Pengalaman Implementasi Program
SEKOLAH AMAN di wiLAyAH
PEdESAAN & PERKOTAAN
Plan Indonesia
PENGALAMAN IMPLEMENTASI PROGRAM SEKOLAH AMAN DI WILAYAH PEDESAAN & PERKOTAAN
©2014
Diterbitkan oleh Plan Indonesia
Disiapkan oleh Program Disaster Risk Management (DRM) Disusun oleh Yusra Tebe, Handoko dan Fredrika Rambu Direview oleh Wahyu AK, Vanda Lengkong dan Paulan Aji Brata Foto pada sampul: Sekolah Aman pedesaan, Grobogan
Foto-foto: ©Plan Indonesia
daftar isi
A. Kondisi Terkini B. Mitra Pelaksana C. Apa Itu Sekolah Aman D. Tujuan Sekolah Aman
E. Mengapa Sekolah Aman Penting? F. Komponen/Pilar Sekolah Aman
○ Pilar 1. Fasilitas Sekolah Aman
○ Pilar 2. Manajemen Bencana di Sekolah
○ Pilar 3. Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
G. Aktivitas Utama Implementasi Sekolah Aman H. Strategi & Pendekatan
I. Sekolah Perkotan dan Pedesaan J. Capaian
K. Pembelajaran
L. Komitmen Plan Indonesia M. Studi kasus
○ LIPI - Studi Kasus Proyek Sekolah Aman di Jakarta Barat ○ YTBI - Studi Kasus Proyek Sekolah Aman di Jakarta Timur
○ KYPA - Studi Kasus Proyek Sekolah Aman di Kabupaten Grobogan ○ SANRES - Studi Kasus Proyek Sekolah Aman di Kabuupaten Sikka
4 7 7 7 8 9 10 12 13
14 15 16 18 20 20
A. Kondisi Terkini
109.401
Sekolah Dasar (SD)
dari total 144.507 SD BERAdA di PROViNSi dENgANRiSiKO gEMPA TiNggi
18.855
Sekolah Menengah
Pertama (SMP)
dari total 26.277 SMP BERAdA di LOKASi dENgANRiSiKO gEMPA TiNggi
7.237
Sekolah Menengah
Atas (SMA)
dari total 10.239 SMA BERAdA di KAwASAN dENgAN RiSiKO gEMPA CUKUP TiNggi31.147
Sekolah Luar Biasa (SLB)
dari total 1.455 SLB BERAdA di LOKASi dENgANRiSiKO gEMPA TiNggi
1 Renas PB 2010-2014, BNPB, hal 169, dalam lampiran 4
2 Data Bank Dunia, melalui dokumen Draft Blue Print Sekertariat Sekolah Aman/Badan Nasional
Penanggulangan Bencana ( 2014), hal 2
3 Draft Blue Print Sekertariat Sekolah Aman/Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( 2014) 4 Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster risk reduction, Yogyakarta decleration on Disaster
risk reducation in Asia in Pasiic, 2012. Hal 3
Berdasarkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB) Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) tahun 2010 sampai 2014, sedikitnya ada 23 provinsi yang
masuk dalam kategori risiko tinggi terhadap gempa bumi di Indonesia1.
Sebagian besar bangunan sekolah di Indonesia belum didesain aman terhadap gempa,
tsunami, dan gunung meletus.
Sehingga peningkatan kesadaran dan melakukan tindakan
kesiapsiagaan perlu dilakukan
dengan segera.
Data Bank Dunia2 menyebutkan
Indonesia masuk dalam empat besar negara dengan jumlah
sekolah terbanyak di dunia.
Ribuan sekolah di Indonesia berada di wilayah dengan risiko
gempa tinggi.
Pemerintah Indonesia melalui BNPB, kementerian pendidikan dan beberapa kementarian dan lembaga terkait telah
merevitalisasi sekretariat nasional
Sekolah Aman. Pemerintah juga
menyetujui deklarasi Yogyakarta di Konferensi Kelima Menteri Se-Asia untuk Pengurangan Risiko
Bencana (AMCDRR), untuk
mendukung upaya lokal untuk Sekolah Aman4.
Sejak tahun 2011, Plan Indonesia bersama beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) telah
mengimplementasikan Proyek Sekolah Aman di Indonesia sehingga anak-anak mendapat akses kepada sekolah dan lingkungan belajar yang aman meski berada di lingkungan
yang rawan bencana. Proyek ini dilaksanakan di 30 sekolah di 3 kabupaten: Rembang, Grobogan di Jawa Tengah
dan Kabupaten Sikka, di Nusa
Tenggara Timur (NTT). Di tahun 2013, Plan menggembangkan proyek ini di 20 sekolah di Jakarta Timur dan Jakarta Barat,
B. Mitra Pelaksana
C. Apa itu Sekolah Aman
Mitra pelaksana proyek ini adalah: Compress-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yayasan Tanggul Bencana Indonesia (YTBI), SANRES, dan KYPA, Dalam menjalankan proyek ini, Plan
Indonesia & mitra senantiasa melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud), Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB), Dinas Pendidikan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi, Palang Merah Indonesia (PMI), Pemadam Kebakaran,
Search & Rescue (SAR), dan pihak lainnya yang terkait.
Sekolah Aman adalah sekolah yang menerapkan
standar sarana dan prasarana serta budaya yang
mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di
sekitarnya dari bahaya bencana
5.
5 Peraturan kepala Badan Nasional Penanggulangan bencana (BNPB)
no 4, tahun 2012. Hal 3
d. Tujuan Sekolah Aman
1. Mengidentiikasi lokasi sekolah pada prioritas daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami;
2. Memberikan acuan dalam penerapan Sekolah Aman dari bencana baik secara struktural dan non-struktural;
E. Mengapa Sekolah Aman Penting?
Mengurangi gangguan terhadap
kegiatan pendidikan dan memberikan jaminan
kesehatan, keselamatan, kelayakan
termasuk bagi anak berkebutuhan khusus,
kenyamanan dan keamanan
di sekolah dan madrasah setiap saat,
terutama pada kejadian bencana
Menjadi pusat kegiatan masyarakat dan
sarana sosial dalam memerangi kemiskinan,
buta huruf dan gangguan kesehatan
dan ilmu kebencanaan
Tempat belajar yang lebih aman
memungkinkan identiikasi dan
dukungan untuk anak dan komunitas sekolah
dalam situasi darurat
sampai pemulihan pasca bencana
Sekolah berisi anak-anak, dimana
anak merupakan kelompok yang rentan
F. Komponen/Pilar Sekolah Aman
Dalam pelaksanaan Proyek Sekolah Aman, Plan Indonesia dan
mitranya senantiasa mengacu kepada 3 pilar kerangka kerja Sekolah
Aman yang komprehensif6, sebagai berikut:
6 Sekolah Aman yang komprehensif; menuju sebuah kerangka kerja global untuk pengurangan
risiko bencana yang cerdas iklim, sebagai jembatan antara pembangunan dan aksi kemanusiaan di sektor pendidikan. Oktober 2010. Di produksi oleh: Unicef, ADPC, World Vision, UNESCO, Save the Children, dan Plan International.
1.
anajemen bencana nasional dan loka
erencanaan Sektor Pendidik
an • Keselamatan terhadap ancaman kebakaran, gempa bumi, banjir,
longsor, dsb.
• Pendidikan akan
keamanan struktural
• Konstruksi sebagai peluang pendidikan
• Rencana bencana
di tingkat keluarga
• Rencana reunifikasi keluarga • Latihan (simulasi) sekolah
• Analisis sektor pendidikan • Kajian risiko multi-bahaya • Kajian dan perencanaan yang berpusat pada anak
Pilar 1.
Fasilitas Sekolah Aman
Untuk mendapatkan fasilitas Sekolah Aman dibutuhkan keterlibatan
pihak-pihak berwenang di bidang pendidikan, arsitek, ahli teknik, para tukang bangunan dan anggota komunitas sekolah dalam menentukan
lokasi yang aman, perancangan, konstruksi dan perawatan (termasuk akses yang aman dan berkelanjutan untuk mencapai fasilitas tersebut).
Tanggung jawab utama bagi sekolah negeri dan swasta adalah untuk:
a. Memilih lokasi sekolah yang aman dan mengimplementasikan desain dan konstruksi yang tangguh terhadap bencana untuk memastikan agar setiap sekolah baru adalah sekolah yang aman. b. Mengimplementasikan skema prioritas untuk memperbaiki (retroit) dan
mengganti (termasuk merelokasi) sekolah-sekolah yang tidak aman. c. Meminimalisir semua sumber risiko non-struktural dan
infrastruktural pada bangunan dan fasilitas, termasuk desain dan tata ruang serta perabot yang aman untuk keselamatan bersama
dan evakuasi. Akses bagi penyandang kebutuhan khusus harus dipertimbangkan.
d. Jika sekolah direncanakan sebagai tempat pengungsian sementara, sekolah harus dirancang sesuai kebutuhan ini.
e. Memastikan bahwa akses anak ke sekolah bebas dari risiko isik (adanya jalur pejalan kaki, penyeberangan jalan dan sungai). f. Fasilitas air dan sanitasi diadaptasi untuk menghadapi risiko
potensial (kakus tadah air hujan dan kakus berderet/rain-fed and lined latrines).
g. Mengimplementasikan kegiatan dan upaya cerdas-iklim seperti
memanen air hujan, panel solar, energi yang terbarukan, taman sekolah. h. Rencana pembiayaan dan pengawasan bagi perawatan fasilitas.
Ruang Perpustakaan
Ruang Kelas Selasar
Ruang Guru
Ruang UKS
Kantin Toilet
Pilar 2.
Manajemen Bencana di Sekolah
Manajemen bencana di sekolah ditentukan melalui para pihak
berwenang di sektor pendidikan tingkat nasional dan lokal serta di
tingkat komunitas sekolah (termasuk anak-anak), bekerja sama dengan mitra di bidang manajemen bencana, untuk menjaga lingkungan belajar yang aman serta merencanakan keberlangsungan pendidikan, sesuai
dengan standar internasional7. Tanggung jawab utamanya meliputi:
a. Menyediakan kebijakan, acuan pada tingkat sub-nasional dan tingkat sekolah lokal untuk pengkajian dan perencanaan di lokasi,
pengurangan risiko, dan persiapan tanggap darurat sebagai bagian
dari manajemen dan perbaikan rutin sekolah.
b. Mengembangkan, memperkenalkan, melembagakan, memonitor
dan mengevaluasi pembentukan atau pemberdayaan komite
manajemen risiko bencana berbasis sekolah yang melibatkan staf, siswa, orangtua dan pemangku kepentingan di komunitas.
c. Mengadaptasi prosedur standar sesuai kebutuhan, untuk ancaman
yang datang dengan maupun tanpa peringatan, termasuk: rebah-berlindung-berpegangan, evakuasi bangunan, evakuasi ke tempat
aman, berlindung di tempat (shelter-in-place and lockdown), dan
reuniikasi keluarga yang aman.
d. Berlatih dan memperbaiki persiapan tanggap darurat dengan simulasi rutin tingkat sekolah yang terhubung dengan komunitas. e. Menyusun rencana kontijensi tingkat nasional dan sub-nasional
untuk mendukung keberlangsungan pendidikan, termasuk rencana
dan kriteria untuk membatasi penggunaan sekolah sebagai tempat
pengungsian sementara.
f. Memadukan kebutuhan anak-anak usia pra-sekolah dan anak.
7 Interagency Network for Education in Emergencies (INEE) minimum standart (2010)
Pilar 3.
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
PRB harus dirancang agar membangun budaya aman dan komunitas yang tangguh. Tanggung jawab utamanya meliputi:
a. Mengembangkan pesan-pesan kunci yang dibuat berdasarkan
konsensus untuk mengurangi kerentanan rumah tangga dan komunitas, dan untuk mempersiapkan dan merespon dampak
bahaya sebagai dasar dari pendidikan formal dan non-formal. b. Mengembangkan cakupan dan langkah-langkah untuk pengajaran
tentang bahaya, bencana dan pemecahan masalah untuk pengurangan risiko.
c. Menanamkan pengurangan risiko melalui kurikulum dan menyediakan acuan untuk mengintegrasikan PRB ke mata pelajaran tertentu.
d. Menyediakan pelatihan mengajar bagi para guru dan calon guru tentang materi kurikulum pengurangan risiko.
e. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keterlibatan para guru untuk mencapai integrasi yang efektif akan topik-topik ini
ke dalam kurikulum formal dan non-formal serta pendekatan
g. Aktivitas Utama implementasi Sekolah Aman
8H. Strategi & Pendekatan
• Sosialisasi PRB dan Sekolah Aman kepada anak, orang tua
dan masyarakat
• Pelatihan anak-anak, guru dan karyawan sekolah
• Pembuatan media komunikasi, edukasi dan informasi yang
ramah anak
• Pembentukan Tim Siaga Bencana
• Melakukan Kajian Ancaman, Kerentanan, Kapasitas dan Risiko • Membuat peta dan papan jalur evakuasi
• Membuat rencana kedaruratan • Menyusun rencana aksi sekolah • Melakukan simulasi bencana
• Pengecekan struktur bangunan sekolah dan renovasi sekolah • Perbaikan/perkuatan struktur (retroitting) bangunan sekolah • Penyedian fasilitas sanitasi dan air bersih
• Perbaikan fasilitas belajar yang memadai dan aman (kursi/ meja belajar)
• Penyediaan sumber bacaan yang membantu anak-anak belajar kebencanaan/ tersedianya perpustakaan sekolah
• Memasukkan PRB dalam kegiatan ekstrakurikuler
• Mendorong kebijakan pemerintah untuk memasukkan PRB dalam
kurikulum pembelajaran
• Mendorong dan mendukung pemerintah mengalokasikan budget khusus untuk upaya Sekolah Aman dari bencana
• Pemilihan duta Sekolah Aman, dan model Sekolah Aman • Monitoring dan evaluasi yang partisipatif.
• Mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan praktik pembangunan yang berkelanjutan di sektor pendidikan. • Mengembangkan dan memperkuat lembaga-lembaga, mekanisme
dan kapasitas untuk membangun ketangguhan terhadap bahaya
di sektor pendidikan pada tingkat nasional dan lokal.
• Koordinasi yang intensif di antara para pemangku kebijakan dalam pengembangan Sekolah Aman dan menjamin keberlanjutan.
Lembaga lain antara lain: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perlindungan Anak dan Perempuan, Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kesehatan
• Secara sistematis memasukkan pendekatan pengurangan risiko ke
dalam implementasi program kesiapsiagaan, tanggap darurat dan
pemulihan di sektor pendidikan.
• Pemberdayaan dan peningkatan kemampuan SDM tentang
Sekolah Aman
• Advokasi kebijakan dan penganggaran di tingkat pemerintah • Perencanaan kesiapsiagaan bencana/simulasi
• Pendidikan PRB, melalui peningkatan kesadaran (pelatihan/ kampanye) bagi semua masyarakat sekolah (anak, guru, komite sekolah, orang tua dan dinas pendidikan) • Meningkatkan pengelolaan manajemen sekolah yang sadar risiko
dari bencana dalam pengembangan kurikulum, sarana pra-sarana,
pendidik serta pengelolaan
• Pelibatan universitas dalam penyusunan panduan penilaian
struktur bangunan Sekolah Aman
• Mengintegrasikan prinsip-prinsip inklusi
8 Aktivitas kunci ini merupakan saran, dan bisa disesuaikan dan di modiikasi dengan konteks dan
i. Sekolah di wilayah Perkotan dan Pedesaan
Komponen Pedesaan Perkotaan
Karakteristik
ancaman9
Gempa Bumi, Tsunami, angin puting beliung, longsor, banjir
Gempa Bumi, tsunami, angin puting beliung, banjir, kebakaran
Demograi Berpenduduk sedikit,
dengan sebaran yang cenderung terpisah, dengan tingkat konlik sosial yang relatif rendah
Berpenduduk padat pada suatu lokasi, dengan tingkat konlik sosial yang relatif tinggi
Akses informasi & fasilitas
Lebih sulit, karena minim akses kepada informasi TV, koran, online
Lebih mudah karena ada TV, koran, online
Sumber daya Relatif terbatas untuk untuk sumber daya manusia, namun cenderung tinggi di sumber daya alam
Relatif lebih banyak dari sisi sumber daya manusia, dan terbatas di sisi sumber daya alam
Pelaksanaan Tantangan dan dinamika pelaksanaan relatif sama, terganung dengan metode pendekatan yang digunakan. Hanya saja kecenderungan msyarakat di pedesaan lebih mudah didekati, sedangkan di kota relatif sulit karena kesibukan masyarakat di kota lebih sibuk.
9 Masing masing daerah meliki karakteristik ancaman yang berbeda. Untuk mengetaui detail bisa
mengacu kepada: http://www.bnpb.go.id/
Dari sisi pelaksanaan programatik dan tahapan kegiatan, baik
perkotaan maupun pedesaan pada prinsipnya sama. Namun yang berbeda adalah pada pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Staf pemerintah daerah, dalam hal ini dinas pendidikan & Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di perkotaan relatif lebih sibuk daripada di pedesaan. Di sisi lain pengetahuan staf pemerintah perkotaan cenderung lebih tinggi, hal ini mungkin karena daerah perkotaan seperti DKI Jakarta sangat mudah mengakses informasi, banyak mendapatkan pelatihan dan referensi. Hal yang sama terjadi untuk guru dan anak.
Namun, di dalam pelaksanaan, staf pemerintah di daerah pedesaan,
guru dan anak cenderung lebih kooperatif. Hal ini mungkin disebabkan
karena mereka belum memiliki Proyek Sekolah Aman dan merasa
bahwa mereka memerlukan kegiatan tersebut.
Sekolah Aman pedesaan, Soe,
J. Capaian
• Sampai saat ini (Mei 2014), Plan Indonesia telah melakukan kegiatan Sekolah Aman kepada 55 sekolah (35 sekolah di desa dan 20 di kota), dengan daerah kerja di Jawa Tengah (Grobogan, Rembang), Nusa Tenggara Timur (Sikka dan Soe), dan DKI Jakarta. • Total penerima manfaat adalah 26.176, dengan rincian:
○ Anak perempuan: 10.111 ○ Anak Laki-laki: 9.902
○ Dewasa (guru, masyarakat, staf pemerintah, staf LSM): 6.153 • BPBD Kabupaten Rembang sudah menganggarkan Rp.100 juta untuk
pengembangan Sekolah Aman di wilayah lain untuk tahun 2014. • Pemerintah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT)
diwakili oleh Dinas Pendidikan dan Olahraga menyediakan anggaran melalui dana anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) 2015 untuk Sekolah Aman sebesar Rp. 300 juta, dengan pembagian Rp. 150 juta untuk Safe School di 31 sekolah
(21 Kecamatan replikasi dari pemerintah dan 10 sekolah adalah
pendampingan lanjutan dari sekolah pilot Safe School. Dan sebesar
Rp.150 juta untuk pembuatan kurikulum PRB di sekolah.
• Adanya kebijakan di tingkat Kabupaten Sikka untuk memastikan
penyelenggaraan pendidikan PRB di semua sekolah di wilayah
Kabupaten Sikka baik dalam kegiatan intra maupun ekstrakurikuler. • Adanya kebijakan rehabilitasi gedung yang dikeluarkan oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten Grobogan dengan desain yang mengacu pada pedoman Sekolah Aman,.
• Dinas Pendidikan Kabupaten Rembang telah menganggarkan dana sebesar Rp. 40 juta untuk mengembangkan dan replikasi program Sekolah Aman.
• Adanya perubahan-perubahan isik yang terjadi di sekolah
seperti penumpulan meja dan kursi, mengubah desain pintu yang sebelumnya membuka ke dalam menjadi membuka ke luar, RAM untuk anak berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas
sehingga sekolah menjadi lebih inklusif.
• Kemauan mandiri sekolah di Grobogan untuk mensosialisasikan Sekolah Aman lewat berbagai macam media, seperti surat kabar,
pertemuan guru, kepala sekolah dan media lain
• Antisipasi dampak banjir di Jakarta sudah mulai dilakukan, dengan
menaikkan tempat dokumen ke tempat yang lebih tinggi, menyepakati sistem komunikasi di antara guru, anak dan orang tua, membersihkan/ memindahkan penempatan barang, bunga/tanaman, dari lokasi yang dapat menghambat anak untuk segera ke luar kelas dalam situasi darurat
• Mempublikasikan penelitian, seperti:
○ Memahami risiko anak dan agensi di wilayah perkotaan dan implikasinya pada kegiatan pengurangan risiko bencana yang
berpusat kepada anak di Asia: Pengetahuan yang dalam dari Dhaka,
Kathmandu, Manila, dan Jakarta. kerjasama dengan, International Institute for Environment and Development (IIED) Inggris
• Terlibat aktif dalam sejumlah jaringan, diantaranya: Koalisi Pendidikan Bencana (KPB), Cluster Pendidikan, Sekretariat Sekolah Aman • Terlibat dalam berbagai kerja-kerja advokasi, diantaranya:
○ Berkontribusi dalam deklarasi Yogyakarta serta menyelengarakan
site event di Konferensi Kelima Menteri Se-Asia untuk
Pengurangan Risiko Bencana (AMCDRR) – Yogyakarta 2012. ○ Mendukung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
untuk presentasi di Global Platform 2013
○ Inisiasi konferensi Sekolah Aman di Indonesia dan Country Consultation on ASEAN Safe School Initiative (ASSI) di
Indonesia. Kegiatan bersama dengan: UNESCO, Worldbank,
APG, Kemendikbud, BNPB
○ Adanya bahan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai
Sekolah Aman yang variatif: ular tangga, kartu, boneka tangan,
poster, gantungan kunci, buku panduan bangunan sekolah yang
ramah anak, panduan perangkat Sekolah Aman, manajemen
K. Pembelajaran
L. Komitmen Plan indonesia
• Pelibatan pemerintah, dan pihak sekolah sejak awal perencanaan proyek
sangat diperlukan, termasuk mitra pelaksana
• Harus memiliki leksibilitas waktu yang cukup, agar bisa menyesuaikan
dengan ketersediaan waktu di sekolah yang relatif padat, sehingga harus ada negosiasi dan penyesuaian dengan kalender pendidikan
• Peran dan partisipasi aktif masyarakat sekitar sekolah diperlukan agar terintegrasi dengan rencana sekolah
• Pelibatan anak dalam menentukan jenis media komunikasi informasi dan
edukasi yang sesuai dengan daerah dan kebutuhan
• Proyek Sekolah Aman mampu menberi inspirasi bagi pemerintah dan sekolah lain dalam mereleksikan dan melaksanakan Sekolah Aman • Diperlukan inovasi dan terobosan baru dalam pengembangan Sekolah Aman • Anak anak sebagai duta Sekolah Aman terbukti mampu menyampaikan
pesan kepada lingkungan sekolah dan luar sekolah
• Kemandirian dan kepemilikan menentukan keberlanjutan Sekolah Aman.
Dalam pengembangan Sekolah Aman, Plan Indonesia tetap berkomitmen melakukan hal hal berikut ini:
• Perluasan program baik di perkotaan dan pedesaan, dengan target
250-400 sekolah di berbagai daerah perkotaan dan pedesaan di
DKI Jakarta, Jawa Tengah dan NTT10
• Terlibat aktif dalam advokasi nasional melalui Sekretariat Nasional (SEKNAS) Sekolah Aman di Indonesia, Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB), dan kementarian dan badan terkait
• Focal point di Indonesia, untuk inisiatif Sekolah Aman ASEAN (ASSI), dan APG
• Melakukan penelitian seputar Sekolah Aman
• Melakukan pengembangan dan inovasi dalam media komunikasi dan
informasi terkait dengan Sekolah Aman di Indonesia
• Mempromosikan Sekolah Aman di level nasional, regional dan internasional.
Sekolah Aman pedesaan, Soe, Nusa Tenggara Timur
LIPI - Studi Kasus Proyek Sekolah Aman di Jakarta Barat:
Pentingnya Simulasi Evakuasi Bencana
untuk Kesiapsiagaan Bencana.
Situasi
Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota negara sangat berisiko banjir dan kenaikan permukaan air laut. Tantangan pengelolaan air dan pengendalian banjir di Jakarta diperparah oleh urbanisasi dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Akibatnya, banyak masyarakat miskin perkotaan mengalami peningkatan kerentanan.
Bencana alam dapat berdampak ke berbagai sektor termasuk pendidikan. Dampak tersebut antara lain pada hak-hak anak untuk kelangsungan hidup, pendidikan dan perlindungan dari bahaya.
Kejadian darurat dapat meningkatkan kerentanan mereka terhadap
cedera dan kematian, menganggu akses anak-anak ke sekolah dan mempengaruhi isik dan psikologis mereka. Namun, sekolah-sekolah di Indonesia sebagian besar tidak siap menghadapi bencana dan tidak menempatkan keselamatan anak dan guru yang berisiko tinggi.
Meskipun sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh bencana, sekolah juga menjadi kunci untuk mengurangi risiko dan berkontribusi terhadap pemulihan/pasca bencana. Sekolah dapat dan harus menjadi
ruang aman yang melindungi anak-anak selama dan setelah keadaan darurat, meningkatkan kemampuan anak untuk memahami dan
mengatasi perubahan lingkungan mereka serta membantu memperkuat
ketahanan seluruh masyarakat.
Melalui Proyek Sekolah Aman bencana di perkotaan, Plan Indonesia
bermitra dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menginisiasi
percontohan Sekolah Aman dari bencana. Secara umum proyek ini
bertujuan untuk meningkatkan akses anak-anak ke lingkungan sekolah
yang aman di wilayah perkotaan yang rawan bencana. Proyek ini telah dilaksanakan sejak tahun 2013 dan telah memasuki tahun kedua dengaan lokasi di 4 kecamatan di Jakarta Barat yakni kecamatan Tambora, Palmerah, Kembangan dan Taman Sari. Memasuki tahun kedua, terdapat 12 sekolah dasar yang didampingi dengan ancaman bahaya meliputi banjir dan kebakaran. Kedua belas sekolah tersebut
umumnya berada di lokasi pemukiman penduduk yang padat dan dekat
sungai serta berlantai 2.
Sebagian besar sekolah tidak memiliki rencana penanggulangan bencana dan prosedur tetap dalam keadaan darurat. Siswa dan guru memiliki kesadaran yang rendah akan bencana termasuk tidak memiliki keterampilan penanganan jika terjadi bencana. Anak-anak dan guru memiliki persepsi bahwa kesiapsiagaan bencana belum menjadi bagian yang penting dan diperlukan. Sekolah belum memiliki tim siaga bencana yang terlatih dan belum menilai bahaya dan kerentanan lingkungan sekolah. Lokasi dan tata letak ruang kelas juga turut meningkatkan kerentanan sekolah.
Aktiitas
Berbagai aktivitas dilaksanakan melalui proyek ini dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anak dan guru agar siap
siaga jika terjadi bencana. Aktivitas tersebut antara lain menfasilitasi
anak-anak melakukan penilaian bahaya, kerentanan, kapasitas
lingkungan sekolah; memberikan keterampilan tanggap darurat ke
anak dan guru yang meliputi pertolongan pertama, penyelamatan
dan evakuasi. Guru-guru juga secara khusus dilatih dalam
mengintegrasikan materi kebencanaan ke dalam materi pembelajaran di kelas. Di beberapa sekolah juga sudah mulai terbentuk tim siaga bencana sekolah yang dilegalkan oleh surat keputusan dari kepala sekolah dan memiliki rencana aksi sekolah.
Hasil
Melalui latihan simulasi evakuasi terhadap bencana yang telah
dilaksanakan, anak dan guru merasakan begitu penting dan perlunya
kesiapsiagaan bencana. Kegiatan ini sebagai bentuk melatih
pengetahuan dan keterampilan yang telah didapat dan masing-masing
anak dan guru mengambil peran dalam skenario bencana yang telah ditentukan. Kepala sekolah dan komite sekolah adalah stakeholder kunci dan pengemban tugas untuk mengawasi dan melanjutkan proses sesuai kapasitas mereka masing-masing. Rencana aksi sekolah
yang telah disusun akan ditinjau dan diperbarui setiap tahun untuk
menghasilkan perbaikan yang nyata.
YTBI - Studi Kasus Proyek Sekolah Aman di Jakarta Timur:
Tim Siaga Bencana Sekolah untuk
Mewujudkan Sekolah Aman
Situasi
Jakarta adalah termasuk kota yang rentan terhadap bencana baik bencana alam maupun bencana buatan manusia. Semua kejadian bencana yang terjadi di Indonesia dan di Jakarta pada khususnya
berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat, terutama dari
segi mental dan psikologi yang dialami anak-anak. Ada 10 sekolah yang didampingi YTBI di Jakarta Timur adalah SDN Rawabunga 11,12,13,14,15,16 Pagi dan SDN Klender 14,15,16,20 Pagi. Kegiatan
diikuti oleh 20 siswa di masing-masing sekolah yang tentu saja jumlah
laki-lakii dan perempuan seimbang.
Pelatihan pengenal bencana pun dimulai pada bulan Juni 2013, dengan memberikan materi-materi bencana (banjir, kebakaran, gempa bumi dan lain-lain serta cara penanggulangannya). Banyak sekali
tantangan dan kendala yang dihadapi ketika program Sekolah Aman
ini dilkasanakan. Pada awal kegiatan ini mulai banyak sekali orang tua
yang kurang menyetujui anaknya untuk mengikuti kegiatn ini, begitu juga dengan guru-guru yang pada awalnya kurang merespon adanya
kegiatan ini. Melalui program yang sudah direncanakan kita tetap
menjalankan kegiatan ini dengan semangat dan terus melaksanakan
Aktiitas
Setelah beberapa kali pelatihan dan simulasi kecil serta melaksanakan
kegiatan pertemuan orang tua yang kami lakukan bersama tim siaga sekolah, para guru pendamping dan orang tua siswa tim siaga, lama-kelamaan tim siaga, para guru dan orang tua siswa mulai mengerti dan mulai memberi dukungan penuh untuk kegiatan Sekolah Aman
ini. Ada cerita yang menarik dari salah satu tim siaga yang bernama Yuda dari SDN Rawabunga 16. Dia salah satu siswa yang antusias dan tidak pernah absen dalam kegiatan Sekolah Aman. Suatu ketika
kami melakukan simulasi besar yaitu simulasi kebakaran di kompleks
gugus SDN Rawabunga (SDN Rawabunga 11,12,13,14,15,16). Ketika
simulasi berlangsung tim siaga bersiap-siap di kelas sekolahnya masing-masing, Yuda ini berhenti dan berteriak kepada adik-adik tim
siaga kelas 3 SDN Rawabunga 16 yang salah dalam menyelamatkan
diri karena keluar tidak sesuai dengan jalur evakuasi yang sudah di
pasang. “Hei, lu mau pade kemane… Jalannye lewat sini yang bener, liat no… tanda jalur evakuasinya,” teriak Yuda. Seketika itu juga tim
siaga yang lain berbalik arah mengikuti sesuai jalur evakuasi. Dari aktiitas ini para tim siaga sudah mengerti kalau mereka itu adalah anggota tim siaga dan sudah tahu cara menyelamatkan diri sesuai
dengan apa yang mereka dapatkan dalam pelatihan dan sudah bisa
mengarahkan yang lain agar melakukan penyelamatan dengan benar.
Hasil
Sekarang siswa-siswi tim siaga bencana sekolah yang berada di
10 sekolah binaan YTBI mengetahui besarnya manfaat kegiatan ini dan mereka mulai bisa mempraktekkan apa yang mereka dapatkan dan dapat berbagi ilmu serta pengalaman sejak mengikuti kegiatan ini
kepada teman-teman sekolah dan orang tua mereka masing-masing. Tim siaga bencana SD ini juga sudah menampilkan drama bencananya di depan peringatam hari dan kampanye Because I’m A Girl, dan mendapat pujian dari Menteri Peranan Wanita Ibu Agum Gumelar.
KYPA - Studi Kasus Proyek Sekolah Aman di Kabupaten Grobogan:
Media Permainan Ular Tangga sebagai
Sarana Pengembangan Pendidikan PRB
Situasi
Anak-anak SDN 2 Padas Kecamatan Kedung Jati, Kabupaten
Grobogan antusias ketika diajak bermain ular tangga dan angin bertiup.
Namun mereka tidak sekedar bermain ular tangga dan angin bertiup biasa tetapi dalam permainan tersebut mengandung muatan edukatif
tentang PRB (Pengurangan Risiko Bencana) dan Sekolah Aman.
Anak-anak ini mulai menunjukan kemampuan mereka soal pengetahuan PRB
dan Sekolah Aman dibandingkan dengan sebelumnya.
Aktiitas
Strategi pembelajaran Plan Indonesia dan KYPA sangat
menyenangkan anak-anak. Kini mereka memiliki paradigma yang baik terhadap bencana. Penyebarluasan informasi tentang PRB sengaja
dilakukan melalui anak-anak karena mereka mudah dalam menyerap
dan mengingat sesuatu. Melalui program ini diharapkan ada perubahan
persepsi, meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan mengenai PRB
dan memotivasi anak untuk sadar terhadap bencana. Dengan adanya
pendekatan transfer pengetahuan melalui permainan ular tangga ini, anak-anak merasakan suasana yang berbeda dari pembelajaran
yang biasanya mereka terima di sekolah. Rancangan ini digunakan untuk pembelajaran anak-anak dalam PRB. Secara nyata anak-anak
kini sudah mulai mengerti tentang hal-hal yang sederhana seperti membuang sampah di sembarang tempat akan membuat wilayahnya
kumuh dan menyebabkan ancaman banjir. Tidak hanya dalam aspek paradigma kebencanaan saja, saat ini anak-anak mulai berani tampil
sebagai tutor sebaya untuk menyampaikan informasi tentang PRB dan
Sekolah Aman. Komunikasi dan sosialisasi yang baik sudah dilakukan oleh anak-anak yang terpilih sebagai Team Siaga Bencana. Dengan adanya pelatihan dan pendampingan secara intensif penyebaran
informasi tentang konsep Sekolah Aman minimal sudah dilakukan
dilingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Hasil
Secara isik Proyek Sekolah Aman tidak membangun gedung sekolah atau tidak membangun secara material. Hanya ada pedoman mengenai
Sekolah Aman yang dikeluarkan oleh BNPB dan disahkan oleh
KEMENDIKNAS. Pedoman inilah yang digunakan untuk mendorong
implementasi Proyek Sekolah Aman di Sekolah ini sehingga prosesnya
berjalan dengan baik. Diperlukan upaya, strategi pendekatan dan inovasi sehingga terjadi perubahan.
SANRES - Studi Kasus Proyek Sekolah Aman di Kabupaten Sikka:
Advokasi di Tingkat Kabupaten
Melahirkan sebuah Surat Keputusan
Pengintegrasian PRB ke dalam
Pembelajaran Sekolah di Kabupaten Sikka
Situasi
Pengembangan Sekolah Aman adalah urusan semua pihak, tidak
hanya diserahkan sepenuhnya kepada warga sekolah. Dukungan dari
berbagai pihak, terutama dari Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten
sebagai pengawas sekolah, baik dukungan inancial, dukungan ilmu
pengetahuan, dukungan teknis hingga kebijakan sangat diperlukan
untuk memaksimalkan terwujudnya Sekolah Aman. Kebijakan dalam
pengintegrasian pembelajaran PRB dan Sekolah Aman di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Sikka awalnya sangat tidak didukung oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Sikka karena menurut Kepala Dinas PPO itu akan menambah beban anak
didik bahkan guru-guru dalam proses belajar mengajar. Hampir 1,5
tahun Proyek Sekolah Aman yang diimplementasikan oleh Plan
Indonesia dan Yayasan Flores Sejahtera (SANRES) di Kabupaten
Sikka melakukan advokasi ke Dinas PPO dan selalu ditanggapi bahwa
hal ini tidak begitu penting sehingga kurang direspon. Beberapa kali
melakukan pertemuan koordinasi dengan menghadirkan keterwakilan sekolah-sekolah SD, SMP dan SMA yang ada di Kabupaten Sikka,
Aktiitas
Sosialisasi pedoman Sekolah Aman di tingkat kabupaten kemudian
mulai memunculkan ide serta gagasan yang cemerlang untuk secara
bersama-sama peserta yang hadir dalam sosialisasi tersebut sepakat menandatangani serta mendukung implementasi Proyek Sekolah Aman
yang ada di Kabupaten Sikka. Gagasan ini ditindak lanjuti dengan
pertemuan selanjutnya untuk mendorong pemerintah Kabupaten Sikka untuk mengeluarkan surat keputusan bahwa setiap sekolah yang ada di Sikka akan mengintegrasikan PRB ke dalam pembelajaran
yang ada. Berbagai bentuk advokasi melalui rapat koordinasi dan
pertemuan-pertemuan bersama forum PRB yang ada di Kabupaten
Sikka mulai dikembangkan oleh Plan Indonesia dan SANRES.
Hasil
20 Juli 2013 koordinasi sekaligus advokasi kembali dilaksanakan oleh
Plan Indonesia, SANRES, BPBD, SAR, PMI dan perwakilan 10 SD dampingan Proyek Sekolah Aman bertemu kembali dengan Dinas PPO Kabupaten Sikka untuk menindaklanjuti pertemuan koordinasi
sebelumnya. Bahkan dalam perjalanan selanjutnya, Pemerintah
Kabupaten Sikka melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
tahun 2014 sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 150 juta untuk mendukung implementasi Sekolah Aman. Jumlah itu akan
ditambah lagi di tahun berikutnya jika implementasi program di tahun
Plan indonesia
Jakarta - Country Ofice
Ged. Menara Duta Lt. 2Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B-9 Kuningan, Jakarta Selatan 12910 Indonesia
T. +62-21-5229566 F. +62-21-5229571
Plan adalah organisasi internasional pengembangan masyarakat dan kemanusiaan yang berpusat pada anak, tidak berailiasi dengan pemerintahan, sistem politik ataupun agama tertentu. Plan mengawali kegiatan di Indonesia pada tahun 1969. Saat ini, Plan bekerja di Jawa dan Nusa Tenggara dan mensponsori lebih dari 40.000 anak.