• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsionalisme Struktural - Pola Sosialisasi Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskriptif: di Panti Asuhan Karya Murni Jl. Karya Wisata Kecamatan Medan Johor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsionalisme Struktural - Pola Sosialisasi Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskriptif: di Panti Asuhan Karya Murni Jl. Karya Wisata Kecamatan Medan Johor)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungsionalisme Struktural

Talcott Parson (dalam Ritzer, 2004:121) beranggapan bahwa suatu fungsi adalah

kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau

kebutuhan sistem dan (dalam Ritzer, 2004:125) mengenai fungsional Parson

menjelaskan sejumlah persyaratan dari sistem sosial, yaitu :

1. Sistem sosial harus terstruktur, sehingga dapat beroperasi dalam

hubungan yang harmonis dengan sistem lainya.

2. Untuk menjaga kelangsungannya, sistem sosial harus mendapat

dukungan yang diperlukan dari sistem lainnya.

3. Sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam

proposisi yang signifikan.

4. Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para

anggotanya.

5. Sistem harus mampu mengendalikan prilaku yang berpotensi

mengganggu.

6. Bila konflik akan menimbulkan kekacauan, maka harus dikendalikan.

7. Untuk kelangsungannya, sistem memerlukan bahasa.

Menurut Talcott Parson (dalam Abdulsyani, 1994:78), pada dasarnya masyarakat

(2)

adaptasi, pencapian tujuan, integrasi dan pemeliharaan pola. Sistem tidak dipandang

sebagai sesuatu yang statis, tetapi pada dasarnya tiap-tiap sistem memiliki

kemampuan untuk melakukan perubahan dan adaptasi demi pencapaian tujuan

masyarakat secara keseluruhan. Asumsi dasar dari

yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan

nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi

perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara

fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat

merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan

saling ketergantungan.

Terkait dengan hal ini, lembaga yang ada dimasyarakat yaitu Panti Asuhan

Yayasan Karya Murni dapat mengerti apa yang cenderung yang diharapkan oleh

masyarakat itu sendiri. Maka dari itu, Panti Asuhan Yayasan Karya Murni

mempunyai kegiatan dan aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anak berkebutuhan

khusus agar nantinya mereka dapat mandiri.

Parson mengemukakan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”,

terkenal dengan skema AGIL yaitu:

1. Adaptation (Adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal

yang gawat. Sistem harus menyesuiakn diri dengan lingkungan dan

(3)

2. Goal Attainment (Pencapaian Tujuan): sebuah sistem harus mendefenisikan

dan mencapai tujuan utamanya.

3. Integration (Integrasi): sebuah sistem harus mengatur antar hubungan

bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola

antarhubungan ketiga fungsi lainnya (A, G, L)

4. Latency (Latensi atau Pemeliharaan Pola): sebuah sistem harus

memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual

maupun pola-pola kultur yang menciptakan dan menopang motivasi.

Parson mendesain skema AGIL ini untuk digunakan pada semua tingkat

dalam sistem teoritisnya. Terutama dalam sistem tindakan, yang dapat

dicontohkan sebagai berikut :

- Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi

adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan

eksternal.

- Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapain tujuan dengan

menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk

mencapainya.

- Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan

bagian-bagian yang menjadi komponennya.

- Sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan

aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak.

(4)

Dalam teori fungsionalisme struktural, masyarakat dipandang sebagai suatu

sistem sosial yang terdiri dari atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan,

dan saling menyatu dalam keseimbangan(equalibirium). Demikian pula institusi yang

terdapat dimasyarakat, karena masyarakat dilihat pada kondidsi dinamika dalam

keseimbangan. Masyarakat senatiasa berada dalam keadaan berubah-ubah secara

berangsunr-angsur. Perubahan yang terjdai pada suatu bagian, juga akan membawa

perubahan terhadap bagian lainnya. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur

dalam sistem sosial fungsional terhadap yang lain.(Ritzer,2002 : 21-25)

2.2 Lembaga Sosial

Lembaga sosial selalu melekat pada setiap masyarakat. Hal ini disebabkan karena

setiap masyarakat pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila

dikelompokkan, maka akan terhimpun menjadi lembaga sosial. (Basrowi, 2005:94).

Mansyurudin dalam (Soejono Soekanto 2003:120) mengemukakan pengertian

lembaga sosial adalah himpunan kaidah segala tingkatan yang berkisar pada

kebutuhan pokok manusia. Ia juga mengemukakan lembaga sosial memiliki

fungsi-fungsi tertentu yakni sebagai berikut :

1. Memberi pedoman kepada warga masyarakat bagaimana mereka harus

bertingkah laku atau bersikap mengahadapi masalah-masalah dalam

masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan pokok.

(5)

3. Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem

pengendalian sosial (social control).

Dari pengertian diatas lembaga sosial mempunyai tujuan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat, baik lembaga agama, politik, ekonomi, pendidikan

mempunyai nilai-nilai atau norma-norma yang merupakan aturan dan pedoman

tingkah laku yang mengatur kegiatan-kegiatan masyarakat untuk mencapai tujuan

tertentu. Dimana norma dan nilai tersebut merupakan pola-pola perilaku yang harus

dituruti dan dilaksanakan.

Lembaga sosial dalam penelitian ini juga memiliki peranan untuk memandirikan

anak berkebutuhan khusus. Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan.

Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, maka dia sudah menjalankan suatu peran. Peran tersebut mengatur

perilaku seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Peranan menunjukkan bahwa masyarakat adalah sebuah lakon yang bagian

pementasannya pada anggota-anggota masyarakat. Lakon inilah yang disebut fungsi

atau tugas masyarakat.

Secara garis besar lembaga sosial dapat diklasifikasikan ke dalam dua cara yaitu :

1. Secara tidak terencana artinya lembaga sosial lahir secara bertahap dalam

praktek kehidupan masyarakat. Hal ini biasanya terjadi ketika manusia

dihadapkan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan pemenuhan

(6)

2. Secara terencana artinya lembaga sosial muncul melalui suatu perencanaan

yang matang oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan

dan wewenang.

Dengan demikian lembaga sosial tidak hanya bisa berdiri begitu saja tetapi

berdiri untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya demi terwujudnya tujuan yang

akan dicapai lembaga tersebut dan lembaga soisal juga mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

1. Terdiri dari seperangkat organisasi daripada pemikiran-pemikiran dan pola–

pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas manusia.

2. Relatif mempunyai tingkat kekekalan tertentu.

3. Mempunyai tujuan yang dicapai atau diwujudkan.

4. Merupakan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.

5. Lembaga sosial pada umumnya dilakukan dalam bentuk lambang-lambang.

6. Mempunyai dokumen tertulis maupun tidak (Narwoko, 2004:220)

Terkait dengan penjelasan diatas Panti Asuhan Yayasan Karya Murni juga

mempunyai tujuan yang dicapai atau diwujudkan untuk memandirikan anak

berkebutuhan khusus dengan visi: terwujudnya penghargaan dan pemberdayaan agar

mereka yang dilayani mengalami kasih, dapat mandiri dan menemukan makna hidup

sebagai citra Allah dan dengan motto: “Venerate Vitam“ yang artinya hormatilah

kehidupan. Panti asuhan Yayasan Karya Murni berdiri sejak tahun 1953 dan

mempunyai dokumen tertulis tentang sejarah lahirnya Panti Asuhan Yayasan Karya

(7)

Dengan demikian Panti asuhan adalah lembaga atau unit kerja pelayanan bagi

pemelihara dan pembinaan anak yatim piatu, yatim, piatu, terlantar atau kurang

terurus dalam pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosialnya secara wajar

(Marpaung, 1988:52).

Lembaga sosial juga mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi manifes (nyata) adalah fungsi lembaga sosial yang didasari dan

menjadi harapan banyak orang.

2. Fungsi laten adalah fungsi lembaga sosial yang tidak didasari dan bukan

menjadi tujuan utama banyak orang. Dengan kata lain, fungsi laten adalah

fungsi yang tidak tampak dipermukaan dan tidak diharapkan masyarakat,

tetapi ada.

Terkait dengan fungsi lembaga sosial diatas, panti asuhan juga mempunyai fungsi

sebagai berikut :

1. Fungsi perlindungan

Menghindarkan anak dari keterlantaran, perlakuan kekejaman atau

semena-mena dari orang tua atau wilayah.

2. Fungsi pendidikan

Membimbing dan mengembangkan kepribadian anak asuh secara wajar

melalui berbagai keahlian, teknik dan penggunaan fasilitas-fasilitas sosial

untuk tercapainya pertumbuhan dan perkembangan fisik, rohani dan sosial

(8)

3. Fungsi pengembangan

Mengembangkan kemampuan atau potensi anak asuh sesuai dengan

situasi dan kondisi lingkungan yang baik sehingga anak tersebut dapat

menjadi anggota masyarakat yang hidup layak dan penuh tanggungjawab

terhadap dirinya, keluarga maupun masyarakat.

4. Fungsi pencegahan

Menghindarkan anak asuh dari pola-pola tingkah laku sosial anak asuh

yang bersifat menghambat atau negatif dengan mendorong lingkungan

sosialnya untuk mengembangkan pola-pola tingkah laku yang wajar

melalui kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial (Marpaung,1988:69).

Penelitian yang telah dilakukan diperoleh data dari lapangan bahwa panti

asuhan juga menjalankan fungsi panti asuhan tersebut.

1. Fungsi perlindungan

Menghindarkan anak dari keterlantaran, perlakuan kekejaman atau

semena-mena dari orang tua atau wilayah.

2. Fungsi pendidikan

Memberikan pendidikan keterampilan dan pengetahuan, memberikan

pendidikan formal dan non formal kepada anak tunanetra. Panti asuhan

tidak hanya memberikan kebutuhan secara jasmani tetapi juga rohani. Hal

ini dilakukan agar anak tunanetra juga bisa menhargai dan mengasihi

(9)

perkembangan mereka selama berada di panti asuhan dan setelah keluar

dari panti asuhan.

3. Fungsi pengembangan

Panti asuhan memberikan program pendidikan dan pelatihan yang

disesuiakan dengan kemampuan anak tunanetra agar anak tunanetra bisa

mengembangkan kemampuan atau potensi yang ada dalam diri mereka.

Hal ini menunjukkan peran panti asuhan dalam memandirikan anak

tunanetra sehingga anak tunanetra dapat menjadi anggota masyarakat yang

hidup layak dan penuh tanggungjawab terhadap dirinya, keluarga maupun

masyarakat.

4. Fungsi pencegahan

Panti asuhan memberikan program pendidikan dan pelatihan kepada anak

tunanetra melalui program ini para staff panti asuhan dan pengasuh

memberikan motivasi kepada anak tunanetra agar mereka tidak putus asa

dan percaya diri bahwa dengan keterbatasan yang ada dalam diri mereka,

mereka bisa menjadi manusia yang mandiri.

2.3 Sosialisasi

Individu dalam masyarakat mempelajari cara-cara hidup, norma dan nilai sosial

yang ada terdapat dalam kelompoknya agar dapat berkembang menjadi pribadi yang

dapat diterima oleh kelompoknya. Menurut Charlotte Buhler, sosialisasi adalah

proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana

(10)

kelompoknya. Bruce J.Cohen. menyatakan sosialisasi adalah proses-proses manusia

mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakat, untuk memperoleh kepribadian

dan membangun kapasitasnya agar berfungsi dengan baik sebagai individu maupun

sebagai anggota suatu kelompok.

Proses sosialisasi yaitu proses yang membantu individu, melalui proses belajar

dan penyesuaian diri, bagaimana cara hidup dan cara berpikir dari kelompok tersebut

sehingga tujuan akhirnya adalah agar manusia bersikap, bertindak sesuai dengan

norma dan nilai yang berlaku.

Dari apa yang disebut diatas bahwa melalui proses sosialisasi individu dapat

berperan sesuai dengan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat.

Menurut Peter L.Berger dan Luckmann, sosialisasi dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa

kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi

primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk

ke sekolah. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak

menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara

terbatas di dalamnya dan membentuk kepribadian anak dan dalam hal ini

keluarga berperan sebagai agen sosialisasi.

2. Sosialisasi sekunder, adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah

(11)

terwujudnya sikap profesionalisme dan dalam hal ini sekolah menjadi agen

sosialisasi dan agen lain yang mendukung sosialisasi sekunder.

Disamping itu terdapat juga proses sosialisasi yang dialami oleh masyarakat

yaitu sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Bronfrenbrenner, Kohn dan

Jaeger dalam (Kamanto Sunarto 1993:33) menyebutkan ada dua pola sosialisasi yaitu

pola sosialisasi represif dan pola sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif

menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan, menekankan pada

penggunaan materi dalam hukum dan imbalan.

Hal ini yang menunjukkan bahwa Panti Asuhan Yayasan Karya Murni apabila

gagal dalam menjalankan tugasnya untuk memandirikan anak berkebutuhan khusus

tersebut pasti akan mendapat penilaian dari pihak masyarakat ataupun orang tua yang

menitipkan anak mereka di panti asuhan tersebut dan akibatnya tidak ada lagi yang

akan menitipkan anak mereka di panti asuhan tersebut. Sedangkan sosialisasi

partisipatoris merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan manakala

berperilaku baik, hukuman dan imbalan bersifat simbolik, anak diberi kebebasan,

penekanan diletakkan pada interaksi, komunikasi bersifat lisan, anak menjadi pusat

sosialisasi, keperluan anak dianggap penting. Artinya adalah apabila panti asuhan

tersebut berhasil dalam memandirikan anak berkebutuhan khusus secara otomatis

akan mendapat dukungan lebih dari berbagai pihak dan meningkatkan kualitas mutu

panti asuhan tersebut. Adapun yang menjadi tujuan sosialisasi adalah sebagai berikut:

1. Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk

melangsungkan kehidupan seseorang kelak ditengah-tengah masyarakat

(12)

2. Menambah kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien serta

mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis, dan bercerita.

3. Membantu pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui

latihan-latihan mawas diri yang tepat.

4. Membiasakan individu dengan nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada

pada masyarakat.

Penjelasan mengenai tujuan sosialisasi diatas juga ada di panti asuhan Karya

Murni. Hal ini membuktikan bahwa tujuan sosialisasi memang terjadi. Dengan

demikian, peneliti memberi penjeasan mengenai tujuan sosialisasi yang ada di Karya

Murni sebagai berikut:

1. Memberikan keterampilan dan pengetahuan bagi anak tunanetra dalam hal

penyedian sarana dan prasarana, memberikan pendidikan formal dan non

formal untuk memandirikan anak tunanetra.

2. Program pendidikan formal yang diberikan membuat anak tunanetra bisa

seperti anak awas dan melalui program pendidikan formal ini anak tunanetra

diberikan pembelajaran tentang orientasi mobilisasi dan Activity of daily living

skills (ADL) atau keterampilan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari

merupakan kegiatan yang tidak bisa lepas bagi setiap orang.

3. Memberikan pendidikan non formal untuk memandirikan anak tunanetra

4. Memberikan pengajaran sesuai dengan moral katolik

Untuk mencapai tujuan diatas perlu adanya agen sosialisasi yang bisa

(13)

1. Keluarga adalah lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak

yaitu ayah, ibu, dan saudara-saudara yang termasuk dalam anggota

keluarga tersebut dimana dalam keluarga anak mengalami proses awal

sosialisasi.

2. Teman bermain atau disebut juga kelompok sebaya yang dialami anak

setelah ia mampu berpergian keluar rumah. Pada awalnya teman

bermain disebut sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun

dapat berpengaruh terhadap proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak

berpengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok

bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang

individu yang dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi

dengan orang-orangnya yang sederajat dengan dirinya karena sebaya.

3. Sekolah menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan sekolah

(pendidikan formal) seseorang belajar membaca, menulis dan

berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan

mengenai kemandirian, prestasi dan kekhasan. Di lingkungan rumah

seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam

melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian basar

tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh tanggung jawab.

4. Media masa maksudnya kelompok media massa di sini adalah media

cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi,

video, film) besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas

(14)

berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen

sosialisasi itu tidak bertentangan.

2.4 Anak Tunanetra

Anak tunanetra adalah sebagai individu yang indera penglihatannya

(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan

sehari-hari sepertinya halnya orang awas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat

diketahui dalam kondisi berikut :

a. Ketajamn penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas.

b. Terjadikekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.

c. Posisis mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.

d. Terjadi kerusakan susuna syaraf otak.

Dari kondisi-kondisi diatas, pada umumnya yang digunakan sebagi patokan

apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak berdasarkan pada tingkat

ketajaman penglihatannya. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu

tes yang dikenal sebagaites Snellen Card. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan

tunanetra bila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes,

anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat

dibaca pada jarak 21 meter.

Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua

(15)

1. Buta

Dikatakan buta jika anak sma sekali tidak mampu menerima rangsang

cahaya dari luar (visusnya = 0)

2. Low Vision

Bila naka masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi

ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika hanya mampu membaca headline

pada surat kabar.

Anak tunanetra memiliki karakteristik kognitif,sosial, emosi, motorik, dan

kepribadian yang sangat bervariasi. Hal ini sangat tergantung pada sejak kapan anak

mengalami ketunanetraan, bagaimana tingkat ketajaman penglihatannya, berapa

Referensi

Dokumen terkait