• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN MANAJEMEN LABORATORIUM DAN K3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELATIHAN MANAJEMEN LABORATORIUM DAN K3"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN MANAJEMEN LABORATORIUM DAN K3 (KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA) BAGI TEKNISI LABORATORIUM

BETON DAN BAHAN BANGUNAN

Diajukan Untuk Memenuhi

Tugas Mata Kuliah Pengembangan Diklat

Dosen Pengampu : Sutarto. HP., Ph.D.

Disusun oleh : Wahyu Dwi Mulyono

(12702251030)

Kelas : PTK S2 A Konsentrasi Diklat Kejuruan

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan Teknik Sipil adalah salah satu program studi yang ada di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Pendidikan Teknik Sipil diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang ahli dalam bidang pendidikan dan bidang teknik sipil atau bangunan. Penguasaan terhadap teori harus dibarengi dengan keterampilan praktik.

Keterampilan dalam melaksanakan praktek dan desain sebelum digunakan dalam pekerjaan yang sesungguhnya biasanya akan diadakan perencanaan dan pengujian terlebih dahulu di sebuah laboratorium. Laboratorium adalah tempat melakukan praktek dan uji coba dalam perencanaan atau memanipulasi sesuatu. Untuk mendapatkan hasil uji coba yang baik, maka memerlukan pengelolaan yang baik pula pada laboratorium tersebut.

(3)

untuk membantu mahasiswa dalam melaksanakan praktek mulai dari penyiapan bahan, peralatan dan perawatan serta kebersihan lokasi praktek.

Kinerja laboran atau teknisi akan sangat mempengaruhi hasil praktik dari mahasiswa. Apabila kinerja dari laboran atau teknisi masih kurang, maka hasil praktik dari mahasiswa tidak akan maksimal. Untuk meningkatkan kinerja dari laboran atau teknisi perlu diadakan sebuah pelatihan. Pelatihan atau diklat yang diselenggarakan harus disesuaikan dengan kebutuhan atau tingkat keterampilan dari laboran atau teknisi tersebut. Maka perlu dilakukan analisis untuk menentukan pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan kinerja dari laboran atau teknisi dari laboratorium beton dan bahan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Jenis pekerjaan apakah yang perlu ditingkatkan oleh laboran atau teknisi laboratorium beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil?

2. Pelatihan apakah yang dibutuhkan oleh laboran atau teknisi laboratorium beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil?

3. Jenis evaluasi apakah yang sesuai untuk mengevaluasi pelatihan tersebut?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui jenis pekerjaan yang perlu ditingkatkan oleh laboran atau teknisi laboratorium beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil 2. Untuk mengetahui pelatihan yang dibutuhkan oleh laboran atau teknisi

laboratorium beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil

(4)

BAB II

TEORI REFERENSI

A. Perencanaan Diklat

Perencanaan diklat adalah langkah awal yang dilakukan dalam mengembangkan diklat. Perencanaan diklat dilakukan untuk menentukan program diklat yang sesuai dengan kebutuhan peserta. Sebagai perencana diklat maka diperlukan analisis awal untuk mengetahui program diklat yang dibutuhkan, langkah ini dikenal dengan Training Needs Assessment (TNA).

“Effective training practices involve the use of a training design process. The design process begins with a needs assessment” (Noe, 2010: 103). Pelatihan yang efektif membutuhkan proses desain pelatihan yang baik. Proses desain dimulai dengan penilaian kebutuhan (Training Needs Assessment). Langkah-langkah berikutnya adalah memastikan peserta mempunyai motivasi dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk belajar, menciptakan lingkungan belajar yang positif, memastikan bahwa peserta menggunakan keterampilan yang dipelajari sesuai pekerjaannya, memilih metode pelatihan, dan mengevaluasi apakah pelatihan telah mencapai hasil yang diinginkan.

Pelaksanaan Training Needs Assessment (TNA) merupakan hal yang sangat penting dalam penyusunan program pelatihan baik pelatihan yang berbasis kompetensi maupun pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Penilaian kebutuhan adalah langkah pertama dalam proses desain instruksional, dan jika tidak dilakukan dengan benar menurut Noe (2010: 104) situasi berikut dapat terjadi:

1. Pelatihan memberikan solusi yang salah untuk masalah kinerja

2. Program pelatihan mungkin memiliki konten, tujuan, atau metode yang salah

(5)

4. Pelatihan tidak akan memberikan pembelajaran, perubahan perilaku, atau hasil keuangan yang diharapkan perusahaan.

5. Uang akan dihabiskan untuk program pelatihan yang tidak diperlukan karena mereka tidak berhubungan dengan strategi bisnis perusahaan.

Tujuan dari TNA menurut Noe (2010: 105) “The goal of needs assessment is to determine whether a training need exists, who it exists for, and for what tasks training is needed”. Tujuan dari penilaian kebutuhan adalah untuk menentukan jenis pelatihan yang dibutuhkan, untuk siapa pelatihan itu, dan untuk apa pelatihan dibutuhkan. Pelaksanaan pelatihan penting untuk menyertakan manajer, pelatih, dan karyawan dalam proses penilaian kebutuhan. Biasanya hanya trainer yang memperhatikan proses penilaian kebutuhan. Tetapi, telah dijelaskan bahwa pelatihan digunakan untuk membantu mencapai tujuan strategis perusahaan, maka perlu melibatkan manajer tingkat atas dalam proses penilaian kebutuhan. TNA dilakukan agar dapat disusun program pelatihan yang tepat berdasarkan hasil analisis kebutuhan pelatihan, sehingga setelah selesai mengikuti pelatihan peserta pelatihan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau persyaratan kebutuhan pasar kerja.

(6)

Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Pada Teknisi Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan ini dimulai dengan melakukan TNA dengan metode kuisioner, observasi, dan wawancara. Kuisioner diberikan kepada teknisi laboratorium beton dan bahan bangunan yang berisi analisis tugas teknisi. Observasi dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan praktik pada laboratorium beton dan bahan. Wawancara dilakukan kepada teknisi, mahasiswa dan kepala laboratorium untuk memberikan data tambahan dalam merencanakan diklat.

B. Pelaksanaan Diklat

Pelatihan diselenggarakan untuk meningkatkan kinerja dari peserta pelatihan. Di dalam pelatihan ada sebuah proses pembelajaran. Keberhasilan sebuah pelatihan dapat dilihat dari hasil belajar yang diperlihatkan oleh peserta setelah melaksanakan pelatihan. Untuk itu pelatihan harus direncanakan sebaik mungkin agar dapat menghasilkan manfaat yang besar pagi perusahaan. Pembelajaran melakukan perubahan yang relatif permanen dalam kemampuan manusia yang bukan merupakan hasil dari Proses pertumbuhan. Tipe Hasil Belajar ada empat yaitu informasi verbal (Verbal information), keterampilan intelektual (Intellectual skills), Keterampilan motorik (Motor skills), dan sikap (attitude) (Noe, 2010: 177).

Informasi verbal meliputi nama atau label, fakta, dan pengetahuan dasar. Informasi verbal mencakup pengetahuan khusus yang karyawan butuhkan dalam pekerjaan mereka. Sebagai contoh, seorang manajer harus mengetahui nama-nama dari berbagai jenis peralatan serta pengetahuan dasar yang berhubungan dengan Total Quality Management.

(7)

Keterampilan motorik meliputi koordinasi gerakan fisik. Misalnya, perbaikan telepon orang harus memiliki koordinasi dan ketangkasan diperlukan untuk memanjat tangga dan tiang telepon.

Sikap merupakan kombinasi keyakinan dan perasaan yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dengan cara tertentu. Sikap mencakup komponen kognitif (keyakinan), komponen afektif (perasaan), dan komponen yang disengaja (cara seseorang untuk berperilaku dalam kaitannya dengan subjek sikap). Pentingnya sikap yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi, dan keterlibatan kerja. Misalkan seorang karyawan dikatakan memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Ini berarti orang yang suka pekerjaannya (komponen afektif). Seseorang menginginkan pekerjaannya karena menantang dan memberikan kesempatan untuk bertemu orang-orang (komponen kognitif). Seseorang menyukai pekerjaannya, karena ia bermaksud untuk menetap pada perusahaan dan melakukan yang terbaik di tempat kerja (komponen yang disengaja). Program pelatihan dapat digunakan untuk mengembangkan atau mengubah sikap karena sikap telah terbukti berkaitan dengan fisik dan mental dari pekerjaan, omset, dan perilaku yang berdampak pada kesejahteraan perusahaan (misalnya, membantu karyawan baru).

(8)

1. Teori Transfer Pelatihan a. Theory of identical elements

Teori elemen identik (theory of identical elements) mengusulkan bahwa transfer pelatihan terjadi ketika apa yang sedang dipelajari dalam pelatihan identik atau sama dengan apa yang harus dilakukan pada pekerjaan. Transfer akan dimaksimalkan untuk tingkat bahwa tugas-tugas, bahan, peralatan, dan karakteristik lain dari lingkungan belajar yang mirip dengan yang ditemui di lingkungan kerja. Pelatihan memberikan suasana yang sama dengan lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja dapat diprediksi dan stabil. Contoh dari pelatihan ini adalah pelatihan untuk menggunakan peralatan. Jenis pemanfaatan pelatihan jarak dekat.

b. Stimulus Generalization Approach

Pendekatan generalisasi stimulus atau pelatihan umum menunjukkan bahwa cara untuk memahami transfer masalah pelatihan adalah untuk membangun pelatihan sehingga fitur yang paling penting atau prinsip-prinsip umum yang lebih ditekankan. Hal ini juga penting untuk mengidentifikasi berbagai situasi kerja dimana prinsip-prinsip umum dapat diterapkan. Pendekatan stimulus generalisasi menekankan transfer jauh. Transfer jauh atao pelatihan jarak jauh tidak ditempat kerja merupakan kemampuan peserta pelatihan untuk menerapkan kemampuan belajar lingkungan kerja, meskipun lingkungan kerja (peralatan, masalah, tugas) tidak identik dengan sesi latihan. Program yang menekankan transfer jauh harus mencakup desain pelatihan berikut :

1) Program harus mengajarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip umum yang luas.

(9)

3) Program harus menekankan bahwa prinsip-prinsip umum bisa diterapkan untuk satu set yang lebih besar konteks daripada yang disajikan dalam pengaturan pelatihan

Penekanan pelatihan pada prinsip-prinsip umum yang berlaku untuk banyak situasi kerja yang berbeda. Kondisi yang sesuai untuk pelatihan pada pekerjaan yang tidak dapat diprediksi dan sangat bervariasi. Contohnya pelatihan dalam keterampilan interpersonal. Jenis transfer Jauh.

c. Cognitive Theory of Transfer

Teori kognitif transfer didasarkan pada teori pemrosesan informasi dari pembelajaran. Ingat bahwa penyimpanan dan pengambilan informasi merupakan aspek kunci dari model pembelajaran. Menurut teori kognitif transfer, kemungkinan transfer tergantung pada kemampuan peserta untuk mengambil kemampuan belajar. Teori strategi ini menunjukkan bahwa kemungkinan transfer meningkat dengan memberikan pelatihan dengan materi yang bermakna yang meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan menghubungkan apa yang mereka hadapi dalam lingkungan pekerjaan dengan kemampuan belajar. Juga penting adalah menyediakan peserta pelatihan dengan strategi kognitif untuk pengkodean kemampuan belajar dalam memori sehingga mereka mudah memahami. Penekanan pada bahan yang bermakna dan pengkodean skema meningkatkan penyimpanan dan mengingat isi pelatihan. Kondisi yang sesuai untuk semua jenis pelatihan dan lingkungan. Jenis transfer dekat dan jauh

2. Jenis Pelatihan

a. Pelatihan Tradisional

(10)

Pelatihan tradisional membahas pelatihan dengan pemateri (hands-on) dan metode pelatihan pengembangan kelompok (group

building methods). Metode presentasi (seperti kuliah) efektif untuk efisien mengkomunikasikan informasi (pengetahuan) ke sejumlah besar trainee. Metode presentasi perlu dilengkapi dengan kesempatan untuk para peserta untuk berlatih, berdiskusi, dan menerima umpan balik untuk memfasilitasi pembelajaran. Metode hands-on mendapatkan trainee terlibat langsung dalam pembelajaran. Metode hands-on yang ideal untuk mengembangkan keterampilan dan perilaku. Metode pelatihan terbimbing (hands-on) mencakup pelatihan on-the-job, simulasi, self-directed learning, permainan bisnis, studi kasus, memainkan peran, dan model perilaku. Metode ini kemungkinan mahal untuk dikembangkan, tetapi menggabungkan kondisi yang diperlukan untuk belajar dan transfer pelatihan bisa terjadi. Metode pengembangan kelompok (group building methods) seperti pelatihan tim, tindakan belajar, dan fokus pembelajaran petualangan untuk membantu tim meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk kerja sama tim yang efektif (misalnya, kesadaran diri, resolusi konflik, koordinasi) dan membantu membangun kohesi tim dan identitas. Teknik pengembangan kelompok (group building

methods) mungkin termasuk penggunaan metode presentasi serta latihan selama anggota tim berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain.

b. Pelatihan Kontemporer

Modern training methods, methods that do new technologies in training delivery, sup-port, and administration. Many new technologies have features that help to ensure learningand transfer of training (e.g., multimedia training methods such as CD-ROM and e-learning) (Noe, 2010 : 337).

(11)

Teknologi ini menarik bagi beberapa indera dan memungkinkan karyawan untuk melakukan pembelajaran mandiri, menerima umpan balik dan penguatan, dan mencari informasi dari para ahli pada materi dasar yang dibutuhkan. Metode pelatihan ponsel baru (seperti iPod) memungkinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pelatihan dari rumah atau bekerja secara 24 jam. Karyawan tidak hanya mengontrol penyajian isi pelatihan tetapi juga kapan dan di mana mereka berpartisipasi dalam pelatihan. Simulasi dan virtual reality juga dapat menciptakan lingkungan pelatihan yang lebih realistis, yang dapat membuat materi lebih bermakna dan meningkatkan kemungkinan bahwa pelatihan akan ditransfer ke pekerjaan. Sistem pakar dan sistem pendukung elektronik adalah alat yang karyawan dapat mengakses pada dasar yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi. Groupware dan intranet membantu untuk menangkap pengetahuan bahwa karyawan dicapai dari pelatihan dan memfasilitasi berbagi informasi mereka. Teknologi interaktif voice, pencitraan, dan aplikasi perangkat lunak yang dirancang khusus untuk pelatihan membuat lebih mudah untuk menyimpan dan merekam informasi pelatihan seperti kursus pendaftaran dan catatan pelatihan karyawan. Teknologi ini juga membuat lebih mudah untuk mengambil informasi pelatihan terkait untuk pengambilan keputusan manajerial. Banyak perusahaan yang berinvestasi dalam belajar sistem manajemen, yang menyediakan administrasi pelatihan, pengiriman, dan dukungan.

(12)

Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Pada Teknisi Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan ini termasuk kedalam jenis pelatihan tradisional. Pelatihan tradisional dilakukan dengan metode ceramah atau demonstrasi, presentasi, praktik lapangan, dan studi kasus. Pelatihan tradisional digunakan karena sesuai dengan pelaksanaan dalam memberikan informasi secara luas dan memberikan keterampilan dalam melaksanakan manajemen laboratorium.

C. Evaluasi Pelatihan

Evaluasi pelatihan menyediakan cara untuk memahami investasi hasil pelatihan dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan pelatihan. Jika perusahaan menerima pengembalian yang tidak memadai atas investasi dalam pelatihan, perusahaan kemungkinan akan mengurangi investasi dalam pelatihan atau mencari penyedia pelatihan di luar perusahaan yang dapat memberikan pengalaman pelatihan yang dapat meningkatkan performa, produktivitas, kepuasan pelanggan, atau apa pun hasil lainnya perusahaan tertarik dalam mencapai. Evaluasi pelatihan menyediakan data yang diperlukan untuk menunjukkan pelatihan yang tidak menawarkan manfaat bagi perusahaan. Evaluasi pelatihan melibatkan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

Evaluasi formatif mengacu pada evaluasi pelatihan yang berlangsung selama desain dan pengembangan program. Evaluasi formatif membantu untuk memastikan bahwa (1) program pelatihan yang terorganisasi dengan baik dan berjalan lancar dan (2) peserta belajar dan puas dengan program ini. Evaluasi formatif memberikan informasi tentang bagaimana membuat program yang lebih baik, biasanya melibatkan pengumpulan data kualitatif tentang program. Data kualitatif meliputi pendapat, keyakinan, dan perasaan tentang program. Evaluasi formatif meminta pelanggan, karyawan, manajer, dan para ahli tentang pendapat mereka tentang deskripsi konten pelatihan dan tujuan dan desain program.

(13)

perilaku, atau hasil lain yang diidentifikasi dalam tujuan pelatihan. Evaluasi sumatif juga dapat mencakup mengukur manfaat biaya (juga dikenal sebagai return on investment) yang diterima perusahaan dari program ini. Evaluasi sumatif biasanya melibatkan pengumpulan kuantitatif (numerik) data melalui tes, penilaian perilaku, atau langkah-langkah tujuan kinerja seperti volume penjualan, kecelakaan, atau paten.

Pentingnya evaluasi program pelatihan menurut Noe (2010 : 219) dari pembahasan evaluasi sumatif dan formatif, itu adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program . Ini termasuk menentukan apakah program ini memenuhi tujuan pembelajaran , jika kualitas lingkungan belajar yang memuaskan, dan jika transfer pelatihan untuk pekerjaan yang terjadi.

2. Untuk menilai apakah isi, organisas , dan administrasi program termasuk jadwal, akomodasi, pelatih, dan bahan mendukung proses belajar dan penggunaan konten pelatihan di tempat kerja.

3. Untuk mengidentifikasi manfaat pelatihan sebagian besar atau setidaknya dari program ini.

4. Untuk membantu program pemasaran melalui pengumpulan informasi dari peserta tentang apakah mereka akan merekomendasikan program tersebut kepada orang lain, mengapa mereka menghadiri program, dan tingkat kepuasan dengan program.

5. Untuk menentukan manfaat keuangan dan biaya program.

6. Untuk membandingkan biaya dan manfaat dari pelatihan terhadap investasi nontraining (seperti redesign pekerjaan atau sistem seleksi karyawan yang lebih baik).

7. Untuk membandingkan biaya dan manfaat dari program pelatihan yang berbeda untuk memilih program terbaik.

(14)

dan tidak berbelit-belit. Sementara dari sisi penggunaan, model ini bisa digunakan untuk mengevaluasi berbagai macam jenis pelatihan dengan berbagai macam situasi. Menurut Kirkpatrick, evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan untuk menentukan tingkat efektifitas suatu program pelatihan. Dalam model Kirkpatrick, evaluasi dilakukan melalui empat tahap evaluasi atau kategori.

Tahap Evaluasi program model Kirkpatrik terdiri dari 4 bagian, yaitu: 1. Reaction (Reaksi)

Evaluasi ini untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan suatu pelatihan. Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah menerima materi pelatihan, yakni evaluasi untuk mengukur minat dan reaksi peserta atas pelatihan

2. Learning (Pembelajaran)

Evaluasi ini untuk mengukur tingkat tambahan pengetahuan, ketrampilan maupun perubahan sikap peserta setelah mengikuti pelatihan. Disebut juga evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman ini sangat penting untuk mengetahui apakah peserta sudah memahami materi yang diberikan dalam pelatihan

3. Behaviour (Perilaku)

Evaluasi ini untuk mengetahui tingkat perubahan perilaku kerja peserta pelatihan setelah kembali ke lingkungan kerjanya. Evaluasi ini dilakukan setelah pelatihan. Tujuannya untuk melihat bagaimana perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, langkah-langkah apa yang sudah dilakukan serta bagaimana sikap stakeholder terhadap hasil pelatihan.

4. Result (Hasil)

(15)

Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Pada Teknisi Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan ini menggunakan evaluasi model Kirkpatrick tingakat 1, tingkat 2, tingkat 3 dan tingkat 4. Evaluasi tingkat 1 dilakukan pada saat dan setelah menerima materi pelatihan. Evaluasi tingkat 2 dilakukan setelah menerima pelatihan. Evaluasi tingkat 3 dilakukan setelah pelatihan dan telah kembali ke tempat kerjanya masing-masing. Evaluasi tingkat 4 diberikan dalam akhir semester atau akhir tahun ketika pelaksanaan praktik laboratorium.

BAB III

(16)

A. Perencanaan Diklat

Pengembangan pelatihan diperlukan langkah-langkah penyusunan yang harus ditempuh oleh seorang penyusun program pelatihan. Salah satu yang harus ditempuh adalah melakukan training need assessment ( TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan akan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya yang dihadapi oleh para calon peserta pelatihan dalam melaksanakan tugasnya, jika dibandingkan dengan sesuatu yang menjadi standar.

Tujuan Pedoman Analisis Kebutuhan Pelatihan (TNA) adalah agar dapat disusun program pelatihan yang tepat berdasarkan hasil analisis kebutuhan pelatihan, sehingga setelah selesai mengikuti pelatihan peserta pelatihan memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan kebutuhan pasar kerja/lowongan kerja.

Training Need Assessment (TNA) Diklat Teknisi Laboratorium Beton dan Bahan ini dilaksanakan dengan memperhatikan hasil analisis kebutuhan sesuai dengan data yang didapatkan dari responden. Data dari kuesioner berupa frekuensi, tingkat kepentingan dan tingkat kesulitan dari kompetensi kerja teknisi laboratorium praktik beton. Data yang telah didapatkan kemudian dijumlahkan. Asumsi kebutuhan pelatihan dinyatakan dengan jumlah tertinggi dari penjumlahan data tiap-tiap item pekerjaan. Data analisis kebutuhan pelatihan dari teknisi laboratorium praktik beton dapat dilihat pada tabel 1.

Data dari observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap pelaksanaan peekerjaan-pekerjaan di laboratorium beton dan bahan mulai dari persiapan alat dan bahan sampai pelaksanaan dan perawatan. Data dari wawancara kepada mahasiswa, teknisi dan kepala laboratorium juga digunakan untuk mendukung data dari hasil kuesioner tentang item pekerjaan yang membutuhkan pelatihan atau diklat.

(17)

N 1 Menyiapkan alat yang digunakan

praktik beton 5 5 1 11

2 Menyiapkan bahan yang

digunakan praktik beton 5 5 1 11

3 Mengetahui prosedur percobaan

praktik beton 5 5 1 11

4 Kesehatan dan keselamatan kerja 5 5 2 12

5 Kebersihan lokasi kerja 5 5 2 12

6 Perawatan alat 5 5 2 12

7 Pengaturan ruang kerja 5 5 2 12

8 Percobaan uji consistensi normal

portland cement 3 5 1 9

9 Percobaan waktu pengikatan

portland cement 3 5 2 10

10 Percobaan berat jenis portland

cement 4 5 1 10

11 Percobaan berat jenis pasir 5 5 1 11

12 Percobaan berat pervolume pasir 5 5 1 11

13 Percobaan kadar lumpur dalam

pasir 5 5 1 11

14 Percobaan penyerapan pasir 5 5 1 11

15 Percobaan kadar air dalam pasir 5 5 1 11

16 Percobaan berat jenis kerikil 5 5 1 11

17 Percobaan berat per volume kerikil 5 5 1 11

18 Percobaan kadar lumpur dalam

kerikil 5 5 1 11

19 Percobaan penyerapan kerikil 5 5 1 11

20 Percobaan kadar air dalam kerikil 5 5 1 11

21 Percobaan kadar keausan kerikil 5 4 1 10

22 Percobaan analisa ayakan pasir 5 4 1 10

(18)

24 Percobaan analisa ayakan

campuran 4 4 2 10

25 Percobaan mix design beton 4 4 2 10

26 Percobaan mencampur beton

pembuatan benda uji kubus 5 5 1 11

27 Percobaan mencampur beton

pembuatan benda uji silinder 5 4 1 10

28 Percobaan slump 5 4 1 10

Berdasarkan hasil data di atas maka ada 4 (empat) pekerjaan yang mempunyai jumlah nilai tertinggi (nilai 12) yaitu:

1. Kesehatan dan keselamatan kerja 2. Kebersihan lokasi kerja

3. Perawatan alat

4. Pengaturan ruang kerja

4 (empat) pekerjaan diatas merupakan dasar yang digunakan sebagai kebutuhan dalam perancanaan pelatihan ini. Kebersihan lokasi kerja, perawatan alat dan pengaturan ruang kerja masuk kedalam lingkup manajemen bengkel atau laboratorium. Kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 merupakan bagian tersendiri yang dimasukkan dalam pelatihan ini.

Berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan dari kuesioner di atas setelah dilakukan pengecekan terhadap hasil observasi dan wawancara, maka akan dirancanakan sebuah pelatihan yaitu “Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan Dan Keselamatan Kerja)”.

B. Pelaksanaan Diklat

Tujuan Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 ini adalah sebagai berikut:

(19)

b. Untuk memberikan pengetahuan pentingnya K3 dalam pelaksanaan praktik di laboratorium

c. Untuk memberikan keterampilan dalam pelaksanaan program K3 di laboratorium

3. Sasaran

Sasaran dari Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 ini adalah para teknisi atau laboran di laboratorium beton dan bahan bangunan mempunyai keterampilan dalam pelaksanaan manajemen laboratorium dan K3.

4. Peserta

Peserta dari Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 ini adalah para teknisi atau laboran di laboratorium beton dan bahan bangunan di Perguruan Tinggi dan SMK se-Kota Yogyakarta.

5. Tempat dan Waktu

Tempat Pelatihan ini adalah di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (LPMP-UNY) dan di Laboratorium Beton Jurusan teknik Sipil dan Perencanaan UNY. Waktu pelatihan dilaksanakan selama 5 (lima) hari.

6. Personalia

a. Panitia pelaksana 1) Ketua

2) Sekretaris 3) Administrasi 4) Pembantu Umum b. Instruktur

1) Praktisi/ pakar dibidang Teknik Sipil dengan keahlian manajemen laboratorium dan K3

2) Instruktur dan pendamping instruktur

(20)

7. Materi

Materi utama yang disampaikan dalam pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) adalah sebagai berikut:

a. Mengatur tata ruang laboratorium

b. Mengatur alat yang baik dan terkalibrasi

c. Administrasi laboratorium

d. Organisasi laboratorium

e. Inventarisasi dan keamanan

f. Pengamanan laboratorium

g. Penanganan masalah umum

h. Kebersihan laboratorium

i. Alat Pelindung diri (APD)

j. Slogan dan simbol K3

k. P3K

l. Penanganan bila terjadi kecelakaan kerja

8. Metode

(21)

.

9. Silabus

Silabus dari Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 ini dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Silabus Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3

No Standar

Kompetensi Kompetensi Dasar Metode Pembelajaran Waktu

(22)

Evaluasi dalam pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 adalah sebagai berikut:

a. Evaluasi Tingkat 1 (Reaction)

Evaluasi ini untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah menerima materi pelatihan, yaitu evaluasi untuk mengukur minat dan reaksi peserta atas pelatihan. Hal-hal yang dievaluasi meliputi materi pelatihan, metode pelatihan, penatar/ instruktur pelatihan, petugas/ panitia/ personalia pelatihan, konsumsi, dan akomodasi. Evaluasi ini menggunakan angket yang langsung diisi oleh peserta pelatihan dan hasilnya bisa diketahui setelah selesai pelaksanaan pelatihan.

b. Evaluasi Tingkat 2 (Learning)

Evaluasi ini untuk mengukur tingkat tambahan pengetahuan, ketrampilan maupun perubahan sikap peserta setelah mengikuti pelatihan. Disebut juga evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman ini sangat penting untuk mengetahui apakah peserta sudah memahami materi yang diberikan dalam pelatihan. Evaluasi ini dilakukan dengan memberikan post test pada peserta diklat.

c. Evaluasi Tingkat 3 (Behaviour)

Evaluasi ini untuk mengetahui tingkat perubahan perilaku kerja peserta pelatihan setelah kembali ke lingkungan kerjanya. Evaluasi ini dilakukan setelah pelatihan. Tujuannya untuk melihat bagaimana perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, langkah-langkah apa yang sudah dilakukan serta bagaimana sikap pimpinan terhadap hasil pelatihan. Untuk mendapatkan hasil dari evaluasi ini dilakukan dengan mengirim lembar observasi kepada dosen praktik beton dan bahan bangunan 2 bulan setelah kegiatan, lembar observasi ini berisi analisis tugas dari teknisi laboratorium beton dan bahan bangunan.

(23)

Evaluasi ini untuk mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktifitas lembaga. Merupakan evaluasi mengenai kinerja lembaga yang terjadi akibat kinerja anggota yang mengikuti pelatihan. Untuk mendapatkan hasil dari evaluasi ini dilakukan dengan mengirim lembar observasi kepada dosen praktik beton dan bahan bangunan dan kepala laboratorium setelah laboran melaksanakan pekerjaan selama satu semester di laboratorium beton dan bahan bangunan.

(24)

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan tentang perencanaan program diklat sebagai berikut:

1. Jenis pekerjaan yang membutuhkan peningkatan keterampilan berdasarkan hasil TNA (wawancara, kuesioner, dan observasi) adalah K3 (kesehatan dan keselamatan kerja), kebersihan lokasi kerja, perawatan alat dan pengaturan ruang kerja.

2. Berdasarkan hasil TNA yang menunjukkan pekerjaan-pekerjaan yang perlu ditingkatkan maka direncanakan sebuah pelatihan atau diklat dengan judul pelatihan manajemen laboratorium dan K3 (kesehatan dan keselamatan kerja)

3. Evaluasi dalam pelaksanaan pelatihan manajemen laboratorium dan K3 (kesehatan dan keselamatan kerja) adalah menggunakan evaluasi model Kirkpatrick, level 1 ( Reaction), level 2 (Leaning), level 3 (Behaviour), dan level 4 (Result).

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan di atas, maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan tingkat kebutuhan pelatihan atau diklat harus dilaksanakan TNA dengan melakukan survei atau observasi pada berbagai macam sumber agar mendapatkan data yang akurat tentang pelatihan yang dibutuhkan.

(25)

mendapatkan hasil evaluasi yang baik dapat dilakukan tiga sampai empat tahun setelah pelatihan.

(26)

Kirkpatrik D. & Kirkpatrick J. (2009), 3rd Ed. Evaluating training programs: the

four levels. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers.

Noe. R.A. (2010). Employee Training and Development. Boston: McGraw Hill

Sutarto, H. P. (2013). Strategi penggeseran paradigma pelatihan dari orientasi aktivitas di kelas ke hasil di tempat kerja. Cakrawala Pendidikan UNY

Gambar

Tabel 2 Silabus Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3

Referensi

Dokumen terkait

LCA adalah teknik untuk melakukan assessment terhadap aspek lingkungan dan dampak potensial yang berhubungan dengan suatu produk, dengan menyusun atau menginventarisasi

Nilai F positif dicapai pada persentase aromatik, tinggi tanaman, panjang daun bendera, umur panen, jumlah anakan, panjang malai, persentase gabah bernas dan

Dengan banyak ilmu, kamu akan mengetahui mana yang baik dan buruk, mana. yang sebaiknya ditinggalkan

dan terdapat tiga subyek yang merasa puas dengan pekerjaannya karena bisa mengembangkan ilmu pengetahuan, bisa menyalurkan hobi menulis dan bercerita, dan pendidik adalah

Hasil analisis sikap dan perilaku konsumen menunjukkan adanya konsistensi antara sikap dan perilaku konsumen terhadap produk Bank Sampah, yaitu konsumen memiliki sikap

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah serta adanya keterbatasan kemampuan, waktu dan dana, maka dalam hal ini masalah dapat dibatasi

Pasal 7 Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menentukan, hanya perkawinan yang dilakukan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang dapat dimintakan pengesahannya di

Data terperinci tentang lokasi dan alokasi dana untuk PNPM Mandiri Perdesaan tahun 2009 adalah sebagai berikut :.. SADI dilaksanakan oleh tiga komponen yaitu