar master sebelum

mengajar. Guru pengajar yang bergelar S2 bertindak sebagai guru mata

pelajaran, sedangkan guru kedua yang bergelar S1 menjadi pengawas atau

pembimbing setiap siswa dalam memahami bidang studi.

g. Pelajar diberi otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujian mata pelajaran

yang menurutnya sudah dikuasai.

h. Anak Finlandia tidak diijinkan untuk bersekolah sebelum usia tujuh tahun. TK di

Finlandia tidak membebankan pelajaran pada anak-anak karena menghormati

masa kecil dan hak mereka untuk bermain.

i. Setiap siswa diwajibkan membaca 1 buku setiap minggunya.

j. Bahasa asing mulai diajarkan sejak tahun pertama sekolah. Alasan kebijakan ini

adalah untuk memenangkan persaingan ekonomi Eropa, mengembangkan

wawasan dalam menghargai keragaman kultur.

k. Metode pembelajaran bukan ceramah, melainkan dengan penerapan belajar

aktif. Suasana proses belajar menyenangkan, metode dikte atau menyuruh

dihilangkan karena akan membuat siswa tertekan.

l. Guru tidak memberikan kritik terhadap pekerjaan siswa dengan kata “Kamu salah” karena hal tersebut akan membuat siswa malu sehingga menghambat proses pemahamannya.

m. Tidak ada sistem rangking dalam metode pembelajaran Finlandia. Siswa diminta

membandingkan pekerjaannya sendiri dengan hasil sebelumnya. Siswa juga

tidak dituntut untuk bisa menjawab dengan benar, namun dihargai karena sudah

(20)

n. Siswa tidak perlu memakai sepatu ketika sedang belajar di kelas. Siswa juga

tidak perlu memakai seragam saat bersekolah.

o. Sekolah tingkat dasar dan menengah digabung, sehingga siswa tidak perlu

bergantisekolah saat usia 13. Pergantian sekolah juga tidak memerlukan ijazah,

namun hanya dengan nilai rapor.

Untuk kurikulum matematika yang akan dipakai akan dijabarkan pada

(21)

F. Perbandingan Kurikulum Matematika di Negara Indonesia, Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Finlandia. 1. Kurikulum Matematika

Aspek Indonesia Singapura Jepang Amerika Serikat Finlandia

Kurikulum Matematika

Dikembangkan

berdasarkan kompetensi tertentu.

Berpusat pada anak sebagai pengembang berpikir logis, kritis, dan kreatif serta kemampuan solving) sebagai tujuan utama . Pengembangan yaitu konsep (concept), keterampilan (skills), proses (processes), sikap (attitudes), serta metakognisi

(22)

Aspek Indonesia Singapura Jepang Amerika Serikat Finlandia dan ekspresi - symbol matematik, Bentuk

Peluang dan analisis data

(23)

2. Proses Pembelajaran

Aspek Indonesia Singapura Jepang Amerika Serikat Finlandia

Metode Pembelajaran

Menggunakan metode saintifik (Menggamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, mengomunikasikan)

Menggunakan pendekatan Project

Pembelajaran di Jepang menggunakan metode belajar tutor sebaya (peerlearning) atau yang disebut Lesson Study (LS).

Menggunakan pendekatan Project dan berorientasi siswa aktif serta pada pemecahan masalah

Konsep Pembelajaran yang Berorientasi Siswa Aktif dan interaksi dengan guru, siswa dan lingkungan belajar. Penggunaan teknologi digital dalam

pembelajaran

Menekankan pentingnya belajar melalui

melakukan dan menempatkan

penekanan khusus pada kerja kelompok,

(24)

Aspek Indonesia Singapura Jepang Amerika Serikat Finlandia Peran Guru Sebagai fasilitator Sebagai Fasilitator Sebagai fasilitator

Ada 3 prinsip

mengajar guru-guru di Jepang, yaitu

1. Tanoshii jugyou (kelas harus menyenangkan) 2. Wakaru ko (anak harus mengerti) 3. dekiru ko (anak harus bisa)

Sebagai fasilitator Sebagai fasilitator. Dalam satu kelas terdapat tiga guru, satu guru sebagai guru utama dengan kualifikasi S2 dan dua guru pembatu dengan kualifikasi S1.

3. Asesmen

Aspek Indonesia Singapura Jepang Amerika Serikat Finlandia

UAN Adanya Ujian Akhir

Nasional yang digunakan untuk menentukan kelulusan siswa SD, SMP, dan SMA.. Kelulusan juga

ditentukan oleh nilai ujian akhir sekolah dan nilai rapor.

Tidak ada Ujian nasional

Tidak ada ujian nasional untuk menentukan kelulusan. Penilaian kelulusan siswa SMP dan SMA tidak berdasarkan hasil final test, tapi

akumulasi dari nilai ulangan harian, ekstra kurikuler, mid test dan final test.

Ujian Nasional hanya diperuntukan bagi yang akan masuk kuliah

(25)

Aspek Indonesia Singapura Jepang Amerika Serikat Finlandia Rangking Adanya sistem peringkat

didalam kelas maupun di sekolah, sehingga menciptakan adanya sekolah terbaik, siswa terbaik, dsb

Tidak ada rangking

Adanya sistem peringkat yang ada di dalam kelas.

Tidak ada Rangking Tidak mengenal istilah

(26)

G.Kesimpulan

Pada dasarnya kurikulum matematika di Indonesia, Jepang, Singapura,

Amerika Serikat dan Finlandia secara umum sama. Namun di Indonesia saat ini masih

menekankan pada kuantitas pembelajaran bukan kualitas. Materi pembelajaran

matematika di Indonesia jauh lebih banyak daripada di jepang dan Finlandia.

Untuk proses pembelajaran, pada intinya sama yaitu berfokus pada peserta

didik. Namun pada kenyataannya di Indonesia masih banyak pembelajaran yang

berfokus pada guru. Jumlah mata pelajaran yang dipelajari di Indonesia lebih banyak

daripada di Jepang dan Finlandia namun sedikit lebih banyak dengan Singapura dan Amerika Serikat. Lagi – lagi Indonesia masih menekankan kuantitas daripada kualitas. H. Saran

Pada umumnya sistem pendidikan di Indonesia sudah bagus apabila

dilaksanakan sesuai dengan aturan ideal yang berlaku. Misalnya pada kurikulum 2013

yang menekankan adanya pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Namun

kenyataannya proses pembelajaran yang berlangsung belum sesuai dengan idealnya.

Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor penghambat seperti kurangnya

kesiapan guru, faslitas pendidikan yang kurang memadai, dan karakter – karakter

masyarakat Indonesia yang kurang mendukung. Kekurangan lainnya yaitu pada sistem

evaluasi yang masih menekankan pada kuantitas bukan kualitas.

Hal penting yang bisa dijadikan masukan untuk kemajuan pendidikan di

Indonesia yaitu penekanan pada kualitas pendidikan bukan kuantitas. Misalnya dengan

pengurangan materi pelajaran pada setiap jenjang pendidikan, pengurangan jam

pelajaran yang disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik, dan sistem

evaluasi pendidikan yang tidak menekankan penilaian pada suatu kuantitas tertentu

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Clark, Andi. 2009. Problem Solving in Singapore Math.

Foong, Pui Yee. 2002. Using Short Open-ended Mathematics Questions to Promote Thinking and Understanding. Singapore:

Jane F. Schielack. Tanpa tahun. Focus on the Curriculum Focal Points: Part 2 Implementation of the NCTM Curriculum Focal Points: Concept vs. Content

Juneau, Denise. Tanpa tahun. Curriculum Focal Point for Prekindergarten through Grade 8 Mathematics: Question and Answer Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology (MEXT)http://www.mext.go.jp/english/)

Mathematics syllabus: Secondary. Singapore: Curriculum Planning and Development Division.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. United State: Nasional Council of Teachers of Mathematics, Inc. National Institute of Education. http://www.math.unipa.it/~grim/ SiFoong.PDF Ministry of

Education Singapore. 2006.

Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Teras

State Mathematics Supervisors. 2007. Centre for the Study of Mathematics Curriculum. The National Council of Teacher of Curriculum (NCTM). 2000. Principles and Standards

School Mathematics

The National Council of Teacher of Curriculum (NCTM). 2006. Curriculum Focal Point for Prekindergarten through Grade 8 Mathematics: A Quest Coherence.

Texas Education Agency. 2009. Texas response to Curriculum Focal Point for Prekindergarten through Grade 8 Mathematics. Version 1.2

Van de Walle, John A.2007. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Edisi ke 6. Diterjemahkan oleh: Suyono. Jakarta: Erlangga

Gambar

Gambar Mathematics framework from the Singapore mathematics curriculum

Referensi

Dokumen terkait